Kamis, 07 Juni 2012

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU SD TIDAK ADA TES MASUK

Memasuki tahun pelajaran baru  2012-2013 ini ada baiknya masyarakat perlu memperhatikan dan memahami mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Dasar yang dulu populer dengan Penerimaan Siswa Baru (PSB) Sekolah Dasar. Banyak masyarakat awam untuk memasukan anaknya ke Sekolah Dasar (SD) menurut saja ketentuan yang berlaku di sekolah itu, seperti adanya tes masuk, atau syarat-syarat lainnya, padahal
sampai sekarang ketentuan perundang-undangan tentang penerimaan peserta didik SD/MI telah diatur dalam PP 17 tahun 2010.
   Dengan alasan membatasi jumlah peserta pendaftar, kadang pihak sekolah membuat aturan sendiri meski bertentangan dengan perundanan itu. Boleh jadi pihak sekolah dan calon orang tua murid sama-sama tidak tahu akan adanya PP 17 tahun 2010 itu.
   Ada baiknya kita liat PP 17 tahun 2010 tersebut,


Berikut sebagian bunyi PP 17 tahun 2010:
Pasal 69
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.


Pasal 70
(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan
peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.



   Dari PP tersebut sudah tampak jelas aturan tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah pertama sekolah menentukan daya tampung penerimaan peserta didik baru tersebut, berapa rombongan belajar, dan berapa siswa setiap rombongan belajar tersebut. 
  Sering kali jumlah siswa per rombonan belajar diperdebatkan berapa ketentuannya. Sebetulnya tak pelu diperdebatkan andai kita meliat Standar Pelayanan Pendidikan di sana dijelaskan bahwa pelayanan yang ideal setiap kelas adalah setiap siswa memiliki ruang gerak minimal 1,5 M persegi agar leluasa bergerak sehat belajar dikelas. Nah jika ruang kelas SD Inpres berukuran 7 X 8 M maka ruang kelas itu berukuran 56 M persegi. Jika dibagi 1,5 M persei akan didapat 37,3 . Ya sekitar 37  - 38 siswa . Begitu Toh?!

Rabu, 06 Juni 2012

KLIPPING BERITA DARI KOMPAS.COM. SERTIFIKASI DIBAWAH 2 DIREKTORAT, DITJEN PMPTK DIAPUS


JAKARTA, KOMPAS.com — Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dalam unjuk rasanya mengusulkan supaya dibentuk badan pengelolaan guru secara nasional yang bertanggung jawab secara langsung, bukan seperti keputusan pemerintah yang menempatkan penanganan guru di beberapa direktorat karena hanya akan menambah panjang rantai birokrasi dalam penanganan masalah guru.
Sertifikasi akan jalan terus di bawah dua Ditjen ini. Kita tidak akan mengurangi hak-hak para guru.
-- Muhadjir
Diberitakan sebelumnya di Kompas.com, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo di Jakarta, Selasa (11/5/2010), mengatakan, para guru kecewa dengan keputusan pemerintah yang melikuidasi Ditjen PMPTK. Menurut dia, persoalan guru harus ditangani secara serius oleh pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan.
"Mulai hari ini para guru akan berunjuk rasa di Kemendiknas dan PGRI. Kami menuntut Ditjen PMPTK dikembalikan atau pembentukan badan guru secara nasional. Perjuangan ini supaya guru tidak lagi dipinggirkan seperti sebelum adanya UU Guru dan Dosen," jelas Sulistiyo.
Sementara itu, secara terpisah, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Pendidikan Nasional Muhadjir di Jakarta mengatakan, para guru tidak perlu khawatir dengan dihapuskannya Ditjen PMPTK. Sebab, kata Muhadjir, program sertifikasi guru akan terus berjalan, tunjangan jabatan dan tunjangan fungsional akan tetap seperti sediakala, termasuk tunjangan profesi para guru. Untuk itu, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Tidak ada yang diubah. Hanya, bagaimana caranya dibikin sekompak mungkin. Lebih sederhana, tetapi tujuannya untuk memudahkan, bukan menghilangkan," tambah Muhadjir.
Lebih lanjut, kata Muhadjir, penghapusan Ditjen PMPTK hanya dalam rangka melakukan reformasi organisasi di tubuh Kemendiknas, termasuk salah satunya dengan memecah Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) menjadi dua direktorat, yaitu Direktorat Pendidikan Dasar dan Direktorat Pendidikan Menengah.
"Demonstrasi ini untuk kepentingan siapa, harusnya juga dilihat dulu. Intinya, selama ini fungsi dan jaminan terhadap mereka sudah terwadahi atau belum?" ujarnya.
"Upaya kami ini justru untuk lebih memfokuskan guru untuk lebih diberdayakan dalam konteks komprehensif. Sertifikasi akan jalan terus di bawah dua ditjen ini. Kami tidak akan mengurangi hak-hak para guru," ujar Muhadjir.

PP 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Berikut sebagian bunyi PP 17 tahun 2010:
Pasal 69
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.

Pasal 70
(1) Dalam hal jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung satuan pendidikan, maka pemilihan peserta didik pada SD/MI berdasarkan pada usia calon peserta didik dengan prioritas dari yang paling tua.
(2) Jika usia calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka penentuan
peserta didik didasarkan pada jarak tempat tinggal calon peserta didik yang paling dekat dengan satuan pendidikan.
(3) Jika usia dan/atau jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sama, maka peserta didik yang mendaftar lebih awal diprioritaskan.

Selasa, 05 Juni 2012

ANALISIS HASIL EVALUASI KENAPA GURU SUNGKAN MEMBUATNYA

oleh : masagus, guru sekolah dasar di Indramayu

Pada akhir tahun pembelajaran, evaluasi belajar siswa dilaksanakan. Contoh kecilnya adalah penilaian pada UKK (ujian kenaikan kelas). Saat inilah guru dapat melakukan nilai akhir siswa untuk menentukan seorang siswa dapat naik kelas atau tidak. Namun saat penilaian ini guru sering mengabaikan melaksanakan perbaikan pada siswa yang membutuhkan perbaikan.
    Dengan alasan sudah memenuhi kreteria naik kelas, atau sudah mencapai standar nilai minimal naik kelas, maka sudah saja guru melewatkan perbaikan. Belum lagi tampak guru sudah diadapkan pada pengisian  laporan pendidikan siswa (raport). Dan mungkin ada yang cepat-cepat ingin menyelesaikan semua tugas karena libur panjang di depan mata.
   Perbaikan atas evaluasi siswa penting dilakukan karena didalamnya terdapat kajian soal, yang mempelajari bobot soal satu per satu atas soal yang sudah dikerjakan siswa. Bisa saja soal dibuat oleh lain guru atau memesan di percetakan, atau dibuat di dalam gugus, sehingga boleh jadi belum atau terlewat diberikan pembelajarannya oleh guru bersangkutan.
   Untuk melaksanakan perbaikan diperlukan dimulai dari analisis hasil evaluasi siswa. Yang pertama diperatikan adalah meneliti lembar soal dengan melihat jumla soal, dari mulai model soal (pilian anda,isian,esai ,dsb.) ,bobot soal, dan tentu saja jumlah peserta yangmelaksanakan evaluasi itu (siswa).
   Analisis butir soal padukan dengan kompetensi yang ada di kurikulum sesuai denan kelasnya. Model soal mulailah dengan jumlah model yang ada dan yang lebih mudah dahulu, kemudian hitung jumla item soalnya. Sedang bobot soal biasa diberikan pada bentuk soal isian dan esai (uraian).
   Tentukan bobot sesuai dengan kehendak guru, yang penting jumlah bobot dari bobot mudah sampai sukar berjumlah 10 (jika menggunakan puluhan) atau 100 (jika menggunakan ratusan). Umpamanya soal mudah diberi bobot 1, soal sedang diberi bobot 2 dan soal sulit diberi bobot 3 atau 4. Jumlah kan bobot soal itu dari seluruh soal yang diberikan. Maka tidak menutup kemungkinan bobot soal dari seluruh soal, jumlahnya akan melebihi jumlah soal.
   Dari sini saja guru dapat menyimpulkan perolehan nilai siswa belum tentu memenuhi kompetansi yang diajarkan. Nilai kecil bukan berarti siswa tidak naik kelas, nilai besar bukan berarti telah memenuhi kreteria ketuntasan minimal (KKM).
   Di sinilah pentingnya analisis asil evaluasi, yang merupakan salah satu tugas guru yang harus dilaksanakan. Selanjutnya guru tinggal mengitung apakah siswa perlu melakukan perbaikan atau tidak. Jika dikehendaki melakukan perbaikan secara klasikal,misalnya, gunakan bahwa apabila 70 % jumlah bobot belum dicapai oleh 50 % jumlah siswa dalam 1 mata uji. Dan jika dikehendaki perbaikan secara satu persatu siswa,misalnya, gunakan bahwa apabila 70 % jumlah bobot belum dicapai oleh perolehan nilai siswa individu. Dari olah nilai itu  didapat  rata-rata kompetensi siswa dalam satu kelas di satu mata pelajaran.
    Ternyata menganalisis tidak begitu susah dilakukan. (bersambung).