Sajian nasional informasi ilmu pengetahuan dan teknologi ,informasi umum, informasi pendidikan dan budaya.
Laman
- REDAKSI
- Berita Hari Ini
- Daftar Propinsi di Indonesia
- Daftar Negara-negara di Dunia
- Sastrawan Indonesia
- Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
- Kumpulan Syair Lagu Keroncong
- Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
- Perguruan Tinggi Kedinasan di bawah Kementerian
- Daftar Penerima Nobel
- Daftar Gunung di Indonsia
- Daftar Juara All England
- Daftar Juara Thomas Cup
- Daftar Presiden Amerika Serikat
- Daftar Lagu Nasional
- Daftar Sastrawan
- Penyair Tadarus Puisi
Minggu, 25 Agustus 2019
Rabu, 21 Agustus 2019
Hasanuddin Kepala Sekolah yang Hafal Puisi-puisi Chairil Anwar
Di sebuah lembah pegunungan pantai selatan Garut di kecamatan Bumbulang (BBL) bertemu dengan seorang kepala sekolah dasar yang tinggal dua tahun lagi memasuki masa pensiun. Namanya Hasanuddin, kelahiran Makasar 1961. Ada sesuatu yang istimewa pada sosok kepala sekolah dasar Margalaksana 1 di Bumbulang ini, yaitu ketika aku menanyakan pada semua guru, yang kebanyakan muda-muda itu, di sekolah tersebut, di sela-sela obrolan . "Siapa yang hafal beberapa judul karya puisi dan buku sastra karangan pujangga baru pada saat masih sekolah?".
Semua guru terdianm dan mengingat-ingat ketika masih dibangku sekolah atau dibangku kuliah. Tak seorangpun yang menjawab.
Setelah ditunggu beberapa saat , aku menengok wajah kepala seklahnya. Kepala sekolah yang sudah tua itu tersenyum kemudian ia menyebut beberapa nama judul buku dan pengarangnya seperti Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, kemudian ia menyebut beberapa judul puisi karya Chairil Anwar. Segera aku berdiri menyalaminya memberikan selamat.
" Apa bapak masih hafal?", kataku singkat !
Orang tua itu tersenyum lalu memberesi safarinya, kemudia ia berdeklamasi ;
Aku ........Chairil Anwar !
Kalau sampai waktuku.
Ku mau tak seorang kan merayu…
Tidak juga kau…
Tak perlu sedu sedan itu…
Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulannya terbuang…
Biar peluru menembus kulitku.
Aku tetap meradang menerjang…
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari…
Hingga hilang pedih peri,,,
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi…
Maret 1943
Demikian ternyata di tepi gunung terdapat sosok guru yang menyimpan ingatan kuat ketika tahun 70-an sekolah.
(Rg Bagus Warsono, 21 Agustus 2019)
Semua guru terdianm dan mengingat-ingat ketika masih dibangku sekolah atau dibangku kuliah. Tak seorangpun yang menjawab.
Setelah ditunggu beberapa saat , aku menengok wajah kepala seklahnya. Kepala sekolah yang sudah tua itu tersenyum kemudian ia menyebut beberapa nama judul buku dan pengarangnya seperti Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, kemudian ia menyebut beberapa judul puisi karya Chairil Anwar. Segera aku berdiri menyalaminya memberikan selamat.
" Apa bapak masih hafal?", kataku singkat !
Orang tua itu tersenyum lalu memberesi safarinya, kemudia ia berdeklamasi ;
Aku ........Chairil Anwar !
Kalau sampai waktuku.
Ku mau tak seorang kan merayu…
Tidak juga kau…
Tak perlu sedu sedan itu…
Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulannya terbuang…
Biar peluru menembus kulitku.
Aku tetap meradang menerjang…
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari…
Hingga hilang pedih peri,,,
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi…
Maret 1943
Demikian ternyata di tepi gunung terdapat sosok guru yang menyimpan ingatan kuat ketika tahun 70-an sekolah.
(Rg Bagus Warsono, 21 Agustus 2019)
Suhendi RI, MATA PENA
Dari Bungbulang (Garut) pantai Selatan Jabar kita lihat puisi-puisi internasional Perjalanan Merdeka karya Suhendi RI penyair muda berbakat , kita simak puisinya :
Suhendi RI,
MATA PENA
Menatap hampa ke sudut ruang
Sebuah kitab tergeletak
Tak berdaya di atas meja
Sedang sang darwis lelap
Dipeluk sunyi
Tinta yang menoreh jejak sejarah
Menjadi ayat-ayat kekal
Biarpun musnah dibaca rayap-rayap zaman
Kisahnya terekam diingatan purba
Ketika fajar menyibak tirai pagi
Jiwa mengembara ke jiwa lain
Mencari alif lam mim
Pada mushaf fayakun
Sebelum mata pena disilaukan
Kilauan cahaya emas dan permata
Sadarkanlah dari kefanaan dunia
Bila tiba di halaman akhir
Pahami arti sebenarnya kata-kata
Kebon Jeruk, 19 Juli 2019
Suhendi memberikan puisinya dengan sesuatu yang berada dihadapannya , dihadapan kita, sebuah benda yang menyimpan rahasia alam ini, sebuah yang menjadi pegangan dan panutan hidup di dunia.
Pilihan diksi yang sangat apik dalam usia pengalamannya yang masih muda ini mampu menatanya dan memilih dengan pilihan yang membuat puisi ini menarik dan cukup membuat orang terkesima.
Suhendi membiarkan puisinya untuk ditafsir sesuka pembaca namun memudian pembaca menemukan apa yang diributkan dan di bicarakan itu akhirnya kembali ke Yang Maha Kuasa.
//..../Ketika fajar menyibak tirai pagi
Jiwa mengembara ke jiwa lain
Mencari alif lam mim
Pada mushaf fayakun/....//
Demikian siapa yang mampu menggali apa yang diberikan Yang Maha Kuasa (Al Kitab) sebetulnya terdapat keindahan tiada habis-habisnya. (bersambung. Rg Bagus Warsono , kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Suhendi RI,
MATA PENA
Menatap hampa ke sudut ruang
Sebuah kitab tergeletak
Tak berdaya di atas meja
Sedang sang darwis lelap
Dipeluk sunyi
Tinta yang menoreh jejak sejarah
Menjadi ayat-ayat kekal
Biarpun musnah dibaca rayap-rayap zaman
Kisahnya terekam diingatan purba
Ketika fajar menyibak tirai pagi
Jiwa mengembara ke jiwa lain
Mencari alif lam mim
Pada mushaf fayakun
Sebelum mata pena disilaukan
Kilauan cahaya emas dan permata
Sadarkanlah dari kefanaan dunia
Bila tiba di halaman akhir
Pahami arti sebenarnya kata-kata
Kebon Jeruk, 19 Juli 2019
Suhendi memberikan puisinya dengan sesuatu yang berada dihadapannya , dihadapan kita, sebuah benda yang menyimpan rahasia alam ini, sebuah yang menjadi pegangan dan panutan hidup di dunia.
Pilihan diksi yang sangat apik dalam usia pengalamannya yang masih muda ini mampu menatanya dan memilih dengan pilihan yang membuat puisi ini menarik dan cukup membuat orang terkesima.
Suhendi membiarkan puisinya untuk ditafsir sesuka pembaca namun memudian pembaca menemukan apa yang diributkan dan di bicarakan itu akhirnya kembali ke Yang Maha Kuasa.
//..../Ketika fajar menyibak tirai pagi
Jiwa mengembara ke jiwa lain
Mencari alif lam mim
Pada mushaf fayakun/....//
Demikian siapa yang mampu menggali apa yang diberikan Yang Maha Kuasa (Al Kitab) sebetulnya terdapat keindahan tiada habis-habisnya. (bersambung. Rg Bagus Warsono , kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Selasa, 13 Agustus 2019
Chayada Binsaven PERUBAHAN WAKTU
Chayada Binsaven Nickname Sunbeia, Bangkok , berikut puisinya :
Nama saya Chayada Binsaven
PERUBAHAN WAKTU
Hati orang berubah
Hal-hal yang tetap sama hanyalah kenangan.
Senyum setiap orang ada
dalam ingatan seseorang.
TAKDIR
Apakah Anda percaya pada takdir?
Takdir sering yang orang yakini
dan mengira itu bagian dari kehidupan.
Nasib seringkali datang secara kebetulan.
Terkadang kita bertemu seseorang
yang atau telah mengenal Seseorang,
yang tidak kita duga tahu.
Ini adalah pesona takdir.
Mungkin Anda berjalan
di sepanjang garis nasib.
Gadis cantik mengawali perdananya sebagai penyair dengan puisi pendek yang indah.
Satu berjudul Perubahan Waktu dan satunya lagi berjudul Takdir dua puisi yang dapat berhubungan ditilik dari isi pesannya.
Cayadha Binsaven goresannya indah , diksinya sederhana namun dalam rangkainya sasyat !
//Hati orang berubah
Hal-hal yang tetap sama hanyalah kenangan.
Senyum setiap orang ada
dalam ingatan seseorang.//
Puisi pendek yang menyentuh pembaca. Puis dengan magner baca tinggi. Hingga pengulas puisi ini terkagum kagum.
Begitu juga puisi kedua. Tentang takdir manusia. Ia menulis takdir itu dengan sangat dalam.
//.../Nasib seringkali datang secara kebetulan.
Terkadang kita bertemu seseorang
yang atau telah mengenal Seseorang,
yang tidak kita duga tahu./...//
baris yang menggigit pembaca, bahwa takdir bukan kitayang merencanakan.
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gembar Membaca)
Nama saya Chayada Binsaven
PERUBAHAN WAKTU
Hati orang berubah
Hal-hal yang tetap sama hanyalah kenangan.
Senyum setiap orang ada
dalam ingatan seseorang.
TAKDIR
Apakah Anda percaya pada takdir?
Takdir sering yang orang yakini
dan mengira itu bagian dari kehidupan.
Nasib seringkali datang secara kebetulan.
Terkadang kita bertemu seseorang
yang atau telah mengenal Seseorang,
yang tidak kita duga tahu.
Ini adalah pesona takdir.
Mungkin Anda berjalan
di sepanjang garis nasib.
Gadis cantik mengawali perdananya sebagai penyair dengan puisi pendek yang indah.
Satu berjudul Perubahan Waktu dan satunya lagi berjudul Takdir dua puisi yang dapat berhubungan ditilik dari isi pesannya.
Cayadha Binsaven goresannya indah , diksinya sederhana namun dalam rangkainya sasyat !
//Hati orang berubah
Hal-hal yang tetap sama hanyalah kenangan.
Senyum setiap orang ada
dalam ingatan seseorang.//
Puisi pendek yang menyentuh pembaca. Puis dengan magner baca tinggi. Hingga pengulas puisi ini terkagum kagum.
Begitu juga puisi kedua. Tentang takdir manusia. Ia menulis takdir itu dengan sangat dalam.
//.../Nasib seringkali datang secara kebetulan.
Terkadang kita bertemu seseorang
yang atau telah mengenal Seseorang,
yang tidak kita duga tahu./...//
baris yang menggigit pembaca, bahwa takdir bukan kitayang merencanakan.
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gembar Membaca)
Muhammad Lefand ORANG-ORANG TIMUR JEMBER
Berikut kita simak puisi karya Muhammad Lefand dalam puisi-puisi antologi internasional.
Muhammad Lefand
ORANG-ORANG TIMUR JEMBER
pagi:
Semua bangun setelah ayam berkokok
Membasuh muka dengan air
Menghadap Tuhan dan berdizikir
Yang punya sawah mengambil cangkulnya
Yang punya kebun mengambil aritnya
Yang tidak punya siap-siap bekerja
Ada yang mencari kayu hingga ke hutan
Ada yang mencari rumput hingga ke kebun
Dingin tak menghalangi gairah orang-orang
Tanah timur Jember begitu subur
Sawah-sawah luas membentang dari utara ke selatan
Kebun-kebun di bawah kaki gunung raung begitu rimbun
siang:
Setelah adzan dhuhur berkumandang dari masjid terdekat
Semua bersiap untuk kembali ke rumahnya
Membasuh badan dan keringat
Tidak lupa menunaikan shalat
Ada yang kembali ke sawah dan kebunnya
Ada yang istirahat di kamarnya
Anak-anak pulang dari sekolah mengucap salam
sore:
Ibu-ibu berkumpul
Bapak-bapak kembali ke aktifitas masing-masing
Anak-anak bermain layangan
malam:
Orang-orang sedang berdoa
setiap hari:
Orang-orang timur Jember sangat merdeka
Jember, 2019
Muhammad Lefand, penulis yang lahir di Sumenep Madura dengan nama Muhammad,
sekarang tinggal di Ledokombo Jember. Adalah seorang perantauan yang senang menulis puisi
Muhammad Lefand mengetengahkan suasana merdeka di Jember Jawa Timur. Diantara orang-orang yang belum menemukan kemerdekaan menurut hatinya, Muhammad Lefand justru memotret masyarakat yang menikmati kemerdekaan itu. Orang-orang Timur Jember katanya menikmati merdeka, ia gambarkan diwaktu pagi, siang hingga malam sepanjang hari, kemerdekaan bagi masyarakat adalah ketenangan dan keamanan mencari nafkah. Tampaknya masyarakat yang dipotret Lefand tidak muluk-muluk , mereka menikmati kemerdekaan itu. Menikmati dengan tenangan hidup dalam keseharian nya di desa.
Benar, kemerdekaan adalah bagaimana seseorang mensyukuri hidup ini, namun tak berarti pasrah. Hati yang slalu bersyuku akan mendapat ketenangan dalam hidup. Contohnya masyarakat Timur Jember yang digambarkan Muhammad Lefand.
Puisi yang tersurat dengan runtut dan apik disusun ini memiliki kekuatan daya tarik baca tersendiri. Lefand telah berhasil 'bercerita dengah puisi. Demikian puisi ternyata dapat menyampaikan kabar. bahwa di suatu tempat ada masyarakat menikmati merdeka. Mengapa kita tidak?
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat gemar membaca)
Muhammad Lefand
ORANG-ORANG TIMUR JEMBER
pagi:
Semua bangun setelah ayam berkokok
Membasuh muka dengan air
Menghadap Tuhan dan berdizikir
Yang punya sawah mengambil cangkulnya
Yang punya kebun mengambil aritnya
Yang tidak punya siap-siap bekerja
Ada yang mencari kayu hingga ke hutan
Ada yang mencari rumput hingga ke kebun
Dingin tak menghalangi gairah orang-orang
Tanah timur Jember begitu subur
Sawah-sawah luas membentang dari utara ke selatan
Kebun-kebun di bawah kaki gunung raung begitu rimbun
siang:
Setelah adzan dhuhur berkumandang dari masjid terdekat
Semua bersiap untuk kembali ke rumahnya
Membasuh badan dan keringat
Tidak lupa menunaikan shalat
Ada yang kembali ke sawah dan kebunnya
Ada yang istirahat di kamarnya
Anak-anak pulang dari sekolah mengucap salam
sore:
Ibu-ibu berkumpul
Bapak-bapak kembali ke aktifitas masing-masing
Anak-anak bermain layangan
malam:
Orang-orang sedang berdoa
setiap hari:
Orang-orang timur Jember sangat merdeka
Jember, 2019
Muhammad Lefand, penulis yang lahir di Sumenep Madura dengan nama Muhammad,
sekarang tinggal di Ledokombo Jember. Adalah seorang perantauan yang senang menulis puisi
Muhammad Lefand mengetengahkan suasana merdeka di Jember Jawa Timur. Diantara orang-orang yang belum menemukan kemerdekaan menurut hatinya, Muhammad Lefand justru memotret masyarakat yang menikmati kemerdekaan itu. Orang-orang Timur Jember katanya menikmati merdeka, ia gambarkan diwaktu pagi, siang hingga malam sepanjang hari, kemerdekaan bagi masyarakat adalah ketenangan dan keamanan mencari nafkah. Tampaknya masyarakat yang dipotret Lefand tidak muluk-muluk , mereka menikmati kemerdekaan itu. Menikmati dengan tenangan hidup dalam keseharian nya di desa.
Benar, kemerdekaan adalah bagaimana seseorang mensyukuri hidup ini, namun tak berarti pasrah. Hati yang slalu bersyuku akan mendapat ketenangan dalam hidup. Contohnya masyarakat Timur Jember yang digambarkan Muhammad Lefand.
Puisi yang tersurat dengan runtut dan apik disusun ini memiliki kekuatan daya tarik baca tersendiri. Lefand telah berhasil 'bercerita dengah puisi. Demikian puisi ternyata dapat menyampaikan kabar. bahwa di suatu tempat ada masyarakat menikmati merdeka. Mengapa kita tidak?
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat gemar membaca)
Suyitno Ethex MENAWAR KEMERDEKAAN
Kita simak kembali puisi-puisi perjalanan merdeka dalam antologi internasional. Berikut karya Suyitno Ethex penyair Mojokerto yang namanya menasional ini :
Suyitno Ethex
MENAWAR KEMERDEKAAN
Menjelang kemerdekaan awal bulan agustus
di ruas setiap jalan tawarkan kemerdekaan
umbulbul penjor bendera dijajakan
Harga umbulumbul sekian
harga bendera sekian
begitu juga tiang bendera
Penjual pembeli berinteraksi
tawar menawar terjadi
serasa lupa bagaimana
para pejuang merebut kemerdekaan
Menawar kemerdekaan terjadi
peringatan hanya serimoni
terlalu sekali
mojokerto, 1.8.2019
Sebuah puisi pendek dengan baris pendek yang menarik perhatian. Penuh makna apresiasi, dan syarat pesan. Paduan bait dikayakan dengan alur yang bergelombang sehingga enak dibaca. Suyitno Ethex memang jempolan dalam menulis puisi.
//.../Harga umbulumbul sekian
harga bendera sekian
begitu juga tiang bendera/...//
alur demikian adalah jeda yang menarik utuk disampaikan agar mengigit.
Pandangannya dalam sorotan judul ini tentang perayaan kemerdekaan itu tak sebera arti bahkan hanya seremonial belaka.
//.../Menawar kemerdekaan terjadi
peringatan hanya serimoni
terlalu sekali//
Suyitno Ethex pancen piawai menulis puisi.
Suyitno Ethex
MENAWAR KEMERDEKAAN
Menjelang kemerdekaan awal bulan agustus
di ruas setiap jalan tawarkan kemerdekaan
umbulbul penjor bendera dijajakan
Harga umbulumbul sekian
harga bendera sekian
begitu juga tiang bendera
Penjual pembeli berinteraksi
tawar menawar terjadi
serasa lupa bagaimana
para pejuang merebut kemerdekaan
Menawar kemerdekaan terjadi
peringatan hanya serimoni
terlalu sekali
mojokerto, 1.8.2019
Sebuah puisi pendek dengan baris pendek yang menarik perhatian. Penuh makna apresiasi, dan syarat pesan. Paduan bait dikayakan dengan alur yang bergelombang sehingga enak dibaca. Suyitno Ethex memang jempolan dalam menulis puisi.
//.../Harga umbulumbul sekian
harga bendera sekian
begitu juga tiang bendera/...//
alur demikian adalah jeda yang menarik utuk disampaikan agar mengigit.
Pandangannya dalam sorotan judul ini tentang perayaan kemerdekaan itu tak sebera arti bahkan hanya seremonial belaka.
//.../Menawar kemerdekaan terjadi
peringatan hanya serimoni
terlalu sekali//
Suyitno Ethex pancen piawai menulis puisi.
Mim Aly Mursyid. HAL TUJUH BELAS AGUSTUS
Mim Aly Mursyid adalah penyair Sumenep , berikut Puisinya dalam antologi internasional :
Mim Aly Mursyid.
HAL TUJUH BELAS AGUSTUS
Tujuh belas Agustus nanti,
Bakal kembali kita mengusik diri sendiri dengan kenyataan pahit negeri ini.
Tuan pemimpin negara
Berdiri tegak di podium upacara lalu bercerita seperti tahun-tahun sebelumnya;
Dengan tersenyum Ia menyebut angka usia negara kita telah merdeka
Tetapi lupa menyebut berapa jumlah anak-anak tak sekolah di pelosok desa
Ia menunjuk gagah foto wajah para pejuang dan pahlawan
Tetapi tak pernah mau peduli pada wajah-wajah tak punya pekerjaan
Akan pula ia ingatkan kita bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan pahlawannya
Tetapi ia lupa bahwa di banyak tempat bos-bos enggan menghargai kerja keras para buruh dengan upah yang utuh
Tujuh puluh empat tahun Indonesia telah merdeka
Angka yang belia bagi usia suatu bangsa
Tetapi amat lama sampai hari kita melihat dan mendapati kenyataannya
Tujuh belas Agustus,
Itulah suatu hari dimana kita semua tetiba jadi pelupa
Lupa bahwa ada beda makna buruh dan budak
Lupa kalau merdeka artinya kita tak saling memangsa
Lupa bahwa ini bangsa milik bersama bukan segolongan kaya saja
Tuan pemimpin negara itu,
Kalau nanti di pidatonya ia mengajakku mensyukuri kemerdekaan ini
Aku hanya akan bertanya sejauh mana ia telah mengusir Belanda yang bergumpal di alir darahnya
Madura, 2019
Puisi dapat dijadikan berbagai pesan termasuk nasehat. Pesan itu disampaikannya lewat puisi dengan bahasa puisi dan cara puisi menyampaikan pesan. Mim Aly Mursyid pandai merangkai kata hingga menjadi puisi pesan untuk mengingatkan bangsa ini akan jerih payah para pahlawan merebut kemerdekaan. Sedang 'mereka yang beruntung di masa ini tidak pernah tau bagaimana perjuangan itu. Mereka hanya menikmati hasil perjuangan itu, bahkan lupa pula pada sesama yang belum beruntung.
//..../ Tujuh belas Agustus,
Itulah suatu hari dimana kita semua tetiba jadi pelupa
Lupa bahwa ada beda makna buruh dan budak
Lupa kalau merdeka artinya kita tak saling memangsa
Lupa bahwa ini bangsa milik bersama bukan segolongan kaya saja/ ...//
Pesan yang tersurat menjadi tegur pengingat bahwa kemerdekaan ini bukan milik seseorang atau segolongan. Mim Aly Mursyid tampaknya berhasil dalam hal ini dan Selamat untukmu Mim Aly Mursyid.
Mim Aly Mursyid.
HAL TUJUH BELAS AGUSTUS
Tujuh belas Agustus nanti,
Bakal kembali kita mengusik diri sendiri dengan kenyataan pahit negeri ini.
Tuan pemimpin negara
Berdiri tegak di podium upacara lalu bercerita seperti tahun-tahun sebelumnya;
Dengan tersenyum Ia menyebut angka usia negara kita telah merdeka
Tetapi lupa menyebut berapa jumlah anak-anak tak sekolah di pelosok desa
Ia menunjuk gagah foto wajah para pejuang dan pahlawan
Tetapi tak pernah mau peduli pada wajah-wajah tak punya pekerjaan
Akan pula ia ingatkan kita bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan pahlawannya
Tetapi ia lupa bahwa di banyak tempat bos-bos enggan menghargai kerja keras para buruh dengan upah yang utuh
Tujuh puluh empat tahun Indonesia telah merdeka
Angka yang belia bagi usia suatu bangsa
Tetapi amat lama sampai hari kita melihat dan mendapati kenyataannya
Tujuh belas Agustus,
Itulah suatu hari dimana kita semua tetiba jadi pelupa
Lupa bahwa ada beda makna buruh dan budak
Lupa kalau merdeka artinya kita tak saling memangsa
Lupa bahwa ini bangsa milik bersama bukan segolongan kaya saja
Tuan pemimpin negara itu,
Kalau nanti di pidatonya ia mengajakku mensyukuri kemerdekaan ini
Aku hanya akan bertanya sejauh mana ia telah mengusir Belanda yang bergumpal di alir darahnya
Madura, 2019
Puisi dapat dijadikan berbagai pesan termasuk nasehat. Pesan itu disampaikannya lewat puisi dengan bahasa puisi dan cara puisi menyampaikan pesan. Mim Aly Mursyid pandai merangkai kata hingga menjadi puisi pesan untuk mengingatkan bangsa ini akan jerih payah para pahlawan merebut kemerdekaan. Sedang 'mereka yang beruntung di masa ini tidak pernah tau bagaimana perjuangan itu. Mereka hanya menikmati hasil perjuangan itu, bahkan lupa pula pada sesama yang belum beruntung.
//..../ Tujuh belas Agustus,
Itulah suatu hari dimana kita semua tetiba jadi pelupa
Lupa bahwa ada beda makna buruh dan budak
Lupa kalau merdeka artinya kita tak saling memangsa
Lupa bahwa ini bangsa milik bersama bukan segolongan kaya saja/ ...//
Pesan yang tersurat menjadi tegur pengingat bahwa kemerdekaan ini bukan milik seseorang atau segolongan. Mim Aly Mursyid tampaknya berhasil dalam hal ini dan Selamat untukmu Mim Aly Mursyid.
Syahriannur Khaidir AGUSTUS DAN WANGI MERAH PUTIH.
Mari kita lihat puisi Syahriannur Khaidir dalam puisi-puisi internasional .
Berikut puisinya:
berjudul :
Syahriannur Khaidir
AGUSTUS DAN WANGI MERAH PUTIH.
Agustus dan wangi merah putih
Kau tersenyum sambil memegang dada
Entah luka
Entah duka
Entah desakan tanya
Merdekakah kemiskinan
Merdekakah kebodohan
Merdekakah
O pejuang
Tetaplah rapatkan barisan
Hingga merah
Hingga putih
Tak lagi tertatih menahan rintih
Sampang, Juli 2019
Puisi pendek Syahriannur Khaidir yang berjudul Agustus dan wangi Merah putih pantas sebagai puisi internasional. Gayanya cukup mengulas satu yaitu bendera Merah Putih. Di bendera merah putih ini tersimpan berbagai sejarah kesaksian dari sebuah bendera merah putih.
Ia merah putih, yang menyimpan kesaksian panjang sejarah negeri ini, berbagai peristiwa lara hingga perjalanan merdeka,
Pokoknya merah putih tetap berkibar di rumah si miskin dan di rumah si lapar. Di meja si bodoh dan di meja si pintar. Seakan merah putih tak membedakan siapa.
//.../Tetaplah rapatkan barisan
Hingga merah
Hingga putih
Tak lagi tertatih menahan rintih//. Demikian samian Syahriannur Khaidir piawai , hanya satu benda merah putih mampu membawa puisi ini syarat makna. Selamat untukmu Syahriannur Khaidir. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Berikut puisinya:
berjudul :
Syahriannur Khaidir
AGUSTUS DAN WANGI MERAH PUTIH.
Agustus dan wangi merah putih
Kau tersenyum sambil memegang dada
Entah luka
Entah duka
Entah desakan tanya
Merdekakah kemiskinan
Merdekakah kebodohan
Merdekakah
O pejuang
Tetaplah rapatkan barisan
Hingga merah
Hingga putih
Tak lagi tertatih menahan rintih
Sampang, Juli 2019
Puisi pendek Syahriannur Khaidir yang berjudul Agustus dan wangi Merah putih pantas sebagai puisi internasional. Gayanya cukup mengulas satu yaitu bendera Merah Putih. Di bendera merah putih ini tersimpan berbagai sejarah kesaksian dari sebuah bendera merah putih.
Ia merah putih, yang menyimpan kesaksian panjang sejarah negeri ini, berbagai peristiwa lara hingga perjalanan merdeka,
Pokoknya merah putih tetap berkibar di rumah si miskin dan di rumah si lapar. Di meja si bodoh dan di meja si pintar. Seakan merah putih tak membedakan siapa.
//.../Tetaplah rapatkan barisan
Hingga merah
Hingga putih
Tak lagi tertatih menahan rintih//. Demikian samian Syahriannur Khaidir piawai , hanya satu benda merah putih mampu membawa puisi ini syarat makna. Selamat untukmu Syahriannur Khaidir. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Senin, 12 Agustus 2019
"Kubaca" karya Suyudi Akbar Sujudi Akbar P
Kembali kita simak puisi-puisi internasional, berikutnya "Kubaca" karya Suyudi Akbar Sujudi Akbar Pamungkas.
SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS:
---------------------------------------------------
KUBACA
kubaca berkali indonesia
adalah negeri subur kayaraya
tapi berkali kurasa indonesia
tiada belaskasih kemiskinan ini
kian akut di perkampungan orang
kubaca berkali indonesia
adalah negeri besar merdeka
tapi berkali kurasa indonesia
tak juga memerdekakan nasib ini
dari belenggu penindasan sesama
berkali kubaca indonesia
adalah negeri adil sejahtera
tapi kurasa berkali indonesia
tiada pernah berlaku bijaksana
saat kekuatan merampas hak kita
berkali kubaca indonesia
adalah negeri anti rasuah
tapi kurasa berkali indonesia
tak sepenuh hati memberantas
penjarahan dan pungli kehidupan
indonesia, berkali kubaca
ternyata hanya serial elegi jelata
negeri dongeng abadi para pemimpi
di sini hanya kekuatan berkuasa
nasibku hidupmu apa mau dikata
(part, 010819)
Puisi yang manis dan tampak tegak dan sebait baris puisi yang kaya makna dan pesan. Suyudi Sujudi Akbar Pamungkas memang padai mengolah kata. Adalah seorang penyair, apa pun bisa dibuat puis dengan ketajaman naluri dan pengalaman serta kekayaan pilihan kata yang baik.
Ada banyak pesan yang terkandung dalam puisi di atas, yakni Sukma memotret tetang rasa kecewanya terhadap negeri yang ia puja. Namun kekecewaan itu ternyata oleh ulah manusia-manusia Indonesia juga yang tengah berkuasa. Penyair hanyalah penyampai pesan , perubahan itu terletak bagaimana apresiasi itu diimplementasikan dengan perubahan yang baik. Akhirnya hanya penyair cuma menyampaikan dan bukan berarti pasrah tetapi berjuang lewat tulisan atau caranya tersendiri.
Tampaknya Suyudi Sujudi Akbar Pamungkas berhasil menjadikan puisi ini bersinar. (Rg Bagus Warsonio, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS:
---------------------------------------------------
KUBACA
kubaca berkali indonesia
adalah negeri subur kayaraya
tapi berkali kurasa indonesia
tiada belaskasih kemiskinan ini
kian akut di perkampungan orang
kubaca berkali indonesia
adalah negeri besar merdeka
tapi berkali kurasa indonesia
tak juga memerdekakan nasib ini
dari belenggu penindasan sesama
berkali kubaca indonesia
adalah negeri adil sejahtera
tapi kurasa berkali indonesia
tiada pernah berlaku bijaksana
saat kekuatan merampas hak kita
berkali kubaca indonesia
adalah negeri anti rasuah
tapi kurasa berkali indonesia
tak sepenuh hati memberantas
penjarahan dan pungli kehidupan
indonesia, berkali kubaca
ternyata hanya serial elegi jelata
negeri dongeng abadi para pemimpi
di sini hanya kekuatan berkuasa
nasibku hidupmu apa mau dikata
(part, 010819)
Puisi yang manis dan tampak tegak dan sebait baris puisi yang kaya makna dan pesan. Suyudi Sujudi Akbar Pamungkas memang padai mengolah kata. Adalah seorang penyair, apa pun bisa dibuat puis dengan ketajaman naluri dan pengalaman serta kekayaan pilihan kata yang baik.
Ada banyak pesan yang terkandung dalam puisi di atas, yakni Sukma memotret tetang rasa kecewanya terhadap negeri yang ia puja. Namun kekecewaan itu ternyata oleh ulah manusia-manusia Indonesia juga yang tengah berkuasa. Penyair hanyalah penyampai pesan , perubahan itu terletak bagaimana apresiasi itu diimplementasikan dengan perubahan yang baik. Akhirnya hanya penyair cuma menyampaikan dan bukan berarti pasrah tetapi berjuang lewat tulisan atau caranya tersendiri.
Tampaknya Suyudi Sujudi Akbar Pamungkas berhasil menjadikan puisi ini bersinar. (Rg Bagus Warsonio, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Puisi Hasani Hamzah SEPASANG WARNA
Berikutnya kita simak kembali puisi-puisi internasional. Kali ini kita ulas puisi Karya Hazani Hasani Hamzah penyair asal Madura. Hasani Hamzah namanya kian dikenal dan termasuk yang aktif dan produktif di Madura menyusul penyair-penyair lainnya . Madura dikenal sebagai gudang penyair Jawa Timur yang kebanyakan dari kalangan pesantren di Madura.
Berikutnya kita simak kembali puisi-puisi internasional :
Puisi Hasani Hamzah
SEPASANG WARNA
Sepasang warna adalah bendera
Adalah juga usia
Yang berkibar dan melambai
Dalam sepi aku merindu kampung halaman
Tempatku dilahirkan
Dan menyusu cintamu
Ibu, lagu mu tetaplah merdu
Di musim yang retak
Bukan bintang-bintang atau bianglala
Yang kau pinta
Hanya sepasang warna sebagai bendera
Yang ingin terus kau tancapkan
Dihalaman pagi
Bagi anak-anak sejarah mu
Sapeken – Sumenep, 25 Juli 2019
Hasani Hamzah juga menjadikan objel Merah Putih, dwi warna bendera negara kita sebagai sorotan puisinya. Bendera Negara Indonesia yang secara singkat disebut bendera negara adalah Sang Merah Putih atau Sang Saka Merah Putih, atau Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna) ini memiliki kesaktiannya tersendiri.
Hasani Hamzah merangkum tentang merah putih itu. diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit pada abad 13 itu adalah dualisme alam yang saling berpasangan. Sejarah menyebut menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan/negara.
Dari semuanya itu merah putih mendapatkan tempatnya tersendiri di hati rakyat Indonesia, sebagai bendera yang slalu melekat di hati anak negeri.
//.../Dalam sepi aku merindu kampung halaman
Tempatku dilahirkan
Dan menyusu cintamu
Ibu, lagu mu tetaplah merdu
Di musim yang retak/....//
Puisi pendek yang cukup manis dan syarat makna.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Berikutnya kita simak kembali puisi-puisi internasional :
Puisi Hasani Hamzah
SEPASANG WARNA
Sepasang warna adalah bendera
Adalah juga usia
Yang berkibar dan melambai
Dalam sepi aku merindu kampung halaman
Tempatku dilahirkan
Dan menyusu cintamu
Ibu, lagu mu tetaplah merdu
Di musim yang retak
Bukan bintang-bintang atau bianglala
Yang kau pinta
Hanya sepasang warna sebagai bendera
Yang ingin terus kau tancapkan
Dihalaman pagi
Bagi anak-anak sejarah mu
Sapeken – Sumenep, 25 Juli 2019
Hasani Hamzah juga menjadikan objel Merah Putih, dwi warna bendera negara kita sebagai sorotan puisinya. Bendera Negara Indonesia yang secara singkat disebut bendera negara adalah Sang Merah Putih atau Sang Saka Merah Putih, atau Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna) ini memiliki kesaktiannya tersendiri.
Hasani Hamzah merangkum tentang merah putih itu. diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit pada abad 13 itu adalah dualisme alam yang saling berpasangan. Sejarah menyebut menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan/negara.
Dari semuanya itu merah putih mendapatkan tempatnya tersendiri di hati rakyat Indonesia, sebagai bendera yang slalu melekat di hati anak negeri.
//.../Dalam sepi aku merindu kampung halaman
Tempatku dilahirkan
Dan menyusu cintamu
Ibu, lagu mu tetaplah merdu
Di musim yang retak/....//
Puisi pendek yang cukup manis dan syarat makna.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sami'an Adib Taman Makam Pahlawan
kali ini kita simak puisi Sami'an Adib , penyair muda asal Jember yang cukup produktif dan namanya mulai dikenal di jajaran penyair elit Jawa Timur . Berikut puisinya :
Sami'an Adib
Taman Makam Pahlawan
Sebelum koloni penjajah datang menjarah
bumi ini gemah ripah loh jinawih
buah meruah, rempah melimpah
tapi penjajah telah menoreh catatan kelam
di dinding dada ini dengan luka mendalam
jiwa terpasung dalambebayang laku kejam
setelah para penjarah asing terusir
negeri ini tak jera mengangkat pamor
tambang bertebaran, tanah lahan kian subur
tapi gemuruh gundah yang menyesaki dada ini tak jua reda
sebab pengorbanan para pejuang belum setara tanah merdeka
ketika rakyat masih terperangkap dalam kubang jerat derita:
sering kita dengar jerit petani di tumpukan hasil panennya
tertimbun sisa-sisa komoditi impor yang datang tiba-tiba
dengan dalih bahan kebutuhan masyarakat mulai langka
sementara di gedung parlemen tak mereka temukan sesiapa
mungkin masih sibuk bersafari mempersiapkan bilik niaga
untuk memajang kursi jabatan dengan segala rahasianya
kucoba menghimpun serpih juang di kelopak kamboja
taman kenangan makam pahlawan yang nyaris dilupa
untuk kutebar kembali di persemaian persada jiwa
seketika gairah hidup tenteram tercipta
api dendam pun padam tanpa bara
terlimbur rinai doa
:”Tuhan, mereka telah sampai di kampung merdeka
ijinkan aku esok lusa menemukan sejati maknanya
hidup terbebas dari belenggu prasangka dan curiga”
Jember, 2019
Sami'an Adib mencoba mengkritisi zaman perjalanan merdeka negeri ini. Bermula dari masa negeri ini dijajah bangsa asing, kemudia ia mulai mengisi puisinya dengan perjalanan merdeka. Apa yang ditulisnya adalah gambaran cacatan penyair dengan bidikannya tersendiri. Kaca mata penyair mungkin lebih teliti dan lebih terang. Berbagai fenomena kejanggalan negeri setelah merdeka. Sami'an Adib menyorotinya adar puisinya menjadi saksi kehidupan ini.
Sami'an Adib menggugah agar bangsa ini ingat akan perjuangan pahlawan hingga seperti masa ini, namun juga memberi catatan :
//.../kucoba menghimpun serpih juang di kelopak kamboja
taman kenangan makam pahlawan yang nyaris dilupa
untuk kutebar kembali di persemaian persada jiwa//...
//.../seketika gairah hidup tenteram tercipta
api dendam pun padam tanpa bara
terlimbur rinai doa/...//
manusia untuk ingat jasa orang lain yaitu pahlawan . Perumpamaannya agak terang . Akhirnya ia merenung dan menyadari makna hidup di bumi Indonesia ini.
/...//”Tuhan, mereka telah sampai di kampung merdeka
ijinkan aku esok lusa menemukan sejati maknanya
hidup terbebas dari belenggu prasangka dan curiga” //.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sami'an Adib
Taman Makam Pahlawan
Sebelum koloni penjajah datang menjarah
bumi ini gemah ripah loh jinawih
buah meruah, rempah melimpah
tapi penjajah telah menoreh catatan kelam
di dinding dada ini dengan luka mendalam
jiwa terpasung dalambebayang laku kejam
setelah para penjarah asing terusir
negeri ini tak jera mengangkat pamor
tambang bertebaran, tanah lahan kian subur
tapi gemuruh gundah yang menyesaki dada ini tak jua reda
sebab pengorbanan para pejuang belum setara tanah merdeka
ketika rakyat masih terperangkap dalam kubang jerat derita:
sering kita dengar jerit petani di tumpukan hasil panennya
tertimbun sisa-sisa komoditi impor yang datang tiba-tiba
dengan dalih bahan kebutuhan masyarakat mulai langka
sementara di gedung parlemen tak mereka temukan sesiapa
mungkin masih sibuk bersafari mempersiapkan bilik niaga
untuk memajang kursi jabatan dengan segala rahasianya
kucoba menghimpun serpih juang di kelopak kamboja
taman kenangan makam pahlawan yang nyaris dilupa
untuk kutebar kembali di persemaian persada jiwa
seketika gairah hidup tenteram tercipta
api dendam pun padam tanpa bara
terlimbur rinai doa
:”Tuhan, mereka telah sampai di kampung merdeka
ijinkan aku esok lusa menemukan sejati maknanya
hidup terbebas dari belenggu prasangka dan curiga”
Jember, 2019
Sami'an Adib mencoba mengkritisi zaman perjalanan merdeka negeri ini. Bermula dari masa negeri ini dijajah bangsa asing, kemudia ia mulai mengisi puisinya dengan perjalanan merdeka. Apa yang ditulisnya adalah gambaran cacatan penyair dengan bidikannya tersendiri. Kaca mata penyair mungkin lebih teliti dan lebih terang. Berbagai fenomena kejanggalan negeri setelah merdeka. Sami'an Adib menyorotinya adar puisinya menjadi saksi kehidupan ini.
Sami'an Adib menggugah agar bangsa ini ingat akan perjuangan pahlawan hingga seperti masa ini, namun juga memberi catatan :
//.../kucoba menghimpun serpih juang di kelopak kamboja
taman kenangan makam pahlawan yang nyaris dilupa
untuk kutebar kembali di persemaian persada jiwa//...
//.../seketika gairah hidup tenteram tercipta
api dendam pun padam tanpa bara
terlimbur rinai doa/...//
manusia untuk ingat jasa orang lain yaitu pahlawan . Perumpamaannya agak terang . Akhirnya ia merenung dan menyadari makna hidup di bumi Indonesia ini.
/...//”Tuhan, mereka telah sampai di kampung merdeka
ijinkan aku esok lusa menemukan sejati maknanya
hidup terbebas dari belenggu prasangka dan curiga” //.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Minggu, 11 Agustus 2019
Fahmi Wahid
PERJALANAN MERDEKA
Tanah ini adalah jalan peperangan
yang pernah dilalui oleh tapak pejuang kita
dengan berbekal sebilah bambu runcing
berkibar jubah semangat menyelimutinya
tak ada gentar dan getir di genderang dadanya
untuk berjuang dengan segala cara dan upaya
merebut pulau-pulau dan samudera dari jajahan
Semesta berkabut hitam di lembah api itu
sudah sangat hapal di pendengaran pejuang
bertaruh nyawa untuk generasi penerus
meski gugur di derasnya gerimis peluru
walau tulang bersanding di tanah sendiri
Di perjalanan merebut kemerdekaan
magis perjuangan yang tak terbayangkan
kurasakan dari nisan-nisan sunyi di kubur pejuang
selalu dikenang pada peringatan Hari Pahlawan
rangkaian seribu bunga tanda terima kasih
tetap tak terbayar oleh jasamu pada negeri
Kita harus tetap berkaca di perjalanan ini
bahwa belum apa-apa kerja kita untuk bangsa
dibandingkan para kesatria di medan laga berapi
seperti pejuang kita yang kini telah tenang abadi
Tapi sampai hari ini kubaca di raut wajah koran pagi
masih menayangkan kebencian antar sesama rakyat
memutus rantai persaudaraan dan memecah perbedaan
padahal ini bumi Nusantara: tanah hidup mati kita tercinta
kembalilah bersatu saling menggenggam erat bersama
pada gelombang merah putih di puncak kemerdekaan
di jejak pengabdian menjaga keutuhan Indonesia
Balangan-2019
Wajar jika Fahmi Wahid memulai puisinya dengan sejarah. Karena Fahmi berasal dari Balangan. Orang sana termasuk Fahmi Wahid masih terngiang pertemputran Perang Banjar dimana banyak orang Balangan ikut serta berjuang dalam Perang Banjar membela Tanah Air. Gambarn itu terlihat dalam bait nya yang meberi gambaran rakyat Indonesia melawan penjajahan.
//..../Semesta berkabut hitam di lembah api itu
sudah sangat hapal di pendengaran pejuang
bertaruh nyawa untuk generasi penerus
meski gugur di derasnya gerimis peluru
walau tulang bersanding di tanah sendiri/...//
buah bait yang berisi dengan pilihan diksi yang alik mampu menyentuh b hati pembaca. Bagaimana pembaca merasakan perjuangan yang banyak mengorbankan nyawa .
Fahmi Wahid mengajak membandingkan orang pada masa ini dengan irang perjuangan saat itu. Batapa para pejuang itu tak terbayarkan jasanya ketika berjuang dulu.
Akirnya Fahmi mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya persaudaraan dan persatuan, Kita tibang menikmati kemerdekaan tampa harus bersusah payah berperang, Kita tinggal mempertahan kan dan mengisi Indonesia dengan pengabdian yang tulus.
Puisi Fahmi Wahid enak dibaca dan cepat dipahami, maksudnya tetapi tetap dalam kesatuan puisi yang bagus.
//.../ api sampai hari ini kubaca di raut wajah koran pagi
masih menayangkan kebencian antar sesama rakyat
memutus rantai persaudaraan dan memecah perbedaan/...//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
PERJALANAN MERDEKA
Tanah ini adalah jalan peperangan
yang pernah dilalui oleh tapak pejuang kita
dengan berbekal sebilah bambu runcing
berkibar jubah semangat menyelimutinya
tak ada gentar dan getir di genderang dadanya
untuk berjuang dengan segala cara dan upaya
merebut pulau-pulau dan samudera dari jajahan
Semesta berkabut hitam di lembah api itu
sudah sangat hapal di pendengaran pejuang
bertaruh nyawa untuk generasi penerus
meski gugur di derasnya gerimis peluru
walau tulang bersanding di tanah sendiri
Di perjalanan merebut kemerdekaan
magis perjuangan yang tak terbayangkan
kurasakan dari nisan-nisan sunyi di kubur pejuang
selalu dikenang pada peringatan Hari Pahlawan
rangkaian seribu bunga tanda terima kasih
tetap tak terbayar oleh jasamu pada negeri
Kita harus tetap berkaca di perjalanan ini
bahwa belum apa-apa kerja kita untuk bangsa
dibandingkan para kesatria di medan laga berapi
seperti pejuang kita yang kini telah tenang abadi
Tapi sampai hari ini kubaca di raut wajah koran pagi
masih menayangkan kebencian antar sesama rakyat
memutus rantai persaudaraan dan memecah perbedaan
padahal ini bumi Nusantara: tanah hidup mati kita tercinta
kembalilah bersatu saling menggenggam erat bersama
pada gelombang merah putih di puncak kemerdekaan
di jejak pengabdian menjaga keutuhan Indonesia
Balangan-2019
Wajar jika Fahmi Wahid memulai puisinya dengan sejarah. Karena Fahmi berasal dari Balangan. Orang sana termasuk Fahmi Wahid masih terngiang pertemputran Perang Banjar dimana banyak orang Balangan ikut serta berjuang dalam Perang Banjar membela Tanah Air. Gambarn itu terlihat dalam bait nya yang meberi gambaran rakyat Indonesia melawan penjajahan.
//..../Semesta berkabut hitam di lembah api itu
sudah sangat hapal di pendengaran pejuang
bertaruh nyawa untuk generasi penerus
meski gugur di derasnya gerimis peluru
walau tulang bersanding di tanah sendiri/...//
buah bait yang berisi dengan pilihan diksi yang alik mampu menyentuh b hati pembaca. Bagaimana pembaca merasakan perjuangan yang banyak mengorbankan nyawa .
Fahmi Wahid mengajak membandingkan orang pada masa ini dengan irang perjuangan saat itu. Batapa para pejuang itu tak terbayarkan jasanya ketika berjuang dulu.
Akirnya Fahmi mengajak pembaca untuk menyadari pentingnya persaudaraan dan persatuan, Kita tibang menikmati kemerdekaan tampa harus bersusah payah berperang, Kita tinggal mempertahan kan dan mengisi Indonesia dengan pengabdian yang tulus.
Puisi Fahmi Wahid enak dibaca dan cepat dipahami, maksudnya tetapi tetap dalam kesatuan puisi yang bagus.
//.../ api sampai hari ini kubaca di raut wajah koran pagi
masih menayangkan kebencian antar sesama rakyat
memutus rantai persaudaraan dan memecah perbedaan/...//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Jumat, 09 Agustus 2019
Brigita Neny Anggraeni, KEBEBASAN
Brigita Neny Anggraeni adalah penyair asal semarang, berlatar belakang dokter psikolog namun rajin menulis puisi. Berikut puisi Brigita Neny Anggraeni :
KEBEBASAN
bebas merdeka jiwaku
kunikmati kebebasanku
keinginanku hanya satu
agar terbebaskan juga jiwamu
aku tak akan membebanimu
dengan kesimpulan
aturan-aturan
tak juga pandangan
cukup sudah dirimu
otakmu, jiwamu
tak terbebani doktrin kaku
dogma yang tak lagi berlaku
aku tak membaca pikiran lain
hanya baca pikiran sendiri dalam batin
kebebasan
bebaskan dari segala beban
angan-angan
kekawatiran
ketakutan
oh, damainya jiwaku
Puisi terkadang dipengaruhi latar belakang penulisnya meski tidak selalu disetiap saat memegang pena. Seperti halnya Brigita Neny Anggraeni penyair cantik yang rajin menulis puisi ini, bicara dalam puisi "Kebebasan" dengan perasaan jiwanya. Sudut pandang tentang kemerdekaan itu dilihat dari kebebasan jiwa seseorang. Bahwa kemerdekaan itu dimiliki oleh jiwa ini, jiwa yang tak terbebani dan bebas. Baginya kemerdekaan itu adalah kedamaian hati yang terlepas dari segala beban.
Brigita Neny Anggraeni bercerita dalam tiap baitnya pengertian-pengertian kemerdekaan itu dalam apa yang dialaminya secara psikologis. Namun juga kemerdekaan merupakan harapan bahkan angan-angan juga ketakutan hati.
//.../ukup sudah dirimu
otakmu, jiwamu
tak terbebani doktrin kaku
dogma yang tak lagi berlaku/..//
/aku tak membaca pikiran lain
hanya baca pikiran sendiri dalam batin
kebebasan
bebaskan dari segala beban/...//
Demikian puisi memang unik untuk dipelajari. Pedan puisi karya Brigita Neny Anggraeni ini tentu tentang kemerdekaan jiwa manusia. Ia hendak mengatakan bahwa kita hidup dalam aturan hukum namun tergantung jiwa seseorang menerima atau tidak , sebab angan-angan dan kekhawatiran itu menjadikan diri seseorang ketakutan sehingga tak merdeka jiwanya. Ia menginginkan kedamaian dalam merdeka. Seperti ia tegaskan dalam bait penutupnya :
//.../angan-angan
kekawatiran
ketakutan
oh, damainya jiwaku//.
(Rg Baguss Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Moh Zaeni Boli Kota yang dingin
Berikut sebuah puisi Internasional karya Zaeni Boli penyair dan seniman kelahiran flores berbakat akting dan baca puisi. Penyair yang dibesarkan di Bekasi di bengkel sastra Kalimalang asuhan Ane Matahari ini semakin terkenal di Flores sebagai pegiat sastra. Berikut puisinya :
Moh Zaeni Boli
Kota yang dingin
Belum jam 6 pagi
Daun kering jatuh di jalan
Angin membawa bahasa tubuhnya sendiri
Bagi kota tua kematian adalah hal biasa
Nyala lilin di depan rumah
Adalah untuk memberi terang bagimu yang tiada
Kesakralan keimanan memilikmukah yang mencintai dunia
Siapa yang merobek hati leluhur demi rupiah
Kita sudah merdeka bahkan sebelum kau menjual tanahmu
Keinginan demi keinginan adalah penjara
Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa
Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai
Rawat dengan hati dan kerja keras
Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya
Gaya menulis puisi adalah pencarian jati diri, Zaeni BoliBoli kali ini semakin mantap sebagai penyair . Barisnya sudah bernas dan tampak setiap kata memiliki beragam arti. Ia berputar namun menuju satu tema dalam antologio ini yakni perjalanan merdeka.
Zaeni Boli bermain perumpamaan yang manis untuk dibaca, tetapi ada memberi personafikasi sebagai majas yang apik memberi hidup dalam puisi ini.
//....
/Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa
Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai
Rawat dengan hati dan kerja keras
Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya/...//
Zaeni Boli memang pandai menempatkan diksi menjadi baris apik, selamat untuku Zaeni Boli. (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Moh Zaeni Boli
Kota yang dingin
Belum jam 6 pagi
Daun kering jatuh di jalan
Angin membawa bahasa tubuhnya sendiri
Bagi kota tua kematian adalah hal biasa
Nyala lilin di depan rumah
Adalah untuk memberi terang bagimu yang tiada
Kesakralan keimanan memilikmukah yang mencintai dunia
Siapa yang merobek hati leluhur demi rupiah
Kita sudah merdeka bahkan sebelum kau menjual tanahmu
Keinginan demi keinginan adalah penjara
Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa
Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai
Rawat dengan hati dan kerja keras
Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya
Gaya menulis puisi adalah pencarian jati diri, Zaeni BoliBoli kali ini semakin mantap sebagai penyair . Barisnya sudah bernas dan tampak setiap kata memiliki beragam arti. Ia berputar namun menuju satu tema dalam antologio ini yakni perjalanan merdeka.
Zaeni Boli bermain perumpamaan yang manis untuk dibaca, tetapi ada memberi personafikasi sebagai majas yang apik memberi hidup dalam puisi ini.
//....
/Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa
Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai
Rawat dengan hati dan kerja keras
Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya/...//
Zaeni Boli memang pandai menempatkan diksi menjadi baris apik, selamat untuku Zaeni Boli. (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sugeng Joko Utomo NEGERI IRONI
Berikut kita ulas puisi Sugeng Joko Utomo dalam Negeri Ironi. Sunggeng adalah penyair kelahiran Tasikmalaya seorang pendidik yang menggeluti sastra khusus puisi. Ia teleh menulis antologi tunggalnya " Lelaki dan Langgam" dan diterbitkan. Kali ini Sugeng menulis di antologi Internasional berikut puisinya :
Sugeng Joko Utomo
NEGERI IRONI
Zaman merdeka di negeri kita
Orang-orang saling berlomba
Untuk menjadi wakil rakyat
Atau juga pejabat
Berebut kursi singgasana
Adu strategi curang semena-mena
Menjegal teman sejawat
Bahkan menginjak lidah kerabat
Tak berhitung harkat martabat
Moral terlepas jauh dari hakikat
Yang terpilih menjadi wakil rakyat
Berlomba-lomba mengumbar syahwat
Perilaku menyimpang sesuka-suka
Anomali jiwa menjadi terbiasa
Haus akan kuasa
Lapar akan harta
Fenomena miskin dianggap basi
Atau tiada lagi ambil perduli
Malah terkadang menjadi obyek
Sarana pengeruk anggaran proyek
Nyata di pundi-pundi mereka
Menggunung kekayaan semata
Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata
Sementara oknum-oknum semakin kaya
Tanpa harus berteriak: merdeka
Cukup duduk di belakang meja
Amboi... tandatangannya tinggi harga
Tasikmalaya, 1 Agustus 2019
Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.
Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.
Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.
Klimaknya tampak dalam bait berikut :
//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata / ...//
Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).
Sugeng Joko Utomo
NEGERI IRONI
Zaman merdeka di negeri kita
Orang-orang saling berlomba
Untuk menjadi wakil rakyat
Atau juga pejabat
Berebut kursi singgasana
Adu strategi curang semena-mena
Menjegal teman sejawat
Bahkan menginjak lidah kerabat
Tak berhitung harkat martabat
Moral terlepas jauh dari hakikat
Yang terpilih menjadi wakil rakyat
Berlomba-lomba mengumbar syahwat
Perilaku menyimpang sesuka-suka
Anomali jiwa menjadi terbiasa
Haus akan kuasa
Lapar akan harta
Fenomena miskin dianggap basi
Atau tiada lagi ambil perduli
Malah terkadang menjadi obyek
Sarana pengeruk anggaran proyek
Nyata di pundi-pundi mereka
Menggunung kekayaan semata
Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata
Sementara oknum-oknum semakin kaya
Tanpa harus berteriak: merdeka
Cukup duduk di belakang meja
Amboi... tandatangannya tinggi harga
Tasikmalaya, 1 Agustus 2019
Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.
Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.
Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.
Klimaknya tampak dalam bait berikut :
//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa
Untuk meneriakkan kata: merdeka
Sambil menahan lapar haus
Membentuk barisan parade kaum kurus
Sesekali mengusap dada
Walau telah kering air mata / ...//
Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).
Rabu, 07 Agustus 2019
Wahyu Toveng BERJARAK SEKIAN PARAGRAF
Berikut kita ulas kembali puisi-puisi internasional , kali ini kita simak puisi dari :
Wahyu Toveng
BERJARAK SEKIAN PARAGRAF
Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.
Terkelupas paksa dari kulit ari.
Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.
Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik. Mereka pun begitu.
Keringat di tubuh malah memadamkan sumbu.
Tak ada lagi ledakan.
Sejarah hanya berjarak sekian paragraf.
Namun tangan dan kakinya sudah berganti saham kepemilikan.
Wajahnya lunglai dihitamkan waktu.
Wajah Ibu bapaknya tersaput duka untuk mensiluetkan kota baru.
Kota yang kokoh menanamkan kata kehilangan di jalan beraspal.
Kata-kata itu menutupi gembur tanah yang dulu sekali memberi kehidupan untuk anak-anak kita.
Entah kemana pula mereka kini.
Lalu punggungmu melipat bayangan.
Jalan setapak menuju hutan telah menghilang.
Napas kian sesak sebagai mesin pabrik atau angka-angka di mesin ATM.
Waktu semakin raksasa untuk menjajah jiwa.
Perjalanan ini penuh pecahan kaca yang menghujam kata merdeka.
Entah slogan-slogan itu.
Entah pula tema-tema perayaan itu.
Gang Mawar 01 Agustus 2019
Wahyu Toveng penyair Jakarta yang namanya kian menanjak ini tak diragukan lagi dalam olah puisi. Dalam puisi Internasional ini ia berbicara dalam BERJARAK SEKIAN PARAGRAF sebuah puisi yang padat pesan tentang perjalanan merdeka.
Sebagaimana puisi telah terbiasa memberi kriti, Namun Wahyu Toveng menyembunyikan kritik itu dengan apiknya. Seakan sebuah catatan sejarah Tanah Air dalam puisi menurut hematnya sebagai penyair.
Bermula ia bicara tentang perjalanan negeri ini yang diibaratkan dengan sebuah perjalanan. Tentunya perjalanan ituntidaklah sempurna. Baik 'penumpangnya, kendaraannya maupun sarana jalannya. Ia mencatat penuh dalam rangkuman bait yang bernas:
//Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.
Terkelupas paksa dari kulit ari.
Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.
Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik./..//...// sebuah penggalan dengan diksi yang apik.
Sajiannya runtut dalam setiap baitnya hingga tampak pesan hingga ia menekan pada bait terakhirnya. Sebuah puisi9 yang kaya dan patut diacungi jempol . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar membaca)
Wahyu Toveng
BERJARAK SEKIAN PARAGRAF
Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.
Terkelupas paksa dari kulit ari.
Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.
Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik. Mereka pun begitu.
Keringat di tubuh malah memadamkan sumbu.
Tak ada lagi ledakan.
Sejarah hanya berjarak sekian paragraf.
Namun tangan dan kakinya sudah berganti saham kepemilikan.
Wajahnya lunglai dihitamkan waktu.
Wajah Ibu bapaknya tersaput duka untuk mensiluetkan kota baru.
Kota yang kokoh menanamkan kata kehilangan di jalan beraspal.
Kata-kata itu menutupi gembur tanah yang dulu sekali memberi kehidupan untuk anak-anak kita.
Entah kemana pula mereka kini.
Lalu punggungmu melipat bayangan.
Jalan setapak menuju hutan telah menghilang.
Napas kian sesak sebagai mesin pabrik atau angka-angka di mesin ATM.
Waktu semakin raksasa untuk menjajah jiwa.
Perjalanan ini penuh pecahan kaca yang menghujam kata merdeka.
Entah slogan-slogan itu.
Entah pula tema-tema perayaan itu.
Gang Mawar 01 Agustus 2019
Wahyu Toveng penyair Jakarta yang namanya kian menanjak ini tak diragukan lagi dalam olah puisi. Dalam puisi Internasional ini ia berbicara dalam BERJARAK SEKIAN PARAGRAF sebuah puisi yang padat pesan tentang perjalanan merdeka.
Sebagaimana puisi telah terbiasa memberi kriti, Namun Wahyu Toveng menyembunyikan kritik itu dengan apiknya. Seakan sebuah catatan sejarah Tanah Air dalam puisi menurut hematnya sebagai penyair.
Bermula ia bicara tentang perjalanan negeri ini yang diibaratkan dengan sebuah perjalanan. Tentunya perjalanan ituntidaklah sempurna. Baik 'penumpangnya, kendaraannya maupun sarana jalannya. Ia mencatat penuh dalam rangkuman bait yang bernas:
//Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.
Terkelupas paksa dari kulit ari.
Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.
Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik./..//...// sebuah penggalan dengan diksi yang apik.
Sajiannya runtut dalam setiap baitnya hingga tampak pesan hingga ia menekan pada bait terakhirnya. Sebuah puisi9 yang kaya dan patut diacungi jempol . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar membaca)
Pensil Kajoe Kajoe NYANYIAN BUMI MERDEKA
'Pertarungan puisi-puisi Internasional begitu dasyat oleh penyair-penyair nasional, tanda keseriusan penyair dalam mencipta. Kita simak kembali puisi dari penyair ganteng asal Banyumas yang cukup terkenal Pensil Kajoe, berikut puisinya:
Pensil Kajoe Kajoe
NYANYIAN BUMI MERDEKA
Gas habis
Minyak goreng habis
Air Pam mati
Rekening listrik membengkak
AC rusak
Cucian basah
Istri hamil tua
Hp butuh pulsa
Nomor togel tak tembus
Debt collector ngamuk
Lamaran kerja ditolak
Upacara bendera
Karnaval
Panjat pinang
Makan krupuk
Balap karung
Merdeka
Merdeka
Nyanyian negeri
Merdeka
Merdeka
E-KTP belum jadi
Merdeka
Merdeka
SIM STNk mati
Merdeka
Merdeka
kontrakan nunggak
Merdeka
Merdeka
Negeri merdeka
Pengantin baru
Bulan madu
Gagal ereksi
Merdeka
Merdeka
seekor nyamuk Demam berdarah
Menggigit
Demam
Merdeka
Merdeka
Negeri khatulistiwa
Merdeka
Merdeka
Nyanyian bocah-bocah
Merdeka
Merdeka
Indonésia
Merdeka
Merdeka
Merdeka
?
12082017
Puisi adalah kebebasan bagi penyairnya, ia semata bukan luapan hati yang dirangkai dengan huruf dan kata. Pensil Kajoe hendak membidik zaman , dengan kata yang berulang agar memberi ketegasan mendalam. Bait awalnya begitu menarik sedang bait selanjutnya memberi tekanan akan arti merdeka sesungguhnya. Perhatikan baris baris pendek pertamanya menarik untuk diapresiasi.
//Gas habis
Minyak goreng habis
Air Pam mati
Rekening listrik membengkak
AC rusak
Cucian basah
Istri hamil tua
Hp butuh pulsa
Nomor togel tak tembus
Debt collector ngamuk
Lamaran kerja ditolak
Upacara bendera
Karnaval
Panjat pinang
Makan krupuk
Balap karung/....//
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Pensil Kajoe Kajoe
NYANYIAN BUMI MERDEKA
Gas habis
Minyak goreng habis
Air Pam mati
Rekening listrik membengkak
AC rusak
Cucian basah
Istri hamil tua
Hp butuh pulsa
Nomor togel tak tembus
Debt collector ngamuk
Lamaran kerja ditolak
Upacara bendera
Karnaval
Panjat pinang
Makan krupuk
Balap karung
Merdeka
Merdeka
Nyanyian negeri
Merdeka
Merdeka
E-KTP belum jadi
Merdeka
Merdeka
SIM STNk mati
Merdeka
Merdeka
kontrakan nunggak
Merdeka
Merdeka
Negeri merdeka
Pengantin baru
Bulan madu
Gagal ereksi
Merdeka
Merdeka
seekor nyamuk Demam berdarah
Menggigit
Demam
Merdeka
Merdeka
Negeri khatulistiwa
Merdeka
Merdeka
Nyanyian bocah-bocah
Merdeka
Merdeka
Indonésia
Merdeka
Merdeka
Merdeka
?
12082017
Puisi adalah kebebasan bagi penyairnya, ia semata bukan luapan hati yang dirangkai dengan huruf dan kata. Pensil Kajoe hendak membidik zaman , dengan kata yang berulang agar memberi ketegasan mendalam. Bait awalnya begitu menarik sedang bait selanjutnya memberi tekanan akan arti merdeka sesungguhnya. Perhatikan baris baris pendek pertamanya menarik untuk diapresiasi.
//Gas habis
Minyak goreng habis
Air Pam mati
Rekening listrik membengkak
AC rusak
Cucian basah
Istri hamil tua
Hp butuh pulsa
Nomor togel tak tembus
Debt collector ngamuk
Lamaran kerja ditolak
Upacara bendera
Karnaval
Panjat pinang
Makan krupuk
Balap karung/....//
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
HERISANTO BOAZ KIDUNG SAJAK MERDEKA
HERISANTO BOAZ
KIDUNG SAJAK MERDEKA
aku bersyukur dilahirkan sukma kata
dikandung perawan manis renungan
diterbangkan angin sejuk bertenaga
berlabuh di dermaga pesisir keturunan
tempat kutumbuh di karang kesatrian
aku berkidung dibesarkan keragaman
taman tropis berbianglala juta bunga
dalam personifikasi nyiur berdendang
tidur di ayunan sepoi metafora malam
ku berkembang dalam harmoni alam
aku menari diiringi tembang dan gamelan
teduh meresap gerak ke hati terdalam
dalam musim hiperbola, ku dansa riang
berselancar di antara turis dan impian
pada pendatang, kusenyum kebanggaan
aku deklamasi dalam doa berapi iman
seperti bundaku sujud di pondok pujian
ku berjaga sebagai mercusuar budaya
menyinari tanah air dalam terang-Nya
pada pewaris, kurasukan amanat Lima
Sanggar Holistik, Juli 2019
Herisanto Boaz sangat tempat memberi puisi ini dengan judul kata " Kidung" perhatikan baitnya yang rapih dalam lima baris . Pertanda Herisanto Boaz penyair disiplin dalam menulis. Kesabarannya dan ketelitiannya tampak dalam menyusun diksi yang tepat pada setiap bait.
Mula Herisanto Boaz dalam bait pertamanya membuka akan kedudukannya sebagai putra kemudian secara runtut berkidung negeri ini.
//.../ku berkidung dibesarkan keragaman
taman tropis berbianglala juta bunga
dalam personifikasi nyiur berdendang
tidur di ayunan sepoi metafora malam
ku berkembang dalam harmoni alam/...//
Keindahan baginya adalah estetika nilai-nilai sensoris tentang negeri ini, meskipun bukanlah merupakan esensi yang ada di negeri ini. Ia menaruh kebanggaan sebagai putra dan mensukuri hidup di negeri ini. Pendek kata Herisanto Boaz menata puisinya dengan apik dan dangat indah . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
KIDUNG SAJAK MERDEKA
aku bersyukur dilahirkan sukma kata
dikandung perawan manis renungan
diterbangkan angin sejuk bertenaga
berlabuh di dermaga pesisir keturunan
tempat kutumbuh di karang kesatrian
aku berkidung dibesarkan keragaman
taman tropis berbianglala juta bunga
dalam personifikasi nyiur berdendang
tidur di ayunan sepoi metafora malam
ku berkembang dalam harmoni alam
aku menari diiringi tembang dan gamelan
teduh meresap gerak ke hati terdalam
dalam musim hiperbola, ku dansa riang
berselancar di antara turis dan impian
pada pendatang, kusenyum kebanggaan
aku deklamasi dalam doa berapi iman
seperti bundaku sujud di pondok pujian
ku berjaga sebagai mercusuar budaya
menyinari tanah air dalam terang-Nya
pada pewaris, kurasukan amanat Lima
Sanggar Holistik, Juli 2019
Herisanto Boaz sangat tempat memberi puisi ini dengan judul kata " Kidung" perhatikan baitnya yang rapih dalam lima baris . Pertanda Herisanto Boaz penyair disiplin dalam menulis. Kesabarannya dan ketelitiannya tampak dalam menyusun diksi yang tepat pada setiap bait.
Mula Herisanto Boaz dalam bait pertamanya membuka akan kedudukannya sebagai putra kemudian secara runtut berkidung negeri ini.
//.../ku berkidung dibesarkan keragaman
taman tropis berbianglala juta bunga
dalam personifikasi nyiur berdendang
tidur di ayunan sepoi metafora malam
ku berkembang dalam harmoni alam/...//
Keindahan baginya adalah estetika nilai-nilai sensoris tentang negeri ini, meskipun bukanlah merupakan esensi yang ada di negeri ini. Ia menaruh kebanggaan sebagai putra dan mensukuri hidup di negeri ini. Pendek kata Herisanto Boaz menata puisinya dengan apik dan dangat indah . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Rut Retno Astuti STETOSKOP KEBEBASAN
Puisi itu obat, dari bakteri yang dianggap istimewa untuk melawan bakteri pembunuh. Sejauh ampuh obat itu bekerja sejauh orang mengapresiasi puisi.
Ternyata Rut Retno Astuti pandai membuat obat itu. Kita simak puisinya :
Rut Retno Astuti
STETOSKOP KEBEBASAN
Dalam perjalanan pantai biru
Kuinginkan tiap detik hadirmu
Berdetak seperti jantung hidup
Berdenyut pasti tak pernah redup
Kuingin kau menjelma lima warna
Melingkup seperti pelangi nuansa
Seindah senja di pesisir Nusantara
Kuhasratkan hangat apimu selalu
Mendekapku di tepi lautan menderu
Di mana lenguh angin bersahutan
Merdu dalam harmoni riak ketukan
Kumaui hati kita bagai air dan lautan
Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan
Kata, nada dan irama di lautan cinta
Sumedang, Juli 2019
Rut Retno Astuti tergolong penyair berpengalaman, dan memiliki talenta tersendiri dalam merangkai kata. Diksinya pilihan tanda kesabaran yang ada pada penyairnya. Bait-baitnya indah bernas. Ia mencintai Tanah Air ini.
Bait-bait dan bafrisnya menyatu kedalam kesatuan. Ia mengajak pembaca untuk menghayati arti kecintaan pada Tanah Air ini.
Pokoknya semua dilematika bahkan pancaroba adalah kesatuan irama , demikian menurut Rut Retno Astuti.
//.../Kumaui hati kita bagai air dan lautan
Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan
Kata, nada dan irama di lautan cinta//
bait 3 barit penutup yang sangat menawan. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Ternyata Rut Retno Astuti pandai membuat obat itu. Kita simak puisinya :
Rut Retno Astuti
STETOSKOP KEBEBASAN
Dalam perjalanan pantai biru
Kuinginkan tiap detik hadirmu
Berdetak seperti jantung hidup
Berdenyut pasti tak pernah redup
Kuingin kau menjelma lima warna
Melingkup seperti pelangi nuansa
Seindah senja di pesisir Nusantara
Kuhasratkan hangat apimu selalu
Mendekapku di tepi lautan menderu
Di mana lenguh angin bersahutan
Merdu dalam harmoni riak ketukan
Kumaui hati kita bagai air dan lautan
Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan
Kata, nada dan irama di lautan cinta
Sumedang, Juli 2019
Rut Retno Astuti tergolong penyair berpengalaman, dan memiliki talenta tersendiri dalam merangkai kata. Diksinya pilihan tanda kesabaran yang ada pada penyairnya. Bait-baitnya indah bernas. Ia mencintai Tanah Air ini.
Bait-bait dan bafrisnya menyatu kedalam kesatuan. Ia mengajak pembaca untuk menghayati arti kecintaan pada Tanah Air ini.
Pokoknya semua dilematika bahkan pancaroba adalah kesatuan irama , demikian menurut Rut Retno Astuti.
//.../Kumaui hati kita bagai air dan lautan
Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan
Kata, nada dan irama di lautan cinta//
bait 3 barit penutup yang sangat menawan. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Indri Yuswandari KEMANA ANGIN
Melihat karya-karya puisi penyair masa kini ternyata tak kalah dengan kehebatan puisi tempo doeloe. Keunggulan puisi masa kini adalah keunggulan ide pesan. Pesan yang diangkat memberi ruang baru pembaca sehingga memperkaya apresiasi. Dalam tatarannya banyak dijumpai keunggulan itu, bahkan berhasil menyentuh namun tak terasa, betapa puisi sangat luas untuk diapresiasi.
Kali ini kita simak kembali, puisi-puisi Internasional untuk memberi apresiasi bahwa diantara semak belukar terdapat tanaman buah yang manis, itulah hutan penyair.
Berikut puisi:
Indri Yuswandari
KEMANA ANGIN
Pada tanah merah dan airmata yang tumpah
kita bertatap memantulkan wajah
seperti bintang dan merjan bertebaran
seperti ayunan pendulum bingkai waktu masa lalu
Entah di hulu sebelah mana kita berada
aroma air laut sangat kental membius ribuan kunang kunang kehilangan cahaya
angin mengendus helaian anak anak rambut berkilau
Entah kemana angin menemu bayangmu
sore kemarau yang membawaku ke pantaimu
kadang nakal memainkan ujung gaun menampakkan noktah kaki perjalanan antar pulau
Kebesaranmu luput dari nama jalan
Kejayaanmu tak tercatat lembar daun lontar
Langit menyaksikan nyala dupa pada doa
Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega
Kendal, 01.08.2019
Indri Yuswandari penyair cantik asal Semarang ini memberi untaian puisi cukup manis dengan pembukaan tiga bait yang hampir memiliki pesan sama , tetapi dengan pilihan diksi yang bagus ia tata dengan apiknya.
Sebetulnya Indri Yuswandari hendak memberi puja, sanjung akan Tanah Air ini. Bahasa puisi kembali berbicara dengan ragam keunikannya. Ia tidak serta merta memberi sanjung, tetapi ia bawa pembaca untuk membayangkan terlebih dahulu pada bait-bait sebelumnya.
//.../Langit menyaksikan nyala dupa pada doa
Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega//.Penutup yang indah dan merupakan kesimpulan pesan dalam puisi ini patut diacungi jempol. Indri Yuswandari memang penyair cantik yang di segani dikalangan perempuan penyair seusianya.
Kali ini kita simak kembali, puisi-puisi Internasional untuk memberi apresiasi bahwa diantara semak belukar terdapat tanaman buah yang manis, itulah hutan penyair.
Berikut puisi:
Indri Yuswandari
KEMANA ANGIN
Pada tanah merah dan airmata yang tumpah
kita bertatap memantulkan wajah
seperti bintang dan merjan bertebaran
seperti ayunan pendulum bingkai waktu masa lalu
Entah di hulu sebelah mana kita berada
aroma air laut sangat kental membius ribuan kunang kunang kehilangan cahaya
angin mengendus helaian anak anak rambut berkilau
Entah kemana angin menemu bayangmu
sore kemarau yang membawaku ke pantaimu
kadang nakal memainkan ujung gaun menampakkan noktah kaki perjalanan antar pulau
Kebesaranmu luput dari nama jalan
Kejayaanmu tak tercatat lembar daun lontar
Langit menyaksikan nyala dupa pada doa
Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega
Kendal, 01.08.2019
Indri Yuswandari penyair cantik asal Semarang ini memberi untaian puisi cukup manis dengan pembukaan tiga bait yang hampir memiliki pesan sama , tetapi dengan pilihan diksi yang bagus ia tata dengan apiknya.
Sebetulnya Indri Yuswandari hendak memberi puja, sanjung akan Tanah Air ini. Bahasa puisi kembali berbicara dengan ragam keunikannya. Ia tidak serta merta memberi sanjung, tetapi ia bawa pembaca untuk membayangkan terlebih dahulu pada bait-bait sebelumnya.
//.../Langit menyaksikan nyala dupa pada doa
Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega//.Penutup yang indah dan merupakan kesimpulan pesan dalam puisi ini patut diacungi jempol. Indri Yuswandari memang penyair cantik yang di segani dikalangan perempuan penyair seusianya.
Dwi Wahyu Candra Dewi HARGA SEBUAH PERJUANGAN
Mari kita simak puisi penyair cantik Dwi Wahyu Candra Dewi, dalam puisi Internasional ini.
Dwi Wahyu Candra Dewi
HARGA SEBUAH PERJUANGAN
Tak lagi ada keluh yang berpeluh
Tak lagi ada malam mencekam
Kala itu terik tak gentarkan tekad,
gelap pun seakan terang tuk gapai kemenangan.
Diujung tombak bambu runcing, terpatri semangat pembelaan harga diri
Luka menganga tak dirasa
Darah mengalir sudah biasa
Sepantasnyalah perjuangan mencapai merdeka.
Tak terhitung nyawa
Tak terkira duka
Mereka bisa merdeka.
Merdeka bukan pemberian
Pun bukan belas kasihan.
Jika kau masih menangis meminta kemerdekaan, kau tak lebih dari pengemis!
Jika kau congkak akan kemerdekaan, kau tak lebih dari perompak!
Tenaga, pikiran, jiwa dan raga dikerahkan tuk gapai kemerdekaan.
Niat baik tuk kebahagiaan anak cucu, diwujudkan.
Inilah harga sebuah perjuangan
Merdeka...merdeka...merdeka
Dwi Wahyu Candra Dewi bermaksud tidak kontradiksi tentang kemerdekaan, Ia meyakinkan bahwa tak usah orang berkeluh kesah tentang merdeka yang sebenarnya sudah merdeka. Sebetulnya penderitaan di masa ini tak seberapa dibanding bagaimana para pejuang merebut kemerdekaan.
Baris puisi Dwi Wahyu Candra Dewi semakin jelas tersurat dan gamblang, mungkin untuk memberi tekanan pesan. Ada yang istimewa dibaris awalnya:
//Tak lagi ada keluh yang berpeluh
Tak lagi ada malam mencekam
Kala itu terik tak gentarkan tekad,/...//
pembukaan yang menarik pembaca.
Sebagaimana puisi-puisi modern saat ini, kebebasan bentuk sangat wajar. Terbuka dan mudah cepat dapat diapresiasi. Pesannya jelas mengena pembaca.
Pandangan dalam kodratnya menandakan ia sangat halus, perempuan yang menyukai seni.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar mMembaca.
Dwi Wahyu Candra Dewi
HARGA SEBUAH PERJUANGAN
Tak lagi ada keluh yang berpeluh
Tak lagi ada malam mencekam
Kala itu terik tak gentarkan tekad,
gelap pun seakan terang tuk gapai kemenangan.
Diujung tombak bambu runcing, terpatri semangat pembelaan harga diri
Luka menganga tak dirasa
Darah mengalir sudah biasa
Sepantasnyalah perjuangan mencapai merdeka.
Tak terhitung nyawa
Tak terkira duka
Mereka bisa merdeka.
Merdeka bukan pemberian
Pun bukan belas kasihan.
Jika kau masih menangis meminta kemerdekaan, kau tak lebih dari pengemis!
Jika kau congkak akan kemerdekaan, kau tak lebih dari perompak!
Tenaga, pikiran, jiwa dan raga dikerahkan tuk gapai kemerdekaan.
Niat baik tuk kebahagiaan anak cucu, diwujudkan.
Inilah harga sebuah perjuangan
Merdeka...merdeka...merdeka
Dwi Wahyu Candra Dewi bermaksud tidak kontradiksi tentang kemerdekaan, Ia meyakinkan bahwa tak usah orang berkeluh kesah tentang merdeka yang sebenarnya sudah merdeka. Sebetulnya penderitaan di masa ini tak seberapa dibanding bagaimana para pejuang merebut kemerdekaan.
Baris puisi Dwi Wahyu Candra Dewi semakin jelas tersurat dan gamblang, mungkin untuk memberi tekanan pesan. Ada yang istimewa dibaris awalnya:
//Tak lagi ada keluh yang berpeluh
Tak lagi ada malam mencekam
Kala itu terik tak gentarkan tekad,/...//
pembukaan yang menarik pembaca.
Sebagaimana puisi-puisi modern saat ini, kebebasan bentuk sangat wajar. Terbuka dan mudah cepat dapat diapresiasi. Pesannya jelas mengena pembaca.
Pandangan dalam kodratnya menandakan ia sangat halus, perempuan yang menyukai seni.
(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar mMembaca.
Selasa, 06 Agustus 2019
MUCHLIS DARMA PUTRA , MERDEKA ADALAH AKU
Satu persatu kita simak puisi-puisi Internasional , kali ini penyair muda yang me-Nasional asal Banyuwangi Muchlis Darma Putra bersyair tentang perjalanan merdeka. Berikut puisinya :
MUCHLIS DARMA PUTRA
MERDEKA ADALAH AKU
merdeka adalah aku
diantara sunyi yang bergelimang
angin yang tak bersiteru
menjamah bukit; masa lalu
merdeka adalah aku
diantara lenguh tongkang nelayan
merdu siul camar timbul tenggelam
doa ke doa terus dialirkan
merdeka adalah aku
mencangkul ladang dalam iman
di bawah terik matahari.
letup kapuk diberai angin;
singgah di rambutku diam-diam
merdeka adalah aku
duduk simpuh seluruh
bukit; laut dan ladang
satu nafas untuk Tuhan
Demikian pujangga bersyair, beda danau beda pula ikannya. Bagi Muchlis Darma Putra, merdeka adalah diri itu sendiri. Tergantung orang merasakannya. Ia sendiri berjiwa merdeka, sesuka hati melakoni hidupnya. Barisnya yang pendek membuat menjadi multi tafsir. Ia bicara kerinduan, kebebasan diantara khalayak, kebebasan aktifitas diri, dan kebebasan untuk menyembah Tuhannya.
Diksinya apik, namun mudah dilavalkan.
...//merdeka adalah aku
mencangkul ladang dalam iman
di bawah terik matahari.
letup kapuk diberai angin;
singgah di rambutku diam-diam//.....//
Sebetulnya kemerdekaan itu bagaimana ketenangan hidup, ketenangan untuk bersembah kepada Allah SWT. Dalam situasi apa saja.
Kemerdekaan adalah kenenangan , keamanan, keselaradan dan kerukunan dan kearifan yang lain. Ia menutup dengan apik sekan puisi rohani.
//...//merdeka adalah aku
duduk simpuh seluruh
bukit; laut dan ladang
satu nafas untuk Tuhan//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
MUCHLIS DARMA PUTRA
MERDEKA ADALAH AKU
merdeka adalah aku
diantara sunyi yang bergelimang
angin yang tak bersiteru
menjamah bukit; masa lalu
merdeka adalah aku
diantara lenguh tongkang nelayan
merdu siul camar timbul tenggelam
doa ke doa terus dialirkan
merdeka adalah aku
mencangkul ladang dalam iman
di bawah terik matahari.
letup kapuk diberai angin;
singgah di rambutku diam-diam
merdeka adalah aku
duduk simpuh seluruh
bukit; laut dan ladang
satu nafas untuk Tuhan
Demikian pujangga bersyair, beda danau beda pula ikannya. Bagi Muchlis Darma Putra, merdeka adalah diri itu sendiri. Tergantung orang merasakannya. Ia sendiri berjiwa merdeka, sesuka hati melakoni hidupnya. Barisnya yang pendek membuat menjadi multi tafsir. Ia bicara kerinduan, kebebasan diantara khalayak, kebebasan aktifitas diri, dan kebebasan untuk menyembah Tuhannya.
Diksinya apik, namun mudah dilavalkan.
...//merdeka adalah aku
mencangkul ladang dalam iman
di bawah terik matahari.
letup kapuk diberai angin;
singgah di rambutku diam-diam//.....//
Sebetulnya kemerdekaan itu bagaimana ketenangan hidup, ketenangan untuk bersembah kepada Allah SWT. Dalam situasi apa saja.
Kemerdekaan adalah kenenangan , keamanan, keselaradan dan kerukunan dan kearifan yang lain. Ia menutup dengan apik sekan puisi rohani.
//...//merdeka adalah aku
duduk simpuh seluruh
bukit; laut dan ladang
satu nafas untuk Tuhan//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Gilang Teguh Pambudi DI BALIK MATA ANGIN HARIAN,
Berikutnya puisi Internasional dari penyair Gilang Teguh Pambudi berjudul Di Balik Mata Angin Harian. Penyair dan juga pengasuh sastra di sebuah stasiun radio di Jakarta ini semakin mengokohkan dirinya dalam deretan penyair-penyair nasional. Mari kita simak :
Gilang Teguh Pambudi
DI BALIK MATA ANGIN HARIAN,
pohon yang tumbuh di atas peraturan daerah
hidupnya seperti apa?
akar, daun, bahkan buahnya seperti apa?
sebab politik disebut-sebut
sering menjadi bencana
seperti saat hilang separuh paru-paru kota
karena peraturan dan politik membenarkannya
sementara semak dan kekumuhan
di atas tanah-tanah sengketa
di tujuh penjuru kota
bisa bertahun-tahun
menjadi hiasan memalukan memilukan
yang juga dibenarkan undang-undang
atau limbah-limbah beracun menguasai sungai
karena keadilan dan politik malu-malu
atau terpaksa mau menunggu waktu
dan kita memang hidup di dalam undang-undang
sambil terus mempertanyakan,
keadilannya punya siapa?
lalu kita berkaca pada undang-undang itu
dan politik kekuasaan yang terus mengikutinya,
seperti apakah wajah kita dalam cetakan?
seperti apa postur dan tinggi badan kita
cara jalan dan ketajaman mata batin kita
dalam haru-biru politik yang minta dimenangkan?
bahkan ibadah-ibadah kita
totalitas penyerahan diri kita
tafsir-tafsir lurus yang terbuka
bisa ditelikung, dianggap melanggar undang-undang
atau perlu dimusuhi lewat pintu-pintu politik
yang sembunyi di balik mata angin harian
agar kelapangan hidup tidak berpihak
Kemayoran, 31 07 2019
Apa yang diusung oleh Gilang Teguh Pambudi adalah perasan tanda tanya akan fenomena yang terjadi di Indonesia. Barisnya menyembunyikan fakta, namun juga gejala. Ia mengungkap bernagai ragam kejanggalan di alam merdeka ini.
Sperti hendak mengungkap sesuatu bahkan tentang lucunya kebijakan dan pemutar balikan hukum dan bahkan agama. Gilang Teguh Pambudi cukup matang mengingat ia terolong penyair berbasic pesantren.
Namun penyair tetap memiliki jiwa seni, ia bungkus semuanya dalam sebuah puisi tanpa menyinggung perasaan siapa pun. Gilang Teguh Pambudi berhasil dalam hal ini.
Berikut bait yang sangat manis : //../seperti apakah wajah kita dalam cetakan?/
seperti apa postur dan tinggi badan kita/...//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Gilang Teguh Pambudi
DI BALIK MATA ANGIN HARIAN,
pohon yang tumbuh di atas peraturan daerah
hidupnya seperti apa?
akar, daun, bahkan buahnya seperti apa?
sebab politik disebut-sebut
sering menjadi bencana
seperti saat hilang separuh paru-paru kota
karena peraturan dan politik membenarkannya
sementara semak dan kekumuhan
di atas tanah-tanah sengketa
di tujuh penjuru kota
bisa bertahun-tahun
menjadi hiasan memalukan memilukan
yang juga dibenarkan undang-undang
atau limbah-limbah beracun menguasai sungai
karena keadilan dan politik malu-malu
atau terpaksa mau menunggu waktu
dan kita memang hidup di dalam undang-undang
sambil terus mempertanyakan,
keadilannya punya siapa?
lalu kita berkaca pada undang-undang itu
dan politik kekuasaan yang terus mengikutinya,
seperti apakah wajah kita dalam cetakan?
seperti apa postur dan tinggi badan kita
cara jalan dan ketajaman mata batin kita
dalam haru-biru politik yang minta dimenangkan?
bahkan ibadah-ibadah kita
totalitas penyerahan diri kita
tafsir-tafsir lurus yang terbuka
bisa ditelikung, dianggap melanggar undang-undang
atau perlu dimusuhi lewat pintu-pintu politik
yang sembunyi di balik mata angin harian
agar kelapangan hidup tidak berpihak
Kemayoran, 31 07 2019
Apa yang diusung oleh Gilang Teguh Pambudi adalah perasan tanda tanya akan fenomena yang terjadi di Indonesia. Barisnya menyembunyikan fakta, namun juga gejala. Ia mengungkap bernagai ragam kejanggalan di alam merdeka ini.
Sperti hendak mengungkap sesuatu bahkan tentang lucunya kebijakan dan pemutar balikan hukum dan bahkan agama. Gilang Teguh Pambudi cukup matang mengingat ia terolong penyair berbasic pesantren.
Namun penyair tetap memiliki jiwa seni, ia bungkus semuanya dalam sebuah puisi tanpa menyinggung perasaan siapa pun. Gilang Teguh Pambudi berhasil dalam hal ini.
Berikut bait yang sangat manis : //../seperti apakah wajah kita dalam cetakan?/
seperti apa postur dan tinggi badan kita/...//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sumrahadi ( Munadi Oke ) MERDEKA, MESKI DALAM KHAYAL
Kita simak lagi sebuah puisi Internasional karya Munadi Oke, penyair muda yang produktif akhir-akhir ini, lahir dan tingal di Jakarta. Berikut puisinyua :
Sumrahadi ( Munadi Oke )
MERDEKA, MESKI DALAM KHAYAL
Aku merdeka,
Di lingkaran Undang-undang pemenjara lidah
Berinspirasi di balik bayang jeruji
Berpuisi dengan samarnya warna tinta
Aku merdeka,
Meski harus menjadwalkan sakit
Sebab sehat begitu mahal
Dalam sebuah antrian panjang
Aku merdeka,
Meski dalam khayal
Sebab itulah merdeka
Katanya…..
“ SH” JAKARTA 01082019
Puisi pendek karya Munadi Oke, ini melihat merdeka dari sisi pengamatannya. Tampaknya merdeka dalam perjalannya beraneka rasa. Ia penyair yang memiliki rasa itu. Penyair dengan kepekaan rasa yang tinggi akan nampak dalam tulisannya. Puisi pendek ini sebetulmya luas untuk dimaknai. Barisnya berisi, dan sederhana, namun ia memilih dengan tepat. Bait-baitnya beraneka pesan tak runtut. Seperti bait terakhirnya itu ia memutuskan bahwa kemerdekaan itu semu. (Rg Bagus Warsono. kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sumrahadi ( Munadi Oke )
MERDEKA, MESKI DALAM KHAYAL
Aku merdeka,
Di lingkaran Undang-undang pemenjara lidah
Berinspirasi di balik bayang jeruji
Berpuisi dengan samarnya warna tinta
Aku merdeka,
Meski harus menjadwalkan sakit
Sebab sehat begitu mahal
Dalam sebuah antrian panjang
Aku merdeka,
Meski dalam khayal
Sebab itulah merdeka
Katanya…..
“ SH” JAKARTA 01082019
Puisi pendek karya Munadi Oke, ini melihat merdeka dari sisi pengamatannya. Tampaknya merdeka dalam perjalannya beraneka rasa. Ia penyair yang memiliki rasa itu. Penyair dengan kepekaan rasa yang tinggi akan nampak dalam tulisannya. Puisi pendek ini sebetulmya luas untuk dimaknai. Barisnya berisi, dan sederhana, namun ia memilih dengan tepat. Bait-baitnya beraneka pesan tak runtut. Seperti bait terakhirnya itu ia memutuskan bahwa kemerdekaan itu semu. (Rg Bagus Warsono. kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Asro al Murthawy MERDEKA MENJELMA HANTU
Berikut ini puisi Asro Al Murthawy Dkm, penyair produktif asal Merangin Jambi. Asro telah banyak menulis puisi dan dikenal sebagai penggerak sastra di Merangin Jambi.
befikut puisinya:
Asro al Murthawy
MERDEKA MENJELMA HANTU
mendadak aku njelma hantu:
bebas liar menjengkali jejarak bumi dan langit,
Kurapal lafaz paling purba
menumbuhkan sesayap di punggung menghambur
memburumu dengan kesumat berlebih
melangkah ke awan jantungmu
aku adalah anasir merdeka
yang datang dari dunia entah
berdifusi dengan malam memagut sunyi pohon-pohon
yang angkuh merimbun lubang dadamu
tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini
sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama
mendekam di lelangit otakmu
Puisi pendek Asro Al Murthawy Dkm tampaknya sepintas begitu sulit dimengerti. Boleh jadi ia menceritakan dirinyasebagai sifat atau paham merdeka yang tak terlihat namun menghantui. Ia merasup jiwa-hjiwa kemerdekaan .
//.../yang angkuh merimbun lubang dadamu
tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini
sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama
mendekam di lelangit otakmu/...// bahwa semua orang dihinggapi perasaan untuk merdeka. Asro Al Murthawy Dkm memiliki penilaian lain bahwa bukan itu saja yang diharap merdeka tetapi juga jiwa kemerdekaan ini.
Ia tak terlihat , tak bersuara, tak menjawab. Manusia adalah sama ditakdirkan untuk memiliki rasa. Bait selanjutnya perumpamaan itu justru memberi terang puis ini bahwa harapan itu melekat yang ni keinginan merubah nasib .
//...aku bebas merdeka
bisa saja aku menjadi malam
selimut bagi lelahmu menuju lupa
dan barangkali pagi akan merubah lembar nasib
tak sekedar keluh sembab yang panjang
Imaji 1440 H//
Sebuah penutup yang memiliki pesan bahwa kita semua memiliki keingunan untuk merubah keadaan,
befikut puisinya:
Asro al Murthawy
MERDEKA MENJELMA HANTU
mendadak aku njelma hantu:
bebas liar menjengkali jejarak bumi dan langit,
Kurapal lafaz paling purba
menumbuhkan sesayap di punggung menghambur
memburumu dengan kesumat berlebih
melangkah ke awan jantungmu
aku adalah anasir merdeka
yang datang dari dunia entah
berdifusi dengan malam memagut sunyi pohon-pohon
yang angkuh merimbun lubang dadamu
tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini
sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama
mendekam di lelangit otakmu
Puisi pendek Asro Al Murthawy Dkm tampaknya sepintas begitu sulit dimengerti. Boleh jadi ia menceritakan dirinyasebagai sifat atau paham merdeka yang tak terlihat namun menghantui. Ia merasup jiwa-hjiwa kemerdekaan .
//.../yang angkuh merimbun lubang dadamu
tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini
sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama
mendekam di lelangit otakmu/...// bahwa semua orang dihinggapi perasaan untuk merdeka. Asro Al Murthawy Dkm memiliki penilaian lain bahwa bukan itu saja yang diharap merdeka tetapi juga jiwa kemerdekaan ini.
Ia tak terlihat , tak bersuara, tak menjawab. Manusia adalah sama ditakdirkan untuk memiliki rasa. Bait selanjutnya perumpamaan itu justru memberi terang puis ini bahwa harapan itu melekat yang ni keinginan merubah nasib .
//...aku bebas merdeka
bisa saja aku menjadi malam
selimut bagi lelahmu menuju lupa
dan barangkali pagi akan merubah lembar nasib
tak sekedar keluh sembab yang panjang
Imaji 1440 H//
Sebuah penutup yang memiliki pesan bahwa kita semua memiliki keingunan untuk merubah keadaan,
Wanto Tirta dalam : CATATAN DARAH
Baiklah kita ulas kembali puis-puisi Internasional. Wanto Tirta tokoh penyair Ajibarang Bamyumas ini menampilkan Catatan Darah. Sebuah 'catatan puisi yang cukup menarik dan perlu dibaca oleh pecinta sastra Indonesia. Berikut karya Wanto Tirta dalam :
CATATAN DARAH
kubuka catatan dari lembarlembar
buku harian
dentuman bom
mengalir darah
di tanah darah
jiwa anakanak piatu
jandajanda papa
suamisuami pedang
bermandi darah
membangun jiwa baja
langit mesiu runtuh menutup masa
atap rumah awan
tangis dan desingan peluru
menyatu keseharian menyayat hati
doa bumi teraniaya
sampaikan ke tanganmu
maha pembebas tanah milik negeri
airmata darah leleh derita
tak lelah bersandar pada kemuliaan Tuhan
kesatuan asa dan tekad
membungkus cinta perjuangan menyatukan merah putih dalam genggam
masihkah garuda memeluk kasih
sembuhkan lukaluka menahun
oleh sayatan pisau keserakahan maupun nafsu angkara yang membabibuta merebut kebebasan peradaban anak bangsa
ada tangis angin dari nisan nenek moyang
yang rapuh tertutup rerumputan
terlupakan oleh sanak keturunannya
ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah
terpatri di pusara
seolah berkata
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan
Simak bait terkhirnya
01082019
Simak bait terkhirnya
//...//ada tangis angin dari nisan nenek moyang
yang rapuh tertutup rerumputan
terlupakan oleh sanak keturunannya
ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah
terpatri di pusara
seolah berkata
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan//....//.
Salah satu bait Wanto Tirta dalam puisi itu dengan pilihan diksi yang cermat ia menulis tentang keadaan Indonesia. Bahwa pencarian itu ditemukan untuk diungkap yakni sebuah kecintaan terhadap Tanah Air itu sebuah cinta yang sudah tertanam sekan bambu yang menancap di puser bumi Indonesia.
Kemerdekaan tak berarti dari tangis dan penyesalan, tetapi karena kebijakan. Perumpamaannya dalam puisi itu ketara di tiap baitnya, memberi jelas tentang kemerdekaan sekarang ini.
Wanto Tirta menyadari sepenuhnya bahwa ada perintah atau mereka iba sendiri bila ketidak-nyamanan, apala bila ada kesewenang-wenangan dari pemerintahan sekaramg ini. Ia menyangka pemerintah atau juri sudi lebih banyak Memanusiakan ,manuisia. Beriku bari-baris terakhi puisinya. Simak bait terkhirnya:
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan. (Rg Bagus warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca.
CATATAN DARAH
kubuka catatan dari lembarlembar
buku harian
dentuman bom
mengalir darah
di tanah darah
jiwa anakanak piatu
jandajanda papa
suamisuami pedang
bermandi darah
membangun jiwa baja
langit mesiu runtuh menutup masa
atap rumah awan
tangis dan desingan peluru
menyatu keseharian menyayat hati
doa bumi teraniaya
sampaikan ke tanganmu
maha pembebas tanah milik negeri
airmata darah leleh derita
tak lelah bersandar pada kemuliaan Tuhan
kesatuan asa dan tekad
membungkus cinta perjuangan menyatukan merah putih dalam genggam
masihkah garuda memeluk kasih
sembuhkan lukaluka menahun
oleh sayatan pisau keserakahan maupun nafsu angkara yang membabibuta merebut kebebasan peradaban anak bangsa
ada tangis angin dari nisan nenek moyang
yang rapuh tertutup rerumputan
terlupakan oleh sanak keturunannya
ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah
terpatri di pusara
seolah berkata
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan
Simak bait terkhirnya
01082019
Simak bait terkhirnya
//...//ada tangis angin dari nisan nenek moyang
yang rapuh tertutup rerumputan
terlupakan oleh sanak keturunannya
ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah
terpatri di pusara
seolah berkata
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan//....//.
Salah satu bait Wanto Tirta dalam puisi itu dengan pilihan diksi yang cermat ia menulis tentang keadaan Indonesia. Bahwa pencarian itu ditemukan untuk diungkap yakni sebuah kecintaan terhadap Tanah Air itu sebuah cinta yang sudah tertanam sekan bambu yang menancap di puser bumi Indonesia.
Kemerdekaan tak berarti dari tangis dan penyesalan, tetapi karena kebijakan. Perumpamaannya dalam puisi itu ketara di tiap baitnya, memberi jelas tentang kemerdekaan sekarang ini.
Wanto Tirta menyadari sepenuhnya bahwa ada perintah atau mereka iba sendiri bila ketidak-nyamanan, apala bila ada kesewenang-wenangan dari pemerintahan sekaramg ini. Ia menyangka pemerintah atau juri sudi lebih banyak Memanusiakan ,manuisia. Beriku bari-baris terakhi puisinya. Simak bait terkhirnya:
ini pusar bumi tempat paku cinta
menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan. (Rg Bagus warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca.
Anggoro Suprapto: JALAN MENUJU TUA
Mari kita ulas kembali puisi-puisi Internasional, berikut karya
Anggoro Suprapto:
JALAN MENUJU TUA
tengah malam aku suka bermeditasi
lalu kutanya pada waktu yang menyepi
aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?
kutersenyum, saat kau mengangguk pasti
di langit muram bulan tertutup awan
malam semakin gelisah
dalam gigil yang resah
kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya
maka tatkala
jalan menjadi tua tiba, kuputuskan
ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku
setiap hari bisa memandang
beningnya netramu
teduhnya wajahmu
gelak tawa anak-anak menggelegak
senda gurau yang menyeruak
ah, sesungguhnyalah
menjadi tua adalah anugerah
dari sang maha pemurah
semarang, september 2018
Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.
Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:
//.......//kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya//....//
Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Anggoro Suprapto:
JALAN MENUJU TUA
tengah malam aku suka bermeditasi
lalu kutanya pada waktu yang menyepi
aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?
kutersenyum, saat kau mengangguk pasti
di langit muram bulan tertutup awan
malam semakin gelisah
dalam gigil yang resah
kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya
maka tatkala
jalan menjadi tua tiba, kuputuskan
ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku
setiap hari bisa memandang
beningnya netramu
teduhnya wajahmu
gelak tawa anak-anak menggelegak
senda gurau yang menyeruak
ah, sesungguhnyalah
menjadi tua adalah anugerah
dari sang maha pemurah
semarang, september 2018
Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.
Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:
//.......//kau memang benar istriku
menuju tua tak begitu menakutkan
bagiku pun tetap menenteramkan
selama tua adalah gagah dan sehat
selama tua adalah cerdas dan awas
seperti bagawan manuyasa yang waskita
setiap hari berkidung membaca mantera
terus bersyukur tak henti-hentinya//....//
Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Mas Yono Buanergis Muryono : MERDEKA
Mari Kita simak kembali puisi karya Mas Yono Buanergis Muryono, yang berjudul Merdeka. Penyair dengan banyak talenta ini kini menetap di Bali. Penyair ini dikrenal juga sebagai pelukis dan akhli kebathinan. Berkut puisinya:
Mas Yono Buanergis Muryono
MERDEKA
Merdeka
Bebas
Freedom
Leluasa
Freeze
Kadang banyak istilah
Memerdekakan diri
Menapaki ranah bebas
Leluasa
Lapang.
Kususuri lapang jiwa
Tiada bertepi
Bersamamu yang tulus.
Melepas segala beban
atau memanggul tanggungan.
Sulit kita eja.
Tiap kata tiada mampu mewakilinya.
Kususuri relung spirit
Daya Hidup
Dalam dimensi rohani pelengkap tubuh
Utuh.
Ada cahaya dalam gelap
Terdapat titik hitam di terangnya cahaya.
Lalu ingin ragaku dihantar mau spirit
Rohaniku yang murni
Kita jadi baik
Benar
Bijaksana
Hingga tenteram
Nyaman
Damai
Sejahtera
Merdeka
Bebas
Leluasa
Seindah cakrawala
Tiap kejap berganti rupa
Begitulah kehidupan sebenarnya
Tiada terwakili kata-kata
Bahkan saat diam semua sempurna.
Ciri baris yang pendek-pendek adalah ciri Mas Yono Buanergis Muryono menulis puisi. Ini dikarenakan setiap kata yang ia ucapkan slalu mengandung makna dan di terjemahkan dihati dengan penuh rasa. demikian dalam pembukaan puisinya ia mengulang kata meresapi apa arti merdeka :
//Merdeka
Bebas
Freedom
Leluasa
Freeze/ ...//.... //
Seandainya keindahan itu terlaksana atau setidaknya mendekati mungkin bahasa akan lain , Mas Yono Buanergis Muryono memberi makna itu :
..../Rohaniku yang murni
Kita jadi baik
Benar
Bijaksana
Hingga tenteram
Nyaman
Damai
Sejahtera
Merdeka
Bebas
Leluasa
Seindah cakrawala
Tiap kejap berganti rupa
Begitulah kehidupan sebenarnya
Tiada terwakili kata-kata
Bahkan saat diam semua sempurna/...//
Puisi bagaimana mengapresiasi, Anda tentu dapat mengapresiasinya dengan makna lain. Demikian penyair kadang penuh tanya, misteri dan juga keanehan lain, termasik pada diri Mas Yono Buanergis Muryono (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Mmembaca)
Mas Yono Buanergis Muryono
MERDEKA
Merdeka
Bebas
Freedom
Leluasa
Freeze
Kadang banyak istilah
Memerdekakan diri
Menapaki ranah bebas
Leluasa
Lapang.
Kususuri lapang jiwa
Tiada bertepi
Bersamamu yang tulus.
Melepas segala beban
atau memanggul tanggungan.
Sulit kita eja.
Tiap kata tiada mampu mewakilinya.
Kususuri relung spirit
Daya Hidup
Dalam dimensi rohani pelengkap tubuh
Utuh.
Ada cahaya dalam gelap
Terdapat titik hitam di terangnya cahaya.
Lalu ingin ragaku dihantar mau spirit
Rohaniku yang murni
Kita jadi baik
Benar
Bijaksana
Hingga tenteram
Nyaman
Damai
Sejahtera
Merdeka
Bebas
Leluasa
Seindah cakrawala
Tiap kejap berganti rupa
Begitulah kehidupan sebenarnya
Tiada terwakili kata-kata
Bahkan saat diam semua sempurna.
Ciri baris yang pendek-pendek adalah ciri Mas Yono Buanergis Muryono menulis puisi. Ini dikarenakan setiap kata yang ia ucapkan slalu mengandung makna dan di terjemahkan dihati dengan penuh rasa. demikian dalam pembukaan puisinya ia mengulang kata meresapi apa arti merdeka :
//Merdeka
Bebas
Freedom
Leluasa
Freeze/ ...//.... //
Seandainya keindahan itu terlaksana atau setidaknya mendekati mungkin bahasa akan lain , Mas Yono Buanergis Muryono memberi makna itu :
..../Rohaniku yang murni
Kita jadi baik
Benar
Bijaksana
Hingga tenteram
Nyaman
Damai
Sejahtera
Merdeka
Bebas
Leluasa
Seindah cakrawala
Tiap kejap berganti rupa
Begitulah kehidupan sebenarnya
Tiada terwakili kata-kata
Bahkan saat diam semua sempurna/...//
Puisi bagaimana mengapresiasi, Anda tentu dapat mengapresiasinya dengan makna lain. Demikian penyair kadang penuh tanya, misteri dan juga keanehan lain, termasik pada diri Mas Yono Buanergis Muryono (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Mmembaca)
Agus Mursalin : Pekik Merdeka Dalam Kamus
Berikutnya kita ulas puisi karya:
Agus Mursalin
Pekik Merdeka Dalam Kamus
Langkah awalku berniat baik
Pagi di timur sore di barat
Menyaksikan wajah aneka rupa
Memberi arti pembeda
Wajah beda suku beda bangsa beda negara beda
Satu kata yang bisa disepakati pada tangis tanda duka
Tawa tanda bahagia
Bergeleng tak mau mengangguk setuju
Tanpa kamus semua manusia paham
Lalu untuk apa
Mempelajari bahasa lain
Jika mengakibatkan perbedaan paham
Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?
Makna kata dari persepsi
Kapan bisa merdeka ?
Kebumen 1 Agustus 2019
Puisi pendek karya Agus Mursalin ini menyoroti kemerdekaan berbahasa. Menarik. Tetapi juga memungkinkan tafsir lain. Ia soroti kenyataan yang ada di masa Indonesia tlah dewasa ini. Mula ia bertanya dan kemudian barisnya mempertegas.
Sebetulnya di hati manusia Indonesia mungkin ada sepaham, tetapi juga banyak beda. Karena lain situasi keadaan, sehingga banyak perbedaan. Agus Mursalin penyair asal Kebumen ini mengajak agar perbedaan itu tak dipermasalahkan agar kita bisa merdeka dalam arti yang sebenarnya.
Berikut cuplikan diakhir puisinya:
//...../Tanpa kamus semua manusia paham
Lalu untuk apa
Mempelajari bahasa lain
Jika mengakibatkan perbedaan paham
Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?
Makna kata dari persepsi
Kapan bisa merdeka ?//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Agus Mursalin
Pekik Merdeka Dalam Kamus
Langkah awalku berniat baik
Pagi di timur sore di barat
Menyaksikan wajah aneka rupa
Memberi arti pembeda
Wajah beda suku beda bangsa beda negara beda
Satu kata yang bisa disepakati pada tangis tanda duka
Tawa tanda bahagia
Bergeleng tak mau mengangguk setuju
Tanpa kamus semua manusia paham
Lalu untuk apa
Mempelajari bahasa lain
Jika mengakibatkan perbedaan paham
Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?
Makna kata dari persepsi
Kapan bisa merdeka ?
Kebumen 1 Agustus 2019
Puisi pendek karya Agus Mursalin ini menyoroti kemerdekaan berbahasa. Menarik. Tetapi juga memungkinkan tafsir lain. Ia soroti kenyataan yang ada di masa Indonesia tlah dewasa ini. Mula ia bertanya dan kemudian barisnya mempertegas.
Sebetulnya di hati manusia Indonesia mungkin ada sepaham, tetapi juga banyak beda. Karena lain situasi keadaan, sehingga banyak perbedaan. Agus Mursalin penyair asal Kebumen ini mengajak agar perbedaan itu tak dipermasalahkan agar kita bisa merdeka dalam arti yang sebenarnya.
Berikut cuplikan diakhir puisinya:
//...../Tanpa kamus semua manusia paham
Lalu untuk apa
Mempelajari bahasa lain
Jika mengakibatkan perbedaan paham
Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?
Makna kata dari persepsi
Kapan bisa merdeka ?//
(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Senin, 05 Agustus 2019
Wardjito Soeharso : Kebebasan
Yuk kita simak kembali puisi-puisi Internasional. Kali ini kita mengulas puisi karya Wardjito Soeharso, penyair senior nasional asal Semarang yang sangat produktif . Wardjito Soeharso dikenal juga sebagai penulis novel dan banyak artikel di masa mudanya ketika masih di Balai Diklat Jawa Tengah. Mari kita simak puisinya :
Wardjito Soeharso
Kebebasan
Angin berhembus di tengah padang
Sampaikan berita segera datangnya hujan
Pepohonan meliuk dengan rantingnya
Dedaunan pun indah bergoyang
Burung-burung berkicau riang menyapa pagi
Dalam konser siulan nuansa hijau
Sedang mentari senyum menyambut hari
Berbagi hangat bersama bumi
Pantulkan cahaya dari samudera
Kebebasan alam jadi kebebasan untuk semua
Alam kebebasan pastilah kebebasan dari manusia
Begitulah dasar pemikiran pengetahuan
Yang memaknai benar atau salah
Yang membangun nilai baik atau buruk
Kebebasan atas berpikir
Kebebasan untuk kemanusiaan
Puisi pendek karya Wardjito Soeharso ini memberi pesan tentang 'kebebasan , gambaran itu ia kemukakan dalam bait pertamanya. Bahwa kebasan adalah irama alam yang terlihat dan tumbuh. Alam baginya adalah perlambang tentang kebebasan itu , kebebasan yang diberikan di dunia ini. Harmoni kebebasan itu di bumi ini tentunya yang diberikan dari Maha Pencipta.
Potret kebabasan itu bagaimana manusia bumi menentukannya sebagai hubungan antar manusia.
Mereka menjalani kehidupan Penuh dengan tantangan dan penderitaan. Namun jika manusia memelihara keimanannya untuk tetap teguh berada di jalan Allah SWT. maka pada akhirnya, tantangan dan penderitaan itu akan berbuah manis. Para nabi sudah mengajarkan bagaimana umat manusia bisa menjalin hubungan baik dengan Allah (habluminallah) dan juga hubungan baik dengan manusia (habluminannas). Demikian di bait kedua Wardjito Soeharso menulis. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Wardjito Soeharso
Kebebasan
Angin berhembus di tengah padang
Sampaikan berita segera datangnya hujan
Pepohonan meliuk dengan rantingnya
Dedaunan pun indah bergoyang
Burung-burung berkicau riang menyapa pagi
Dalam konser siulan nuansa hijau
Sedang mentari senyum menyambut hari
Berbagi hangat bersama bumi
Pantulkan cahaya dari samudera
Kebebasan alam jadi kebebasan untuk semua
Alam kebebasan pastilah kebebasan dari manusia
Begitulah dasar pemikiran pengetahuan
Yang memaknai benar atau salah
Yang membangun nilai baik atau buruk
Kebebasan atas berpikir
Kebebasan untuk kemanusiaan
Puisi pendek karya Wardjito Soeharso ini memberi pesan tentang 'kebebasan , gambaran itu ia kemukakan dalam bait pertamanya. Bahwa kebasan adalah irama alam yang terlihat dan tumbuh. Alam baginya adalah perlambang tentang kebebasan itu , kebebasan yang diberikan di dunia ini. Harmoni kebebasan itu di bumi ini tentunya yang diberikan dari Maha Pencipta.
Potret kebabasan itu bagaimana manusia bumi menentukannya sebagai hubungan antar manusia.
Mereka menjalani kehidupan Penuh dengan tantangan dan penderitaan. Namun jika manusia memelihara keimanannya untuk tetap teguh berada di jalan Allah SWT. maka pada akhirnya, tantangan dan penderitaan itu akan berbuah manis. Para nabi sudah mengajarkan bagaimana umat manusia bisa menjalin hubungan baik dengan Allah (habluminallah) dan juga hubungan baik dengan manusia (habluminannas). Demikian di bait kedua Wardjito Soeharso menulis. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri ini , Heru Mugiarso
Mari kita ulas puisi-puisi Internasional. Berikut karya Heru Mugiarso, penyair nasional dikenal sebagai penyair dari kalangan akademika dan karyanya banyak dipelajari di fakultas-fakultas pendidikan di Indonesia. Berikut karyanya:
Ziarah Waktu
Kepada Mujahid Negeri ini
Ingin rasanya aku mengajakmu, anakku
Di sini sejenak menikmati ziarah waktu
Karena aku yakin bahwa segala sesuatu kini telah banyak berubah
Dan kita perlu membuka ulang catatan kaki pada halaman sejarah
Di depan makam ini aku tak berniat mengajarimu menjadikan berhala
Kepada mereka yang telah damai bersemayam di dalamnya
Tapi jika tulang belulang yang kini memutih itu mampu bercerita
Maka ia akan berkisah tentang cinta luar biasa kepada tanah airnya
Darah dan airmata mungkin telah bercampur rupa
Nyawa (barangkali) adalah barang tak lagi berharga
Ketika nyanyian tanah air yang sayup dan terluka
Memanggil putera puterinya untuk tulus berbakti kepadanya
Rentang perjalanan mereka, aku dan kamu terlalu jauh, anakku
Maka wajar jika engkau tak utuh dalam memahaminya
Sayangnya mereka bukan selebriti dan kerna itu tak sempat jadi tokoh
Yang membuatmu jatuh hati dan terpesona hingga melegenda
Tak sedikit dari mereka hanya orang-orang biasa
Dan terkadang tak tercatat namanya pada nisan
Tapi di hadapan Sang Khalik mereka adalah syuhada
Sedang di hati insan mulia mereka ialah pahlawan
Ingin sesekali aku mengajakmu sejenak tafakur di depan makam
Untuk setiapkali menolak lupa bahwa negeri ini nyaris tak pernah ada
Jika mereka dulu tak mengangkat senjata dan maju ke palagan
Dan di jiwa mereka hanya ada satu kata : kemerdekaan!
Semarang, 2019
Makna " Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri Ini" mendalam bila hayati. Puisi dengan alur dapat dicerna dengan mudah oleh pembaca budiman. Heru Mugiarso mengajak untuk merenung tentang 'catatan kaki bangsa ini. Sebuah perjalanan merdeka republik ini dalam kaca mata penyair yang enak dinikmati. Hingga akhirnya usia pun semakin bertambah dan rekam jejak pun semakin tersamar dan bahkan ada diantaranya yang asing bagi generasi sekarang. Mereka yang tak tercatat dalam perjuangan merebut kemerdekaan negeri ini.
Heru Mugiarso memang pandai mengemas puisi hingga alurnya semakin jelas maksud. Sehingga bila membacanya dengan apresiasi baik akan tertangkap pesan yang mendalam, Bahasanya yang tenang, dengan pilihan diksi yang tepat menjadikan puisi ini pantas sebagai puisi bertaraf internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Ziarah Waktu
Kepada Mujahid Negeri ini
Ingin rasanya aku mengajakmu, anakku
Di sini sejenak menikmati ziarah waktu
Karena aku yakin bahwa segala sesuatu kini telah banyak berubah
Dan kita perlu membuka ulang catatan kaki pada halaman sejarah
Di depan makam ini aku tak berniat mengajarimu menjadikan berhala
Kepada mereka yang telah damai bersemayam di dalamnya
Tapi jika tulang belulang yang kini memutih itu mampu bercerita
Maka ia akan berkisah tentang cinta luar biasa kepada tanah airnya
Darah dan airmata mungkin telah bercampur rupa
Nyawa (barangkali) adalah barang tak lagi berharga
Ketika nyanyian tanah air yang sayup dan terluka
Memanggil putera puterinya untuk tulus berbakti kepadanya
Rentang perjalanan mereka, aku dan kamu terlalu jauh, anakku
Maka wajar jika engkau tak utuh dalam memahaminya
Sayangnya mereka bukan selebriti dan kerna itu tak sempat jadi tokoh
Yang membuatmu jatuh hati dan terpesona hingga melegenda
Tak sedikit dari mereka hanya orang-orang biasa
Dan terkadang tak tercatat namanya pada nisan
Tapi di hadapan Sang Khalik mereka adalah syuhada
Sedang di hati insan mulia mereka ialah pahlawan
Ingin sesekali aku mengajakmu sejenak tafakur di depan makam
Untuk setiapkali menolak lupa bahwa negeri ini nyaris tak pernah ada
Jika mereka dulu tak mengangkat senjata dan maju ke palagan
Dan di jiwa mereka hanya ada satu kata : kemerdekaan!
Semarang, 2019
Makna " Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri Ini" mendalam bila hayati. Puisi dengan alur dapat dicerna dengan mudah oleh pembaca budiman. Heru Mugiarso mengajak untuk merenung tentang 'catatan kaki bangsa ini. Sebuah perjalanan merdeka republik ini dalam kaca mata penyair yang enak dinikmati. Hingga akhirnya usia pun semakin bertambah dan rekam jejak pun semakin tersamar dan bahkan ada diantaranya yang asing bagi generasi sekarang. Mereka yang tak tercatat dalam perjuangan merebut kemerdekaan negeri ini.
Heru Mugiarso memang pandai mengemas puisi hingga alurnya semakin jelas maksud. Sehingga bila membacanya dengan apresiasi baik akan tertangkap pesan yang mendalam, Bahasanya yang tenang, dengan pilihan diksi yang tepat menjadikan puisi ini pantas sebagai puisi bertaraf internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Arya Setra ARTI MERDEKA
Arya Setra
ARTI MERDEKA
Desing peluru tajam yang menghujam
Dentuman meriam memekakan telinga,
Berderap tegap meluluh lantakkan dada bumi pertiwi...
Teriak para pejuang menumbuhkan semangat kemerdekaan walau bersimbah darah, terkoyak, tercabik, teraniaya dan terjajah di negri sendiri.
Pengorbanan jutaan nyawa, jutaan harta dan benda demi satu kata " MERDEKA"
Merdeka atau Mati adalah semboyan para pejuang demi mempertahankan harga diri bangsa...
Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.
Merdekaku...
Merdekamu..
dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda.
Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...
kalau tidak...? aku bisa mati gaya....
Arya Setra
1 Agustus 2019
Arya Setra adalah penyair dan juga pelukis kenamaan Indonesia saat ini. Ia baru saja pulang dari Moskow, Rusia, untuk unjuk demonstrasi melukisnya.
Puisi "Arti Merdeka" karya Arya Setra ini sebuah gambaran betapa kemerdekaan itu diraih tidak sekedar membalikan tangan. Ia telah mengorbankan begitu banyak nyawa manusia. Puisinya seakan bertanya bahwa merdeka itu pada masing masing jiwa manusia.
..../ Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.
Merdekaku...
Merdekamu..
dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda./...
Diakhir puisinya ia memberi kejelasan versi merdeka ala seniman. .../Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...
kalau tidak...? aku bisa mati gaya//
Demikian puisi itu sebebas-bebasnya. Gaya seorang penyair satu dengan yang lainnya tentu berbeda dan Arya Setra memiliki gayanya tersendiri . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
ARTI MERDEKA
Desing peluru tajam yang menghujam
Dentuman meriam memekakan telinga,
Berderap tegap meluluh lantakkan dada bumi pertiwi...
Teriak para pejuang menumbuhkan semangat kemerdekaan walau bersimbah darah, terkoyak, tercabik, teraniaya dan terjajah di negri sendiri.
Pengorbanan jutaan nyawa, jutaan harta dan benda demi satu kata " MERDEKA"
Merdeka atau Mati adalah semboyan para pejuang demi mempertahankan harga diri bangsa...
Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.
Merdekaku...
Merdekamu..
dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda.
Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...
kalau tidak...? aku bisa mati gaya....
Arya Setra
1 Agustus 2019
Arya Setra adalah penyair dan juga pelukis kenamaan Indonesia saat ini. Ia baru saja pulang dari Moskow, Rusia, untuk unjuk demonstrasi melukisnya.
Puisi "Arti Merdeka" karya Arya Setra ini sebuah gambaran betapa kemerdekaan itu diraih tidak sekedar membalikan tangan. Ia telah mengorbankan begitu banyak nyawa manusia. Puisinya seakan bertanya bahwa merdeka itu pada masing masing jiwa manusia.
..../ Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.
Merdekaku...
Merdekamu..
dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda./...
Diakhir puisinya ia memberi kejelasan versi merdeka ala seniman. .../Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...
kalau tidak...? aku bisa mati gaya//
Demikian puisi itu sebebas-bebasnya. Gaya seorang penyair satu dengan yang lainnya tentu berbeda dan Arya Setra memiliki gayanya tersendiri . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Agustav Triono: Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?
Agustav Triono
Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?
Tanah tumpah darahku
Tanah tempat berkeluh
Tanah airku
Tanah tempat membasuh
Luka bangsaku
Jangan membasah menerus
Mengeringlah kembali mulus
Jangan menganga
Jangan memerih
Hapus duka pedih
Merdeka telah di genggaman
Ibu Pertiwi telah di pangkuan
Sejak Proklamasi
Daulatlah ini negeri
Namun kembali pada renungan
Sudah merdekakah ?
Sebenar merdeka ?
Ya, sudah !
Merdeka dari belenggu penjajah
Merdeka sebagai negara bebas
Tentukan arah tujuan bangsa
Menuju cita mulia
Mimpi dan asa tergenggam
Semoga
Namun sudah merdekakah?
Sebenar merdeka??
Merdeka dari kemiskinan
Merdeka dari korupsi merajalela
Merdeka dari ketidakadilan
Merdeka dari rusak lingkungan
Merdeka dari wabah narkoba
Masih terus berjuang
Bebaskan diri dari penjajah masa kini
Rusak sendi negeri
Yang tak tampak nyata
Namun menggerogoti
Sebarkan virus dipori-pori
Pelan dan pasti
Tubuh kita terjangkiti
Penyakit yang membinasa itu
Maka
Cabutlah akar-akar penyebabnya
Dengan tegas dan pasti
Agar penyakit-penyakit
Segera musnah
Agar merdeka
Sebenar merdeka !
01/08/2019
Sebetulnya Agustav Triono ingin mengungkap kemerdekaan hakiki setelah negeri kita merdeka. Ia mersakan betapa perjuangan untuk kemerdekaan yang hakiki belum tercapai.
Dalam bait baitnya diungkap bahwa ada penyakit penyebab terhalangnya kemerdenaan sebenar merdeka.
...//...Rusak sendi negeri
Yang tak tampak nyata
Namun menggerogoti
Sebarkan virus dipori-pori...// ....//
apa yang disebutkan dalam baris di bait itu ternyata ada sesuatu yang harus diperangi di masa ini, yakni yang merusak sendi negeri ini.
Pesan dalam puisi ini mengangkat puisi Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka layak sebagai puiai Internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?
Tanah tumpah darahku
Tanah tempat berkeluh
Tanah airku
Tanah tempat membasuh
Luka bangsaku
Jangan membasah menerus
Mengeringlah kembali mulus
Jangan menganga
Jangan memerih
Hapus duka pedih
Merdeka telah di genggaman
Ibu Pertiwi telah di pangkuan
Sejak Proklamasi
Daulatlah ini negeri
Namun kembali pada renungan
Sudah merdekakah ?
Sebenar merdeka ?
Ya, sudah !
Merdeka dari belenggu penjajah
Merdeka sebagai negara bebas
Tentukan arah tujuan bangsa
Menuju cita mulia
Mimpi dan asa tergenggam
Semoga
Namun sudah merdekakah?
Sebenar merdeka??
Merdeka dari kemiskinan
Merdeka dari korupsi merajalela
Merdeka dari ketidakadilan
Merdeka dari rusak lingkungan
Merdeka dari wabah narkoba
Masih terus berjuang
Bebaskan diri dari penjajah masa kini
Rusak sendi negeri
Yang tak tampak nyata
Namun menggerogoti
Sebarkan virus dipori-pori
Pelan dan pasti
Tubuh kita terjangkiti
Penyakit yang membinasa itu
Maka
Cabutlah akar-akar penyebabnya
Dengan tegas dan pasti
Agar penyakit-penyakit
Segera musnah
Agar merdeka
Sebenar merdeka !
01/08/2019
Sebetulnya Agustav Triono ingin mengungkap kemerdekaan hakiki setelah negeri kita merdeka. Ia mersakan betapa perjuangan untuk kemerdekaan yang hakiki belum tercapai.
Dalam bait baitnya diungkap bahwa ada penyakit penyebab terhalangnya kemerdenaan sebenar merdeka.
...//...Rusak sendi negeri
Yang tak tampak nyata
Namun menggerogoti
Sebarkan virus dipori-pori...// ....//
apa yang disebutkan dalam baris di bait itu ternyata ada sesuatu yang harus diperangi di masa ini, yakni yang merusak sendi negeri ini.
Pesan dalam puisi ini mengangkat puisi Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka layak sebagai puiai Internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)
Langganan:
Postingan (Atom)