Kamis, 31 Agustus 2017

Eko Saputra Poceratu dalam Kita Dijajah Lagi : KETIKA ORANG BUTA UNTUK MEMBACA KEADILAN





Eko Saputra Poceratu

KETIKA ORANG BUTA UNTUK MEMBACA KEADILAN

Aku duduk di kursi sekolah dan menatap ke depan dengan sungguh-sungguh
Untuk  mengerti mengapa kita mesti belajar
Bahwa mengapa kita memikirkan masa depan
Sementara negeri kita belum merdeka
              
Dengan menulis pun belum tentu aku mengerti
Dengan membaca belum tentu aku memahami
Maka biarlah kami cukup mencari ikan untuk dimakan
Dan menanam ubi untuk dijual
Demi membeli seragam
Lalu kembali ke sekolah
Duduk dengan tegang
Menerima ilmu yang kelak dipakai entah untuk menjajah siapa
Sedang buku dan pena aku tak punya
Sementara di kota-kota besar orang menukar janji dengan tulisan di atas kertas putih
Tanah dicuri di atas kertas putih
Sementara politisi menebar dusta untuk merebut posisi

Orang belajar membaca huruf dan pandai
namun pada akhirnya tak bisa membaca ketidakadilan
guru meniduri murid
dosen meniduri mahasiswa
pejabat meniduri pegawai negeri sipil
dan mereka tak bisa membaca diri sendiri

maka lebih baik aku menjadi anak pantai
yang mampu membelah samudera dengan cinta
atau anak gunung yang setia mencintai alam
dengan senyuman serta nyanyian-nyanyian sumbang di desa
supaya aku tidak perlu belajar menipu dengan kata atau dengan angka
seperti mereka yang duduk di belakang meja
berdiskusi dan merapatkan kening untuk seterusnya membalik meja itu juga

ubi jalar lebih bisa mengerti arah perjalanannya sendiri
maka lebih baik aku hidup dengan hati yang besar
demi mengalahkan nafsu yang sarat
nafsu yang dipakai pembesar untuk menikam jantung kami
lalu darahnya dipakai untuk menulis di papan sejarah

Awunawai, 30 Agustus 2017

Eko Saputra Poceratu, lahir di Tihulale 2 Mei 1992. Tinggal di Ambon dan melakukan kegiatan sastra di sana dengan beberapa komunitas seni dan para penyair lokal.