Berikut kita ulas puisi Sugeng Joko Utomo dalam Negeri Ironi. Sunggeng adalah penyair kelahiran Tasikmalaya seorang pendidik yang menggeluti sastra khusus puisi. Ia teleh menulis antologi tunggalnya " Lelaki dan Langgam" dan diterbitkan. Kali ini Sugeng menulis di antologi Internasional berikut puisinya :
Sugeng Joko Utomo
NEGERI IRONI
Zaman merdeka di negeri kita
Orang-orang saling berlomba
Untuk menjadi wakil rakyat
Atau juga pejabat
Berebut kursi singgasana
Adu strategi curang semena-mena
Menjegal teman sejawat
Bahkan menginjak lidah kerabat
Tak berhitung harkat martabat
Moral terlepas jauh dari hakikat
Yang terpilih menjadi wakil rakyat
Berlomba-lomba mengumbar syahwat
Perilaku menyimpang sesuka-suka
Anomali jiwa menjadi terbiasa
Haus akan kuasa
Lapar akan harta
Fenomena miskin dianggap basi
Atau tiada lagi ambil perduli
Malah terkadang menjadi obyek
Sarana pengeruk anggaran proyek
Nyata di pundi-pundi mereka
Menggunung kekayaan semata
Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata
Sementara oknum-oknum semakin kaya
Tanpa harus berteriak: merdeka
Cukup duduk di belakang meja
Amboi... tandatangannya tinggi harga
Tasikmalaya, 1 Agustus 2019
Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.
Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.
Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.
Klimaknya tampak dalam bait berikut :
//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata / ...//
Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).
Sugeng Joko Utomo
NEGERI IRONI
Zaman merdeka di negeri kita
Orang-orang saling berlomba
Untuk menjadi wakil rakyat
Atau juga pejabat
Berebut kursi singgasana
Adu strategi curang semena-mena
Menjegal teman sejawat
Bahkan menginjak lidah kerabat
Tak berhitung harkat martabat
Moral terlepas jauh dari hakikat
Yang terpilih menjadi wakil rakyat
Berlomba-lomba mengumbar syahwat
Perilaku menyimpang sesuka-suka
Anomali jiwa menjadi terbiasa
Haus akan kuasa
Lapar akan harta
Fenomena miskin dianggap basi
Atau tiada lagi ambil perduli
Malah terkadang menjadi obyek
Sarana pengeruk anggaran proyek
Nyata di pundi-pundi mereka
Menggunung kekayaan semata
Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata
Sementara oknum-oknum semakin kaya
Tanpa harus berteriak: merdeka
Cukup duduk di belakang meja
Amboi... tandatangannya tinggi harga
Tasikmalaya, 1 Agustus 2019
Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.
Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.
Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.
Klimaknya tampak dalam bait berikut :
//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata / ...//
Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).