Rabu, 20 Mei 2020

JIKA PENYAIR MENCATAT CORONA oleh Nanang R Supriyatin

JIKA PENYAIR MENCATAT CORONA

Virus Corona atau Severe Acute Respitatory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-COV-2), ialah virus yang menyerang sistem pernapasan. Hingga menyebabkan demam, batuk kering, flu, pilek serta sakit tenggorokan.
Wabah yang mendunia ini kiranya menimbulkan efek global, terutama menurunnya ekonomi dan merosotnya daya beli masyarakat. Infeksi Corona yang pertama kali terjadi akhir Desember 2019 di kota Wuhan, China, setidaknya terlihat jalan-jalan agak sepi dikarenakan 'lock down', resto-resto sepi dikarenakan berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar. Orang-orang menjaga jarak dengan menggunakan masker, dan sebagainya. Paramedis berupaya dan berjuang mengurangi pasien yang tak pernah henti berdatangan, menunggu untuk disembuhkan. Meskipun, banyak dokter yang mengorbankan nyawanya akibat wabah akut ini.
Seniman, khususnya penyair tak menyiakan even 'gila' ini. Salah satunya senantiasa mencatat peristiwa baik yang hadir melalui pemberitaan di media massa dan media elektronik, maupun kejadian yang tercermin di lingkungan serta diri sendiri. "Work From Home" (WFH) ternyata membuat penyair mencatat bebas peristiwa ini.
Antologi puisi "Corona, Penyair Indonesia Mencatat Peristiwa Negeri", ialah sebuah buku berisi puisi-puisi anyar, ditulis oleh 101 penyair Indonesia. Setiap penyair ternuat 1-3 puisi. Merupakan antologi puisi yang dicetak semata-mata sebagai dokumentasi yang digagas RgBagus Warsono, penulis asal Indramayu yang merangkap sebagai editor.
Peristiwa menakutkan akan kehadiran sebuah wabah, kiranya menuntut seorang RgBagus Warsono atau Agus Warsono untuk tak menyia-nyiakan mengajak peranan penyair menuliskan tema khusus tentang covid-19. Tak ada syarat formal. Pengirim puisi dipersilahkan mengirim puisi dengan tema sekitar Corona, serta biodata satu paragraf. Naskah dikirim melalui email, whattshap atau massanger. Sebuah awal yang saya kira kerja setengah hati. Bahkan, pengisi buku tak diwajibkan membeli buku. Naskah yang sesungguhnya pencatat sejarah dunia ini pada dasarnya akan tersimpan sebagai asset di Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia yang dikelolanya.
Alhasil, saat buku dikirim ke alamat rumah saya, setelah saya buka isi paket dan setelah saya simak lembar per lembar isi buku -- spontan agak kaget untuk tidak mengatakan 'hebat!' Sang editor merangkap kurator ini, ternyata sangat serius. Antologi puisi dicetak sempurna. Terbukti, Rg Bagus Warsono membuat pengantar cukup panjang (hal. 7-21). Buku 237 halaman ini terbit tak berselang lama setelah deadline pengiriman puisi.
"Bagaimana membangun ide judul puisi adalah bagaimana mata dan mata hati memandang kehidupan di alam ini. Sangat banyak garapan ide puisi namun banyak penulis terbelenggu oleh tema yang disuguhkan. Padahal tema itu menyuguhkan yang sangat luas disampingnobjek juga dampak dan penyebab. Artinya tema dapat ditarik kebelakang bahkan ke depan." (Hal 16).
Beberapa nama penyair yang puisinya dimuat sudah tak asing lagi. Sebut saja A. Zainuddin Kr, Asro Al Murthawy Dkm, Bambang Eka Prasetya, Giyanto Subagio, Heru Mugiarso, I Made Suantha, Roymon Lemosol, Salimi Ahmad, Salman Yoga S. dan Wadie Maharief.
Salah satu puisi Wardjito Soeharso asal Semarang di bawah ini, agak beda dalam diksi serta irama. Sangat menarik.

JAPA MANTRA

Bolading!
Klambi Abang
Bendho giwang
Jalitheng!
Jun jilijijethot
Wong Tampang asli
Cempe-cempe!
Undangan barat gede
Tak opahi duduh tape
Weerrr.....weerrr.....
Weeeeeerrrrrr....
Setan ora doyan
Penyakit ora ndulit
Wabah orang teman
Amung kersane Gusti Allah
Corona...
Minggaaaaaatttt!

Semarang, 27 Maret 2020 (hal. 199).

Buku indah ini -- sayangnya tidak diimbangi dengan pengerjaan cover yang tak serius. Di samping tak ada gambar sebagai simbol virus covid, juga foto para penyair terlalu gelap. Biodata dengan huruf kecil membuat mata mengantuk tatkala membacanya.

NRS, Jakarta Pusat.