Sabtu, 31 Maret 2018

Yuri Rakasiwi Keseharian Negriku

Yuri Rakasiwi

Keseharian Negriku
Aneh jika dilihat sekarang
Negriku banyak berubah
Bangunannya, lihatlah
Dulu pondok roboh, sekarang gedung pencakar langit
Langit kok dicakar
Disini sedang perang
Perang sengketa, argumen bahkan moral
Demonstrasi dimana-mana
Bak perang troya
Sedikit-sedikit pukul, sedikit-sedikit hantam
Mungkin nyawanya punya cadangan
Yang ber-uang berkuasa
Yang miskin menghamba, meratap
Tak peduli luka, mengais tak ada
Mereka bisa makan hari ini, besok ?
Mana tahu
Jual diri saja, jangan
Harga diri tetap tak terbayar
Rakyat bersuara, pemerintah lebih
Perutnya buncit-buncit
Duduk-duduk santai, sedang yg di bawah sengsara
Aduhai,
Berdiri berbicara lucu
Pelawak kecewa, kalah popularitas
Ayolah negriku, jangan begitu
Masing-masing punya perut
Yang harus di isi
Negriku Negri Kawakan
Negriku negri kawakan
Bestari, hanya sebatas kata
Hanya sebatas sedu sedan
Aneh
Bocah imut tau cinta-cintaan
Amboi, di khitan saja belum
Wajah polos dibalut seragam merah putih
Dengan santainya cium-ciuman
Dek, sekolah dulu ya ! Kasian orang tua
Kasian si gundu dilupakan
Gara-gara internet meraja lela
Tak peduli usia, tua atau muda
Duduk bersila, menatap maya
Negriku panas
Prostitusi sudah biasa
Obat dijual bebas
Dari narkoba hingga obat kuat
Hah,Laku keras
Negriku modern, katanya
Dulu petak umpet di saung
Sekarang umpet privasi
Sayang ya, keseruan tlah usai
Yang nyata berganti maya


Yuri Rakasiwi, penyair ini berasal dari Mempawah, Kalimantan Barat


Aneh jika dilihat sekarang
Negriku banyak berubah
Bangunannya, lihatlah
Dulu pondok roboh, sekarang gedung pencakar langit
Langit kok dicakar
Disini sedang perang
Perang sengketa, argumen bahkan moral
Demonstrasi dimana-mana
Bak perang troya
Sedikit-sedikit pukul, sedikit-sedikit hantam
Mungkin nyawanya punya cadangan
Yang ber-uang berkuasa
Yang miskin menghamba, meratap
Tak peduli luka, mengais tak ada
Mereka bisa makan hari ini, besok ?
Mana tahu
Jual diri saja, jangan
Harga diri tetap tak terbayar
Rakyat bersuara, pemerintah lebih
Perutnya buncit-buncit
Duduk-duduk santai, sedang yg di bawah sengsara
Aduhai,
Berdiri berbicara lucu
Pelawak kecewa, kalah popularitas
Ayolah negriku, jangan begitu
Masing-masing punya perut
Yang harus di isi
Negriku Negri Kawakan
Negriku negri kawakan
Bestari, hanya sebatas kata
Hanya sebatas sedu sedan
Aneh
Bocah imut tau cinta-cintaan
Amboi, di khitan saja belum
Wajah polos dibalut seragam merah putih
Dengan santainya cium-ciuman
Dek, sekolah dulu ya ! Kasian orang tua
Kasian si gundu dilupakan
Gara-gara internet meraja lela
Tak peduli usia, tua atau muda
Duduk bersila, menatap maya
Negriku panas
Prostitusi sudah biasa
Obat dijual bebas
Dari narkoba hingga obat kuat
Hah,Laku keras
Negriku modern, katanya
Dulu petak umpet di saung
Sekarang umpet privasi
Sayang ya, keseruan tlah usai
Yang nyata berganti maya


Yuri Rakasiwi, penyair ini berasal dari Mempawah, Kalimantan Barat

Muhlis Hatba Negeri Yang Aneh

Tersiar kabar di sebuah negeri
Katanya, adalah negeri yang subur
Tapi kok, malah banyak penganggur
Tergusur di sawah sendiri
Terbusur di hutan sendiri
Terbujur di laut sendiri
Tersungkur di tambang sendiri
Tergempur di pasar sendiri
Bahkan tersingkir di rumah sendiri
Karena terbuai janji-janji palsu
Yang diobral di panggung politik
Menjadi hipnotis lima tahunan.

Tersiar kabar di sebuah negeri
Banyak orang bejat jadi pejabat
Gemuk dan kenyang makan uang rakyat
Meski masyarakatnya hidup melarat
Bahkan sekarat pun, jarang yang peduli
Tak heran banyak muncul para penjahat
Yang lahir dari kepincangan sosial
Karena terlunta-lunta mengemis pekerjaan
Karena terpontang-panting dimainkan hutang
Karena terhuyung-huyung menahan sakit
Karena terkotak-kotak pragmatis politik
Karena terseok-seok dicerca miskin.

Tersiar kabar di sebuah negeri
Di sana, apa saja bisa dipalsulkan
Ada beras palsu di tanah agraris
Ada daging palsu sambut lebaran
Ada uang palsu jelang pemilu
Ada suara palsu di bilik suara
Ada vonis palsu di balik palu
Ada kader palsu di kancah partai
Ada ijazah palsu di birokrasi
Ada identitas palsu di kartu keluarga
Ada akun palsu penyebar hoax
Bahkan, jenis kelamin palsu pun ada di sana.


Tersiar kabar di sebuah negeri
Hukum ditafsirkan seenak hati
Bikin koruptor makin diktator
Jangan harap ada harakiri di sana
Jika koruptor tertangkap basah
Karena budaya malu barang yang murah
Semurah kotoran di tempat sampah
Jangan harap berlaku potong tangan
Heh, malah dapat potong tahanan
Jangan harap dapat hukuman mati
Malah sibuk dibela sampai mati
Untuk memenangkan kolusi dan koloni.

Tersiar kabar di sebuah negeri
Syahwat korupsi semakin terkenal
Memakmurkan jiwa-jiwa feodal
Mengusik para pemilik akal binal
Untuk bertahta dengan cara nakal
Serampangan tak takut kriminal
Di negeri seremonial, negerinya abal-abal
Negeri seribu ide gagal para otak dangkal.

Jumat, 30 Maret 2018

Ngiris Pulau Jawa

                                                Rg Bagus Warsono
Ngiris Pulau Jawa

Dan setiap kilometer melewati
aku disapa patok
masih jauhkan kotaku
sudah semakin jauh kota kutinggalkan
sawah menghijau
dan semilir angin lewat
jendela-jendela sepur
Aku benar-benar di Jawa
Dan gunung-gunung berhenti mengeluarkan air, dari mata airmu yang kering
Pohon-pohon jati berubah menjadi puing-puing tiang menyangga layang
daun-daunnya terhampar semen mengering
menjadi batu
dan batu menjadi akik
keras
mengeraskan hatimu
yang membutuhkan air
yang hanya menadahi hujan
setahun sekali
di Jawa,
di tanah yang diiris-iris
Esok tak lihat lagi petani,
Hamparan hanya beton bertulang
Esok tak lihat lagi hijau padi
Hanya burung-burung bermerk Jepang,
Angin tak lagi sepoy, tapi bau petralit terbakar
Sungai hanya mainan
pemborong bermata sipit
Dan danau hanya tipuan pemandangan
Jawa diiris-iris.

Maret 2018

Selasa, 20 Maret 2018

Yanu Faoji Orang-Orang yang Tertawa

Yanu Faoji

Orang-Orang yang Tertawa

Jika tengok kebelakang maka akan kau temukan
Sisa-sisa peluh pada baju dan celana rombengku
Aku yang terlahir dari sepasang pematuh
Yang tulusnya diganti dengan balas tak sewajarnya
Embun yang hampir menyapu bersih seluruh muka ku
Yang membasuh helai-helai ubanku
Dengan tudung yang pengaitnya sengaja
ku kalungkan pada leher dan menggantung dibawah tengkuk
Melumuri kaki dengan lempung-lempung yang aku pijaki
Gubug yang beratap jerami akan melindungi
Tubuhku dari sunyinya gulita beserta dinginnya rintik
Yang mulai liar terbawa derau yang tak beratur
Padahal tujuanku ini hanyalah menghidupimu
Agar kau jadi insan generasi yang berakhlak budi
Malah sawah-sawah yang kutanami padi
Kau ringkus dan diganti pabrik-pabrik
Atau malah kau jual kepada penjajah
Sedangkan kaum –kaum mu kau telantarkan
Bahkan otak-otak kecil suci tak kau kasih ilmu
Dibiarkan dengan liar berkeliaran
Di kolong jembatan, di pinggiran trotoar
Kau sangat lucu…
Membunuh diri dengan cara konyolmu
Kau lebih suka mengisi perutmu
Dengan logam-logam atau besi produksi industri
Kerongkonganmu akan kemarau
Akibat kali-kali tak lagi air yang mengaliri
Melainkan limbah-limbah dan kotoran
Orang-orang yang akan menertawaimu

Jakarta, 13 Maret 2018

Yanu Faoji, lahir di Banyumas pada tanggal 13 januari 1995. Memasuki sekolah dasar  dan Sekolah Menengah Pertama di Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah. Kemudian hijrah ke ajibarang untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN Ajibarang dan melanjutkan studi di perguruan tinggi swasta di purwokerto. Sekolah tinggi Teknologi Telematika Telkom. Dan sekarang sedang melanjutkan program studi lanjut perguruan tinggi Teknik Elektro di Universitas Mercubuana Jakarta. Sambil magang di salah satu bank di Jakarta.

Sigar Aji Poerana Di Mana Antremu?

Sigar Aji Poerana
Di Mana Antremu?

Tungkai yang lelah dan mati rasa tak menghalangi
Matinya pendingin ruangan bukan alasan untuk keluar
Hanya aku dan laparku
Dan seorang yang lainnya sudah mengambil gilirannya
Melangkahlah kakiku pada wanita penuh ramah dan tangan terbuka
“Makan disini atau bawa pulang?”
Seraya aku membuka mulut
Belum pula frasa itu terucap
Dan seorang bapak paruh baya mengambil tempatku…
“Maaf ya, De. Saya buru-buru”
Hanya itu
Enam kata yang keluar dari mulutnya
Setelah serasa enam jam aku menunggu…
Tuan, sungguh, aku harap antre matiku pun disela olehmu.

Mudahnya Cari Makan dan Jabatan

Kau mau yang cepat?
Ada

Kau mau yang mudah?
Tentu ada!

Di negeri ini banyak yang instan
Dari mulai panganmu sehari-hari
Sampai pejabat di Senayan kini


Sigar Aji Poerana,lahir di Bandung, 30 Januari 1996. Tengah menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Hukum di Universitas Padjadjaran dan tinggal di Bandung.

Rizky Saputra Negriku Amat Lucu

Rizky Saputra

Negriku Amat Lucu

Mendengar namanya, tak hanya sekedar rasa bangga
Menyerukan negeriku, bukan cukup pada keelokannya
Negriku amat lucu,
Kata orang, tongkat kayu pun menjadi tanaman
Batu yang ku tanam, mampu menghijaukan alam
Tiap kumerasa lelah, ku dapat menyelam dalam kolam susu
Negeriku, dimana lautnya lebih luas dari daratan
Bangsaku bukan hanya dikenal karena kebersatuannya
Melainkan perbedaan dan ragamnya, yang tak biasa orang dapat menyatukan
Negeriku amat lucu,
Dihuni orang orang hebat, lebih hebat dari pahlawan dalam buku cerita
Peluru membelokkan diri, ketika berhadap dengan bangsaku
Senjata berlaras samudera pun, dengan sendirinya menyerpihkan diri
Bangsaku lucu,
Tak berbekal senjata emaspun kami dapat berdiri,
Meski berpeluru biji delima pun, kami tetap maju
Bangsaku memang tanah para pendekar ...
Negeriku amat lucu,
Berjuta rakyatnya, beribu pulaunya, tak terhitung lagi perbedaannya
Kami tersenyum karena kami terus bekerja
Kami tertawa, namun kami berani untuk INDONESIA


Rizky Saputra, Ia merupakan seorang pelajar di SMA Negeri 1 Ponggok Kabupaten Blitar


NURHOLIS Pusingan Secangkir Kopi

NURHOLIS
Pusingan Secangkir Kopi
Kopi panas adalah hak hidung
Aromanya mengepul menjadi aroma terapi
Biar dada tak lagi sesak
Menghirup udara yang mungkin tak lama lagi berbayar

Kopi dingin adalah hak mulut
Yang sewaktu-waktu akan disiramkan pada mulut yang panas
Sedari lama menahan umpatan ala kebun binatang
Yang jika keluar, maka keluarnya menuju hotel prodeo

Ampas kopi adalah hak wajah
Dibalurkan sebagai cat wajah ala tentara
Bukan untuk gerilya
Tapi sembunyi dari kejaran tikus-tikus penguasa

Cangkir kosong adalah hak sunyi
Kasihan! Kursi goyang mengayun tubuhnya sendiri
Sudah lama sekali mulut-mulut dibungkam rapat
Maka biar cangkir dibanting saja, biar ramai

Kutai Barat, 18 Maret 2018







Nurholis,Lahir tahun 1990 di Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Seorang buruh tambang yang cinta puisi. Karyanya tergabung dalam antologi bersama: Mengunyah Geram, 100 Puisi Melawan Korupsi (2017), The First Drop Of Rain, Banjarbaru Festival (2017) dan Dharma Asmaraloka (2018).

Sigar Aji Poerana Di Mana Antremu?

Sigar Aji Poerana
Di Mana Antremu?

Tungkai yang lelah dan mati rasa tak menghalangi
Matinya pendingin ruangan bukan alasan untuk keluar
Hanya aku dan laparku
Dan seorang yang lainnya sudah mengambil gilirannya
Melangkahlah kakiku pada wanita penuh ramah dan tangan terbuka
“Makan disini atau bawa pulang?”
Seraya aku membuka mulut
Belum pula frasa itu terucap
Dan seorang bapak paruh baya mengambil tempatku…
“Maaf ya, De. Saya buru-buru”
Hanya itu
Enam kata yang keluar dari mulutnya
Setelah serasa enam jam aku menunggu…
Tuan, sungguh, aku harap antre matiku pun disela olehmu.

Mudahnya Cari Makan dan Jabatan

Kau mau yang cepat?
Ada

Kau mau yang mudah?
Tentu ada!

Di negeri ini banyak yang instan
Dari mulai panganmu sehari-hari
Sampai pejabat di Senayan kini


Sigar Aji Poerana,lahir di Bandung, 30 Januari 1996. Tengah menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Hukum di Universitas Padjadjaran dan tinggal di Bandung.

Rabu, 14 Maret 2018

Orang-Orang yang Tertawa

Orang-Orang yang Tertawa

Jika tengok kebelakang maka akan kau temukan
Sisa-sisa peluh pada baju dan celana rombengku
Aku yang terlahir dari sepasang pematuh
Yang tulusnya diganti dengan balas tak sewajarnya
Embun yang hampir menyapu bersih seluruh muka ku
Yang membasuh helai-helai ubanku
Dengan tudung yang pengaitnya sengaja
ku kalungkan pada leher dan menggantung dibawah tengkuk
Melumuri kaki dengan lempung-lempung yang aku pijaki
Gubug yang beratap jerami akan melindungi
Tubuhku dari sunyinya gulita beserta dinginnya rintik
Yang mulai liar terbawa derau yang tak beratur
Padahal tujuanku ini hanyalah menghidupimu
Agar kau jadi insan generasi yang berakhlak budi
Malah sawah-sawah yang kutanami padi
Kau ringkus dan diganti pabrik-pabrik
Atau malah kau jual kepada penjajah
Sedangkan kaum –kaum mu kau telantarkan
Bahkan otak-otak kecil suci tak kau kasih ilmu
Dibiarkan dengan liar berkeliaran
Di kolong jembatan, di pinggiran trotoar
Kau sangat lucu…
Membunuh diri dengan cara konyolmu
Kau lebih suka mengisi perutmu
Dengan logam-logam atau besi produksi industri
Kerongkonganmu akan kemarau
Akibat kali-kali tak lagi air yang mengaliri
Melainkan limbah-limbah dan kotoran
Orang-orang yang akan menertawaimu

Jakarta, 13 Maret 2018












Yanu Faoji, lahir di Banyumas pada tanggal 13 januari 1995. Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya seorang perempuan bernama Fika Riyatun. Ibunya berprofesi sebagai pedagang sembako sejak mereka masih balita.
Semasa kecil dia hanya hidup bersama seorang ibu, setiap hari Yanu selalu membantu belanja kebutuhan dapur dan juga menjajakan dagangan ibunya.itu dilakukan hampir setelah pulang dari kewajiban belajarnya disekolah. Walau hidup hanya dengan seorang ibu, semangatnya tak akan pernah turun. Justru dengan itu Yanu semakin giat untuk belajar hal baru agar terwujud segala keinginannya. Terutama membuat ibunya tersenyum adalah prioritasnya.
Dia sekolah dasar  dan Sekolah Menengah Pertama di Gumelar, Banyumas, Jawa Tengah. Kemudian hijrah ke ajibarang untuk melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN Ajibarang dan melanjutkan studi di perguruan tinggi swasta di purwokerto. Sekolah tinggi Teknologi Telematika Telkom yang sekarang sudah berubah menjadi IT Tellkom. Dan sekarang sedang melanjutkan program studi lanjut perguruan tinggi Teknik Elektro di Universitas Mercubuana Jakarta.
Sekarang ia bekerja disalah satu bank milik Negara yaitu bank BRI sebagai  tenaga  honorer administrasi dan front liner.
Alamat identitas penulis di Desa Samudra RT 01/RW 06, Kec. Gumelar, Kab. Banyumas, Jawa Tengah.


Tajuddin Noor Ganie INDONESIA LUCU KASUS BATUBARA

Tajuddin Noor Ganie

INDONESIA LUCU
KASUS BATUBARA

Di sebuah provinsi di Indonesia
(Namanya sengaja disamarkan)
Tambang Batubara terbentang beratus hektar luasnya
Atas nama batubara, tanah dikeruk sedalam-dalamnya
Setiap hari armada truk gajah membawanya
ke pelabuhan penumpukan
Setiap hari tongkang-tongkang raksasanya
membawanya milir di sungai
Pelan tapi pasti batubara diantarkan
ke alamat konsumen entah di mana
Berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan
tongkang ditarik tugboat
Mula-mula melintasi sungai, dan laut
di wilayah negara sendiri,
Kemudian melintasi wilayah laut negara tetangga,

Namun, lucunya aktifitas itu
Tak bermakna social financial bagi warga provinsi
Buktinya, listrik masih nyala bergilir dari hari ke hari
Padahal provinsi ini adalah lumbung batubara
Bahan bakar pembangkit listrik itu sendiri

Namun, lucunya aktifitas itu
Tak bermakna social financial bagi warga provinsi
Buktinya, fasilitas umum masih begitu minimnya
Tidak ada pelabuhan samudera
Tidak ada jalan raya yang mulus sempurna
Tidak ada bandara yang memadai
Penganguran terdidik masih tinggi angkanya
Pengemis masih berkeliaran di mana-mana

 “Duhai, kemanakah larinya uang hasil penjualan batubara
yang bergunung-gunung banyaknya itu?” tanya banyak orang
Ada yang menjawab sekenanya
“Habis dirampok teroris Abu Sayaf”

(Menurut berita koran, ketika melintas di perairan Filipina
tongkang direbut teroris Abu Sayaf, awaknya disandera
Selanjutnya yang kembali cuma tongkang dan awaknya
Meskipun mereka bebas tanpa tebusan sama sekali
Namun, batubaranya sendiri tetap tinggal di Filipina)

Banjarmasin, 29 Oktober 2017












Tajuddin Noor Ganie (TNG), lahir di Banjarmasin, 1 Juli 1958. Sarjana S.1 PBSID STKIP PGRI Banjarmasin (2002) dan Sarjana S.2 FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (2005). Pensiunan ASN Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kalimantan Selatan (2016). Dosen PBSID STKIP PGRI Banjarmasin dengan banyak mata kuliah, antara lain Penulisan Kreatif Sastra, dan Penelitian Sastra dan Pengajarannya.
Mulai menulis puisi, cerpen, dan esei sastra sejak tahun 1980. Antologi puisi yang sudah terbit adalah Bulu Tangan (Tuas Media Publisher, Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalsel, 2012), dan Perahu Ilalang (FAM Publisihing, Pare, Kediri, 2016). Sering diundang baca puisi dan sebagai pembicara untuk topik-topik menulis karya sastra, kajian sastra, sejarah sastra, sastra Banjar, budaya Banjar, dan folklor Banjar dalam pertemuan ilmiah di kampus-kampus dan di luar kampus di kota Banjarmasin, Surabaya, Solo, dan kota-kota besar lainnya di tanah air. 
Penerima Anugerah Pemuda Pelopor Bidang Sastra dari Menteri Negera Pemuda dan Olahraga (Ir. H. Akbar Tanjung, 1991), Hadiah Seni Bidang Sastra dari Gubernur Kalsel (Ir. H. Gusti Hassan Aman, 1998), Anugerah Astraprana sebagai Sastrawan Banjar dari Kesultanan Banjar (Sultan Haji Khairul Salleh Al Mu’tashim Billah, 2014), Anugerah Budaya dari Gubernur Kalsel (Drs. H. Rudy Ariffin, MM, 2014), Sastrawan Kalsel Berprestasi dari Walikota Banjarbaru (Drs. H. Ruzaidin Noor, 2014), dan Penghargaan Seni Kota Banjarmasin untuk bidang Seni Sastra (H. Muhidin, 2015) .

MUHAMMAD : Topeng

MUHAMMAD

Topeng

Sembunyikan agar tak tahu
Menggunakan wajah wajah palsu
Menari bak angin baru
Terbang tinggi hidupkan lucu
   Indonesiaku........
   Denganmu ku lestarikan
   Tari,lagu,dan keajaiban
Topengmu.....
Mempunyai aneka gaya bahasa
Membuat mereka semua tertawa
Indah budaya indah tiada tara               
Memangku warisan dengan tawa         
    Bangga akan mengawalmu
    Bahagia karena kayamu
Topeng memberi cerita legenda
Dan  memberi warna indonesia


23 Desember 2017

Zam'sta NEGERI MIMPI



Di dalam mimpi

Aku berjalan ke setiap setapak negeri
Memanggul surga
Sepikul wajah purnama
Sekeranjang angan-angan luhur
Sampai tidurku memasuki
riuh angin pasar-pasar

Matahari kupetik dari senyum kekasihku
dan kujadikan bantalku
Surgaku menjadi seculun mitos
yang melintasi lorong-lorong negeri dongeng
di atas tanah, hutan-hutan penuh mistis
dan laut yang tergerus

Juga sebuah dusun dikabuti kemarau
dan kecemasan
kasak-kusuk, percekcokan
Mendengung ke udara
Hingga akhirnya aku terbangun
dalam se-tubuh kesangsian

Batuputih, 2017








Zam'sta, adalah nama pena dari Moh Rikzam, lahir di Sumenep 07 April 1989. Bergiat di Masyarakat Bawah Pohon Yogyakarta (2009-2012) Komunitas Pelar Sumenep (2014-2015). Saat ini, bersama teman-temannya mendirikan komunitas 'Pabengkon Sastra' di kampungnya. Puisinya disiarkan di buletin, majalah, program sastra radio dan juga terkumpul dalam antologi bersama; Narasi Tembuni, Gemuruh Ingatan, Rumah Pohon.

Tajuddin Noor Ganie INDONESIA LUCU KASUS KEBUN SAWIT

Tajuddin Noor Ganie

INDONESIA LUCU
KASUS KEBUN SAWIT

Di sebuah kabupaten di Indonesia
(Namanya sengaja disamarkan)
Kebun sawit terbentang
beratus ribu hektar luasnya
Atas nama sawit hutan rawa
dibabat dengan semena,
Pak Bupati pasti mengetahuinya

Tanahnya diolah pengusaha
dengan cara dibakar sesukanya
asap bakaran hutan rawa
membubung naik ke angkasa raya
bergumpal-gumpal jadi satu
membentuk kabut asap yang pekat
dan sangat sengak baunya
berhari-hari, berminggu-minggu
bahkan berbulan-bulan
kampung-kampung tertutup kabut pekat
kota-kota tertutup kabut pekat
jalan-jalan tertutup kabut pekat
bandara tertutup kabut pekat
pelabuhan tertutup kabut pekat
Tiap hari bernafas terasa berat.
Maklumlah yang dihirup adalah
udara bercampur asap pekat

Pak Bupati pasti tahu karena beliau juga
menghirup udara yang sama, udara yang
dihirup oleh segenap rakyatnya, tanpa kecuali
yang bermukim di wilayah pemerintahannya
dari hulu ke hilir


Pak Bupati pasti tahu
karena rumah dinasnya
juga dikurung kabut pekat
Selama berhari-hari,
berminggu-minggu,
bahkan berbulan-bulan

Tiap hari panen sawit
Tiap hari sawit diolah jadi minyak di pabrik
Tapi lucunya tak bermakna apa-apa
Tak membuat rakyat jadi makmur rupanya

Lihatlah, publikasi data Biro Pusat Statistik
yang dibacakan Bapak Presiden tadi pagi
Kabupaten dimaksud termasuk
dalam daftar daerah miskin di Indonesia

Namun, sangatlah mengherankan
(baca sangat lucunya)
Pak Bupati masih tetap “dicintai” rakyatnya
Terbukti beliau terpilih lagi untuk masa jabatan lima tahun kedua

Banjarmasin, 29 Oktober 2017




Khoerun Nisa Cinta zaman New

Khoerun Nisa

Cinta zaman New

Perjalanan masa
Mengikuti perubahan
Berkembangnya cinta
Cinta dalam pegangan layar
Jadikan pendamping hati
Dalam sisi keadaan
Layar yang terfokuskan
Tersenyum geli
Rasa salahmengartikan
Cinta bertemu dalam layar
Pertemuan sebelah bagian
Hanya luar yang terpandang
Dengan rayuan gombal
Dijadikan sebuah percintaan
Cinta dimana-mana
Tinggal sentuh dan kata rayuan
Teknologi jadi perjodohan
Dalam dunia cinta

Panggilan bukan saatnya
Aku mencintaimu
Rayuan menggodaku
Panggilanmu merasuk tubuhku
Ayah bunda itulah yang kau inginkan
Kuberfikir sejenak ....
Kau sangat sayang padaku
Emang siapa dirimu
Kita belum menikah
Udah ayah bunda!

Khoerun Nisa, Tempat, Tanggal lahir   : Tegal, 30 Juli 1999 Alamat                             : Jl.melati 01, No.15, Dukuh jati kidul, Pangkah, Tegal.

HERU MUGIARSO IRONI DALAM AMPLOP RISWAH

HERU MUGIARSO

IRONI DALAM AMPLOP RISWAH

Ia mengemasi sujud dan doanya untuk Tuhan
ia menadahkan tangannya bagi lidah dan perutnya 
beberapa lembar uang bergambar dunia
terselip di kocek
lalai ayat-ayat kitab suci yang dihafal 
dan digumamkannya

Ia bersumpah demi nama Khaliknya 
dengan paras datar 
mengenakan topeng dusta 
yang telah lama dibelinya
ia lupa bekas hitam di keningnya
ia lalai mencukur jenggotnya
pada saat dicokok
dan dipermalukan 
di depan layar kaca

Jangan terima amplop riswah kecuali isinya, kata mereka

Dan pedang di tangan kanan dewi keadilan
siap menghunjam
entah dalam kelucuan atau sebaliknya dalam ironi
yang getir?
2017




HERU MUGIARSO, lahir di Purwodadi Grobogan lima puluh enam tahun yang lalu. Berkiprah di dunia penulisan sastra sejak masih remaja sekitar tahun 1975. Tulisannya berupa puisi, esai, kritik dan cerita pendek pernah  di muat di berbagai majalah dan surat kabar nasional dan daerah antara lain Horison, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos , Suara Merdeka, Solo Pos, Littera, Hysteria, Radar Banjarmasin dan sebagainya . Prestasi yang pernah diraih adalah penghargaan Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 dari yayasan Komunitas Sastra Indonesia sebagai penyair terbaik.Salah satu puisinya masuk dalam 100 Puisi Indonesia Terbaik dan masuk dalam nominasi penerima anugerah sastra Pena Kencana tahun 2008.Buku antologi puisi tunggalnya TILAS WAKTU (2011) yang diluncurkan pada temu sastra internasional  NUMERA ( Padang, 2012) masuk dalam katalog perpustakaan YaleUniversity ,Cornell University serta University of Washington Amerika Serikat. Antologi  bersama esai dan puisinya menjadi koleksi  Universitas Hamburg Jerman. Namanya  masuk dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (Yayasan Hari Puisi , 2017). Antologi puisi tunggal keduanya telah terbit dengan judul LELAKI PEMANGGUL PUISI (2017). Di luar itu, ia adalah inisiator gerakan Puisi Menolak Korupsi yang didukung oleh ratusan penyair Indonesia. Sekarang aktif mengelola jurnal sastra dan budaya nasional KANAL yang diterbitkan oleh komunitas sastra Simpang 5 Semarang. Sehari hari bekerja sebagai pengajar pada Universitas Negeri Semarang.

Gilang Teguh Pambudi TERNYATA KITA BUTUH

Gilang Teguh Pambudi

TERNYATA KITA BUTUH

ternyata kita butuh kecerdasan
dan kedewasaan sosial
kata tikus yang mencuri kelapa
dan ular yang meninggalkan bisa pada korbannya

ternyata kita  butuh kecerdasan
dan kedewasaan ekonomi
kata beruang yang bertapa
depan perapian sampai mati kelaparan
kata harimau yang menghabiskan
sisa makan siangnya
di tengah kerabatnya
yang juga mati kelaparan
ternyata kita butuh kecerdasan
dan kedewasaan beragama
kata kadal gurun
yang memahami suhu panas
tetapi lupa pemangsa dan janji Tuhannya
kata srigala malam 
yang melupakan kasih sayang bulan
ternyata kita butuh kecerdasan
dan kedewasaan berpendidikan
kata induk elang
yang menipu anak itik
sebelum memangsanya
ternyata kita butuh kecerdasan
dan kedewasaan bernegara dan berbangsa
kata sekelompok burung jalak
dalam suatu perjalanan cinta
yang melupakan nasib kelompok
dan nasib setiap perut anggotanya
sementara paruhnya bernyanyi-nyanyi saja
tentang keadilan hukum dalam berbangsa
ternyata kita butuh kecerdasan
dan kedewasaan hidup bersama alam
kata anjing lewat
yang mengencingi tembok-trmbok
menimbulkan bau tak sedap
kata seekor macan 
yang merusak sarang pipit
dengan ujung cakarnya
kata sekawanan gajah
yang menginjak-injak kebun sayuran
kata gergaji besi
yang menumbangkan pohon-pohon
ternyata kita butuh kecerdasan dan kedewasan berbahasa
kata seekor kelinci yang sangat lucu
yang tidak mau mengerti
maksud setiap kalimat
dalam kitab suci
kata seekor ayam
yang bulunya dipakai
mencoret-coret sajak
kata kuntilanak
yang diatas pohon
entah menyanyi,
menangis atau menghina
Kemayoran, 07112017




Gilang Teguh Pambudi lahir di Curug Sewu Kendal, Jawa Tengah. Tetapi menghabiskan masa remajanya di Sukabumi, Jawa Barat. Lalu setelah bekerja dan berkeluarga di Bandung sempat berdomisili di Bandung, Purwakarta, dan Jakarta. Terutama karena tugas sebagai penyiar dan manajer Radio. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA. Puisinya terkumpul dalam beberapa buku antologi bersama, selain antologi sendiri.

Fian N Negeri Kita Loecoe

Fian N

Negeri Kita Loecoe

dan, kau pun mati dihimpit telapak
tanganku
masuk saku baju hilang di saku celana
muncul angka siapa sangka
menunggu yang lain
segera datang
penuh tanda tanya
mau dibawah ke mana (?)
jangan banyak kau tanya
mari kita sama-sama
berebut angka
berebut segala
kita jarah
dapat jatah
soal hukum jangan tanya
bisa dibeli apa saja
juga kapan saja dan di mana pun
yang penting pandai-pandai saja
ini kisah negeri kita
ini ‘kan loecoe
Flores, 2017










Fian N adalah nama lain dari Fian Nggoa. Lahir antara kabut dan tanah basah awal bulan terakhir 03 Desember 1995 pada sebuah desa yang bernama Olakile

F. Chaidir Qurrota A'yun NEGERI CEKIKIKAN

F. Chaidir Qurrota A'yun

NEGERI CEKIKIKAN

Negeri kita tempat kuntilanak.
Tawanya bikin hati terbelalak.

Digelar pertunjukan tukang lawak.
Panggung megah para pelawak.
mereka aktor dan penonton,
Menertawai diri sendiri.

Sementara didekatku,
Orang lebih suka menangis daripada tertawa.
Lebih suka marah daripada bersantai-ria.

Aku mencium perbedaan:
Di depan istana pemerintahan.
Di dalam kota, sesak pembangunan.

Jika tuan dalam ruangan tertawa,
Mereka diluar berkeluh-kesah,
Jika tuan di dalam makan-makan,
Perut mereka keroncongan.
Bila tuan di dalam tertawa, hahaha,
Mereka keluar air mata.
Kalau tuan di dalam berdasi sutra,
Mereka pakai kaos yang tak pernah disetrika.
Bila tuan-tuan tidur nyenyak,
Mereka sesak di dalam kontrakan sepetak.
Dan apabila tuan kedinginam di AC
Mereka telanjang dada membuka jendela.
Jika tuan-tuan gajinya lancar, besar,
Mereka masih menggamit ijazah di kepal tangannya.
Jika tuan-tuan di dalam sehat,
Anak mereka tumornya kumat.
Jika tuan-tuan korupsi tak diadili,
Mereka hanya menonton di televisi sambil hati jadi sensi.
karena baru saja terdengar kabar,
Maling Ampli yang dibakar.

Tuan, terus tertawa.
Aku dan mereka takut kemiskinan juga.
Tuan ini Orang pintar,
Tapi sayang tidak benar.
Tuan ini orang terdidik,
Tapi tak suka hal yang bajik.



Bekasi, 21 Oktober 2017

Fajar Chaidir Qurrota A’yun, lahir di Jakarta tanggal 23 Agustus 1993, bertempat tinggal di Perumahan Graha Bakti Kodam Jaya, Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, saat ini adalah mahasiswa STAI Haji Agus Salim Cikarang jurusan Pendidikan Agama Islam.


Sang Agni Bagaskoro RIANG PENJUAL UNDANG-UNDANG

Sang Agni Bagaskoro

RIANG PENJUAL UNDANG-UNDANG

Ia telah menyatukan harga diri dengan nilai tukar,
Sebagai ganti dari kebebasan yang tak terhitung jumlahnya,
Meninggalkan ikatan manusia hanya untuk kepentingan ia semata-mata,
Terhanyut ke dalam lautan penuh egois

Yang telah disahkan oleh undang-undang dan tidak boleh dibatalkan,
Ia telah menetapkan satu-satunya kebebasan yang tak berakal,
Dijual dalam ruang bernama perdagangan bebas,
Menjadikannya seperti hewan yang sangat berkuasa

Terlampau banyak yang diperdagangkan,
Terlampau cepat musnahnya peradaban,
Kecuali moral yang selalu disembunyikan,
Lalu sekarang siapa sebenarnya yang menjadi korban ?

Celakanya ia tetap selalu merasa berkorban,
Dengan semua norma dan masa dalam sebuah undang-undang,
Yang selalu dipasarkan namun tidak pasaran,
Pedagang yang tidak lagi berbau amis.

Caranya berbicara didepan yang suka mengada-ada,
Dibelakang juga turut memaki-maki tanpa henti,
seolah-olah kami ini orang-orang tuli,
Cukup biadab bukan ?

Apakah perlu penglihatan yang mendalam,
Untuk memastikan rasa rakus itu menggenang dimana-mana,
Dari liur-liur yang cukup menipu,
Yang mampu menguasai pikiran pada waktu pemilu.

Jakarta, 12 November 2017





Sang Agni Bagaskoro, Jenis Kelamin  : Laki - Laki
Jl. C. Simanjuntak no. 193 GK/V,
Terban, Yogyakarta,Tempat Lahir  : Medan,Tanggal Sang Agni Bagaskoro , Lahir  : 10 Oktober 1995, Kewarganegaraan : Indonesia. Tinggal di Yogyakarta.

Selasa, 13 Maret 2018

Denis Hilmawati MARI MENARI BERSAMA PUISI

Denis Hilmawati
                 
MARI MENARI BERSAMA PUISI

 tarian puisimuEngkau persembahkan
 sepenuh hati untuk semua sahabatmu
Sahabatmu yang belum tentu pernah menjumpaimu

Mari menari bersama puisi
Pada bait-bait nan liris yang teramat manis
Sehingga akan membuatmu menangis
Seirama rintik hujan gerimis

Mari  mengisi panggung sandiwara dunia
Yang selebar layar kaca
Dalam genggaman tangan kita
Hp Androidmu pasti muat menayangkan semua acara tarian puis dunia

Bekasi, 01 Januari 2018














Denis Hilmawati ,lahir di Solo 02 Februari 1969. Buku Antologi Bersama yangpernah diikuti Denis Hilmawati diantaranya adalah: Haiku Indonesia,Sonian, Kitab Karmina Indonesia
Seribu Wajah Ambarawa, Menyemai Ingat Menuai Hormat, Puisi SakkarepmuBersama Penyair Mbeling Indonesia, Untuk Jantung Perempuan bersama Ewith Bahar, Cemara Cinta, Memo Anti Teroris, Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak.

Nazil Ini Lucu?

Nazil

Ini Lucu?

Hahahaha
Ini lucu?
Ketika kita ambil sampah disepanjang jalan,
Kita malu,
Namun, ketika kita ambil uang rakyat,
Kita anggap itu nomor satu.

Hahahaha
Ini lucu?
Ketika celaka tersuap harta,
Kita anggap biasa.
Namun, ketika hal kecil terjadi karena tak sengaja,
Kita anggap sengsara.

Dan apakah Ini lucu?
Ketika Semua tertawa,
Semua foya foya,
Semua bahagia,
Semua berpesta pora,
Namun, disudut sana,
Seseorang menangis penuh luka,
Tanpa ada yang menengoknya.

 Nazil . nazilaskandar.






Siti Faridah Kalau Bukan Kita Siapa Lagi ?

Siti Faridah
Kalau Bukan Kita Siapa Lagi ?

Apa yang salah dengan negeri ini hingga rakyatnya seakan-akan lupa dengan buana?
Apa yang salah dengan negeri ini hingga rakyatnya dibiarkan menelan binasa?
Apa yang salah dengan permikiran para kuasa hingga rakyatnya ambil bagian dalam mengabadikan masa?
Melepaskan ikatan teror yang seakan-akan masuk ke rumah warga.
Peluh kerja keras hanya jadi remah-remah,
Tumbal dari tebaran skandal.
Terkuak di awal lalu kusut diperlawanan permainan tangan kuasa yang lupa akan masa.
Jadi kasus berlarut, carut memarut, yang ada hanya gelap.
Tak berujung!.
Apakah cukup hanya pergi dari berfikir ke berfikir,
Pendapat ke pendapat,
Rapat ke rapat,
Debat ke debat,
Jabat ke jabat,
Tanpa mau tahu rakyat melarat diserbu tumpukan pembiaran.







Siti Faridah, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 08 Februari 1999, tinggal di Ciamis. Saat buku ini terbit adalah Mahasiswa studi S1-ku di Universitas Negeri Semarang jurusan Ilmu Hukum.

Yan Ari Wibowo Hiburan tanpa rencana

Yan Ari Wibowo

Hiburan tanpa rencana
Instansi Pendidikan lahang rekreasi
Impian dunia kerja tempat pariwisata
semua semakin menyulitkan tuk mengembangkan diri
mulai dari SD, SMP, SMA, hingga kuliah
ha ha ha
semua hiburan tanpa rencana!

Suatu Pagi (di Jakarta)
Setiap pagi, kakiku hanya tau jalan – jalan yang tergenang,
setiap pagi, telingaku hanya mendengar lengking ngengat tanpa sayap berparade
setiap pagi, mataku pertanda sesal, tertumbuk pohon mati nan busuk
setiap pagi, hidungku mencium panasnya udara hitam malam.
entah sampai kapan kutulis hari – hari ini
semua terasa sangat sulit dicapai
bahkan sangat aneh ketika harus kubaca lagi
seperti memaki hidup sendiri.









Yan Ari Wibowo anak ke 3 dari 4 bersaudara. lahir 07 Januari 1990 di Ds Kedungmenjangan, Purbalingga, Jawa Tengah.

Tarni Kasanpawiro Berebut Piring,

Tarni Kasanpawiro

Berebut Piring,

Jari saling tuding
Gigi menjelma taring
Semua terlihat miring
Saling berebut paling

Kaki dihentak-hentak
Injak-menginjak diinjak
Kecebong bukan lagi bayi katak
Terlahir dari kumpulan dahak

Bumi tak lagi bulat
Langit kehilangan atap
Tuhankulah yang paling kuat
Bukan, tuhankulah yang terkuat

Kamu salah, tidak
Kamu yang salah
Lihat tuhanku berwarna merah
Lihat tuhanku berwarna hijau
Lihat tuhanku berwarna kuning
Lihat tuhanku berwarna biru
Apakah tuhan kita beda
Entahlah

Lidah telah kehilangan rasa
Tuli telinga buta sebelah mata
Tapi tak satupun ada yang merasa
Seakan semuanya sempurna

Inilah dunia kita
Tempat yang terlihat indah
Namun penuh dengan sampah
Berebut gelas dan piring pecah
Dari sebab lapar dahaga
Yang tak pernah ada habisnya

Bekasi 14 September 2017
Tkp.
Tarni Kasanpawiro, Lahir di Kebumen 01 Desember 1971, Suka menulis puisi dan cerpen sejak bangku SMP, hobby menari. Beberapa puisinya tergabung dalam antologi puisi bersama "Pinangan(Dapur Sastra Jakarta) , Mendekap Langit(Gempita Biostory) dan Puisi Menolak Korupsi jilid 2. 

Marlin Dinamikanto Di Taman Sarinya Persenggamaan Dunia

Marlin Dinamikanto

Di Taman Sarinya Persenggamaan Dunia

meskipun malam telah bersekutu dengan gelap
bahkan sejak lama. Sebelum dunia dibuat ada
atau diadaadakan oleh cerita Bunda Eva yang silap
tentang buah terlarang yang katanya menggoda
seperti cerita yang tersurat di Kitabkitab Samawi
di sanalah kunangkunang menegaskan hadirnya

malam dan segala gelap yang menyertainya
telah membunuh Cahaya. Tapi bukan kunangkunang
yang tak pernah mati sebab ada pedang di dasar jiwa
mengarungi rasa takut yang menggenang
di loronglorong keterasingan manusia
selalu ada cara mengatasi keterbatasannya

Gurun Gobi dan dataran tinggi Himalaya
bukan halangan bagi manusia menyebarkan
air mani yang diolah dari hasrat ke vagina
kehidupan yang terbentang sejak Mesopotamia
melintas Tigris, Samarkhand, India
ada lagi dari Yunan dan Formosa
menjelajah laut luas dan hinggap
di kepulauan nusantara. Itulah kita

manusia kunangkunang Indonesia
membakar gelap dengan nyala kecil saja
sebelum akhirnya pungkas diterjang usia
tak begitu lama. Hanya 70 tahun saja
tapi tak pernah sepi sebab ada hiburan
bersenggama dengan berbagai ras
seperti halnya derkuku dan burung dara
melahirkan burung puter. Begitulah kita

tak lagi terlihat asli seperti Kaukasuid purba
tak terlihat pendek gemuk seperti Mongolid
atau hitam legam seperti Negroid. Itulah kita
bangsa yang tak begitu asli kepulauan nusantara
menetap di pegunungan, lembah dan pantaipantai
membawa adab yang tak selalu sama
di taman sarinya persenggamaan dunia

meskipun malam telah bersekutu dengan gelap
bahkan sejak lama. Sebelum dunia dibuat ada
atau diadaadakan oleh cerita Bunda Eva yang silap
hingga keserakahan yang melahirkan cuaca ekstrim
tapi percayalah. Selama Isrofil belum memegang sangkakala
kiamat masih lama. Paling tidak itulah cerita
dari kitabkitab Samawi purba

Martupat, 18 Januari 2018

Naafi’ Fitriani Sri Sundari SIAPA SIH INDONESIA NEGERIKU?

SIAPA SIH INDONESIA NEGERIKU?

Siapa sih yang tidak kenal dengan Indonesia negeriku?
Terkenal dari tempo dulu
Jajaran pulaunya membuat semua orang terpaku
Jutaan bahkan milyaran bahan baku
Tersimpan bersama batu beku

Siapa sih yang tidak kenal dengan Indonesia negeriku?
Pertama kali membayangkan rempah-rempahmu
Belanda, Inggris, Portugis bahkan Jepang tertarik untuk itu
Mereka merelakan uang bahkan nyawa tertukar dengan Indonesia negeriku
Mereka bersikeras dan bertempur saling mengadu

Siapa sih yang tidak kenal dengan Indonesia negeriku?
Negeri yang disetarakan dengan untaian zamrud
Terukir indah di setiap kalbu
Setiap orang ingin datang padamu
Meski hanya sekedar menghampirimu

Siapa sih yang tidak kenal dengan Indonesia negeriku?
Kekayaan lautmu tidak perlu diragu
Dari ikan teri sampai ikan hiu
Dari alga merah sampai alga biru
Tak satupun yang bisa menyamaimu

Siapa sih yang tidak kenal dengan Indonesia negeriku?
Gunung-gunungmu menjulang tinggi bagaikan tugu
Dari Leuser sampai Irau
Seharusnya aku mengenalmu wahai negeriku
Namun aku malah tidak tahu

Naafi’ Fitriani Sri Sundari lahirkan 3 Oktober 2004 di Sintang, Kalimantan Barat. Putri pertama dari dua bersaudara. Merupakan putri dari pasangan bapak Sukino, S.Ag., M.Ag dan Ibu Saumi Setyaningrum, S.Pd., M.Si. Saat buku terbit masih pelajar MTs Negeri I Pontianak. Buku kumpulan cerpen dengan judul: “Apa Itu Favourite?” merupakan buku pertama Naafi’ yang berhasil diselesaikan dan diterbitkan pada tahun 2017.

Sus S. Hardjono NEGERI PANGGUNG

 Sus S. Hardjono

NEGERI PANGGUNG

Ini panggung namanya panggung
Stand up comedy
Mengocok perut yang tidak lucu
Ini panggung ketidakadilan yang maha esa
Keuangan dipimpin oleh hikmat  kebijaksanaan
Dan kemanusiaan yang tidak beradab

Sungguh betapa lucunya negeri Indonesia
Dipimpin badut badut yang berperut gendut
Karena banyaknya makan uang rakyat
Dan penuh proyek proyek fiktif
Yang ditipu dan ditipek

Ini negeri penuh kelucuan
Pendidikan menjadi lelucon yang hebat
Proyek proyek menjadi obyek keserakahan para kucing
Yang mengerat tulang tulang bangsa yang kering dan miskin

Ini negeri penuh kejenuhan
Di atas kemakmuran bersama
Mengatasnamakan derita rakyat
Emereka jual hati kami
Mata kami tanah airmata kami

Semua berkibar atas nama kapitalis
Yang Berjaya di atas pesohor yang sok moralis

Urat rasa malu kami telah putus
Terbebat untuk mengeruk dan mengeksploitasi tubuh kami
Hingga derita dan mendulang utang yang tak terlunaskan
Hingga kau wariskan airmata
Darah
Kemiskinan yang merantai
Tangan kami kaki kami menjadi budak budak negeri jahanam
Menjadi pelacur pelacur di negeri sendiri
Menjadi pemulung pemulung yang
Sakit lepra dan kudis di trotoar jalanan

Sragen 2018

Sus S. Hardjono  lahir  5 Nopember l969 di Sragen.
1990 an - Aktif menulis puisi, cerpen dan geguritan dan novel sejak masih menjadi mahasiswa, serta mempublikasikannya di berbagai media massa yang terbit di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Diantara puisinya  dimuat  di  BERNAS, KR , PELOPOR  JOGYA , MERAPI , SOLO POS, JOGLO SEMAR, SUARA  MERDEKA, WAWASAN,  SWADESI , RADAR  SURABAYA ,MINGGU PAGI , CEMPAKA MINGGU. Mengikuti berbagai antologi bersama nasional.
Mengelola Rumah Sastra Sragen di Sragen  

M.Asep Saypulloh Drama Penguasa

 M.Asep Saypulloh

Drama Penguasa

Episode demi episode selalu ditunggu
Begitu menarik kisah mereka
Naskah yang begitu runtut ditulis
Menyajikan tontonan yang epik
Mulai dari komedi sampai tragedi
Mulai dari sok suci sampai lupa diri
Terjerat korupsi malah pergi
Dipublikasikan di tv malah pasang gigi
Seakan ceritanya tak berujung
Satu aktor meng-klimakskan ceritanya
Satu aktor memulai perannya
Sungguh gokil negeri ini
Para penguasa jadi bintang FTV


M.Asep Saypulloh lahir di kediri,5 januari 2001 sekarang masih duduk di MAN 1 Kediri kelas XI - Agama 2,Anak dari M.Ali Maksum dan Zaidah ini punya 7 saudara.Uniknya ,padahal dia orang jawa tulen tapi orang yang baru mengenalnya banyak yang mengira dia adalah orang sunda mungkin karena namanya.


Nur Komar NASIB BERBEDA

Nur Komar
NASIB BERBEDA

Adalah mereka yang binasa
Penjahat ilegal dihakimi masa
Orang-orang paling kotor
Terkapar tertembus pelor
Pendosa paling kurang ajar
Meregang nyawa karena dibakar
Pesakitan yang wajib dikeras
Diketuk palu dengan tegas

Itulah nasib penjahat tak bersertifikat
Terang rendah, tak layak dihormat
Lain halnya dengan penjahat bersertifikasi
Terang dipertuan dengan segala advokasi
Nyawa mereka dijamin tak 'kan melayang
Sebab masa cuma bisa teriak; ganyang!
Jepara, 2018















Nur Komar, lahir di Jepara pada 1 Agustus 1977 dan beralamat di Jl. MT. Haryono 42, Jobokuto RT 005 RW 002, Jepara, Jawa Tengah. Bekerja serabutan dan buka warung kopi, pernah bergabung dalam antologi bersama : KITAB KARMINA INDONESIA (2015), KLUNGKUNG; Tanah Tua, Tanah Cinta (2016), MEMBACA JEPARA #2 dan 3 (2016, 2017), LUMBUNG PUISI SASTRAWAN NUSANTARA V; Rasa Sejati, KITA DIJAJAH LAGI (2017), SAJAK-SAJAK ANAK NEGERI; Bianglala (2017), MUNAJAT RAMADHAN (2017), TENTANG MASJID (2017), BERSYIAR DENGAN SYAIR (2017).

Mas Yono Bunergis Krakatau tersenyum

Mas Yono Bunergis

Krakatau tersenyum, sunggingannya mengayun wajah danau hingga turut tersenyum.
Aku terpana melihat ikan-ikan tercengang mereka terpukau lalu menggeliat ke dalam air.

Angin diam Segala tercekam
Lalu kutembangkan
Durma dan Pangkur lebih lembut
Sambil tersenyum penuh syukur diiringi semestaraya yang menari...menari...menari.... Lihatlah liukannya...
Engkau akan terpana menyaksikan gemulainya. Salam

Renungan Zaman Buanergis Muryono Selasa 23 Januari 2018 13:34

Aloysius Slamet Widodo di Indonesia Lucu

Aloysius Slamet Widodo

1.Puisi Malam Pertama

“Aduh”


2. Puisi Tengah Malam

“Sate”


3. Puisi Pagi Buta

“Bruuut”


4. Puisi Diatas Jamban

“Plung”


5.Puisi Istri Untuk Suami

“Mas …permintaanku hanya satu
……..semuanya !”


6.Puisi Suami untuk Istri

“Tak apusi!”


7. Puisi Suami Takut Istri

“Sing waras ngalah!”


8. Puisi Penganten Wanita Malam Pertama

“Kenapa nggak dari dulu”


9. Puisi Pengantin Priya Malam Pertama

“Belum masuk sudah keluar!”


10.Puisi Manula

1“Djie Sam Su”
2 jam pemanasan
3 menit berdir
4 minggu baru bias


11. Puisi Manula 3


“Biar  lambat sudah tak muncrat !”

12. Puisi LGBT 1

“Kucingku dimana?”


13. Puisi LGBT 2

“Minak jingo ,
Miring penak,
Nungging monggo


14. Puisi Saiful Jamil

“Hap…………..”


15. Puisi Seorang Poligator

“kawin kedua lebih susah dari kawin selanjutnya”.
16. Puisi Seorang Interpreneur

“Sebelas duabela…..
Sebelas kali jatuh , dua belas kali bangkit “.


17. Puisi Seorang Agamawan
“Agama itu Cinta”


18. Puisi Dimas Kanjeng

“Aku bias menggandakan uang, sekaligus menjandakan orang.”


19. Puisi Cita Citata

“Sakitnya Tuh Disini”


20 . puisi Gatot Brajamusti 1

“Aspat!”


21. Puisi Gatot Brajamusti 2

“treessome”


22.Puisi Sebuah Mobil Tinja
“Rejekiku dari Silitmu”


23. Puisi Para Pelaut

Di laut kita Jaya
Di darat kita buaya


24. Puisi Menutup Aleksis

“gratiskan .. nanti tutup se [<<>>]

 SLamet Widodo

Dewa Sahadewa Cinta Satu Minggu

Dewa Sahadewa

Cinta Satu Minggu

Senin cinta bersemi melebihi semua taman
warna bunga seolah mengundang
lebah madu dan kupu-kupu bermain.

Selasa kutulis puisi
kupilih kata paling mesra
kukirim dengan berbagai media
berharap kau semakin merasa.

Rebo katamu aku kepo
kutanya kau ada di mana sama siapa
katamu tak perlu tahu
ya aku rapopo

Kemis kau nampak semakin manis
kupeluk kau menangis

Jumat hari keramat
rinduku teramat sangat
tapi aku tak mau bertanya
takut kau bilang posesif amat.

Sabtu waktu kita bercumbu
penuh desah merayu
aku terhanyut sentuhanmu.

Minggu kuhubungi semua kontakmu
tak tersambung satupun
aku termangu
kau seperti ditelan kubur
Ah ternyata Minggu cintamu libur.

Dewa Putu Sahadewa,  Kupang

Lailia Nurul Fauziah Stand Up Wakil Rakyat

Lailia Nurul Fauziah

Stand Up Wakil Rakyat

Negeri haha hihi bercerita setiap hari
Dari ujung kota sampai penjuru negeri
Tanpa dalang skenario apik berseri
Mulai kaum berdasi hingga berpeci
Kicauan aksaraa menjadi belati
Pengadilan tinggi dimoderatori netizen berargumentasi
Sudut kanan kiri dimainkan dalam balik kebiri
Panggung sandiwara dunia di penuhi artis pejabat negara
Berpose dengan guratan kata bijak
Mengaku aparat ternyata keparat
Rakyat menjerit meminta hak
Muncul pagar betis siap menerkam


 “ Seseorang yang sedang mencari jati diri dan ridho Illahi “
Nama    : Lailia Nurul Fauziah
Penyair ini tinggal di Jl. Ronggo Kusumo No 43 Kajen Margoyoso Pati 59154

Vitalis Koten Bayanganmu

Vitalis Koten

Bayanganmu, selalu hadir setiap malamku
Saat suasana menjadi horor dan mencekam
Yang siap merenggut dengan paksa kebahagiaanku
Bayanganmu, selalu datang di setiap mimpiku
Saat aku mimpi buruk
Tentang kau yang selalu cemaskan kursimu yang empuk, kasurmu yang tebal, egoisme hatimu yang senantiasa seperti serigala mencari mangsa dan pikiran yang serasa ingin selalu menguasai dunia
Bayanganmu, selalu
menemani dalam sepiku
Saat aku merasa sendiri dan ketakutan
Mungkin kami semua bisa kau tipu dengan suara yang bisa dikarang indah
Aku pun tak kuasa menyimpan tanya
Kamu itu pemimpinku apa hantu sih?

Maumere - Flores, 21 Januari 2018



Vitalis Koten , TTL: Malaysia, 28 Desember 1995 Umur: 22 Tahun .Agama: Katolik , Sekolah: STFK Ledalero , Maumere , tinggal di Maumere - Flores

-P.Lugas.N- Jadi Turis

-P.Lugas.N-

Jadi Turis

Digusur atas nama kemajuan
sawahnya hilang petani bimbang
perkembangan jaman
petinggi jawabnya lantang
beli sawah murah bangun apartemen mewah
pejabat dirangkul pengusaha sambil bersiul
sawah jadi trambul aturan dibikin mandul
tanah dikapling cangkul kian tumpul
dapur tak jadi ngebul
berasnya mahal rakyat terjungkal
tengkulak nakal terpingkal
pesta panen raya beras lokal
sambut datangnya beras internasional
padinya histeris sawah habis
berjuluk negeri agraris petani jadi turis
petani gelisah rakyat susah
petingginya masih berporah

Kota Bengawan, 28 Januari 2018











P.Lugas.N nama pena penulis Petra Lugas Nuswantoro yang berasal dari Kota Bengawan (Kota Solo), lahir Karanganyar 2 Mei 1991. Telah merampungkan studi Jurusan Administrasi Negara di FISIP, UNS. Anak Pertama dari 2 bersaudara Pasangan Sudiyono-Harni adik bernama Skyvan Enggar.M. Puisinya telah dimuat di Surat Kabar lokal dan tergabung dalam beberapa buku antologi puisi.

Soekoso DM : SELEWAT 100 TH. SEJAK SOEMPAH PEMOEDA 1928

Soekoso DM :

SELEWAT 100 TH. SEJAK SOEMPAH PEMOEDA 1928

SATU TANAH AIR 17-ribu nusa berpataka merah putih                                                                                    masih saja robek ujungujungnya                                                                                                             para pandu dan tentara menjahitnya tak letihletih                                                                                                 tapi para politisi sambil ketawa mencabiknya kembali                                                                                                       - entah buat apa?

(kata Semar – buat ambisi         kata Petruk – buat gengsi!)

SATU BANGSA bersuku jamak berbhinneka tunggal ika                                                                                             masih saja saling jitak saling injak saling palak                                                                                                             tak peduli di kampus, di kompi atau di kampung                                                                                          juga saling tuding, saling tuduh, saling dakwa                                                                                                                 tak peduli di trotoar, di emper-emper atau di de-pe-er                                                                                          - entah demi siapa?

(kata Gareng – demi demit                                                                                                                           Bagong bilang – demi duit!)

SATU BAHASA persatuan berhias ratusan bahasa lokal                                                                                               makin lama makin diucapkan lidah kidal                                                                                                                         tak ada kata pasar besar – yang ada super mall                                                                                                                                                                                                                         tak kenal acara wawancara – yang ada talk show                                                                                                     perias ratri menghilang – menjelma ratri salon                                                                                     populer nama  cokro tailor – penjahit cokro tinggal kolor                                                                                          lalu kata tempat ditulis t4  – lantas kamu ditulis U                                                                                                     lagi di jalan ditulis otw –  dan aku tak setuju ditulis I nos7   *)                                                                             - lantas biar bagaimana?

(respon Limbuk – biar orang bingung                                                                                                          komentar Mbilung – agar orang limbung!)

selewat 100 tahun sejak Soempah Pemoeda 1928                                                                                 sepertinya kauaku makin saja kehilangan                                                                                                  nilai sejarah atau kenangan, jatidiri atau kepribadian                                                                    hanyut dalam derasnya bengawan zaman now                                                                                                            : siapa takut jadi bahan tertawaan, wouw ?!

2018, bumi bagelen
*) otw = akronim ‘on the way’















Soekoso DM, Lahir 1949 di Purworejo dalam zodiak Cancer. Berpuisi sejak 1970-an di media daerah dan nasional seperti Suara Merdeka, Suara Karya, Kedaulatan Rakyat,  Krida, Semangat, Horison.  Memenangkan beberapa lomba puisi al. Puisi Antikekerasan (KSI Jakarta, 2001). Juga Dunia Rapuh Anak-anak (Poetry Prairie, 2016) dan Puisi Daring Asean (UNS Surakarta, 2017) Geguritan (puisi Jawa) – nya tersebar di Djaka Lodang, Mekar Sari dan Panjebar Semangat (1970 – 2015). Antologi Puisi tunggalnya al. Kutang-kutang (1979), Bidak-bidak Tergusur (1987), Waswaswaswas, Was! (1996), Sajak-sajak Tanah Haram (2004) dan Decak dan Derak (Elmatera Yogya, 2014). Puisi lainnya  terserak di lebih 30 antologi campursari, al. Kakilangit Kesumba (Kopisisa, 2009), Antologi Puisi 3 bahasa Equator (Yayasan Cempaka,  2011), juga Antologi Puisi Menolak Korupsi dan Memo Antikekerasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2013 / 2016), dan Antologi Puisi Klungkung (Yayasan Nyoman Gunarsa Bali, 2016).

M I Firdaus DUKA KITA

M I Firdaus

DUKA KITA

Sang surya terbit
Ubin-ubin bergetar
Mawar layu, enggan lagi mekar.
Terlihat bocah kehausan
menyedot embun fajar
dalam matanya terlihat samudera ketakutan,
ketiadaannya masa depan.
Lantas apa yang bisa ia bayangkan?
Bertanya pada kesedihan tanah air
mengapa dunia mengemut nisan?
Tetapi jawabannya terkubur dalam argumen orang pintar.
yang ada di atas mimbar
yang ada di meja bundar
yang ada di kamera tv orang kekar
yang ada di air comberan!
Di mana kita bisa tidur? Sedangkan kebohongan itu selalu ada: dimana-mana!
Di bawah atap-atap emas
Surat-surat keluhan dibaca sambil tertawa
sambil memakan daging-daging saudara.
Berduka kita kini di sini,
ketika bayangan mengikat kita di kelam sunyi
tanpa musik klasik dan sebuah dasi.
Berduka kita kini di sini,
saat lihat bocah compang-camping
main kejaran dengan trotoar.
Berduka kita kini di sini,
melihat politik-politik negeri dianggap remeh
bagai dongeng sebelum tidur orang-orang di kardus usang.
Dalam buku-buku pelajaran
terdengar sayup-sayup kata: Apa arti tut wuri handayani?
Jika guru hanya ingin menerima gaji
bukan mengabdi!
Di jalanan, orang miskin bergelantungan
di spanduk pemilu dan visi misi.
Berduka kita kini di sini,
dianggap ilegal di negeri sendiri.
Bogor, 24 Agustus 2017


Mohammad Ikhsan Firdaus
Nama Pena    : M I Firdaus
Tempat, Tanggal Lahir  : Bogor, 30 Oktober 2002
Sekolah    : SMAN 1 MEGAMENDUNG
Karya     : Puisi, Anekdot, Dan Haiku

Brigita Neny Anggraeni YANG PUNYA SIAPA

Brigita Neny Anggraeni

YANG PUNYA SIAPA

Yang punya rendang, jengkol, pete
ya Indonesia

Yang punya tradisi mudik
ya Indonesia

Yang punya istilah kerokan
ya Indonesia

Yang punya komodo, tapir
ya Indonesia

Yang punya batik, keris, wayang, gamelan
ya Indonesia

Yang punya dagdut, keroncong
ya Indonesia

Yang punya pencak silat, debus
ya Indonesia

Yang punya dokar, becak
ya Indonesia

Yang punya Borobudur, Prambanan
ya Indonesia

Hanya Indonesia
Masihkah kau tak bangga.

Brigita Neny Anggraeni

Indonesia Hebat, Tapi Lucu

Indonesia hebat, tongkat kayu dan batu jadi tanaman
dan impor beras pun masih jadi andalan

Indonesia hebat, pemegang kekuasaan kedaulatan rakyat
tapi rakyat masih melarat, dan dewan kursi tak takut kuwalat

indonesia hebat, berbagai suku, budaya, agama hidup berdampingan
namun demp-demo golongan semakin banyak, dan mencari perhatian

Brigita Neny Anggraeni, lahir di Semarang 02 Februari 1979. Suka menulis puisi, buku sejarah, budaya, esay, parenting dan ilmu pengetahuan. Beberapa bukunya telah diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo. Beberapa lagi dipasarkan secara online seperti buku nya novel sejarah berjudul Saridin. Puisi-puisinya tergabung dalam Puisi Menolak Korupsi. Merdomisili di Semarang, di Klipang Pesona Asri.

Wahyudi Abdurrahman Zaenal MBELING


Wahyudi Abdurrahman Zaenal

MBELING

Mereka itu lupa kalau polahya kayak tikus
Blusukan mencari ruang yang banyak upeti berbungkus
Edan memang, lahan-lahan sempit pun sekarang diperebutkan (poli)tikus
Lemot gaya otak picik lihai mainkan jurus
Ingin kaya ikuti jejak para tikus
Nyomot harta seenak udel bikin rakyat kurus
Geger rasa kalau-kalau tersandung KPK wajahnya takut dikremus

TRY, 2017

Wahyudi Abdurrahman Zaenal ( IBN SINENTANG) lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Nama penanya, antara lain; Wyaz Ibn Sinentang, Fatwa Taqhanqheru Damara, Wahyudi Abdurrahman Zaenal, dan Wahyu Yudi. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Selain puisi juga menulis cerita pendek, dan artikel. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran,  dan online. Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan bersama; Antologi Puisi BANGKIT III (Studio Seni Sastra Kota Batu, 1996), JEPIN KAPUAS RINDU PUISI (DK Kalimantan Barat, 2000), DIVERSE (Shell-Jagad Tempurung, June 2012),  FLOWS INTO  THE SINK INTO  THE GUTTER (Shell-Jagad Tempurung, 2012), SUARA LIMA NEGARA (DRSB, 2012), INDONESIA DALAM TITIK 13 (Aswaja Jogya, 2013), KEPADA SAHABAT (DBP Sarawak, 2013), BUKAN MENARI DI PENTAS PELURU (PPK – Kelantan, 2013), PUISI 2,7: APRESIASI & KOLABORASI (Bengkel Publisher, 2013), PUISI MENOLAK KORUPSI II (PMK, 2013), DARI DAM SENGON KE JEMBATAN PENENGEL (Dewan Kesenian Kudus, 2013), HITAM PUTIH (DBP Sabah, 2013), TIFA NUSANTARA 2 (DKK Tangerang, 2013), BUKAN MENARI DI PENTAS PELURU 2 (PPK – Kelantan, 2014), LENTERA INTERNASIONAL II (PBKS, 2014), KARAH PASSIE (DK ACEH BARAT, 2016), SIGINJAI KATA-KATA (DK Jambi, 2016), IJE JELA (DK Batola – Kalsel, 2016), LUMBUNG PUISI IV(Sibuku, 2016), YOGYA DALAM NAFASKU (Seminar Internasional Sastra Antar Bangsa, 2016), 6,5 SR LUKA PIDIE JAYA (Ruang Sastra, 2017), SEKOIA (Gaksa Enterprise, 2017), LANGIT KITA (Pena Padu, 2017). Antologi Cerpen KAIN TILAM (DK Kalimantan Barat, 1998), KALBAR BERIMAJINASI (STAIN Press, 2012), 22 Cerpen Borneo Pilihan 2012 (DRSB, 2012). Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU(Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).  

Dicky Armando, S.E Menukar Nasib

Dicky Armando, S.E

Menukar Nasib

Jangan jadi orang miskin, Kawan!
Karena fakir dilarang sakit,
disuruh diet pula.

Jangan pula mengeluh soal listrik.
Tak sanggup bayar, cabut saja meterannya!
Perihal makanan apalagi,
daging sapi mahal, telan saja keong sawah.
Selesai urusan.

Tapi mana pula ada sawah lagi,
kalau kebun sawit baru benar.

Besok-besok saya tak mau jadi orang miskin,
mending jadi menteri.

Pontianak, 13 Januari 2018















Pontianak, 13 Januari 2018

Dicky Armando, S.E., penyair amatir atau bisa juga disebut penyair jalanan dari Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Telah menetaskan dua buku kumpulan puisi yaitu; “Huruf-Huruf Kering” (ISBN: 978-602-73614-0-9) dan “Kumpulan Puisi Melamun” (ISBN: 978-602-6319-90-6).

Masimus A. L. Sawung CINTA PEMBANTU.

Masimus A. L. Sawung

CINTA PEMBANTU.
1)
Kulitku begitu terasing dari jemari ibunda
Keningku kering menunggu kecupan basa bibirnya
Tak ada bisikan cinta pada telingaku.
Ibundaku pergi, sebelum sempat kata selamat pagi terucap.
Bibirku kaku mengeja kata mama,
Sebab saat aku tercipta bersama pagi ibunda telah hanyut bersama
Deru mesin ibukota.
2)
Jemarinya begitu santun membelaiku,
Dengan tabah ia menemani keseharian kesibukanku
Dengan manja bibirnya mengecup keningku, membelai rambutku,
Lalu aku tertidur pulas dalam palungannya.
“apa perempuan ini ibuku.?”
3)
Saat berakhir terang, lahirlah kegelapan.
Sedang diluar rumah hujan jatuh dengan sombongnya.
Aku masih digendongannya, menunggu kedatangan bunda
Yang mungkin sedang tersesat diantara rintik hujan.
4)
Dalam hening ku dengar bisikan
“jangan cemas, dia mungkin sedang dihimpit kemacetan akibat banjir,
Atau mungkin sedang berteduh dibawah halte sambil menunggu hujan berhenti
Jatuhkan diri pada tanah. Ayo, aku menunggumu dikamar. Biarkan bocah itu
Sebab matanya akan tertidur pulas, sayang.”
5)
Itu suara ayah,
Lalu kepada siapa dia mengucap kata “sayang”.

Maumere, 02/02/2018

Masimus A. L. Sawung. Biasa dipanggil Maxi L Sawung. Merupakan mahasiswa aktif di kampus STFK LEDALERO semester 6. Penulis berasal dari Maumere, Flores, NTT. Rajin membaca buku dipinggir jalan.

Arizto Rianthoby Thextc Pejabat Yang Gembira ( Tertawa )

Arizto Rianthoby Thextc

Pejabat Yang Gembira ( Tertawa )

Ketika matahari malu-malu muncul
Sinarnya yang begitu hangat memancara menerpa kulit
Terdengar suara-suara yang tertawa gembira
Ya....itulah mereka para pejabat yang tertawa gembira menyabut sinar itu
Apakah maksud dari ke-gembiraan itu?
Apakah para pejabat itu gila? Ataukah hanya ekting belakah agar dapat bermain filem
Ataukah negeri ini memang lucu untuk di tertawakan?
Ya...itulah kelakuan para pejabat dinegeri kita ini
Begitu mirisnya merekah Sungguh perilakau yang tak pantas untuk seorang pejabat dinegeri ini
Inilah cermin orang-orang yang kita percya untuk membangun bangsa ini begitu lucunya mereka

Dari: "Ama Balikoli"
Tanggal: 31 Jan 2018 11:09




Arizto rianthoby thextc
Asal:Flores adonara
Nama Facebook:arizto rianthoby thextc




Riki Utomi Badut-Badut Negeri

Riki Utomi

Badut-Badut Negeri


topeng itu melekat di wajah asli.
dibawanya kemana-mana.

topeng rombeng betapa indah
sebagai kepalsuan untuk duduk disana.

aha, itu apa? palu dan tafsiran luka?
biar saja, toh akan diam sendiri dan
bungkam dihimpit waktu.

“mau kemana”? tanya kursi.
“minggat dulu, ngopi di sebelah senayan.”

“nggak ikut rapat?” tanya meja.
“jangan khawatir. nanti tinggal
buat keputusan.”

lalu badut ongkang-ongkang sambil
merokok. ngopi wara-wiri mirip
lukisan yang tak jadi.

“kamu tahu kan di sakuku ada apa?”

tukang kopi menggeleng.

“ada tiket masuk penjara! setidaknya
cater dulu, nanti sip lah.”

tukang kopi tersenyum sambil
menjentikkan jempol dan jari tengah.
“mari kita rayakan dalam lubang saja.”

badut terperangah.

“ya. lubang kuburan.”

si badut tertawa, menumpahkan isi perutnya.
barangkali ia tak mampu lagi membuat lubang
kuburannya sendiri.

(2018)
Riki Utomi  lahir Pekanbaru 19 Mei 1984. Alumnus FKIP Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau. Bukunya antara lain Mata Empat (kumpulan cerpen, 2013), Sebuah Wajah di Roti Panggang (kumpulan cerpen, 2015), Mata Kaca (kumpulan cerpen, 2017) dan Menuju ke Arus Sastra (kumpulan esai, 2017). Puisi-puisinya pernah dimuat Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Lampung Post, Banjarmasin Post, Sumut Pos, Riau Pos, Batam Pos, Kendari Pos, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Sabili, Haluan Kepri, dll. Juga terangkum dalam antologi Negeri Langit dari Negeri Poci 5, Pertemuan Penyair Serumpun, Seratus Tahun Cerpen Riau, Samudera Kata Samudera Cinta, Kolase Hujan, Melabuh Kesumat, dll. Mendapatkan penghargaan Acarya Sastra dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta 2015 dan Prestasi Seni Sastra dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau 2016. Bekerja sebagai penulis lepas dan guru. Tinggal di Selatpanjang, Riau.

Zaeni Boli Catatan kaki

Zaeni Boli

Catatan kaki

seperti semut dan kertas kita berlari
merangkul api
lalu membuang bungkus nya
kucium kau jauh lampau
dan itu memang waktu
kita kelak kan dikubur bumi
lalu mencatat sesuatu
di antara daun -daun yang gugur
kalimalang bercerita tentang bocah yang tenggelam
dan kambing hitam peradapan
catatan kaki
tentang semut yang di injak penguasa

Zaenni Bolli, 2015
Zaenni Bolli
2015

Kopi dingin

yang keras roti roti
roti milik kami
dan angin pun pergi
pergi mencari nasibnya sendiri
Ruth berceritalah pada kami
mengapa bendera harus di beri air seni
lalu kau tinggal pergi
di sini orang-orang masih berdiskusi
bagaimana menurun kan bendera lalu menaikannya lagi
ferdy bercerita tentang penjahit yang harus membayar pajak
sementara orang-orang besar di maafkan untuk tak membayar
negara kapal karam kapitalis
oleng di makan rayap ketamakan
dan kita masih bercerita tentang kopi yang telah dingin
Zaenni Bolli, 2015











Moh Zaini Ratuloli (zaeniboli)
Tempat tgl lahir: Flores,29-08-1982, beberapa karyanya juga pernah ikut di Antologi Puisi menolak korupsi (Jilid 2b dan jilid 4),Memandang Bekasi 2015,Sakarepmu 2015,Capruk Soul jilid 2,Antologi Puisi Klukung 2016,Memo Anti  Kekerasan terhadap  anak,Lumbung Puisi jiid 5  dan Koran maupun bulletin lokal di Bekasi .sejak 2013 akhir hingga sekarang tergabung dalam komunitas Sastra Kalimalang(Bekasi) ,Juga aktif bergiat di literasi dan teater.Sekarang mengajar di SMK Sura Dewa ,Larantuka Flores NTT.

Muhammad Daffa INDONESIA YANG LUCU

Muhammad Daffa

INDONESIA YANG LUCU

Satu-satunya keinginanku yang paling mendesak adalah memproklamirkan kata-kata
Di haribaan negara yang sekarat dan nyaris mati. Aku tidak bermaksud untuk mengguling titah presiden dalam megah istananya, atau menggali-gali luka silam yang sudah terhapus dari ingatan anak bangsa.

Sungguh, aku hanya ingin memproklamirkan puisi
Di haribaan negara yang sekarat dan nyaris mati.

Tapi kudengar nubuat setangkai daun yang jatuh
Pada sabtu pagi, sesudah seremoni hujan.

"Umat-umat-KU yang patuh tak pernah berdendam kepada yang lebih tinggi dari sekadar kekuasaan presiden!"

Apakah kami masih berhak bermimpi
Mengajukan pertanyaan dan debar-debar
Yang tak tenteram setelah negara ini merdeka
Tapi masih juga penuh lebam, terluka fatal?

Mimpi-mimpi kami hanya ingin berpuisi di hadapan bapak menteri
Memproklamirkan barisan kata yang tangguh dan tak akan pernah terlukai

Di halaman gedung-gedung pencakar langit
Masing-masing ranting, juga dedaunan yang mulai menguning serempak menggugat

"kembalikan Indonesia yang lucu!"

Surabaya, Februari 2018

Muhammad Daffa, lahir di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 25 Februari 1999. Puisi-puisinya dipublikasikan pada Radar Banjarmasin, Banjarmasin Post, Media Kalimantan, Koran Banjar, Tribun Bali, Sumatra Ekspress, Palembang Ekspress, Majalah Santarang, Majalah Simalaba, dan sejumlah antologi bersama: IJE JELA( Tifa Nusantara 3), Hikayat Secangkir Robusta ( Antologi Puisi Krakatau Award 2017), 1550 MDPL(Kopi Penyair Dunia), Menemukan Kekanak Di Tubuh Petuah (Stepa Pustaka, 2016, terpilih sebagai kontributor terbaik), Dari Negeri Poci: Negeri Bahari, Maumang Makna di Huma Aksara (Kalumpu Puisi Penyair Kalimantan Selatan, Aruh Sastra 2017), dan Rampai: Banjarbaru Lewat Sajak (Antologi Puisi Penyair Kota Banjarbaru). Buku kumpulan puisi tunggalnya Talkin ( 2017). Mahasiswa di prodi Sastra Indonesia Universitas Airlangga, Surabaya.

Elok Faiqotul Hima Malang

Elok Faiqotul Hima

Malang

Rantai terbentang sepanjang nusantara, semakin ke sini bertambah erat
Eratnya rantai justru tangan tak lagi saling mengikat
Layaknya kekuatan menyatu, tapi sudah tak ada empati
Berlagak saling menyapa, namun tak lagi peduli

Indonesia mendengar, tapi sedikit yang turun tangan
Indonesia melihat, namun acuh yang terkadang di dapat
Dunia ini begitu rumit dengan segala misteri yang ada
Dunia ini unik bagi mereka yang mau menyimaknya

Padi terhampar di daratan, tapi makan hendak impor
Laut kaya akan kehidupan, namun tak bisa mengolah
Kita kaya dengan menjadi budak dalam kandang
Kita maju di antaranya yang terbuang
Sungguh sayang
Indonesia malang


Elok Faiqotul Hima. Lahir di Bangkalan, 25 Desember 1999. Saat buku ini terbit masih sebagai pelajar  di SMA Negeri 1 Glenmore, Banyuwangi. merupakan anak pertama dari tiga bersaudaa dari pasangan Rumyani Prasetya Wati dan Imam Baidawi

RB. Edi Pramono Sang Raja

RB. Edi Pramono

Sang Raja

Duhai sang raja,
datangmu mengobrak abrik ladang kata
kami dipancung kapak kapak media
dari segala penjuru
satu kisah nyata
menjadi banyak versi beda
entah kebenaran ada di pihak mana
boleh jadi semua serba pembenaran

Duhai sang raja,
andai engkau bisa berbahasa Indonesia
dan engkau baca semua media
apalagi yang maya
mungkin engkau akan kembali muda
oleh tawa tanpa jeda
membaca kekonyolan demi kekonyolan
di berbagai tautan
ataupun status picisan
yang bodoh dan yang pandai
tiba-tiba menjadi sama
sama kelasnya
sama mutunya
berlomba mengais sampah kata kata

Duhai sang raja,
jangan jangan justru baginda
pingsan tertawa
Selamat datang di negri para dewa
yang mabuk tanpa arak dan tanpa tuak
Jogja, 2 Maret 2017

RB. Edi Pramono; FB: Erbee Pramono
Pengajar Bahasa & Sastra Inggris pada Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY)
Hobi menulis puisi. Tinggal di dusun Karanganom, Maguwoharjo, Yogyakarta
Sebagian sajak-sajaknya terbit di antologi bersama: Dari Sragen Memandang Indonesia, Puisi Menolak Korupsi Jilid II, Habis Gelap Terbitlah Sajak, Ensiklopegila Koruptor, Memo Untuk Wakil Rakyat, Memo Anti Terorisme, Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (MAKTA), Madah Merdu Kamadhatu, Antologi 66 Penyair Teras Puisi,
API, Merawat Kebhinnekaan, Sastra Kidung Semilir

Sri Budiyanti BERITA DARI NEGERI TETANGGA

Sri Budiyanti

BERITA DARI NEGERI TETANGGA

Tak kudengar lagi macan Asia mengaum
Mungkinkah tertidur?
Oh....ternyata
Kudengar berita dari negeri tetangga
“Macan Asia taringnya patah”
Oh....tidak
Dan kudengar lagi, mereka bercerita
Tentang negeri yang amburadul
Seperti kapal pecah
Tak lain adalah negeriku sendiri
Lalu mereka tertawa terbahak-bahak
Aku hanya bisa mengelus dada
Karena aku hanya pahlawan devisa
Hatiku semakin teriris
Ketika melihat koruptor di negeri tetangga
di hukum mati
Tetapi, koruptor di negeri sendiri
Malah dibela sampai mati
Rasanya murka
Kenapa negeriku sangat hina?


Demak, 22 Januari 2018

 SRI BUDIYANTI, lahir di Demak 21 Februari 1990. Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar. Sehari-harinya mengajar di sebuah Sekolah Dasar yaitu SD Negeri Balerejo 2. Tinggal di Desa Sidomulyo Dukuh Krasak RT.10 Rw.01  Kecamatan Dempet Kabupaten Demak Jawa Tengah.

Sarwo Darmono LUCU NING ORA LUCU (Geguritan)

Sarwo Darmono

LUCU  NING  ORA  LUCU
(Geguritan)
               
Nek ndelok Kahanan kang ana , Kudune pancen Lucu ,
Ning sak jane  ya.. ora Lucu
Ora lucu dikongkon lucu. Wis Lucu Ora ana sing ngguyu
Ana sing ngguyu  karo Mecucu . Ana sing ngguyu  karo mlayu
Gek.. ra lucu kepiye…?
Ora Lara digawe Lara , Larane mung kala kala
Yen perkarane di Bwyowara
Dadi panguwasa isone mung Cidro
Dadi Panguwasa gawene mung numpuk Arto
Ora peduli Kawulone Urip Sengsara
Jarene dadi Panutan Kawula,  Ngerti Paugeran Agama
Duwe perkara di tinggal Lunga
Umpama Yuswa…… Kadyo  Surya wis jam Lima
Kudune dadi tulada Utama
Kudune Luwih nyedek marang kang Kuwasa
Ora malah Gawe Gara gara,  Ndadekna kahanan kurang Prayoga
Lha… Piye Leh ra Lucu , Sing Blaka malah ora dipercaya
Sing Blaka dikuya  kuya ,  Sing Blaka dianggep Cidro
Sing Blaka dianggep Mung Golek Asmo
Embuh Ora Weruh , Iki Lucu apa ora
Isone mung ngguyu , Ngguyu sing ora Mutu

Lumajang Kemis Kliwon 1 Maret 2018

Sarwo Darmono ( darmo ) Jl Batanghari 4 Lumajang
Tempat Tgl lahir , Magetan 27 Oktober 1963  Pekerjaan Penyiar Radio

Roni Nugraha Syafroni KICAUAN

Roni Nugraha Syafroni

KICAUAN

Sepoi angin yang datang,
Merebahkan badan, asyik!
Tak terkira padam menjelang,
Itu tanda banyak jangkrik.

Pergi berpacu dengan tidur sang matahari,
Malu matahari pun belum terjaga.
Tapi sudah ada terlihat diri,
Katanya membela bangsa.

Ah sudahlah mungkin ini adalah yang terbaik,
Dari kuasa Ilahi Robbi.
Hanya sekadar berkicau di depan memang menarik,
Ya inilah semuanya yang ada di hati.

Cijerah-Telukjambe Timur, Maret 2018

Roni Nugraha Syafroni, lahir di Bengkulu, 3 April 1987. Disamping sebagai penyair penyair ini juga seorang guru di Karawang. 
Wardjito Soeharso

JIKA DUIT SAMA DENGAN KEKUASAAN, MAKA....

Jika duit sama dengan kekuasaan
Punya duit punya kekuasaan
Punya kekuasaan punya duit
Tak berduit tak berkuasa
Tak berkuasa tak berduit
Orang berduit tentu berkuasa
Orang berkuasa tentu berduit
Orang tak berduit tentu tak berkuasa
Orang tak berkuasa tentu tak berduit
Semakin banyak duit semakin berkuasa
Semakin berkuasa semakin banyak duit
Semakin tidak berkuasa semakin tidak berdaya
Semakin tidak berduit semakin nestapa
Jika duit sama dengan kekuasaan
Orang membeli kekuasaan dengan duit
Orang menimbun duit dari kekuasaan
Orang berbuat apa saja demi duit dan kekuasaan
Jika duit sama dengan kekuasaan
Duit menjadi tangga menuju kekuasaan
Kekuasaan menjadi sumber pencetak duit
Jika duit sama dengan kekuasaan
Hitunglah duitmu kau tahu berapa besar kekuasaanmu
Manfaatkan kekuasaanmu kau tahu berapa banyak duitmu
Jika duit sama dengan kekuasaan
Maka ketika duit dan kekuasaan menyatu
Menjelma biang dari segala biang keburukan
Merusak tatanan kehidupan
Jika duit sama dengan kekuasaan
Maka duit dan kekuasaan membangun satu diksi
: Korupsi!

03.03.2018

Ghofiruddin Alfian

Negeri Pilin Pelan
asyiknya hidup di negeri pilin pelan
semua orang hobi memilin dan memelan
kalau mereka jelata, ya untuk mencari keselamatan
kalau berkuasa, ya untuk terus bertahan,
atau agar menanjak status dan jabatan

hidup di negeri pilin pelan
kau tidak butuh prinsip untuk bertahan,
prinsipnya ya itu pilin pelan,
pilin-pilin pelan-pelan,

tapi jangan sampai terpilin
karena lama-lama kau bisa tertelan,
jika tidak mampu bertahan pikiranmu bisa edan
karena terlalu banyak pertanyaan

negeri pilin pelan,
ia adalah potret ideal jaman edan,
jaman edan yang katanya pujangga ronggowarsito
yen ra edan ra keduman,

ya memang seperti itu di negeri pilin pelan,
orang yang waras dan paling bijak
ia hanya akan disingkirkan dari pusaran kekuasaan
 (Trenggalek, 24 November 2017)

Ghofiruddin Alfian  lahir di Trenggalek pada 16 Desember 1990. telah menerbitkan dua buku puisi tunggal, yaitu Catatan Seorang Mbambung  (Diandra Creative, 2016) dan Perempuan Sekilas Pandang (Sembilan Mutiara Publishing, 2018) yang merupakan bagian pertama dari buku puisi Trilogi Area 38, disusul bagian kedua dan ketiga: Timur Daya dan Filosofi Simu Area 38 yang masih dalam proses pengendapan.