Sabtu, 27 Juni 2015

Panjangkan RamadhanMu, puisi rg bagus warsono

Panjangkan RamadhanMu

Di sebuah lampu merah
silang jalan Waiki
pemuda pemudi membagi makanan kecil
batalkan puasamu di magrib nanti
indah nian dunia di kotaku kecil ini
Di balik bak sampah
jalan pasar Tanjungpura
pengemis tua menghitung receh
semoga besok demikian ini
begitu baik penduduk Indramayu
Di sebuah perumahan
rumah para pejabat negeri
keluar dari komplek itu kaum peminta sedekah
katanya, komplek perumahan dermawan.
Di pertokoan Amad Yani,
Kaleng receh tersedia
tak ada tulisan "pengamen khusus hari jumat"
tak ada lambaian kata maaf menolak
mereka mengulurkan tangan pada pengamen jalanan
Di sebuah rumah
istri marbot masjid RW
setiap hari
makanan, beras, uang ada saja yang memberi suami
katanya panjangkan RamadhanMu !
(rg bagus warsono, 23-6-15)

Sabtu, 20 Juni 2015

Muhammad Ainun Nadjib

Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei1953; umur 62 tahun) adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas EkonomiUniversitas Gadjah Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.
Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film RAYYA, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikanpolitik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:
Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
Mocopat Syafaat Yogyakarta
Padhangmbulan Jombang
Gambang Syafaat Semarang
Bangbang Wetan Surabaya
Paparandang Ate Mandar
Maiyah Baradah Sidoarjo
Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.
Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012)
Karya Antologi
“M” Frustasi (1976),
Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
Sajak-Sajak Cinta (1978),
Nyanyian Gelandangan (1982),
102 Untuk Tuhanku (1983),
Suluk Pesisiran (1989),
Lautan Jilbab (1989),
Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),lalalaw
Cahaya Maha Cahaya (1991),
Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
Abacadabra (1994),
Syair-syair Asmaul Husna (1994)

Esai dan Buku
Dari Pojok Sejarah (1985),
Sastra yang Membebaskan (1985)
Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
Markesot Bertutur (1993),
Markesot Bertutur Lagi (1994),
Opini Plesetan (1996),
Gerakan Punakawan (1994),
Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
Slilit Sang Kiai (1991),
Sudrun Gugat (1994),
Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
Bola- Bola Kultural (1996),
Budaya Tanding (1995),
Titik Nadir Demokrasi (1995),
Tuhanpun Berpuasa (1996),
Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
Kiai Kocar Kacir (1998),
Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
Menelusuri Titik Keimanan (2001),
Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
Segitiga Cinta (2001),
Kitab Ketentraman (2001),
Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
Tahajjud Cinta (2003),
Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
Folklore Madura (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Puasa Itu Puasa (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress)
Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kerajaan Indonesia (Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006; Penerbit Kompas),
Istriku Seribu (Desember 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,),
Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress),
Kagum Pada Orang Indonesia (Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)

Penghargaan :
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.[1] Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

yang diperkenankan belum tentu kabul

Orang yang tahu belum tentu mau, orang yang mau belum tentu bisa, orang yang bisa belum tentu diperkenankan, dan orang yang diperkenankan belum tentu kabul. (Emha Ainun Nadjib)

perilaku baik dakwah yang utama

Dakwah yang utama bukan dengan kata-kata melainkan dengan perilaku, orang yang berbuat baik sudah berdakwah (Emha Ainun Nadjib)

Sabtu, 13 Juni 2015

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) luncurkan program Belajar Bersama Maestro (BBM).

Mendikbud Anies Baswedan meluncurkan program BBM. Mengisi masa libur sekolah 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) luncurkan program Belajar Bersama Maestro (BBM). Untuk tahun ini ada 10 maestro bidang budaya yang akan menerima siswa magang terdiri atas seni patung, musik, angklung, sinden, lukis, tari, teater, dan komposer.

Program BBM ini yang akan berlangsung 21-30 juni 2015 atau selama liburan ini terbuka untuk siswa SMA/SMK dengan beberapa syarat antara lain memiliki kompetensi dibidang budaya dan aktif mengikuti kegiatan organisasi dibidang seni.

Mendikbud Anies Baswedan menginginkan siswa mengisi liburan dengan hal-hal positif yang menyenangkan. Dalam liburan ini Kemendikbud meluncurkan program BBM bertujuan memberikan proses pembelajaran mengenai makna budaya, nilai budaya dan kearifan lokal serta motivasi untuk berprestasi dibidang seni budaya. Selain itu juga untuk mengembangkan model pelibatan publik dalam hal ini seniman terkemuka tanah air dalam pengembangan pendidikan dan kebudayaan

Siswa yang berminat bisa mendaftarkan diri melalui online hingga 14 Juni 2015.

Senin, 08 Juni 2015

Masyarakat indonesia perlu memulai budaya menulis

Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengatakan masyarakat indonesia perlu memulai budaya menulis dari diri sendiri terutama dalam menulis catatan kehidupan atau biografi.
"Sepertinya masyarakat yang sudah bekerja berkewajiban untuk menulis pengalamannya sendiri dalam bentuk autobiografi,” ujar Anies di Kemendikbud, Jakarta, Jumat (29/5/2015).
Menurutnya, penulisan pengalaman hidup seseorang pemasyarakat indonesia perlu memulai budaya menulisnting dilakukan karena upaya ini merupakan salah satu cara untuk meneruskan ilmu dan pengalaman hidup ke genarasi seterusnya. Ia menegaskan, cara ini jelas akan membantu untuk mengembangkan bangsa lebih baik lagi ke depannya.
Anies juga menegaskan, menulis autobiografi itu tidak harus menjadi orang besar terlebih dahulu. Ia mengatakan, semua orang yang memiliki pengalaman hidup menarik dan inspiratif perlu ditumbuhkan di Indonesia.
"Akan sangat disayangkan jika terdapat pengalaman dan ilmu yang penting musnah begitu saja. Tulisan jelas akan membawa seseorang untuk terus dikenal di berbagai era karena pengalaman hidupnya. Meski orang-orang terebut sudah tidak ada lagi di dunia ini," ucapnya.
Anies juga menceritakan dirinya selalu menekankan dan mengajak para ‘seniornya’ untuk menuliskan pengalaman hidupnya. Ia menegaskan upaya ini terus dia ungkapkan berkali-kali kepada mereka.  
“Saya pernah ungkapkan ini kepada para senior saya untuk menulis pengalaman mereka dalam autobiografi. Ini saya lakukan karena akan sangat disayangkan jika pengalaman mereka yang luar biasa akan musnah begitu saja apabila mereka wafat,” jelasnya.
Setidaknya, tambah dia, pengalaman hidup mereka bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi generasi penerusnya. Kemudian, lanjut dia, pengalaman dan pelajaran yang didapatkan bisa dikembangkan lebih baik lagi oleh mereka.

Film 'Kartini'

Film 'Kartini' yang digarap Dapur Film dan Legacy Pictures mendapat dukungan penuh dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,Anies Baswedan.
"Pikiran dan gagasan dari kartini melampaui berbagai era sampai sekarang. Jangan malah terlalu banyak muatan cerita kekinian, " 
Film 'Kartini' disutradarai Hanung Bramantyo , yang saat ini tengah mempersiapkan film terbaru yang mengangkat sosok pahlawan wanita Indonesia, yakni Raden Ajeng Kartini.
Menurut Anies Baswedan kenapa film Kartini dianggap penting karena bisa jadi pelajaran menarik bagi generasi penerus bangsa.