Salimi Ahmad
PANDEMI COVID 19
otakku ini sepertinya harus dicuci
bukan dengan rinso atau bayclean
yang konon terbukti ampuh
membersihkan kotoran,
menghilangkan noda dan bercak
yang melekat
aku harus mencuci otakku, kukira
dari wabah virus corona ini
yang sedang gencar-gencarnya
memporanporandakan dunia
dunia nyata maupun dunia imajinasi
dari penduduknya yang gelisah
aku harus mencuci otakku, kukira
dari segenap kesalahan yang mungkin saja
telah diperbuatnya
dari penderitaan masyarakat bawah
yang terpangkas rejekinya akibat social distancing
dari kepanikan masyarakat menengah - atas
membayangkan akan kelaparannya
yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana
dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal
di penjara-penjara, hanya untuk maksud
yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor
mati terasing di kandang mewahnya - jeruji
yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.
aku harus mencuci otakku, kukira
untuk tegar membelah semangat
para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang
dan menebar kebangggaan
di tengah peralatan serba kekurangan
dokter, perawat, para relawan medika,
orang-orang yang mengasihi dan
berjuang menjaga hidup kemanusiaan
aku harus mencuci otakku, kukira
menjaga semangat dan bersemangat berjaga
jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu
gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,
kalap memahami “makna” wabah
aku harus mencuci otakku, kukira
bukan dengan segala benda-benda itu, bukan
sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan
yang mengandung pembenaran takliq,
pengutipan doktrin manusia
aku akan bergembira mencuci otakku
bukankah shalat dan cinta, takkan terterima
ketika suci jadi permainan mata.
Jakarta, 8 April 2020
Biodata:
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.
PANDEMI COVID 19
otakku ini sepertinya harus dicuci
bukan dengan rinso atau bayclean
yang konon terbukti ampuh
membersihkan kotoran,
menghilangkan noda dan bercak
yang melekat
aku harus mencuci otakku, kukira
dari wabah virus corona ini
yang sedang gencar-gencarnya
memporanporandakan dunia
dunia nyata maupun dunia imajinasi
dari penduduknya yang gelisah
aku harus mencuci otakku, kukira
dari segenap kesalahan yang mungkin saja
telah diperbuatnya
dari penderitaan masyarakat bawah
yang terpangkas rejekinya akibat social distancing
dari kepanikan masyarakat menengah - atas
membayangkan akan kelaparannya
yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana
dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal
di penjara-penjara, hanya untuk maksud
yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor
mati terasing di kandang mewahnya - jeruji
yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.
aku harus mencuci otakku, kukira
untuk tegar membelah semangat
para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang
dan menebar kebangggaan
di tengah peralatan serba kekurangan
dokter, perawat, para relawan medika,
orang-orang yang mengasihi dan
berjuang menjaga hidup kemanusiaan
aku harus mencuci otakku, kukira
menjaga semangat dan bersemangat berjaga
jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu
gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,
kalap memahami “makna” wabah
aku harus mencuci otakku, kukira
bukan dengan segala benda-benda itu, bukan
sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan
yang mengandung pembenaran takliq,
pengutipan doktrin manusia
aku akan bergembira mencuci otakku
bukankah shalat dan cinta, takkan terterima
ketika suci jadi permainan mata.
Jakarta, 8 April 2020
Biodata:
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.