Mari kita ulas kembali puisi-puisi Internasional, berikut karya
Anggoro Suprapto:
JALAN MENUJU TUA
tengah malam aku suka bermeditasi
lalu kutanya pada waktu yang menyepi
aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?
kutersenyum, saat kau mengangguk pasti
di langit muram bulan tertutup awan
malam semakin gelisah
dalam gigil yang resah
kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya
maka tatkala
jalan menjadi tua tiba, kuputuskan
ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku
setiap hari bisa memandang
beningnya netramu
teduhnya wajahmu
gelak tawa anak-anak menggelegak
senda gurau yang menyeruak
ah, sesungguhnyalah
menjadi tua adalah anugerah
dari sang maha pemurah
semarang, september 2018
Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.
Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:
//.......//kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya//....//
Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Anggoro Suprapto:
JALAN MENUJU TUA
tengah malam aku suka bermeditasi
lalu kutanya pada waktu yang menyepi
aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?
kutersenyum, saat kau mengangguk pasti
di langit muram bulan tertutup awan
malam semakin gelisah
dalam gigil yang resah
kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya
maka tatkala
jalan menjadi tua tiba, kuputuskan
ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku
setiap hari bisa memandang
beningnya netramu
teduhnya wajahmu
gelak tawa anak-anak menggelegak
senda gurau yang menyeruak
ah, sesungguhnyalah
menjadi tua adalah anugerah
dari sang maha pemurah
semarang, september 2018
Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.
Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:
//.......//kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya//....//
Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)