98.Nok Ir
PANDEMI JERI
/ 1 / Desah Wabah
Hujan sepagi ini mengabarkan duka dunia
Menjarum tajam tajam di berbagai belahan
Merinai kelam lumat rupa alam
Kelabui semburat negeri hingga tak elok lagi
Kataku, keegoisan manusialah yang mengedepan
Menyalak riang di antero bumi
Mentertawai harmoni alam yang terabai berkepanjangan
Jiwa digdaya menjelma nelangsa
/ 2 / Emak Bapak Bersitatap
Bahkan, dalam bertinggal diri di kediaman
Ku mengharuskan lewat paham
Ku kail berdarah darah pengetahuan
Hingga menderaikan cucur jeri ngeri
Luapkan peluh penat setiap saat
Hanya untuk sekedar mengerti
Dengan bekal seberapa untuk anak pinak
Mengasupi perut, membeli petutup mulut,
menyedia sabun basuh kalut
Kemana harus meratap harap, pintu pengail
rejeki tlah tertutup rapi
Tinggal sunyi mendera pedih perut perih
/ 3 / Murid Menjerit
Pergantian hari tanpa seri
Tanpa rehat di kantin ataupun senam pagi
Jungkat jungkit menjerit sakit
Tak ada tandangan gelak tawa
Belajar di daring tanpa bel berdering
Tugas saling bergegas haruslah lekas
Tak berdiskusi tak berembug lagi
Pekik mereka : aku rindu guru, walau dengan gerutu
/ 4 / Guru Mengulum Kelu
Bunyi telpon sering berdering
Grup grup riuh meletup-letup
Murid menjerit kebingungan
Kapan sekolah kembali terolah
Orangtua meronta penuh tanya
Tak sanggup mendampingi lebih berperi
Belum lagi pekik dapur minta terus mengepul
/ 5 / Tanah Meratap Lemah
Retak yang lama bergemeretak
Alir nadi di bawahnya tlah lantak
Akar-akar menjelma cengkeram cakar
Matahari kini menjadi nyawa diri
Erupsi gencar di sana sini
Jumawa tetap digadang bangga
Bilakah paham untuk tundukkan badan
Sumenep, 11 April 2020
Nok Ir, lahir di Demak, 28 Januarai. Telah menulis puisi dan cerpen sejak remaja. Karya-karyanya telah terhimpun dalam puluhan antologi puisi bersama kawan penyair di dalam dan luar negeri, diantaranya 1000 Guru Menulis Puisi yang memecahkan rekor MURI sebagai antologi dengan penulis terbanyak, Kitab Pentigraf 2, 3, dan 4, Independence Journey, Berbisik pada Dunia serta yang lainnya.
PANDEMI JERI
/ 1 / Desah Wabah
Hujan sepagi ini mengabarkan duka dunia
Menjarum tajam tajam di berbagai belahan
Merinai kelam lumat rupa alam
Kelabui semburat negeri hingga tak elok lagi
Kataku, keegoisan manusialah yang mengedepan
Menyalak riang di antero bumi
Mentertawai harmoni alam yang terabai berkepanjangan
Jiwa digdaya menjelma nelangsa
/ 2 / Emak Bapak Bersitatap
Bahkan, dalam bertinggal diri di kediaman
Ku mengharuskan lewat paham
Ku kail berdarah darah pengetahuan
Hingga menderaikan cucur jeri ngeri
Luapkan peluh penat setiap saat
Hanya untuk sekedar mengerti
Dengan bekal seberapa untuk anak pinak
Mengasupi perut, membeli petutup mulut,
menyedia sabun basuh kalut
Kemana harus meratap harap, pintu pengail
rejeki tlah tertutup rapi
Tinggal sunyi mendera pedih perut perih
/ 3 / Murid Menjerit
Pergantian hari tanpa seri
Tanpa rehat di kantin ataupun senam pagi
Jungkat jungkit menjerit sakit
Tak ada tandangan gelak tawa
Belajar di daring tanpa bel berdering
Tugas saling bergegas haruslah lekas
Tak berdiskusi tak berembug lagi
Pekik mereka : aku rindu guru, walau dengan gerutu
/ 4 / Guru Mengulum Kelu
Bunyi telpon sering berdering
Grup grup riuh meletup-letup
Murid menjerit kebingungan
Kapan sekolah kembali terolah
Orangtua meronta penuh tanya
Tak sanggup mendampingi lebih berperi
Belum lagi pekik dapur minta terus mengepul
/ 5 / Tanah Meratap Lemah
Retak yang lama bergemeretak
Alir nadi di bawahnya tlah lantak
Akar-akar menjelma cengkeram cakar
Matahari kini menjadi nyawa diri
Erupsi gencar di sana sini
Jumawa tetap digadang bangga
Bilakah paham untuk tundukkan badan
Sumenep, 11 April 2020
Nok Ir, lahir di Demak, 28 Januarai. Telah menulis puisi dan cerpen sejak remaja. Karya-karyanya telah terhimpun dalam puluhan antologi puisi bersama kawan penyair di dalam dan luar negeri, diantaranya 1000 Guru Menulis Puisi yang memecahkan rekor MURI sebagai antologi dengan penulis terbanyak, Kitab Pentigraf 2, 3, dan 4, Independence Journey, Berbisik pada Dunia serta yang lainnya.