83.SILIVESTER KIIK
CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR
Dari sudut perkampungan para leluhur
Sebuah ritual bermantra doa kepada Sang Pencipta
Melalui tetesan darah ayam merah
Tembok penahan membentang dari pantai ke gunung
Dari lembah-lembah yang menganga
Dan dari tanah ke cakrawala saling menatap
Melenyapkan penderitaan (Corona) di tempat kehidupan ini
Naiklah nakhodamu untuk pulang pada ketiadaan
Sebab kami tak lagi sanggup menatap kehadiranmu
Jangan lingkar persahabatan ini menjadi renggang
Dan jangan merampas hak Tuhan untuk mencabut nyawa kami
Sebab tiada pengampunan bagimu di kerajaanNya
Apa kesalahan dunia ini hingga kau begitu egois?
Membuat semuanya harus berdiam diri
Tanpa genggaman tangan
Dan kami bagai anak yatim piatu yang berdiam diri dalam kesedihan
Lepaskan kami untuk terus bernapas
Biarkan anak-anak kami kembali menatap jejak perjalanannya
Biarkan pergumulan kami di tempat-tempat ibadah terjadi lagi
Sebab kami telah berseru dengan damai
Untukmu pulanglah
Atambua, 07 April 2020
MENGENANG TUHAN DALAM TANGAN CORONA
Tuhan, pada keagunganMu
Lilin-lilin kecil ini tetap bernyala dalam kamar
Untuk mengenangMu dalam sebait doa yang sederhana dan tetesan air mata
Aku berseru padaMu: berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu
Untuk selamat dari ancaman Corona ini
Sebab aku tidak paham maksudnya
Dan hanya padaMu aku berharap
Tuhan, ribuan nyawa telah tiada
Apa salah dan dosa mereka?
Sebab aku tidak mampu menjelaskannya padaMu
Bagaimana dengan jiwa mereka?
Semoga ada kediaman yang tenang dalam kerajaanMu
Tuhan, Engkau sendiri yang mengetahuinya
Ke dalam tanganMu yang mulia aku serahkan peristiwa yang sedang terjadi ini
Atambua, 07 April 2020
TANGISAN IBU PERTIWI
Ibu pertiwi dalam pangkuan pilu
Menatap ruang-ruang yang kini menjadi hampa
Di isi oleh penderitaan
Air mata
Kelaparan
Dan masih banyak lagi yang mengantri
Wajahmu kini mengerut oleh amarah-amarah duniawi
Atap rumahmu diganti dengan berbagai dosa
Bahkan yang lainnya sedang sibuk menenun ketidakpedulian padamu
Jika peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini adalah teguranmu
Beri kami waktu untuk membenah diri
Sebab air matamu adalah sebuah anugerah terindah
Atambua, 07 April 2020
Silivester Kiik, lahir di sebuah Desa terpencil yang jauh dari pusat hiruk-pikuk suara keramain yakni Bani-Bani (Tunmat) Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka pada tanggal 14 September 1987. Saat ini tinggal di Kota Perbatasan RI-RDTL (Atambua-Belu-NTT). Beberapa buku antologi yang telah hadir di tangan para pembaca yakni: Antologi Puisi: “Sepotong Hati yang Terluka, Tetes Embun Masa Lalu, Seutas Memori dalam Aksara, Warna-Warni Aksara (Jilid II), Laki-Laki Perkasa yang Tak Pernah Menangis, Diam yang Bersuara, Prelude, Romantisme Perahu Kertas, Montase Kenangan, Berapi, Pucuk-Pucuk Harapan, Bercengkerama di Musim Rindu, Topeng Jiwa, Sepasang Tangan yang Terpasung, Sajak-Sajak Penaku dan yang Bersemayam dalam Diri, Segelintir Kesucian, Selamat Datang Mas Nadiem: Gagasan Literasi Maju untuk Menteri Baru), dan Amor”. Karya-karya lain juga hadir melalui media cetak maupun online. Selain itu, penulis bersama teman-teman penggiat Relawan Literasi Belu mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan dengan “Komunitas Pensil”. Komunitas ini terbentuk dengan tujuan memberikan nuansa baru dalam menumbuh dan mengembangkan kreativitas dan minat baca anak-anak di wilayah perbatasan Kabupaten Belu-NTT dengan menyediakan bahan-bahan bacaan. Penulis dapat dihubungi melalui via Email: kiiksilivester@gmail.com; Instagram: @silivester_kiik; Facebook: @Silivester Kiik, @Pecinta Sastra dan Budaya Lokal; Twitter: @kiik_silivester; dan Handphone/WA: +6285239940460.
CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR
Dari sudut perkampungan para leluhur
Sebuah ritual bermantra doa kepada Sang Pencipta
Melalui tetesan darah ayam merah
Tembok penahan membentang dari pantai ke gunung
Dari lembah-lembah yang menganga
Dan dari tanah ke cakrawala saling menatap
Melenyapkan penderitaan (Corona) di tempat kehidupan ini
Naiklah nakhodamu untuk pulang pada ketiadaan
Sebab kami tak lagi sanggup menatap kehadiranmu
Jangan lingkar persahabatan ini menjadi renggang
Dan jangan merampas hak Tuhan untuk mencabut nyawa kami
Sebab tiada pengampunan bagimu di kerajaanNya
Apa kesalahan dunia ini hingga kau begitu egois?
Membuat semuanya harus berdiam diri
Tanpa genggaman tangan
Dan kami bagai anak yatim piatu yang berdiam diri dalam kesedihan
Lepaskan kami untuk terus bernapas
Biarkan anak-anak kami kembali menatap jejak perjalanannya
Biarkan pergumulan kami di tempat-tempat ibadah terjadi lagi
Sebab kami telah berseru dengan damai
Untukmu pulanglah
Atambua, 07 April 2020
MENGENANG TUHAN DALAM TANGAN CORONA
Tuhan, pada keagunganMu
Lilin-lilin kecil ini tetap bernyala dalam kamar
Untuk mengenangMu dalam sebait doa yang sederhana dan tetesan air mata
Aku berseru padaMu: berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu
Untuk selamat dari ancaman Corona ini
Sebab aku tidak paham maksudnya
Dan hanya padaMu aku berharap
Tuhan, ribuan nyawa telah tiada
Apa salah dan dosa mereka?
Sebab aku tidak mampu menjelaskannya padaMu
Bagaimana dengan jiwa mereka?
Semoga ada kediaman yang tenang dalam kerajaanMu
Tuhan, Engkau sendiri yang mengetahuinya
Ke dalam tanganMu yang mulia aku serahkan peristiwa yang sedang terjadi ini
Atambua, 07 April 2020
TANGISAN IBU PERTIWI
Ibu pertiwi dalam pangkuan pilu
Menatap ruang-ruang yang kini menjadi hampa
Di isi oleh penderitaan
Air mata
Kelaparan
Dan masih banyak lagi yang mengantri
Wajahmu kini mengerut oleh amarah-amarah duniawi
Atap rumahmu diganti dengan berbagai dosa
Bahkan yang lainnya sedang sibuk menenun ketidakpedulian padamu
Jika peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini adalah teguranmu
Beri kami waktu untuk membenah diri
Sebab air matamu adalah sebuah anugerah terindah
Atambua, 07 April 2020
Silivester Kiik, lahir di sebuah Desa terpencil yang jauh dari pusat hiruk-pikuk suara keramain yakni Bani-Bani (Tunmat) Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka pada tanggal 14 September 1987. Saat ini tinggal di Kota Perbatasan RI-RDTL (Atambua-Belu-NTT). Beberapa buku antologi yang telah hadir di tangan para pembaca yakni: Antologi Puisi: “Sepotong Hati yang Terluka, Tetes Embun Masa Lalu, Seutas Memori dalam Aksara, Warna-Warni Aksara (Jilid II), Laki-Laki Perkasa yang Tak Pernah Menangis, Diam yang Bersuara, Prelude, Romantisme Perahu Kertas, Montase Kenangan, Berapi, Pucuk-Pucuk Harapan, Bercengkerama di Musim Rindu, Topeng Jiwa, Sepasang Tangan yang Terpasung, Sajak-Sajak Penaku dan yang Bersemayam dalam Diri, Segelintir Kesucian, Selamat Datang Mas Nadiem: Gagasan Literasi Maju untuk Menteri Baru), dan Amor”. Karya-karya lain juga hadir melalui media cetak maupun online. Selain itu, penulis bersama teman-teman penggiat Relawan Literasi Belu mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan dengan “Komunitas Pensil”. Komunitas ini terbentuk dengan tujuan memberikan nuansa baru dalam menumbuh dan mengembangkan kreativitas dan minat baca anak-anak di wilayah perbatasan Kabupaten Belu-NTT dengan menyediakan bahan-bahan bacaan. Penulis dapat dihubungi melalui via Email: kiiksilivester@gmail.com; Instagram: @silivester_kiik; Facebook: @Silivester Kiik, @Pecinta Sastra dan Budaya Lokal; Twitter: @kiik_silivester; dan Handphone/WA: +6285239940460.