Kamis, 31 Agustus 2017

Marsetio Hariadi dalam Kita Dijajah lagi : Pertemuan Malam Tadi


PERTEMUAN MALAM TADI

dalam mimpiku malam lalu
kau yang kusayang
memeluk dan membelai-belai rambut ini
aku sedang lelah
termenung di pintu kaca

mari mendeskripsikan kita dan keadaan
teriakan yang terdengar sendu dan ikhlas di tiap-tiap kamar bersalin
generasi baru dan suci dilahirkan
bapak dan keberanian
jiwa-jiwa jujur dimatikan mendahului kuasa Tuhan
menanti, mendoakan, dan memandang lama-lama pigora foto keluarga
memejamkan mata, menyanyikan lagu perjuangan dengan khusyuk dan bersedih hatinya
Jumat dan Minggu manggut-manggut setuju untuk tidak mencuri, merampok, memfitnah, iri dengki, memerkosa, dan minum alkohol
menyebut nama Tuhan
dalam sunyi yang bergemuruh
dalam gemuruh yang kosong
berdiri menunggu di pinggir jalan bertahun lamanya
menuntut keadilan dan pengakuan negara atas kejahatan yang sempurna
induk kucing memperhatikan lama-lama anaknya yang dilindas mobil
roda-roda saling menyentak meminta jalan
knalpot meraung-raung sampai dini hari
tertawa-tawa menghina diri sendiri
tenggelam dalam maya, tidur kehabisan tenaga dalam nyata
menghafalkan buku sejarah, lagu cinta dan bangun kesiangan
mencari jati diri
genteng gerabah pontang-panting oleh puting beliung atau alat berat
oleh tanah longsor, banjir, atau sepatu lars
memekakkan telinga
bocah-bocah menangis takut
menyelamatkan karung beras dan kardus mi instan adalah kewajiban
membaca kitab, menambal atap yang bocor, menanak nasi, menidurkan bayi, lalu merencanakan bunuh diri
kerbau dan caping melenguh dan mengeluh
besok hijau padi digantikan abu-abu pagar
tiap batang rokok yang disulut adalah akhir kerja di bawah terik matahari
lampu karaoke, botol bir, dan keringat perempuan menderita menghiasi penat penghitungan angka-angka
putra-putrinya menginjak tanah negeri dan hormat pada bendera Merah Putih
Melantunkan Indonesia Raya di senin pagi

air mata adalah fitrah manusia
kita tidak pernah merencanakan tangisan

kapan kita terakhir kali
menangis duka untuk orang lain?

kau lontarkan senyum padaku malam tadi
mencita-citakan harapan
dan masa depan kemanusiaan

***
Marsetio Hariadi, Malam 26 April 2017
Untuk Adik-adikku Teater Rumpun Padi
Marsetio Hariadi, 23 tahun, berdomisili di Surabaya, minat belajar menulis dan membacakan puisi sejak tahun 2015.
-Antologi Puisi Sakkarepmu: Penyair Mbeling Indonesia, 2015, Sibuku, Jogjakarta
-Juara III Penulisan Puisi kategori Umum, Festival Sastra UGM 2017

Akbar Yayuk Amirotin Terjajah di Tengah Kemerdekaan





Akbar Yayuk Amirotin
Terjajah di Tengah Kemerdekaan

Masih pantaskah kita teriak merdeka melihat bobroknya hukum di negeri ini?
Masih lantangkah kita berseru merdeka dengan pincangnya keadilan di negeri ini?
Masih banggakah kita menjadi bangsa merdeka melihat kebodohaan, kemiskinan, bahkan kemerosotan moral melanda ibu pertiwi?
Sudah layakkah kita merdeka sementara korupsi, kolusi, dan nepotisme bebas berkeliaran mendominasi berita di televisi?
Tawuran pelajar masih saja terdengar
Penegakan hukum mulai samar
Penjajahan moral kian gencar norma agama memudar
Pemimpin bangsa korupsi demi kepuasan pribadi 


Jutaan anak putus sekolah oleh biaya pendidikan tinggi
Kemerosotan moral ‘tak hanya dialami para generasi tapi juga pemimpin negeri
Akan dibawa ke mana negeri ini jika keadilan tergadai uang jadi pemegang kekuasaan tertinggi
Hukum ‘tak lagi mengayomi...maling teriak maling!
Rakyat jelata tertindas, jutaan aspirasi cemerlang kandas
Berulang tanya terlintas, kapan pembodohan terentas?


Akbar Yayuk Amirotin  lahir di Blitar pada 25 Juni 1986  atau Yayuk Amirotin. Ia adalah putri dari seorang ibu yang bernama Suwani. Ia tinggal di Dusun Krajan RT 21 RW 06 Pagerwojo Kesamben Blitar  Jawa Timur.



Osratus dalam Kita Dijajah Lagi KEJUJURANKU DIOPLOS, PROTESKU MENEROBOS






Osratus
KEJUJURANKU DIOPLOS, PROTESKU MENEROBOS

“Mata jewawut.telinga jambu. jiwa jeruk purut. hati labu. Kautumbuk
satu per satu dengan alu kepalsuan dirimu, di lumpang batu jati diri terserang flu.
Saringan bolong.gelas bodong. sendok bengkok. botol plastik.
kauatur di meja dapur, mirip pionpion catur hilang nyali
mengaku siap tempur.Blendermemblender hak asasi kaulakukan dengan dalih
‘menjunjung tinggi nilai kemanusiaan’.gelasgelas kehausan,
kauberi minum dengan sarat syarat.Empat gelas jus itu,kaumasukkan ke botol.
kaukocokkocok.Dengan senyum sinis dibuat paling manis,
kauberikan sebotol jus oplosan itu padaku. kutenggak sampai habis.
Mengapa di dalam kepalaku seperti ada bulus, diriku?
juga, seperti ada bunglon. kadal. trenggiling. landak.badak.
Mengapa pula di subur tuturku ada emas imitasi mengaku emas murni?
Inikah,cara baru yang kaubuat untuk menjajahku? Granat dan bayonet
tidak lagi kau pakai untuk menakutiku dalam ketakutanmu.
Kerja rodi dan tanam paksa tidak lagi kau gunakan untuk membohongiku.
adu domba, tidak lagi kau gunakan untuk memecahbelah keutuhan kejujuranku.
Kali ini, kau jajah aku dengan mengoplos kejujuranku.
Kejujuranku, kaukuasi. aku, kautangkap dengan segudang harapan palsu.
aku, kauasingkan di dalam tipumuslihatmu yang
mengobokobok rasa damai hatiku. Di pengasingan ini,
akan kukembalikan kejujuranku yang terhempas. Di pengasingan ini,
aku berjanji akan merebut kembali kejujuranku yang kaurampas.”
Sausapor, 30 Agustus 2017





Osratus merupakan nama pena dari Sutar sonama sebenarnya. Lahir di Purba lingga (Jawa Tengah), 08 Maret 1965.Pindah ke Sorong (Papua Barat), tahun 1981.Menulis puisi sejak 1981. Puisinya dibukukukan dalam antologi bersama di dalam negeri maupun di luar negeri. Pernah menjadi staf pegajar di STKIP Muhammadiyah Sorong (2006 – 2010). Sekarang, menjabat sebagai Kepala Bidang Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tambrauw. Alamat: Jalan Basuki Rahmat Km. 7 (Kompleks Kantor Transmigrasi lama), Kota Sorong, Provinsi Papua Barat.