Senin, 26 Oktober 2015

Siswa yang Aktif Ciri Guru yang Profesional

Siswa yang Aktif Ciri Guru yang Profesional

Sambut hari Pahlawan 2015 Segera Terbit Karya Rg Bagus Warsono

Kopral Dali lebih tenar ketimbang komandannya. Di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia,  di Indramayu  dulu Dali demikian populair. Tidak saja dilingkungan TNI tetapi di masyarakat  kota kecil Indramayu pasti mengenalnya. Kopral cerdas dan pemberani ini pantas diketahui oleh kita semua ceritanya. Semoga buku ini menjadi teman generasi muda khususnya di kabupaten Indramayu dan Indonesia pada umumnya. Sehingga kita dapat  menghargai jasa dan pengorbanan para pahlawan , seperti Kopral Dali yang satu ini. 


    Cerita ini digali dari pitutur rakyat Indramayu untuk dapat dinikmati sebagai bacaan generasi selanjutnya agar memiliki ceritanya sendiri sebagai   perbendaharaan cerita-cerita khasanah daerah Indramayu  yang berserakan.
   Indramayu banyak memiliki peninggalan sejarah yang nyaris hilang ditelan perjalanan kehidupan yang semakin tak peduli terhadap hal kecil yang tak tersentuh oleh pemikiran kita, padahal yang kecil ini justru peting untuk dapat dipelajari sebagai pengetahuan dan kadang filosofi hidup di zaman modern ini.
   Penulis kenalkan seorang pemuda yang patut menjadi contoh tauladan generasi kini pada semangatnya untuk mencapai cita-cita serta pengabdianya pada Tanah Air seorang yang telah kita kenal sebelunya yaitu Kopral Dali.

Sabtu, 10 Oktober 2015

Puisi-puisi Chairil Anwar


AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
 Tak perlu sedu sedan itu
 Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
 Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943



 PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO
Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu dipanggang diatas apimu, digarami lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
 Aku sekarang api aku sekarang laut Bung Karno !
Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal¬kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal¬kapal kita bertolak & berlabuh

(1948) Liberty, Jilid 7, No 297, 1954


56

 KRAWANG ¬BEKASI
Kami yang kini terbaring antara
Krawang¬Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda.
Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
 Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4¬5 ribu nyawa
Kami cuma tulang¬tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang¬tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa¬apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang¬tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang¬Bekasi

 (1948) Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957



DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti Tak gentar.
Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU Ini barisan tak bergenderang¬berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.
Sekali berarti Sudah itu mati.
MAJU Bagimu Negeri Menyediakan api.
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai
Maju Serbu Serang Terjang

(Februari 1943) Budaya,Th III, No. 8 Agustus 1954

PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan.
Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda¬pemuda yang lincah yang tua¬tua keras, bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang¬bintangnya kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan.
Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948) Siasat, Th III, No. 96 1949


MALAM

Mulai kelam belum buntu malam
kami masih berjaga ¬¬Thermopylae?¬ ¬
jagal tidak dikenal ? ¬
 tapi nanti sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru, No. 11¬12 20¬30 Agustus 1957


DOA

kepada pemeluk teguh
Tuhanku Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu
Biar susah sungguh mengingat
Kau penuh seluruh cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku aku hilang bentuk remuk
Tuhanku aku mengembara di negeri asing
Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling

 13 November 1943



PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi Jangan tunduk!
Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943

HAMPA
kepada sri Sepi di luar.
Sepi menekan mendesak.
kaku pohonan.
Tak bergerak Sampai ke puncak.
Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas¬renggut
Segala menanti.
Menanti.
Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat¬mencekung punda
Sampai binasa segala.
Belum apa¬apa
Udara bertuba.
Setan bertempik Ini sepi terus ada.
Dan menanti.

SAJAK PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
 Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita
Mati datang tidak membelah...



SENJA DI PELABUHAN KECIL
buat: Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam.
Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan.
Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
 Tiada lagi.
 Aku sendiri.
 Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946



CINTAKU JAUH DI PULAU
Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
 di leher kukalungkan ole¬ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
 "Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
 1946




MALAM DI PEGUNUNGAN
 Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
 Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!
1947

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS
kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
 malam tambah merasuk,
 rimba jadi semati tugu di Karet,
 di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin aku berbenah dalam kamar,
 dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang tubuhku diam dan sendiri,
cerita dan peristiwa berlalu beku
 1949

DERAI DERAI CEMARA
cemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin
yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
 sudah berapa waktu
bukan kanak lagi
 tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan
kini hidup hanya menunda kekalahan
 tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu,
ada yang tetap tidak terucapkan sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949

Ahmadun Yosi Herfanda

 Ahmadun Yosi Herfanda Lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958 Pendidikan: Alumnus FPBS IKIP Yogyakarta menyelesaikan S2 di jurusan Magister Teknologi Informasi pada Univ. Paramadina Mulia, Jakarta, 2005. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia ( 1993¬1995) dan Ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (1999¬2002), Tahun 2003, bersama cerpenis Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana menerbitkan Creative Writing Institute. Ahmadun Pernah menjadi Anggota Dewan Penasihat Majelis penulis Forum Lingkar Pena.

Dewi Lestari ( Dewi Dee )

Dewi Lestari ( Dewi Dee ) Lahir di Bandung, 20 januari 1976 Ayah Ibu: Yohan Simanungsong-Turlan Siagian Pendidikan: Univ. Parahyangan dengan gelar sarjana politik. Ketiga novelnya yaitu Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, Akar, dan Petir mendapat nominasi Khatulistiwa Literary Award tahun 2002 dan 2003.

Seno Gumira Ajidarma Ayahnya

Seno Gumira Ajidarma Ayahnya Prof. Dr. M.S.A. Sastroamidjojo Pendidikan: IKJ Jurusan Sinematografi Mengikuti teater alam pimpinan Azwar A. N. Beberapa puisinya pernah dimuat di Horizon. Kemudian ia menulis cerpen antara lain: “Manusia Kamar” (1988), “Penembak Misterius” (1993), “Saksi Mata” (1994), “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi” (1995). Novelnya Matinya Seorang Penari Telanjang (2000). Pada tahun 1987 ia mendapat Sea Write Award. Berkat cerpennya “Saksi Mata” ia mendapat Dinny O’Hearn Prize for Literary (1997). 
Nenden Lilis Lahir di Garut, 26 September 1971 Kumpulan puisi tunggalnya Negeri Sihir (1999), kumpulan cerpen Dua Tengkorak Kepala (2000). Pernah membaca puisi di Poetry Festival Belanda (1999) 

Sony Farid Maulana

Sony Farid Maulana Lahir di Tasikmalaya, 19 Februari 1962 39 Pendidikan: Jurusan Teater Akademi Seni Tari Indonesia (1986). Semasa kuliah sudah menulis puisi yang bertemakan sosial, politik, agama, kesunyian, dan kesepian. Sekarang menulis puisi, prosa, esai, dan laporan jurnalistik di HU Pikiran Rakyat Bandung. Puisi¬puisinya dibukukan dalam Variasi Parijs Van Java (2004), Tepi Waktu Tepi Salju (2004), Selepas Kata (2004), Secangkir Teh (2005), Sehampar Kabut (2006), Angsana (2007). Buku Sehampar Kabut masuk dalam lima besar Khatulistiwa Literary Award 2005¬2006. Contoh puisinya yang dimuat dalam HU Pikiran Rakyat, Sabtu 28 Juli 2007 (mewakili sastra koran): SOP BUNTUT “Tuan, di buncit perutmu apa ada padang rumput?” sepasang sapi jantan dan betina bertanya demikian kepadaku. Hujan kembali membaca akar tumbuhan yang kering digarang kemarau. Kota disergap demam ribuan buruh pabrik gulung tikar. Sepasang sapi jantan dan betina membayang di kuah sop buntut di restoran hotel bintang lima yang sering dipajak para pecundang. Dan aku terkejut. Mana mungkin di perutku yang buncit ada padang rumput selain hijau padang golf? Begitulah. Maut mengirim isyarat. Dunia menggeliat dalam kobaran api hutan bakar kepala si mislkin dipenggal begal digelap malam raungnya lenyap ditelan lembut alun musik jazz di restoran hotel bintang lima. “Tuan apa ada menu terakhir yang ingin anda santap?” 2006 

Afrizal Malna Lahir

 Afrizal Malna Lahir
di Jakarta, 7 Juni 1957 Pernah mengikuti Poetry International Rotterdam (1996) Kumpulan puisinya: Abad yang Berlari (1984), Yang Terdiam dalam Microfon (1990), Kalung dari Teman (1999), Anjing Menyerbu Kuburan (1996). 

Dorotea Rosa Herliany

Dorotea Rosa Herliany Lahir di Magelang, 20 Oktober 1963 Pendidikan: FPBS IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, Jurusan Sastra Indonesia (1987). Ia mendirikan Forum Situs Kata dan menerbitkan berkala budaya Kolong Budaya. Kini ia mengelola penerbit Tera di Magelang, juga ia mendirikan Indonesia Tera, sebuah kelompok belajar kebudayaan dan masyarakat, lembaga swadaya non¬profit yang bekerja dalam lapangan penelitan, penerbitan, dan pengembangan jaringan informasi untuk pendidikan dan kebudayaan masyarakat. Ia menulis sajak dan cerpen.
Kumpulan sajaknya: Nyanyian Gaduh (1987), Matahari yang Mengalir (1990), Kepompong Sunyi (1993), Nikah Ilalang (1995), Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999), Kill the Radio (2001). Kumpulan cerpennya: Blencong (1995), Karikatur dan Sepotong Cinta (1996).

Jumat, 09 Oktober 2015

Profil Universitas Pemenang PIMNAS-28 2015 , Universitas Brawijaya, Malang

Universitas Brawijaya (biasa disingkat UNBRA, UNIBRAW atau singkatan resmi UB) merupakan lembaga pendidikan tinggi negeri di Indonesia yang berdiri pada tahun 1963 di Kota Malang melalui Ketetapan Menteri Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan No. 1 tanggal 5 Januari 1963, kemudian disahkan oleh Keputusan Presiden no. 196 tahun 1963 yang kemudian tanggal 5 Januari ditetapkan sebagai hari lahir Universitas Brawijaya. Jumlah mahasiswa saat ini lebih dari 55 ribu orang dari berbagai strata mulai program Diploma, program Sarjana, program Magister, dan program Doktor selain program Spesialis tersebar dalam 15 Fakultas dan 2 Program pendidikan setara fakultas.

Pada tanggal 10 Januari 2009, Universitas Brawijaya mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.Pada akreditasi selanjutnya tanggal 11 September 2014, Universitas Brawijaya kembali mendapatkan Akreditasi A.29 November 2007, UB mendapat persetujuan Dirjen Dikti untuk menjadi perguruan tinggi otonom.

Universitas Brawijaya memiliki kampus pusat yaitu di Malang (Ketawanggede, Puncak Dieng, Griyasahanta), dan cabang di Kediri, Kasembon, Jakarta, dan Probolinggo untuk pendidikan maupun penelitian. Pada tahun 2013, terdapat 143 program studi yang terdiri dari Diploma 3 (D3): 4; Diploma 4 (D4): 4; Sarjana (S1): 64; Magister (S2): 39; Doktor (S3): 14; Spesialis 1 (Sp1): 15; Profesi: 3. Jumlah mahasiswa baru tahun 2014 yaitu 13.237 mahasiswa dan total seluruh mahasiswa adalah 59.469 orang, sedangkan lulusan tahun 2014 sebanyak 8.427 mahasiswa. Untuk program beasisw Bidikmisi, UB menerima 1.500 mahasiswa pertahun dan menambah biaya Rp 200.000 perbulan dari yang diberikan oleh pemerintah. Sedangkan total beasiswa lain yaitu Rp 27,6 miliar pertahun. Saat ini ada tiga fakultas yang terakreditasi Internasional yaitu Ekonomi dan Bisnis, Teknologi Pertanian, dan Ilmu Administrasi. Sedangkan untuk semua fakultas, lembaga, dan unit telah mendapatkan sertifikat manajemen ISO. Universitas Brawijaya memiliki visi menjadi World Class Entrepreneurial University terus mengembangkan dan memperbaiki internal maupun eksternal kampus untuk mewujudkan visi tersebut.

Lahan kampus utama seluas 58 ha terletak di kawasan barat kota Malang, tepatnya di Jalan Veteran. Gedung-gedung dalam Kampus pada umumnya berarsitektur Jawa. Untuk efisiensi penggunaan lahan kampus, gedung-gedung UB kebanyakan berlantai 3 bahkan di beberapa fakultas gedungnya berlantai 7 atau lebih. Gedung kantor pusat berlantai 8 dengan bangunan yang sangat khas, saat ini menjadi maskot UB. Secara keseluruhan UB memiliki aset tanah seluas 1.813.664 m2 (181 ha). Dari luas tanah tersebut 58 ha terletak di dalam Kota Malang dan merupakan wilayah utama kegiatan universitas. Lahan seluas 73 ha merupakan lahan laboratorium dan lahan percobaan di propinsi Jawa Timur di luar kota Malang, yaitu di Cangar, Jatikerto, Dau dan Sumberpasir. Sedangkan sisanya, seluas 92 ha, terletak di Lampung dan merupakan lahan percobaan untuk bidang pertanian.[12]

Sejarah
1957-1960: Gemeentelijke Universiteit
Gedung Balaikota Malang dilihat dari Alun-alun Bundar.
Gedung Balaikota Malang dilihat dari Alun-alun Bundar.
Berawal dari Balaikota Malang, gagasan untuk pembentukan perguruan tinggi itu digulirkan. Atas prakarsa Ketua DPRD, 10 Mei 1957, diadakan pertemuan tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintahan kota Malang, membahas rencana pembentukan sebuah universitas milik kotapraja (Gemeentelijke Universiteit).

Sebagai langkah awal, didirikan sebuah yayasan bernama Yayasan Perguruan Tinggi Malang (YPTM) dengan akte notaris nomor 48 tahun 1957, 28 Mei 1957. Yayasan ini kemudian membuka Perguruan Tinggi Hukum dan Pengetahuan Masyarakat (PTHPM), pada 1 Juli 1957. Tercatat sebanyak 104 mahasiswa perguruan tinggi ini, dan menggunakan ruang sidang Balaikota Malang sebagai tempat perkuliahannya.

Sementara itu, atas inisiatif beberapa tokoh masyarakat yang lain dibentuk pula Yayasan Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (YPTEM) dengan akte notaris nomor 26, 15 Agustus 1957, yang kemudian mendirikan Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (PTEM). Tak jauh berbeda dengan pendahulunya, aktivitas perkuliahan PTEM juga menumpan di Balaikota Malang.

Secara resmi PTHPM diakui sebagai milik Kotaparaja Malang dengan keputusan DPRD, 19 Juni 1958. Pada dies natalis ketiga PTHPM, 1 Juli 1960, diumumkan penggunaan nama Universitas Kotapraja Malang bagi perguruan tinggi itu. Selain itu diumumkan pula rencana membuka dua fakultas baru. Rencana itu menjadi kenyataan, 15 September 1960, berdiri Fakultas Administrasi Niaga (FAN). Disusul kemudian oleh Fakultas Pertanian (FP), 10 November 1960.

1961-1964: Upaya penegerian
"Brawijaya" merupakan nama gelar raja Majapahit, yang diberikan oleh Presiden Soekarno.
"Brawijaya" merupakan nama gelar raja Majapahit, yang diberikan oleh Presiden Soekarno.
Pembiayaan menjadi kendala utama penyelenggaraan Universitas Kotapraja Malang. Meskipun diakui sebagai milik Kotapraja Malang, pembiayaan universitas ini sepenuhnya tetap menjadi beban yayasan. Oleh karena itu ditempuh usaha untuk memperoleh status universitas negeri. Sesuai UU nomor 22 tahun 1961 tentang perguruan tinggi, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, baik mengenai jumlah maupun jenis fakultas yang dimiliki. Untuk itu, diupayakan penggabungan dengan perguruan tinggi yang sudah ada di Malang, yakni PTEM dan STKM (Sekolah Tinggi Kedokteran Malang). PTEM sepakat dengan gagasan ini, sementara STKM masih belum dapat menerimanya.

Sebagai langkah menuju penggabungan, Universitas Kotapraja Malang berganti nama menjadi Universitas Brawijaya. Nama ini berasal dari gelar raja-raja Majapahit yang merupakan kerajaan besar di Indonesia pada abad 12 sampai 15.[14] Nama ini diberikan oleh Presiden Republik Indonesia melalui kawat nomor 258/K/61 tanggal 11 Juli 1961, dipilih dari 3 alternatif yang diajukan, yakni Tumapel, Kertanegara, dan Brawijaya. Nama itu secara resmi baru dipakai 3 Oktober 1961, setelah penggabungan Yayasan Perguruan Tinggi Malang (Universitas Kotapraja Malang) dengan Yayasan Perguruan Tinggi Ekonomi Malang (PTEM) menjadi Yayasan Universitas Malang, yang disahkan akte notaris nomor 11 tanggal 12 Oktober 1961.

Untuk memenuhi syarat penegerian, Universitas Brawijaya yang telah memiliki 4 fakultas (FHPM, FE, FAN, dan FP) membuka lagi sebuah fakultas, Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan (FKHP) pada 26 Oktober 1961.

Presiden Universitas Brawijaya, H. Doel Arnowo bersama para perintis universitas ini terus berjuang untuk mendapatkan status universitas negeri. Dalam sebuah pertemuan 7 Juli 1962, dicapai kesepakatan antara Menteri PTIP, Pangdam VIII Brawijaya, Presiden Universitas Airlangga, Presiden Universitas Brawijaya, dan Presiden Universitas Tawangalun, bahwa hanya fakultas-fakultas eksakta saja yang terlebih dulu dinegerikan. Keputusan Menteri PTIP nomor 92 tahun 1962 tanggal 1 Agustus 1962 menetapkan FP dan FKHP dinegerikan dan sekaligus menjadi bagian dari Universitas Airlangga. Keputusan ini berlaku surut mulai 1 Juli 1962.

Sementara itu di Probolinggo, 28 Oktober 1962 dibuka Perguruan Tinggi Jurusan Perikanan Laut oleh Yayasan Pendidikan Tinggi Probolinggo. Jurusan ini pada saatnya kemudian menjadi bagian dari FKHP dengan SK Menteri PTIP no 163 tahun 1963, 25 Mei 1963. Tanggal 5 Januari 1963, keluar Keputusan Menteri PTIP nomor 1 tahun 1963, tentang pendirian Universitas Negeri Brawijaya di Malang.

Gedung Fakultas Pertanian di Jl. MT. Haryono (dulu Jl. Raya Dinoyo).
Gedung Fakultas Pertanian di Jl. MT. Haryono (dulu Jl. Raya Dinoyo).
Dengan keputusan itu, ditetapkan Universitas Brawijaya di Malang terdiri dari Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan, Fakultas Pertanian, serta Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Keputusan itu pula memisahkan Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan dari Universitas Airlangga dan memasukkannya ke dalam lingkungan Universitas Brawijaya di Malang. Selain itu, keputusan Menteri PTIP ini juga meresmikan 3 fakultas yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Ketatanegaraan di Jember sebagai bagian dari Universitas Brawijaya. Kemudian, dengan Keputusan Menteri PTIP nomor 97 tahun 1963, 15 Agustus 1963, Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan di Kediri ditetapkan sebagai cabang dari FKK Universitas Brawijaya.

Keputusan Menteri PTIP tentang pendirian Universitas Negeri Brawijaya kemudian disahkan dengan Keputusan Presiden nomor 196 tahun 1963, 23 September 1963. Dengan itu pula ditetapkan fakultas-fakultas yang bergabung ke dalam Universitas Brawijaya, yakni FE, FHPM, FKK, FP dan FKHP di Malang, serta Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial, dan Fakultas Kedokteran di Jember. Dalam status negeri, Universitas Brawijaya membuka Fakultas Teknik (FT) berdasarkan Keputusan Menteri PTIP nomor 167 tahun 1963, 23 Oktober 1963.[14] Pada tahun 1964, cabang di Jember memisahkan diri dan membentuk Universitas Jember (SK Menteri PTIP nomor 151 tahun 1964, 9 November 1964).

1965-1968: Kampus bergolak
Situasi negara memburuk dengan meletusnya pemberontakan G30S/PKI pada tahun 1965. Seluruh perguruan tinggi bergolak, tidak terkecuali Universitas Brawijaya. Pergolakan mencapai puncaknya 2 April 1966, seluruh aktivitas universitas ini berhenti. Dengan keputusan nomor 012/IV/66, Komandan Korem 083 selaku PU Pepelrada (Penguasa Pelaksana Perang Daerah) menetapkan sebuah presidium untuk memimpin Universitas Brawijaya, dan dekan untuk memimpin fakultas-fakultas. Keputusan itu kemudian disahkan Deputi Menteri PTIP dengan Keputusan nomor 4385 tahun 1966. Tugas utama presidium adalah normalisasi keadaan dan menggalang persatuan dan kesatuan di kalangan sivitas akademika. Presidium mulai bekerja 7 April 1966, dan membuka kembali Universitas Brawijaya 12 April 1966.

Bulan Juni 1966, Brigjen dr. Eri Soedewo ditugasi pemerintah untuk stabilisasi perguruan tinggi-perguruan tinggi di Jawa Timur. Jabatannya sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Jawa Timur, di samping Pejabat Rektor Universitas Airlangga, Ketua Presidium IKIP Surabaya, Ketua Presidium IKIP Malang, dan Ketua Presidium Universitas Brawijaya.

Dalam rangka pengamanan seluruh kampus di Jawa Timur, Pangdam VIII/Brawijaya, 1 Agustus 1966, memberhentikan seluruh pimpinan perguruan tinggi di Jawa Timur. Sebagai pimpinan Universitas Brawijaya, dengan keputusan Pepelrada nomor 59 tahun 1966, yang kemudian disahkan oleh keputusan Direktur Jenderal Perguruan Tinggi nomor 798/I/SP/KT/67, diangkat Kolonel Moejadhie Komandan Korem 083 sebagai Rektor Universitas Brawijaya, dibantu oleh para pembantu rektor dan para dekan fakultas.[13][16]

1969-1997: Pengembangan kampus
Pimpinan Universitas Brawijaya bekerja tanpa anggaran selama setahun. Baru kemudian secara berangsur-angsur diperoleh kembali anggaran dari pemerintah. Setelah 3 tahun keadaan menjadi normal, Universitas Brawijaya melangkah memasuki masa pembangungan (Pelita I) pada tahun 1969, dipimpin oleh rektor dari kalangan sendiri, yaitu Dr Ir Moeljadi Banoewidjojo (1969-1973).[13][17]

Pembangunan fisik dilaksanakan. Gedung-gedung kuliah, laboratorium, bengkel, dan perpustakaan dibangun di kompleks Dinoyo. Secara berangsur-angsur prasarana dan sarana kampus dilengkapi. Untuk memudahkan manajemen, jurusan Perikanan Laut di Probolinggo (1972) dan cabang Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan (FKK) di Kediri (1973) secara berangsur-angsur dipindahkan ke Malang. Sedangkan jurusan Kedokteran Hewan di Surabaya (berdiri 1970) sejak 1972 bergabung dengan Universitas Airlangga. Di bawah kepemimpinan Rektor Dardji Darmodihardjo SH (1973-1979), pembangunan fisik terus berlangsung.

Kantor Pusat dipindahkan dari Jalan Guntur 1 ke Kampus Dinoyo (1974), juga tempat perkuliahan seluruh fakultas secara berangsur-angsur dipusatkan. Jumlah staf pengajar maupun administratif bertambah dengan banyaknya pengangkatan baru. Dia juga menetapkan singkatan “Unibraw” sebagai pengganti “Unbra”. Jumlah fakultas pun bertambah dengan bergabungnya Sekolah Tinggi Kedokteran Malang (STKM) secara resmi menjadi Fakultas Kedokteran dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 001/O/1974, 1 Januari 1974.

Gedung Rektorat UB yang dibangun pada kepemimpinan rektor Prof. Drs. Zainal Arifin Achmady (1987-1993).
Gedung Rektorat UB yang dibangun pada kepemimpinan rektor Prof. Drs. Zainal Arifin Achmady (1987-1993).
Berdasarkan SK Presiden Nomor 59 tahun 1982 tanggal 7 September 1982 tentang struktur organisasi Universitas Brawijaya, Fakultas Perikanan (FPi) menjadi fakultas tersendiri karena sejak tahun 1977 digabung menjadi satu dengan Fakultas Peternakan dengan nama Fakultas Peternakan dan Perikanan. Sebagai catatan bahwa Fakultas Perikanan telah berdiri sejak tahun 1963 di Probolinggo yang merupakan Jurusan dari FKHP Universitas Brawijaya.

Dalam periode selanjutnya, berturut-turut di bawah kepemimpinan Rektor Prof Harsono (1979-1987), Rektor Prof ZA Achmady (1987-1994), Rektor Prof Hasyim Baisoeni (1994-1998). Terjadi perubahan nama beberapa fakultas, peningkatan beberapa jurusan menjadi fakultas, pembukaan fakultas dan program-program baru, serta pemisahan untuk mandiri program non gelar Politeknik. Selain itu banyak pembangunan fasilitas pembangunan fisik seperti gedung Rektorat berlantai 8 dan gedung Widyaloka pada masa jabatan Rektor Prof ZA Achmady, sedangkan penggunaan website resmi Universitas Brawijaya mulai diresmikan pada masa Rektor Prof Hasyim Baisoeni.[13][17]

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), diresmikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0371/O/1993 tanggal 21 Oktober 1993. Universitas Brawijaya menambah satu lagi fakultas yaitu Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) yang merupakan peningkatan satu dari Jurusan Teknologi Pertanian yang sebelumnya berada di Fakultas Pertanian.

1998-2005: Perguruan Tinggi Otonom
Pada masa kepemimpinan Rektor Prof Eka Afnan Troena (1998-2002) mulai menerima mahasiswa asing asal Malaysia, dimulainya era jaringan serat optik untuk pengembangan teknologi informasi (TI) di kampus dan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh bekerjasama dengan Keio University, Jepang, serta memulai program pemberian beasiswa studi lanjut bagi staf administrasi.

Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi dan Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum. Tekad Universitas Brawijaya menjadi perguruan tinggi otonom sesuai PP 60 dan PP 61 Tahun 1999, telah di persiapkan sejak tahun 2000, dengan melakukan sosialisasi kepada sivitas akademika.

Beberapa Presiden mahasiswa perguruan tinggi menolak otonomi kampus. Presiden Mahasiswa Universitas Brawijaya, Muhammad Fadhli mengusulkan adanya SPP progresif (proporsional), jika otonomi kampus diberlakukan. Menurut Presiden Mahasiswa Universitas Brawijaya, pihaknya telah melakukan polling pendapat tentang otonomi kampus yang hasilnya 63,9% menolak penerapan otonomi kampus dan hanya 26,7% yang setuju. Otonomi kampus, yang akan diberlakukan di Universitas Brawijaya harus dikaji ulang dan dicarikan format yang paling baik dan tepat.

Pada masa Rektor Prof Bambang Guritno ini, dia mencanangkan visi menjadikan Universitas Brawijaya sebagai perguruan tinggi terkemuka melewati batas wilayah nasional, melakukan persiapan-persiapan untuk menjadi perguruan tinggi otonom, mengupayakan peningkatan kualitas dosen melalui studi lanjut, memperluas kerjasama luar negeri, mengadakan penataan jenjang karier staf administrasi, merintis pemberian subsidi biaya perjalanan haji bagi karyawan, serta menempatkan perencanaan sebagai dasar penetapan program dan kegiatan Universitas Brawijaya.

Pada tahun 2003, berdasarkan SK Rektor nomor 147/SK/2003 dibentuklah dan mulai disosialisasikan pelaksanaan Tim Evaluasi Diri (Persiapan BHMN-UB) untuk Pengembangan Otonomi dan Akuntabilitas Organisasi Universitas Brawijaya. Otonomi adalah salah satu pilar untuk menghasilkan SDM yang berkualitas berdasarkan hasil studi banding ke Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung dan Institut Pertanian Bogor yang telah berstatus perguruan tinggi BHMN (Badan Hukum Milik Negara).

Akhirnya pada Desember 2004, diterbitkanlah keputusan Senat mengenai Otonomi Kampus Universitas Brawijaya. Dan mulai disosialisasikan bagi kalangan pejabat di lingkungan kampus dan bagi para fungsionaris mahasiswa yaitu Eksekutif Mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa, serta Himpunan Mahasiswa Jurusan dan Program Studi mulai tahun 2005.

2006-sekarang: World Class Entrepreneurial University
Universitas Brawijaya mendapat persetujuan Dirjen Dikti untuk menjadi perguruan tinggi otonom pada tanggal 29 November 2007, walaupun pelaksanaannya harus menunggu pengesahan Undang Undang BHP. Sementara menunggu pengesahan UU-BHPMN (Badan Hukum Pendidikan Milik Negara) oleh DPR, untuk itu telah dibentuk tim penyusun proposal BLU (Badan Layanan Umum) yang diketuai oleh Prof. Dr. Sutiman B. Sumitro.

Dalam masa kepemimpinan Rektor Prof. Yogi Sugito, Universitas Brawijaya diarahkan untuk menjadi entrepreneurial university yang bertaraf internasional, dibuat logo Universitas Brawijaya, mulai diperkenalkan singkatan UB menggantikan Unibraw, diberlakukan SPP proporsional bagi mahasiswa baru, dibangun gedung Pusat Bisnis, gedung kuliah Fakultas Ekonomi, gedung Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran, dan monumen tugu UB, dan pembentukan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati. Rektor ini sangat memperhatikan keindahan, keamanan, dan kenyamanan kampus.

Gedung INBIS UB di Jalan Veteran, sebagai penunjang Entrepreneurial University.
Gedung INBIS UB di Jalan Veteran, sebagai penunjang Entrepreneurial University.
Pencanangan UB menuju Entrepreneurial University (EU) disaksikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Juni 2007. Bagi UB, EU merupakan perwujudan Visi dan Misi, untuk menghasilkan lulusan yang mandiri dan berjiwa pelopor. Di dalam pelaksanaannya telah ditempuh rintisan-rintisan berbagai kegiatan dengan bantuan dana hasil kerjasama. Sebagai bagian dari langkah nyata UB menuju EU, maka dilakukan pembenahan organisasi, antara lain pembentukan UBBIPS (University of Brawijaya Business Incubator and Public Services atau Pusat Inkubator Bisnis dan Layanan Masyarakat UB). Lembaga ini keberadaannya di bawah Rektor yang berfungsi sebagai tempat pengembangan pendidikan dan latihan kewirausahaan bagi mahasiswa, dosen, pegawai, dan masyarakat, sebagai fasilitator pengembangan riset di universitas yang relevan dengan kebutuhan industri/UKM dan ekspose hasil riset potensial agar bernilai bisnis, serta mengembangkan unit bisnis akademik dan non akademik sebagai sumber pendapatan universitas untuk menunjang aktivitas pendidikan.

Kerjasama dilakukan dengan Badan Litbang Diknas, UB dipercaya untuk menyusun Pedoman Umum, Pedoman Khusus dan berbagai modul Inkubator Bisnis Perguruan Tinggi. Bekerja sama dengan JBIC (Japan Bank for International Cooperation) dan Waseda University, serta perguruan tinggi di negara-negara ASEAN untuk mencari dan menguji coba model Pendidikan Entrepreneurship untuk Mahasiswa Pendamping UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang cocok diterapkan di kawasan ASEAN.

Atribut

Frame-UB-BT-ala-Jpg.jpg
Fakultas
Hukum  • Ekonomi dan Bisnis  • Ilmu Administrasi  • Pertanian  • Peternakan  • Teknik  • Kedokteran  • Perikanan dan Ilmu Kelautan  • Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam  • Teknologi Pertanian  • Ilmu Sosial dan Ilmu Politik  • Ilmu Budaya  • Kedokteran Hewan  • Ilmu Komputer  • Program Vokasi  • Pasca Sarjana
Penunjang
Pimpinan Univesitas

Lambang
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Raja Brawijaya.
Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran Raja Brawijaya.
Lambang merupakan penyederhanaan dari kenyataan yang kompleks dan bersifat abstrak. Dengan lambang, sebuah institusi memiliki identitas yang unik agar dikenali orang lain. Lambang Universitas Brawijaya berbentuk segilima dengan warna dasar hitam. Di dalamnya terdapat gambar arca Raden Wijaya (Prabu Brawijaya) berwarna kuning emas, sebagai penjelmaan Dewa Wisnu yang bertangan empat. Masing-masing tangan memegang lampu, canka atau siput, qada, dan cakra. Selain itu sebagai lambang Ciwa, Raden Wijaya mengenakan mahkota Candra Kapala. Di samping kiri dan kanan Raden Wijaya terdapat sepasang Dewa Perwara sebagai pengikut Sang Raja.

Lambang secara keseluruhan menggambarkan corak atau watak dari Universitas Brawijaya. Jiwa kepeloporan, seperti yang dimiliki oleh Raden Wijaya (Prabu Brawijaya), dilukiskan dengan warna kuning emas. Memiliki sifat abadi, dilukiskan dengan warna dasar hitam.

Menjunjung tinggi falsafah Pancasila, digambarkan dalam bentuk segilima berwarna kuning emas. Berani membongkar segala sesuatu yang tidak wajar atau tidak benar, digambarkan dalam bentuk mahkota candra kapala. Penegak tertib hukum, digambarkan dalam bentuk gada. Berani meratakan segala sesuatu yang dianggap kurang wajar atau kurang benar, digambarkan dalam bentuk senjata cakra. Segalanya dilakukan dengan kesucian yang disertai pula tugas pemelihara atau pembina sesuai dengan sifat Wisnu, yang dilambangkan dalam bentuk fanka atau siput. Percaya dan meyakini benar-benar bahwa zat hidup itu ada, yang dilukiskan dalam bentuk lampu. Dengan demikian lambang tersebut menggambarkan penjiwaan keseluruhan watak Raden Wijaya (Prabu Brawijaya) yang senantiasa dilandasi moral Pancasila.

Bendera
Setiap fakultas di Universitas Brawijaya mempunyai warna-warna tertentu sesuai dengan ciri khas masing-masing. Fakultas Hukum (FH) memiliki warna bendera merah, Fakultas Ekonomi (FE) warna bendera kuning, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) warna bendera abu-abu, Fakultas Pertanian (FP) warna bendera hijau muda, Fakultas Peternakan (FPet) warna bendera coklat, Fakultas Teknik (FT) warna bendera biru tua, Fakultas Kedokteran (FK) warna bendera hijau tua, Fakultas Perikanan (FPi) warna bendera biru laut, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) warna bendera biru muda, Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) warna bendera biru muda.[23][25]

Lagu
Hymne Universitas Brawijaya diciptakan oleh R. Janardhana mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan (sekarang: Fakultas Peternakan) Universitas Brawijaya pada tahun 1963. Sedangkan Mars Universitas Brawijaya diciptakan oleh Lilik Sugiarto tahun 1990. Sampai saat ini, kedua lagu tersebut masih digunakan.

Jaket
Warna biru dipakai berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0602a/U/1984 tanggal 28 November 1984 tentang Pedoman Tata-Busana Akademik Perguruan Tinggi di Lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang tertuang dalam Lampiran 1-2 tentang warna-warna Universitas/Institut Negeri di seluruh Indonesia tabel nomor 12 (Universitas Brawijaya dengan warna: Biru Turquoise). Sedangkan model yang sampai sekarang dipakai, telah disempurnakan atas kepeloporan Ir. Abdul Azis Hoesein, Dipl.HE (Ketua Dewan Mahasiswa 1970-1971) pada acara "Jaket Show" untuk memilih model desain jaket almamater.

Logo dan Moto
Logo UB
Logo UB
Logo merupakan salah satu bentuk representasi dari lembaga yang diharapkan mampu mensosialisasikan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Hal ini melatarbelakangi Pusat Jaminan Mutu (PJM) Universitas Brawijaya untuk mengadakan penjaringan design logo Universitas Brawijaya yang berlangsung selama 1 bulan penuh (1-30 September 2006). Pada tanggal 21 November 2006, melalui Keputusan nomor 163/SK/2006, tanggal 14 November 2006, Rektor Prof Yogi Sugito menetapkan pemenang lomba desain logo Universitas Brawijaya. Logo ini secara filosofis memuat pesan ”Join UB, be the best” untuk jaminan mutu, dapat diubah kapan saja. Logo UB berbentuk persegi empat dengan warna blue navie dengan tuisan UB berwarna kuning emas.

Makna logo dari UB yang memiliki motto ”Join UB, be the best” adalah huruf “UB” dalam bulatan mengandung makna bahwa Universitas Brawijaya selalu dinamis keberadaannya dalam masyarakat dunia. Sayap berjumlah tiga buah mengelilingi bulatan dunia menggambarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang bertaraf internasional. Warna emas pada huruf dan gambar bermakna kebijaksanaan dan kejayaan. Warna biru menggambarkan Universitas Brawijaya bersifat universal. Bingkai bujur sangkar sendiri bermakna keadilan.[23][28][29] Sejak peringatan Dies Natalis ke 44, Januari 2007 diperkenalkan moto Universitas Brawijaya yaitu "Join UB, be the best".

Singkatan nama
Nama "Universitas Brawijaya" diberikan oleh Presiden RI melalui surat kawat Nomor 258/K/61 tertanggal 11 Juli 1961, dipilih dari 3 nama yang diajukan Senat Universitas, yakni: Kertanegara, Tumapel, dan Brawijaya. Sejak saat itu pula dikenal nama "Unbra" sebagai singkatan nama Universitas Brawijaya. Dalam perkembangannya, sejak 1 Maret 1975 berdasarkan SK Rektor, singkatan "Unbra" tidak digunakan lagi dan diganti dengan singkatan baru, yaitu "Unibraw". Selanjutnya, sejak tahun 2006 telah disosialisasikan singkatan "UB" untuk menggantikan singkatan "Unibraw", dan disetujui Senat Universitas Brawijaya tanggal 17 Maret 2008.

Monumen Tugu UB


Monumen Tugu UB (kiri) yang berada di bunderan UB depan gedung rektorat, yang motifnya juga digunakan sebagai lampu tepi jalan dan taman kampus (kanan).
Tugu Universitas Brawijaya yang terletak di depan Gedung Rektorat dibangun mulai Desember 2007. Letaknya di pusat kampus dengan bentuk lingkaran di jalan utama. Fungsinya selain sebagai bagian keasrian kampus juga mempunyai makna pada setiap bagiannya.

Puncak kepala tugu, berbentuk dasar lingkaran bermakna pusat dan wawasan yang luas, tetapi tetap fokus dan lentur. Diatasnya berbentuk bulat telungkup, bermakna fakir, tetapi tak miskin. Dipuncak sendiri berbentuk tongkat menunjukkan bahwa insan akademis pun masih membutuhkan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kepala tugu bermakna simbolik adanya tiga strata pendidikan (S1, S2, S3) di Universitas Brawijaya. Bentuk transparan, bermakna Universitas Brawijaya terbuka bagi saran dan kritik. Warna kuning bermakna jiwa kepeloporan sebagai pusat llmu, teknologi, dan seni. Sedangkan warna hitam bermakna abadi, tidak pandang suku, bangsa, negara, kebudayaan maupun agama.

Badan tugu mengesankan ilmu, tekonologi dan seni yang sederhana, kokoh dan monumental. Terdapat pula jam sebagai penunjuk waktu yang tepat berada di dada tugu sebagai pengingat bahwa warga Universitas Brawijaya harus menghargai waktu. Sedangkan bentuk kaki tugu bermakna kepeloporan perguruan tinggi yang terjaga oleh para pengampu sesuai dengan susunan simbolik yaitu spesialis dan praktisi ilmu; teknologi dan seni; ilmuwan dan peneliti; profesor dan doktor.

Dasar tugu terdiri dari kolam atas, pelataran gersang, pelataran bunga, dan kolam teratai. Kolam atas yaitu kolam air bermakna simbolik bahwa ilmu, teknologi, dan seni itu tidak terbatas dan terus berkembang, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan zamannya. Pelataran gersang tetapi berpola dan bertekstur serta dikelilingi pelita, bermakna para mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai disiplin ilmu dan pembimbingnya. Pelataran dengan hamparan bunga berwarna-warni dan bunga-bunga ini dapat diganti/disesuaikan dengan event yang sedang tejadi, bermakna para alumni dari berbagai disiplin ilmu yang selalu siap dengan berbagai tuntutan perubahan zaman. Sedangkan kolam teratai bermakna simbolik berupa harapan kepada para alumni Universitas Brawijaya. "Jadilah bunga bangsa yang lentur, anggun dan berwibawa, tenang, lestari dan menghidupi."

Arsitek bangunan dan ciri khas


Gapura gerbang UB (kiri) yang arsiteknya meniru Gapura Wringin Lawang (kanan) peninggalan kerajaan Majapahit.


Lambang kerajaan Majapahit, Surya Majapahit (kiri) yang digunakan pada motif pagar UB (kanan).
Nama dari kampus UB sangat kental dengan sejarah Indonesia, terutama kerajaan Hindu-Budha yang ada di Indonesia, oleh karena itu UB ingin hal itu melekat pada kampus sebagai ciri khas yang membedakan dengan kampus lain. Gedung-gedung fakultas dibangun dengan atap berarsitektur rumah adat jawa yaitu joglo, asrama UB juga demikian. FT-pun harus mengganti atap gedung fakultasnya pasca penyelesaian pembangunan, karena arsitek yang digunakan tidak sesuai dengan yang umumnya digunakan di kampus tersebut. Gerbang utama kampus juga tidak luput dari konsep kekhasan nama Brawijaya, dibangun dengan gapura yang meniru arsitek dari gapura Wringin Lawang, gerbang peninggalan kerajaan Majapahit yang berada di Trowulan, Mojokerto. Saat ini ada 3 gerbang utama yang dibangun dengan konsep serupa yaitu di Jalan Veteran (FK), Jalan Veteran (BNI), dan gerbang persimpangan Jl. Soekarno-Hatta – Jl. Mt. Haryono – Jl. Mayjend Panjaitan. Era kejayaan Majapahit dengan ditemukannya simbol kerajaan Majapahit yaitu Surya Majapahit pada reruntuhan kota-kota yang diduduki Majapahit juga digunakan pada motif dinding pagar Universitas Brawijaya. Ini merepresentasika bahwa UB ingin mencapai kejayaan seperti kerajaan yang pernah berkuasa di Nusantara.

Pohon buah Maja juga banyak ditanam di kampus, terutama di taman-taman dan gazebo kampus. Buah Maja sendiri berasa pahit, hal inilah yang melatarbelakangi nama kerajaan Majapahit.[33][34] Di sepanjang jalan di dalam kampus di tanam pohon kelapa sawit. Kelapa sawit adalah salah satu contoh pohon tepi jalan yang ditanam untuk menunjukkan identitas pada suatu jalur hijau jalan raya di kampus Universitas Brawijaya. Ini menyimbolkan bahwa Universitas Brawijaya berada di wilayah Indonesia yang terkenal dengan penghasilan sawitnya di daerah Sumatra dan Kalimantan. UB tidak ingin hanya membawa unsur budaya Jawa yang kuno, namun juga Indonesia yang kaya dengan hasil buminya. Hal inilah yang menjadi kunikan bagi kampus UB dan membedakan dengan kampus lainnya

Sabtu, 03 Oktober 2015

Puisi dibacakan di hari Batik Nasional



Hari Batik Nasional adalah hari perayaan nasional Indonesia untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO. Pada tanggal ini, beragam lapisan masyarakat dari pejabat pemerintah dan pegawai BUMN hingga pelajar disarankan untuk mengenakan batik.

Pemilihan Hari Batik Nasional pada 2 Oktober berdasarkan keputusan UNESCO yaitu Badan PBB yang membidangi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan, yang secara resmi mengakui batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia. UNESCO memasukkan batik dalam Daftar Representatif Budaya Tak benda Warisan Manusia. Pengakuan terhadap batik merupakan pengakuan internasional terhadap budaya Indonesia.

Bertepatan dengan hari Batik itu, Jumat 2 Oktber 2015 Penyair Rg Bagus Warsono membacakan puisi-puisi batik di pusat batik Paoman Indramayu di Pameran Pembangunan Indramayu, berikut puisi-puisinya :
Puisi Batik Dihari Batik Karya Rg Bagus Warsono

 Terangi lampu Mbok tuamu
yang membidik gambar warisan leluhur
dan sediakan teh manis Mbok tuamu
Agar tak lelah oleh panas perapian malam
Lalu sediakan sepotong sirih
untuk Simbok tuamu yang pernah menyelimutimu




 tak ada salah menoreh
karna hati menjadi satu
Canting jari hatimu sendiri
menyatu lembar lembar mori
putih tertiup angin
kau mencetak cerita baru



menelusuri garis yang telah toreh sendiri
menebalkan jalan setapak yang dilaluimu
mewarai diri apa yang dijalani
dan menebalkan warna ciri seni
kau bebas melalui jalanmu
membatik diri





 Bilakah pencinta seni
menjalin hati batikmu sendiri
menambah cantik rupamu gadis
tampan wajahmu pemuda
menambah pesona penampilan Bapak hari ini
dan ibu terlihat merangsang Bapak





 Menunggu kering diangin
menunggu teman selesai
atau kau dahului menikah
padahah aku tak menyuruhmu menunggu
Simbokmu rela melepasmu pergi
asalkan esok kembali lagi
dengan baju batik yang lain





Biarkan malam meleleh kering
asalkan tlah menggores
Biarkan malam mengering dingin
asalkan selembar usai
Atau kau terlalu encer
dan tiupan bisikan hati agar tak lagi tersumbat





 Kenapa menyuruh jatuh cinta
padahal sejak sekolah kau mencintaiku
dengan seragam yang kancingnya lepas
karena senda guraumu lucu
Kenapa kau menyuruh rindu
padahal sejak ku pergi
sms-ku terkirim pada namamu
yang slalu ada dihati
Duhai gadis berbaju batik





 Tlah lama ibu membatik
tapi tak selembar kain disimpan
kapan ibu buatkan baju batik
aku sudah gadis ibu
tinggalkan selembar kain saja
untuk kenang-kenangan






 Ajari aku membatik
agar aku bisa berdadan cantik
Ajari aku membatik
agar aku mewarisi ilmu
Ajari aku membatik
agar aku menjadi seperti ibu




Dia berjalan selebar lipatan kain
Sidomukti dan selendang liris
melangkah ke panggung keroncong simfoni
Putri Solo ataukah gadis Pekalongan
Bukankah gadis Trusmi
ah itu Ibu Indonesia.

Ilustrasi foto dari berbagai sumber.