Tampilkan postingan dengan label Sastra : Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra : Cerpen. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Juli 2016

Gadis

Yang dinanti ternyata datang jua. Hanya menunggu dia lewat disamping rumahku. Gang kecil oleh suara vespamu seperti kodok minta hujan. Meski kau tak menengok, hafal betul wajahmu lucu. Tertutup helm astronot, Tak tahu kau kerja dimana, tapi jamku tepat kau lewat pagi dan siang. Tengoklah aku , dengan horden terbuka dibalik kaca jendela. Tuhan bilakah mampir dirumaku kecil. Kan kusiapkan air putih kau haus lelah. Dung dung dung dung. Itu vespa birunya. Secepat kau melewati rumahku. Tak menoleh sedikit walau aku tersenyum. Besok aku tunggu lagi kau lewat samping rumahku.

Aku tak salah lihat, berkaos putih dengan sendal jepit. Duduk menghadap pesawat tv diantara kerumunan orang-orang di warung kopi. Jelas itu suaramu walau bercampur sepuluh orang bareng tertawa. Ingin aku pura-pura beli obat nyamuk, tapi dirumah masih ada. Atau Mie instan barang berapa bungkus tapi Ibu tak menyuruh. Kenapa kaki semakin menjauh warung. haruskah aku menengok ke warung lagi untuk melihatmu.

Jika Ibu menyuruh mengantar makanan ke tetangga-tetangga, mau aku mengantar ke tetangga gang belakang rumah. Pasti ada vespa biru. Dirumah kos-kosan tengah itu. Tentu Ibu menghitung kepala keluarga, termasuk penghuni kos-kosan itu, semua dibagi. Mudah-mudahan memilih aku bukan Bibi yang mengantarkan. Ternyata kali ini tak ada pilihan lain Ibu menyuruhku mengantarkan makanan itu. Bagaimana jika aku ketemu dia. Tidak Bu, biar Bibi saja yang mengantarkan semuanya. Kenapa? kata Ibu. Jawabku aku takut anjing.

Dia menuju rumahku untuk bersilahturahmi dengan keluargaku di hari Lebaran ini. Apa yang kurang, ya, aku sudah pas berdandan.
Seperti vespamu itu , gaun muslimahku biru. Dia semakin dekat depan rumah , kemudian pintu. Tidak ! Aku dikamar berkaca diri terdengar dia berkata basa-basi. Dan menolak duduk meski kueh banyak, katanya masih banyak yang belum disalami. Ketika ibu menyebut namaku, kukunci kamar. Aku takut Si Vespa Biru duduk menanti. Ketika ia semakin jauh, Ibu memanggilku, dandan kok lama banget ! he he he.

(Gadis , oleh Rg Bagus Warsono)

Senin, 28 Oktober 2013

KOPRAL DALI TAK MAU NAIK PANGKAT

SAMBUT HARI PAHLAWAN 10 NOFEMBER 2013

KOPRAL DALI TAK MAU NAIK PANGKAT
Kopral Dali adalah seorang prajurit TNI yang gugur di Indramayu.
Kopral Dali kini merupakan nama sebuh jalan di Indramayu.
Kopral Dali gugur di usia masih sangat muda, karena itu pangkat pun masih rendah.

Berkikut cuplikan cerpen karya RgBagus Warsono

//Begitu kopral itu melewati kerumunan prajurit yang berkumpul di gardu jaga, semua pembicaraan diam seketika, mata ketua kelompok prajurit itu terbelalak melihat penampilan Kopral Dali. Bukan hanya tampan (bak Koes Hendratmo) , namun juga gagah (bak Wiranto Muda), apalagi Dali diiringi dua temannya yang mungkin anak buahnya. Tapi bukan karena itu sebetulnya. Ketua kelompok itu memperhatikan Dali karena sandangan Dali menggunakan sebuah pistol. Ya pistol yang kala itu merupakan sebuah idaman bagi setiap prajurit.
"Bagaimana kalau kita lapor saja pada Sentot bahwa Dali Punya pistol", kata teman pemimpin kelompok itu. Pemimpin kelompok itu diam sambil mengelus-elus keris di pinggangnya. "Kan Sentot , hanya pistol Belanda yang besar?" kata orang itu meyakinkan. "Benar Juga katamu, Tok, biar aku naik pangkat Sersan kata pemimpin kelompok yang diketahui bernama Darja itu.//...............
//Komandan memanggil saya? kata Dali gugup. "Ya" Sentot mempersilahkan dali duduk. "Siap"// ............... //'Berikan pistol itu padaku, dan abil pistol di kastok itu untukmu!" perintah Sentot sambil menunjuk pistol dengan sarungnya yang digantung di kasok. Kemudian kamu sekarang Letnan!!
"Tidak!" kata KOPRAL Dali sambil memberi hormat dan keluar ruangan komandannya.//

Minggu, 27 Oktober 2013

Menyambut Hari Pahlawan 10 Nofember , Mengenal : Laksamana Madya Yosaphat Soedarso atau yang lebih dikenal dengan nama Yos Sudarso

Catatan Redaksi :
Dari Cerpen Macan Tutul 
Yos Sudarso merupakan kepala Staff TNI Angkatan Laut termuda sepanjang sejarah Republik Indonesia.
Yos Sudarso meski seorang pimpinan teringgi di Angkatan Laut tetapi ikut bertempur di medan perang.
Yos Sudarso adalah prajurit yang menyatu jiwanya dengan jiwa keprajuritan TNI, pada saat pertempuran berlangsung, bisa saja ia sebagai pimpinan pemegang komando di kapal Macan Tutul itu melakukan penyelamatan diri. Tetapi sebagai orang yang bertanggung jawab, ia rela mati demi keselamatan anak buahnya.  Tetika kapal mulai tenggelam ia menolak naik sekoci terakhir  yang ditawarkan bawahannya. Katanya, " Naiklah kalian semua ke skoci itu, biarkan aku bersama Macan Tutul ini."  Di wajahnya tak sedikitpun takut menghadapi maut. Ia memandang sekoci terakhir yang hilang oleh kabut asap. Perlahan Macan Tutul mulai terisi air, dan torpedo menghantam haluan seakan ingin meyakinkan Armada yang tinggal satu itu benar benar lumpuh. Yos Sudarso melihat air mulai selutut, kemudian sampai perut, dada, dan kemudian menenggelamkan 'Jendral' itu. Ia memberikan nyawanya untuk Bumi Pertiwi, Topi komando Kapiten Macan tutul pun terapung-diayun2 gelombang. Indonesia kehilangan Mahaputra terbaiknya , sungguh di usia yang masih sangat muda. c
Laksamana Madya Yosaphat Soedarso atau yang lebih dikenal dengan nama Yos Sudarso adalah pahlawan nasional Indonesia yang dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah, 24 November 1925 dan pernah menjabat sebagai Kepala Staff Angkatan Laut. Meski sebagai orang nomor satu di TNI AL, ia bukanlah tipe pemimpin yang berdiam diri di belakang meja. Di usianya yang masih muda 36 tahun, ia turut ke medan tempur maju ke garis depan untuk merebut Irian Barat dari kolonial Belanda. Di atas KRI Macan Tutul di Laut Aru, Yos Sudarso gugur dengan berani.
Cuplikan Cerpen Macan Tutul Karya Rg Bagus Warsono




Berikut Biografi singkatnya yang diambil dari Merdeka.com : 

Pada saat itu terjadi pertempuran sengit antara pasukan militer Indonesia dengan Belanda. Meski berstatus sebagai Kepala Staff TNI-AL Yos sudarso ikut turut ke medan tempur. Naas dalam peristiwa tersebut, Laksamana Madya Yos Sudarso gugur setelah KRI Macan Tutul di bombardir Belanda di Laut Aru saat melawan armada Belanda.

Ia gugur di atas KRI Macan Tutul pada tanggal 13 Januari 1962 pada saat berusia 36 tahun. Keikutsertaannya dalam posisi sebagai KSAL-pun dipertanyakan karena tidak lazimnya seorang Kepala Staff Angkatan Laut turun langsung dalam medan tempur.

Dan untuk menghargai jasa-jasa atas keikutsertaannya dalam memperjuangkan merebut Irian Barat, ia dianugerahi sebagai 
pahlawan Pembela Kemerdekaan. Kini namanya diabadikan sebagai nama armada angkatan laut Indonesia, nama pulau, dan nama jalan-jalan protokol di kota-kota besar Indonesia.

Ia meninggalkan seorang istri bernama Ny. Siti Kustini, yang dinikahinya pada tahun 1955 dan dikaruniai lima anak dan dua diantaranya meninggal dunia.

Berselang 44 tahun setelah Yos Sudarso meninggal. Istri 
pahlawan Aru ini, Nyonya Josephine F Siti Kustini kemudian meninggal. Siti Kustini yang merupakan kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 1935, meninggal dunia pada usia 71 tahun tepatnya, Sabtu 2 September 2006 pukul 14.00, di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr Mintohardjo, Jakarta. Akibat penyakit jantung dan radang paru-paru. Jenazah kemudian dimakamkan, Senin, 4 September 2006 di Tempat Pemakaman Umum Kaliwuluh, Desa Kaliwuluh, Kecamatan Kebak Kramat, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Semasa hidupnya, Ny. Siti Kustini dikenal sebagai orang yang sangat disiplin, selalu tepat waktu, termasuk menunaikan ibadah agama dengan mengikuti misa kudus hampir setiap hari.

Sebelum pemberangkatan jenazah dari Jakarta menuju 
Surakarta dengan menggunakan pesawat TNI AL dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Misa arwah terlebih dahulu dilakukan yang dipimpin Pastor Luarens di kediaman almarhumah, di jalan Cimandiri Nomor 12, Cikini, Jakarta Pusat. Saat itu juga dihadiri mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana (Purn) Sudomo, mantan Gubernur DKI Jakarta 
Ali Sadikin, dan sesepuh TNI AL lainnya.