Sajian nasional informasi ilmu pengetahuan dan teknologi ,informasi umum, informasi pendidikan dan budaya.
Laman
- REDAKSI
- Berita Hari Ini
- Daftar Propinsi di Indonesia
- Daftar Negara-negara di Dunia
- Sastrawan Indonesia
- Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
- Kumpulan Syair Lagu Keroncong
- Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
- Perguruan Tinggi Kedinasan di bawah Kementerian
- Daftar Penerima Nobel
- Daftar Gunung di Indonsia
- Daftar Juara All England
- Daftar Juara Thomas Cup
- Daftar Presiden Amerika Serikat
- Daftar Lagu Nasional
- Daftar Sastrawan
- Penyair Tadarus Puisi
Tampilkan postingan dengan label Sastra : Antologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sastra : Antologi. Tampilkan semua postingan
Senin, 18 November 2019
Sabtu, 16 November 2019
Selasa, 08 Oktober 2019
Bunda Ram Karya Bunergis Muryono
Aku tidak tahu apakan Bunda Ram yang dimaksud Mas Yono Bunergis Muryono dalam antologi Bunda Ram (Ratu Ardenareswari Masceti) masih hidup atau telah tiada tetapi buku ini merupakan puisi kekaguman penyair akan tokoh seseorang. Namun bukan berarti tidak merupakan biografi, antologi ini menceritakan banyak hal tentang tokoh itu (Bunda Ram)
Puisi kekaguman bahkan banyak puisi hingga menjadi buku antologi seperi Bunda Ram (Ratu Ardenareswari Masceti) karya Mas Yono Buanergis Muryono bukan barang baru di Indonesia, seperti halnya Chairil Anwar menulis tentang Diponegoro. Namun jika puisi itu begitu banyak sehingga menjadi sebuah antologi seperti Bunda Ram karya Mas Yono Buanergis Muryono adalah sesuatu yang baru karena menjadi sebuah buku utuh antologi. Antologi kekaguman biasa merekam jejak sang tokoh (Bunda Ram) tokoh tersebut tak perlu tokoh nasional atau dunia bisa tokoh yang menurut pandangan penyairnya adalah sososk yang harus ditulis, seperti penulis-penulis Jepang membuat Biografi kakek buyutnya. Yang jelas buku Bunda Ram karya Mas Yono Buanergis Muryono patut diperhitungkan di jajaran antologi nasional dewasa ini.
Untuk membuka tabir secara singkat antologi Bunda Ram harus mebaca utuh satu antologi, namun demikian jika penulisnya, Mas Yono Buanergis Muryono hendak menjelaskan siapa Bunda Ram akan lebih bersahabat dengan calon pembaca. Mungkin juga , kadang teka-teki menjadi modal utama untuk ketertarikan baca. Namun yang jelas siapa Bunda Ram , Mas Yono Buanergis Muryono yang harus menjawabnya ! Atau Anda bisa membaca isi dalam tanda kutip, maka Anda akan menemukan siapa Bunda Ram.
Puisi kekaguman bahkan banyak puisi hingga menjadi buku antologi seperi Bunda Ram (Ratu Ardenareswari Masceti) karya Mas Yono Buanergis Muryono bukan barang baru di Indonesia, seperti halnya Chairil Anwar menulis tentang Diponegoro. Namun jika puisi itu begitu banyak sehingga menjadi sebuah antologi seperti Bunda Ram karya Mas Yono Buanergis Muryono adalah sesuatu yang baru karena menjadi sebuah buku utuh antologi. Antologi kekaguman biasa merekam jejak sang tokoh (Bunda Ram) tokoh tersebut tak perlu tokoh nasional atau dunia bisa tokoh yang menurut pandangan penyairnya adalah sososk yang harus ditulis, seperti penulis-penulis Jepang membuat Biografi kakek buyutnya. Yang jelas buku Bunda Ram karya Mas Yono Buanergis Muryono patut diperhitungkan di jajaran antologi nasional dewasa ini.
Untuk membuka tabir secara singkat antologi Bunda Ram harus mebaca utuh satu antologi, namun demikian jika penulisnya, Mas Yono Buanergis Muryono hendak menjelaskan siapa Bunda Ram akan lebih bersahabat dengan calon pembaca. Mungkin juga , kadang teka-teki menjadi modal utama untuk ketertarikan baca. Namun yang jelas siapa Bunda Ram , Mas Yono Buanergis Muryono yang harus menjawabnya ! Atau Anda bisa membaca isi dalam tanda kutip, maka Anda akan menemukan siapa Bunda Ram.
Bunda Ram
Ratu Ardenareswari Masceti
Karya Bunergis Muryono
Penerbit : Litera, Tulang Bawang Lampung
ISBN : 978-602-5961-35-9
Senin, 29 Juli 2019
Hadir di Tengah Pancaroba, Soeharto yang Dikenang karya Rg Bagus Warsono
Banyak kerinduan pengagum Soeharto di masa ini. Tatkala masyarakat tengah mencari dan mencari keindahan di Indonesia. Namun tak sedikit yg mencibir karena merasakan pahit getirnya hidup dimasa Soeharto.
Di buku ini adalah wawancaraku bersama Soeharto dalam imajener yang khusuk. Ternyata apa yang dipandang tak sesuai dengan padang ilalang, yang dilihat tak sesuai dengan tanah liat , yang di sawang ternyata bukan sawang laba-laba,
Mari menjadi demokratis, agar kita pandai memilah dan menghargai siapa pun dan apa pun karya orang lain. Termasuk apa yang diperbuat Bapak Pembangunan kita Soeharto.
Wawancara Imajener Soeharto
Tentang Gerilya
Rg Bagus Warsono
Soeharto dan Gerilya
Zaman berlalu
Hingga lupa gerilya
Menelusuri tanggul
Hulu sungai angker
Melintas lembah
Memanggul senjata
Di sana
Diantara Menoreh dan Merbabu
Mengintip negeri dari lubang senapan
Laras panjang
Zaman berlalu
Cerita gerilya
dengan bumbu pedas
dan sayur lompong ala desa
serta nasi padi tumbuk
dan senyum perawan desa
karena tak tahu
dimana gerilya.
Kini zaman keliru
Gerilyamu mengisi perutmu.
Jogyakarta,Maret 2018
Di buku ini adalah wawancaraku bersama Soeharto dalam imajener yang khusuk. Ternyata apa yang dipandang tak sesuai dengan padang ilalang, yang dilihat tak sesuai dengan tanah liat , yang di sawang ternyata bukan sawang laba-laba,
Mari menjadi demokratis, agar kita pandai memilah dan menghargai siapa pun dan apa pun karya orang lain. Termasuk apa yang diperbuat Bapak Pembangunan kita Soeharto.
Wawancara Imajener Soeharto
Tentang Gerilya
Rg Bagus Warsono
Soeharto dan Gerilya
Zaman berlalu
Hingga lupa gerilya
Menelusuri tanggul
Hulu sungai angker
Melintas lembah
Memanggul senjata
Di sana
Diantara Menoreh dan Merbabu
Mengintip negeri dari lubang senapan
Laras panjang
Zaman berlalu
Cerita gerilya
dengan bumbu pedas
dan sayur lompong ala desa
serta nasi padi tumbuk
dan senyum perawan desa
karena tak tahu
dimana gerilya.
Kini zaman keliru
Gerilyamu mengisi perutmu.
Jogyakarta,Maret 2018
Jumat, 05 Juli 2019
Selasa, 02 Juli 2019
Selasa, 25 Juni 2019
Puisi karya 37-41 Tadarus Puisi 1440 H (2019) Berbagi Kebahagiaan
37.
Kaliktus Ure Maran
Kamu dan Bundaku
Aku menemukannya
Aku bangga pada-Mu Ibu
ketika kawanku
si dia berjilbab merah
seingatku lima menit yang lalu
mereka tak ragu
bersila dan mengabadikan, cantiknya
sejenak ku tercengang, namun itu nyata adanya
“ohh.. mungkin?”
ku menyebutnya
“berbuka dipelukan Bundaku”
Tiba-tiba mereka diusik
oleh botol plastik milik Bapak
dia diusir
aku marah
namun, kupikir
jangan rumitkan pandanganmu
ku tepuk bahunya
“haii.. kawan”
jangan resah
mungkin dia sedang mabuk
ku tau senyum itu kembali
sambil ku buka pintu pagar
“silahkan..”
“masuklah dalam hati kita”
Ibuku menunggu sapamu kawan
Larantuka, 2019
Kaliktus Ure Maran
Enam jam dibawa lentera
Bagaimana ku menyatukan hati kita?
Aku takut kita saling cemburu selepas maghrib
padahal jari kita sama saat menunduk
memintah cinta di bawa lentera
yang terangnya seperti bulan
hingga terangnya pun aku tahu
engkau ada disisiku, sayang
kita saling menghitung
detak perut ketika lapar
dan harum menggoda warung depan jalan
jangan padamkan lentera
ketika sore belum tiba
Larantuka, 2019
38.
Sami’an Adib
Menyelami Rahasia Puasa
di antara fajar dan ambang maghrib
ada kejujuran yang tak pernah raib
setiap diri sabar memelihara diri
agar terhindar dari iri dan dengki
kelak berharap meraih kemenangan
menjadi satu dari sekian insan pilihan
di antara lapar dan dahaga
konon ada semerbak aroma ias
setiap orang tiada henti mencari
gerangan di mana bidadari sembunyi
belum seorang pun yang menemukan
meski denyut kerinduan tak tertahankan
di antara letih dan tabah
konon ada sebongkah berkah
banyak orang yang masih tekun berburu
meski jalan yang ditempuh penuh liku
entah sesiapa berhasil merengkuhnya
hingga kini abadi sebagai rahasia
di antara bening embun dan hening
ada ketulusan dari jiwa-jiwa yang tenang
mereka tidak mengharap kenikmatan semata
juga tidak takut terperangkap dalam kubang derita
hanya ridho ilahi yang mereka dambakan
hiasan terindah saat menebar senyum kegembiraan
Jember, Juni 2019
Sami’an Adib
Kidung Kerinduan
: ayah
Telah kami tenun serat-serat kasih
menjadi helai-helai kerinduan, Ayah
ijinkan kami membawanya sebagai oleh-oleh
untuk kita gelar sebagai panggung melantunkan madah
:kidung kagum pada Sang Khaliq Yang Mahaindah
Ayah, jarak yang merentangkan dua Ramadhan
telah menorehkan rangkaian kronika keharuan dan keriangan
sesekali kukabarkan celoteh cucu-cucumu penuh keceriaan
meski kami sadar rindumu tak mungkin tertunaikan
tapi, setidaknya ungkapan kasih tetap terjalin
Ramadhan kali ini kami akan pulang, Ayah
biarkan kami (aku, menantumu, dan cucu-cucumu) bersimpuh
pada kedua kakimu yang kian hari kian merapuh
kami pendam cita agar seluruh ridhomu luruh
sebagai bekal terbaik untuk terus melangkah
Ayah, maafkan bila celoteh cucu-cucumu menimbulkan keriuhan
sejatinya mereka hanya menumpahkan segala keriangan
setelah menemukan suasana baru yang penuh keakraban
seakan terbebas dari jebakan mesin mainan
yang nyaris menjauhkan mereka dari jalan Tuhan
Bukan takjil kelapa muda yang kami rindukan, Ayah
tapi lembut belaian tanganmu yang penuh kasih
juga doa-doa tulus dalam setangkup tanganmu yang tengadah
demi hidup kami berlimpah berkah
terbebas dari jerat melankolia keluh kesah
Jember, Juni 2019
39.
Arya Setra
Malam Penghujung Ramadhan
Gemuruh takbir dari tiap sudut
MengagungkanMU menyayat kalbu.
Gemeretak beduk bertalu membuat hati pilu,
Pilu karena rasa rindu akan diri MU setelah satu bulan berperang melawan nafsu..
Wahai kekasihku akankah aku meraih kemenangan
Atas RidhoMU..?
Akankah aku mendapat tempat bersama orang2 yg KAU rahmati dan KAU cintai ??
Aku hanya ias sujud dan tunduk padaMU.
Aku tidak berani berharap akan SorgaMU
Dan aku tIdak akan pernah takut atas nerakaMU
Asal aku berada dalam Ridho dan Rahmat MU….
Ya Rabb ku maafkan atas ocehan sang pungguk yang sedang merindukan indahnya rembulan …
4 Juni 2019
40.
Mim A. Mursyid
Resonasi
Barangkali
Nikmat paling surga
Adalah menjadi
Delapan tangga nada;
Kubawa engkau
Ke puncak pejam paling tajam
Semesta bunyi gemuruh dalam ruh
Kita pun manunggal sebagai rindu.
Madura, 2019
41.
Supianoor
Aku dan Sang Yatim Piatu
Hanya beberapa lembar rupiah lusuh
yang dapat kuulurkaan padamu sang yatim piatu
yang malang
Denan tangan gemetar dan mata berbibar
kau sambut dengan pandangan tajam raut genbira
kau raih tanganku
kau cium seperti kau sedaang berhalusinasi
itu adalah tangan orang tuamu
yang sudah puluhan tahun tak kau dapatkan
kau tersenyum dengan mata sendu tanpa irama
seperti senyum untuk orang tuamu
yang telah berlalu puluhan tahun yang lalu
Hanya usapan lembut di ubun-ubunmu
menyertai renyuhan hatiku untukmu
semoga ini dapat membangkitkan ingaatanmu
akaan usapaan orang tuamu sepuluh tahun yang lalu
semoga usapan lembut ini
mampu pula mengikis sedikit kesedihanmu
daalam menjalani kehidupanmu
untuk menyongsong masa depan yang lebih baik
Tanah bumbu 2019
Supianoor
Takbirmu di Hari Lebaran
Ketika lebaran tiba
Dengan penuh semangat
Kau berperanserta kumandangkan takbir dan tahmit
Dengan khusu dan kadang tersenyum semringah
Kau mampu melebur dan berbaur dalam alam gembira
Tak tampak kau memikul beban hidup
Walaupun hidup dalam naungan asrama yatim piatu
Makan bukan masakan ibumu
Minum bukan air rebusan orang tuamu
Namun senyum itu masih bisa kau lakukan
Di tengah-tengah rasa rindu akan kehangatan masa lalu
2019
Kaliktus Ure Maran
Kamu dan Bundaku
Aku menemukannya
Aku bangga pada-Mu Ibu
ketika kawanku
si dia berjilbab merah
seingatku lima menit yang lalu
mereka tak ragu
bersila dan mengabadikan, cantiknya
sejenak ku tercengang, namun itu nyata adanya
“ohh.. mungkin?”
ku menyebutnya
“berbuka dipelukan Bundaku”
Tiba-tiba mereka diusik
oleh botol plastik milik Bapak
dia diusir
aku marah
namun, kupikir
jangan rumitkan pandanganmu
ku tepuk bahunya
“haii.. kawan”
jangan resah
mungkin dia sedang mabuk
ku tau senyum itu kembali
sambil ku buka pintu pagar
“silahkan..”
“masuklah dalam hati kita”
Ibuku menunggu sapamu kawan
Larantuka, 2019
Kaliktus Ure Maran
Enam jam dibawa lentera
Bagaimana ku menyatukan hati kita?
Aku takut kita saling cemburu selepas maghrib
padahal jari kita sama saat menunduk
memintah cinta di bawa lentera
yang terangnya seperti bulan
hingga terangnya pun aku tahu
engkau ada disisiku, sayang
kita saling menghitung
detak perut ketika lapar
dan harum menggoda warung depan jalan
jangan padamkan lentera
ketika sore belum tiba
Larantuka, 2019
38.
Sami’an Adib
Menyelami Rahasia Puasa
di antara fajar dan ambang maghrib
ada kejujuran yang tak pernah raib
setiap diri sabar memelihara diri
agar terhindar dari iri dan dengki
kelak berharap meraih kemenangan
menjadi satu dari sekian insan pilihan
di antara lapar dan dahaga
konon ada semerbak aroma ias
setiap orang tiada henti mencari
gerangan di mana bidadari sembunyi
belum seorang pun yang menemukan
meski denyut kerinduan tak tertahankan
di antara letih dan tabah
konon ada sebongkah berkah
banyak orang yang masih tekun berburu
meski jalan yang ditempuh penuh liku
entah sesiapa berhasil merengkuhnya
hingga kini abadi sebagai rahasia
di antara bening embun dan hening
ada ketulusan dari jiwa-jiwa yang tenang
mereka tidak mengharap kenikmatan semata
juga tidak takut terperangkap dalam kubang derita
hanya ridho ilahi yang mereka dambakan
hiasan terindah saat menebar senyum kegembiraan
Jember, Juni 2019
Sami’an Adib
Kidung Kerinduan
: ayah
Telah kami tenun serat-serat kasih
menjadi helai-helai kerinduan, Ayah
ijinkan kami membawanya sebagai oleh-oleh
untuk kita gelar sebagai panggung melantunkan madah
:kidung kagum pada Sang Khaliq Yang Mahaindah
Ayah, jarak yang merentangkan dua Ramadhan
telah menorehkan rangkaian kronika keharuan dan keriangan
sesekali kukabarkan celoteh cucu-cucumu penuh keceriaan
meski kami sadar rindumu tak mungkin tertunaikan
tapi, setidaknya ungkapan kasih tetap terjalin
Ramadhan kali ini kami akan pulang, Ayah
biarkan kami (aku, menantumu, dan cucu-cucumu) bersimpuh
pada kedua kakimu yang kian hari kian merapuh
kami pendam cita agar seluruh ridhomu luruh
sebagai bekal terbaik untuk terus melangkah
Ayah, maafkan bila celoteh cucu-cucumu menimbulkan keriuhan
sejatinya mereka hanya menumpahkan segala keriangan
setelah menemukan suasana baru yang penuh keakraban
seakan terbebas dari jebakan mesin mainan
yang nyaris menjauhkan mereka dari jalan Tuhan
Bukan takjil kelapa muda yang kami rindukan, Ayah
tapi lembut belaian tanganmu yang penuh kasih
juga doa-doa tulus dalam setangkup tanganmu yang tengadah
demi hidup kami berlimpah berkah
terbebas dari jerat melankolia keluh kesah
Jember, Juni 2019
39.
Arya Setra
Malam Penghujung Ramadhan
Gemuruh takbir dari tiap sudut
MengagungkanMU menyayat kalbu.
Gemeretak beduk bertalu membuat hati pilu,
Pilu karena rasa rindu akan diri MU setelah satu bulan berperang melawan nafsu..
Wahai kekasihku akankah aku meraih kemenangan
Atas RidhoMU..?
Akankah aku mendapat tempat bersama orang2 yg KAU rahmati dan KAU cintai ??
Aku hanya ias sujud dan tunduk padaMU.
Aku tidak berani berharap akan SorgaMU
Dan aku tIdak akan pernah takut atas nerakaMU
Asal aku berada dalam Ridho dan Rahmat MU….
Ya Rabb ku maafkan atas ocehan sang pungguk yang sedang merindukan indahnya rembulan …
4 Juni 2019
40.
Mim A. Mursyid
Resonasi
Barangkali
Nikmat paling surga
Adalah menjadi
Delapan tangga nada;
Kubawa engkau
Ke puncak pejam paling tajam
Semesta bunyi gemuruh dalam ruh
Kita pun manunggal sebagai rindu.
Madura, 2019
41.
Supianoor
Aku dan Sang Yatim Piatu
Hanya beberapa lembar rupiah lusuh
yang dapat kuulurkaan padamu sang yatim piatu
yang malang
Denan tangan gemetar dan mata berbibar
kau sambut dengan pandangan tajam raut genbira
kau raih tanganku
kau cium seperti kau sedaang berhalusinasi
itu adalah tangan orang tuamu
yang sudah puluhan tahun tak kau dapatkan
kau tersenyum dengan mata sendu tanpa irama
seperti senyum untuk orang tuamu
yang telah berlalu puluhan tahun yang lalu
Hanya usapan lembut di ubun-ubunmu
menyertai renyuhan hatiku untukmu
semoga ini dapat membangkitkan ingaatanmu
akaan usapaan orang tuamu sepuluh tahun yang lalu
semoga usapan lembut ini
mampu pula mengikis sedikit kesedihanmu
daalam menjalani kehidupanmu
untuk menyongsong masa depan yang lebih baik
Tanah bumbu 2019
Supianoor
Takbirmu di Hari Lebaran
Ketika lebaran tiba
Dengan penuh semangat
Kau berperanserta kumandangkan takbir dan tahmit
Dengan khusu dan kadang tersenyum semringah
Kau mampu melebur dan berbaur dalam alam gembira
Tak tampak kau memikul beban hidup
Walaupun hidup dalam naungan asrama yatim piatu
Makan bukan masakan ibumu
Minum bukan air rebusan orang tuamu
Namun senyum itu masih bisa kau lakukan
Di tengah-tengah rasa rindu akan kehangatan masa lalu
2019
Minggu, 19 Mei 2019
Selasa, 25 Desember 2018
Sambut Lumbung Puisi VII 2019. Anak Cucu Pujangga
Anak Cucu Pujangga (ACP) adalah tema luas Lumbung Puisi ke-7 tahun 2019 yang dimulai 22 Desember 2018 sampai 21 April 2019. Tema ini sengaja diberikan untuk memeilihara sastra Indonesia bahwa sastra memiliki generasi berkelanjutan yang tak terputus oleh bentuk tragedi apa pun di Indonesia.
Sebagaimana telah di singgung dalam berbagai buku dan pendapat serta teori-teori genetika. Maka anak cucu pujangga tidak saja memarisi terhadap keturunan langsung tetapi juga pada diluar keturunan terhadap murid langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu penyair yang mengirim puisi di Lumbung Puisi VII 2019 dapat mencantumkan nama orang tua atau kakek sastrawannya baik keterunan langsung maupun tidak langsung.
Generasi dapat ditimbulkan melalui biologis maupun psikologi. Wajar bila orang menyebut 'anak biologis dan ' anak idiologis .
Nama besar kakek atau orang tua langsung dapat ditul;is di nama penyair agar nama orang tua kita ikut menjadi bagian karya kita. Disamping itu faedah lain yaitu mengangkat nama orang tua.
Demikian seorang penyair menunjukan kebesaran budi dan kerendahan hati serta senantiasa mengingat jasa orang tuanya.
Tentu saja nama embel-embel itu hanya terdapat di antologi ini dan tidak melekat untuk menjadi nama selanjutnya dalam situasi yang lain.
Anak Cucu Pujangga memberikan ruang kreativitas bahwa sastra itu sebetulnya adalah 'garis lurus geneteka dari'sononya. Semoga dengan Anak Cucu Pujangga ini duania sastra semakin semarak dengan kreativitas-kreativitas baru yang pantas untuk dibaca semuanya .
(Rg Bagus Warsono, 22-12-18)
Sebagaimana telah di singgung dalam berbagai buku dan pendapat serta teori-teori genetika. Maka anak cucu pujangga tidak saja memarisi terhadap keturunan langsung tetapi juga pada diluar keturunan terhadap murid langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu penyair yang mengirim puisi di Lumbung Puisi VII 2019 dapat mencantumkan nama orang tua atau kakek sastrawannya baik keterunan langsung maupun tidak langsung.
Generasi dapat ditimbulkan melalui biologis maupun psikologi. Wajar bila orang menyebut 'anak biologis dan ' anak idiologis .
Nama besar kakek atau orang tua langsung dapat ditul;is di nama penyair agar nama orang tua kita ikut menjadi bagian karya kita. Disamping itu faedah lain yaitu mengangkat nama orang tua.
Demikian seorang penyair menunjukan kebesaran budi dan kerendahan hati serta senantiasa mengingat jasa orang tuanya.
Tentu saja nama embel-embel itu hanya terdapat di antologi ini dan tidak melekat untuk menjadi nama selanjutnya dalam situasi yang lain.
Anak Cucu Pujangga memberikan ruang kreativitas bahwa sastra itu sebetulnya adalah 'garis lurus geneteka dari'sononya. Semoga dengan Anak Cucu Pujangga ini duania sastra semakin semarak dengan kreativitas-kreativitas baru yang pantas untuk dibaca semuanya .
(Rg Bagus Warsono, 22-12-18)
Selasa, 04 Desember 2018
Kamis, 29 November 2018
Antologi Terkenal Terbaru di Indonesia karya Rg Bagus Warsono: Kemeja Putih Lengan Panjang
Rg Bagus Warsono
Tambatkan Semaumu
Tambatkan semaumu
dengan tambang
penuh sambungan
Biarkan alam mengadili perahumu
dengan mesin mati penuh jelaga
kayu yang penuh karat paku papan
bendera robek robek
untuk bermain anak-anak pantai
untuk menyambut musim hujan
Biarkan alam mengadili perahumu
dengan mesin mati penuh jelaga
kayu yang penuh karat paku papan
bendera robek robek
untuk bermain anak-anak pantai
untuk menyambut musim hujan
Indramayu,
2004
Sebuah Simbolik
Seperti halnya orang orang munafik dengan perkataannya. Ia tidak mengakui dasar negaranya sendiri, kemudian ia hidup di negeri orang, Di hati kecilnya ia merasakan keunggulan dasar negaranya sendiri yang memberi rasa aman dalam kebinnekaan, dibanding dasar negara lain yang ia rasakan di negri rantau.
Kemudian orang-rang munafik itu menggemborkan untuk memgingkari jasa-jasa para pejuangnya termasuk proklamator, namun tanpa sadar bajunya yang ia sukai adalah baju yang sudah melekat dengan sang proklamator yang ia gemborkan untuk diingkari.
Lalu pada sebagian pegawai negeri, mengingat otonomi daerah dipengaruhi oleh politik bupati atau walikota yang merupakan anggota partai, dengan lucunya di awal-awal presiden terpilih menjabat mereka mencibir dan bahkan menghina. Namun ketika presiden menerapakan kemeja putih lengan panjang sebagai salah saru baju seragam, mereka menyukainya.
Ada sebuah karakter negatif tanpa sadar terjadit di masyakarak kita. Dinamika orang yang tanpa berfikir tetapi mengikuti ajakan saja apa yang bersifat umum melalui sosial media, kemudian ia dalam prakteknya menjalani apa yang justru ditolaknya itu.
Kemunafikan itu diredam dengan sederhana yaitu hanya baju putih lengan panjang. Ini makna simbolis, sebuah ajakan utuk perubahan mental. Walau kesucian yang diharapkan itu lahir bathin, namun setidaknya awal kecintaan dan penanaman itu dimulai dari hal-hal yang bersifat lahiriah.
Sejauh mana baju putih lengan panjang ini memiliki makna simbolis kejujuran bagi pemakainya, tergantung dari mental itu sendiri apakah didapat perubahan atau justru sebaliknya. Namun demikian Kemeja Putih Lengan Panjang ini sungguh sesuatu yang memiliki makna berarti termasuk antologi ini sebagai pencerah penyejuk hati semua pembaca budiman.
Rg Bagus Warsono, nama lainnya Agus Warsono lahir di Tegal 29 Agustus 1965. Ia dibesarkan dalam keluarga pendidik yang dekat dengan lingkungan buku dan membaca. Ayahnya bernama Rg Yoesoef Soegiono seorang guru di Tegal, Jawa Tengah. Rg Bagus Warsono menikah dengan Rofiah Ross pada bulan Desember 1993. Dari pernikahan itu ia dikaruniai 2 orang anak. Ia mulai sekolah dasarnya di SDN Sindang II Indramayu dan tamat 1979, masuk SMP III Indramayu tamat tahun 1982, melanjutkan di SPGN Indramayu dan tamat 1985. Lalu ia melanjutkan kuliah di D2 UT UPBBJJ Bandung dan tamat tahun 1998, Kemudian kuliah di STAI di Salahuddin Jakarta dan tamat 2004 , pada tahun 2011 tamat S2 di STIA Jakarta. Setelah tamat SPG, Rg Bagus Warsono menjadi guru sekolah dasar, kemudian pada tahun 2004 menjadi kepala sekolah dasar, dan kemudioan 2015 pengawas sekolah. Tahun 1992 menjadi koresponden di beberapa media pendidikan seperti Gentra Pramuka, Mingguan Pelajar dan rakyat Post. Pada 1999 mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca di Indramayu. Menjadi anggota PWI Jawa Barat. Rg Bagus Warsomo juga menulis di berbagai surat kabar regional dan nasional seperti PR Edisi Cirebon, Pikiran rakyat, Suara karya dan berbagai majalah pendidikan regional maupun nasional.
Karya : a. Puisi
1. Bunyikan Aksara Hatimu, Sibuku Media , Jogyakarta 2013
2. Jakarta Tak Mau Pindah, Idie Publising, Jakarta 2013
3. Jangan Jadi sastrawan, Indie Publising, Jakarta 2013
4. Si Bung , Leutikaprio, Jogyakarta , 2014
5. Mas Karebet, Sibuku Media, Jogyakarta, 2014
6. Satu Keranjang Ikan, Sibuku Media, Jogyakarta, 2015
7. Surau Kampung Gelatik, Sibuku Media, Jogyakarta, 2016
8. Mencari Ikan sampai Papua, 8 Penyair, Penebar Pustaka, Jogyakarta.,2018. b. Buku:
1. Bincang-bincang Penyair , Penebar Pustaka, 2018
2. Geliat Penyair Indonesia, Penerbar Pustaka, 2018
c. Cerita Anak : 1. Kopral Dali, Sibuku Media, Jogyakarta 2014
2. Meriam Beroda, Sibuku Media Jogyakarta 2015
3. Pertempuran Heroik di Ciwatu, Jogyakarta 2016
4. Kacung Ikut Gerilya, Jogyakarta 2016
Penghargaan:
Penulis Cerita Anak, Depdikbud 2004
Senin, 29 Januari 2018
8 Penyair Nasional Dukung Gerakan Makan Ikan
Wardjito Soeharso, penyair Indonesia senior asal Semarang, ia tidak mengkonsumsi ikan tapi menganjurkan anak-anaknya makan ikan.
Rg Bagus Warsono, Keluarga semua suka ikan, bukan nelayan , tapi cinta nelayan dan ikan
Syahriannur Khaidir, penyair Indonesia asal Sampang Madura, gemar makan ikan sejak kecil sampai sekarang syukur2 ada yang nlaktir, menjadikan penyair ini kreatif dan cerdas.
Wadie Maharief, penyair Indonesia asal Yogyakarta ini, awet muda berkat makan ikan setiap hari. Ikan menjadikan dirinya produktif dalam menulis, termasuk menulis puisi tentang ikan.
Iwan Bonick Bonick, penyair Bekasi, memiliki rasa nasionalis yang kuat sehingga menganjurkan pembaca puisinya makan ikan. Dalam antologi ini ia memotret kali Bekasi yang memberi kehidupan nelayan dari ikan.
Wadie Maharief, penyair Indonesia asal Yogyakarta ini, awet muda berkat makan ikan setiap hari. Ikan menjadikan dirinya produktif dalam menulis, termasuk menulis puisi tentang ikan.
Mengonsumsi makanan-makanan bergizi tinggi yang berasal dari ikan sangat bermanfaat untuk tubuh terutama untuk meningkatkan kesehatan, itulah sebabnya penyair turut serta dalam menyokong Gerakan Masyarakat Makan Ikan . Antologi tentang ikan ini ditulis oleh penyairpenyair terkenal Wardjito Soeharso asal Semarang, Syahriannur Khaidir dari Sumenep, Eddy Pramduane dari Jakarta, Wadie Maharief dari Yogyakarta, Fian N dari Flores Nusatenggara, Iwan Bonick dari Bekasi dan Sutarso dari Sorong Papua serta RgBagus Warsono dari Indramayu. Penyair kini perlu mendukung program-program yang bernilai positif bagi masyarakat. Kepedulian ini suatu langkah dari kalangan sastra bahwa sastra diyakini bisa tumbuh dimanapun peristiwa, dan tempat. Dengan antologi Mencari Ikan sampai Papua berarti penyair tidak hanya melulu mengkritisi kehidupan ini tetapi juga mampu mengisi sentuhan-sentuhan pendidikan masyarakat melalui puisi dan dalam hal ini puisi yang bertemakan ikan. Ternyata puisi mampu mengajak pembacanya untuk memberi apresiasi yang pada gilirannya mampu meniru dan mengimplementasikan apa yang dibacanya. Keyakinan penyair dengan mengedukasi pelajar tetang kegemaran makan
7
ikan. Lewat literasi sastra bukan mustahil, antologi Mencari Ikan Sampai Papua sedapatnya akan diterima sebagai bacaan bermutu yang memiliki nilai sastra dan edukasi bagi pelajar. Keyakinan yang diutarakan penyair Wardjito Soeharso, Eddy Pramduane, Syahriannur Khaidir, Wadie Maharief, Fian N, Sutarso, Iwan Bonick . Dan RgBagus Warsono sebagai mentor penggagasnya patut mendapat pujian sebagai langkah maju penyair Indonesia. Gerakan masyarakat makan ikan atau mengkonsumsi ikan pada gilirannya akan melahirkan generasi-generasi yang sehat dan cerdas, sebab ikan diketahui memiliki nilai gizi yang tinggi. Sumbangsih yang diberikan penyair Indonesia lewat buku kumpulan puisi ikan mudahmudahan bermanfaat bagi pembaca di seluruh Tanah Air. Salam dari kami: Wardjito Soeharso, Eddy Pramduane, Syahriannur Khaidir, Wadie Maharief, Sutarso, Fian N, Iwan Bonick , RgBagus Warsono
Rg Bagus Warsono, Keluarga semua suka ikan, bukan nelayan , tapi cinta nelayan dan ikan
Syahriannur Khaidir, penyair Indonesia asal Sampang Madura, gemar makan ikan sejak kecil sampai sekarang syukur2 ada yang nlaktir, menjadikan penyair ini kreatif dan cerdas.
Wadie Maharief, penyair Indonesia asal Yogyakarta ini, awet muda berkat makan ikan setiap hari. Ikan menjadikan dirinya produktif dalam menulis, termasuk menulis puisi tentang ikan.
Iwan Bonick Bonick, penyair Bekasi, memiliki rasa nasionalis yang kuat sehingga menganjurkan pembaca puisinya makan ikan. Dalam antologi ini ia memotret kali Bekasi yang memberi kehidupan nelayan dari ikan.
Eddy Pramduane, penyair Indonesia asal Jakarta, katanya ikan mahal di Jakarta karena pantai Jakarta tertutup reklamasi, Namun ia berencana membuka restoran ikan di Jakarta. Penyair ini memang piawai sebagai juru masak.
Sutarso, penyair yang gemar protes tapi gemar makan ikan, asal Sorong Papua, mengawali kariernya di Lumbung Puisi dan kini telah diakui manca negara hingga 5 negara Asean, dan ini tentu berkat makan ikan.
Mengonsumsi makanan-makanan bergizi tinggi yang berasal dari ikan sangat bermanfaat untuk tubuh terutama untuk meningkatkan kesehatan, itulah sebabnya penyair turut serta dalam menyokong Gerakan Masyarakat Makan Ikan . Antologi tentang ikan ini ditulis oleh penyairpenyair terkenal Wardjito Soeharso asal Semarang, Syahriannur Khaidir dari Sumenep, Eddy Pramduane dari Jakarta, Wadie Maharief dari Yogyakarta, Fian N dari Flores Nusatenggara, Iwan Bonick dari Bekasi dan Sutarso dari Sorong Papua serta RgBagus Warsono dari Indramayu. Penyair kini perlu mendukung program-program yang bernilai positif bagi masyarakat. Kepedulian ini suatu langkah dari kalangan sastra bahwa sastra diyakini bisa tumbuh dimanapun peristiwa, dan tempat. Dengan antologi Mencari Ikan sampai Papua berarti penyair tidak hanya melulu mengkritisi kehidupan ini tetapi juga mampu mengisi sentuhan-sentuhan pendidikan masyarakat melalui puisi dan dalam hal ini puisi yang bertemakan ikan. Ternyata puisi mampu mengajak pembacanya untuk memberi apresiasi yang pada gilirannya mampu meniru dan mengimplementasikan apa yang dibacanya. Keyakinan penyair dengan mengedukasi pelajar tetang kegemaran makan
7
ikan. Lewat literasi sastra bukan mustahil, antologi Mencari Ikan Sampai Papua sedapatnya akan diterima sebagai bacaan bermutu yang memiliki nilai sastra dan edukasi bagi pelajar. Keyakinan yang diutarakan penyair Wardjito Soeharso, Eddy Pramduane, Syahriannur Khaidir, Wadie Maharief, Fian N, Sutarso, Iwan Bonick . Dan RgBagus Warsono sebagai mentor penggagasnya patut mendapat pujian sebagai langkah maju penyair Indonesia. Gerakan masyarakat makan ikan atau mengkonsumsi ikan pada gilirannya akan melahirkan generasi-generasi yang sehat dan cerdas, sebab ikan diketahui memiliki nilai gizi yang tinggi. Sumbangsih yang diberikan penyair Indonesia lewat buku kumpulan puisi ikan mudahmudahan bermanfaat bagi pembaca di seluruh Tanah Air. Salam dari kami: Wardjito Soeharso, Eddy Pramduane, Syahriannur Khaidir, Wadie Maharief, Sutarso, Fian N, Iwan Bonick , RgBagus Warsono
Jumat, 09 Juni 2017
Telah Terbit Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid V
Lumbung
Puisi Sastrawan Indonesia
Jilid
V 2017
Sekumpulan
puisi
Rasa
Sejati
Dokumentasi
Puisi Sastrawan Indonesia
oleh
Himpunan Masyarakat Gemar Membaca
Penulis :
1. Aang A.K (Jakarta)
2.
Abu Ma’mur MF (Brebes)
3.
Ade Sri Hayati (Indramayu)
4. Andi Surya (Bogor)
5. Agung Wig
Patidusa (Semarang)
6. Agus Sighro Budiono (Bojonegoro)
6. Agus Sighro Budiono (Bojonegoro)
7. Agustav Triono (Banyumas)
8.
Af Dhal, Heran (Muara Bungo, Jambi)
9.
Anggoro Suprapto ( Semarang)
10. Artvelo Sugiarto (Semarang)
11. Arya Setra (Jakarta)
12. Asep Dani (Cianjur)
13.
Bayu Aji Anwari (Semarang)
14.
Dasuki Kosim (Indramayu)
15.
Djemi Tomuka(Manado)
16. Eddy Pramduane (Jakarta)
17. Eko Saputra Poceratu
(Ambon)
18. Eri Syifratmin (Muara Bungo)
19. Gampang Prawoto (Bojonegoro)
20. Harmany (Pamekasan)
21. Hasan Maulana A. G (Subang)
22.
Marthen Luther Reasoa, (Ambon Maluku)
23.
Mohamad Amrin/Amrin Moha (Cirebon)
24. Mohamad Iskandar (Demak)
25. Muhammad Daffa,
(Banjarbaru)
26.Muhammad Lefand (Jember)
27. Muakrim M Noer ( P Buru)
28. Munadi Oke (Pesisir Selatan Sumatera Barat)
29. Najibul
Mahbub (Pekalongan)
30. Ni Made Rai Sri Artini (Denpasar)
31. Novia Rika (Jakarta)
32. Nunung
Noor El Niel (Denpasar, Bali)
33.
Nur Komar (Jepara)
34.
Osratus (Sorong)
35. Rahmat Basuni (Solo)
36.
Riswo Mulyadi (Banyumas)
37. Salimi Ahmad (Jakarta)
38. Sami’an Adib (Jember)
39. Sapin (Majalengka)
40.
Senandung Pusara/Eka Rs (Tasikmalaya)
41. Shonhaji Muhammad (Sidoarjo)
42.
Slamet Unggul (Semarang)
43. Sokanindya Pratiwi Wening (Aceh)
44. Suhaeli (Indramayu)
45.
Supi El-Bala (Tangerang)
46.
Syahriannur Khaidir (Sampang)
47. Syarif hidayatullah (Banjarmasin)
48.
Thomas Haryanto Soekiran (Purworejo)
49.
Tosa Poetra (Trenggalek)
50.
Wadhie Maharief (Jogyakarta)
51.
Wardjito Soeharso (Semarang)
52.
Winar Ramelan (Denpasar Bali )
53.
Zaeni Boli (Bekasi)
Langganan:
Postingan (Atom)