Jumat, 09 Agustus 2019

Sugeng Joko Utomo NEGERI IRONI

Berikut kita ulas puisi Sugeng Joko Utomo dalam Negeri Ironi. Sunggeng adalah penyair kelahiran Tasikmalaya seorang pendidik yang menggeluti sastra khusus puisi. Ia teleh menulis antologi tunggalnya " Lelaki dan Langgam" dan diterbitkan. Kali ini Sugeng menulis di antologi Internasional berikut puisinya :

Sugeng Joko Utomo

NEGERI IRONI

Zaman merdeka di negeri kita

Orang-orang saling berlomba

Untuk menjadi wakil rakyat

Atau juga pejabat

Berebut kursi singgasana

Adu strategi curang semena-mena

Menjegal teman sejawat

Bahkan menginjak lidah kerabat

Tak berhitung harkat martabat

Moral terlepas jauh dari hakikat

Yang terpilih menjadi wakil rakyat

Berlomba-lomba mengumbar syahwat

Perilaku menyimpang sesuka-suka

Anomali jiwa menjadi terbiasa

Haus akan kuasa

Lapar akan harta

Fenomena miskin dianggap basi

Atau tiada lagi ambil perduli

Malah terkadang menjadi obyek

Sarana pengeruk anggaran proyek

Nyata di pundi-pundi mereka

Menggunung kekayaan semata

Rakyat miskin selalu dipaksa

Untuk meneriakkan kata: merdeka

Sambil menahan lapar haus

Membentuk barisan parade kaum kurus

Sesekali mengusap dada

Walau telah kering air mata

Sementara oknum-oknum semakin kaya

Tanpa harus berteriak: merdeka

Cukup duduk di belakang meja

Amboi... tandatangannya tinggi harga

Tasikmalaya, 1 Agustus 2019




Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.

Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.

Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.

Klimaknya tampak dalam bait berikut :

//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa

Untuk meneriakkan kata: merdeka

Sambil menahan lapar haus

Membentuk barisan parade kaum kurus

Sesekali mengusap dada

Walau telah kering air mata / ...//

Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).