Soekoso DM :
SELEWAT 100 TH. SEJAK SOEMPAH PEMOEDA 1928
SATU TANAH AIR 17-ribu nusa berpataka merah putih masih saja robek ujungujungnya para pandu dan tentara menjahitnya tak letihletih tapi para politisi sambil ketawa mencabiknya kembali - entah buat apa?
(kata Semar – buat ambisi kata Petruk – buat gengsi!)
SATU BANGSA bersuku jamak berbhinneka tunggal ika masih saja saling jitak saling injak saling palak tak peduli di kampus, di kompi atau di kampung juga saling tuding, saling tuduh, saling dakwa tak peduli di trotoar, di emper-emper atau di de-pe-er - entah demi siapa?
(kata Gareng – demi demit Bagong bilang – demi duit!)
SATU BAHASA persatuan berhias ratusan bahasa lokal makin lama makin diucapkan lidah kidal tak ada kata pasar besar – yang ada super mall tak kenal acara wawancara – yang ada talk show perias ratri menghilang – menjelma ratri salon populer nama cokro tailor – penjahit cokro tinggal kolor lalu kata tempat ditulis t4 – lantas kamu ditulis U lagi di jalan ditulis otw – dan aku tak setuju ditulis I nos7 *) - lantas biar bagaimana?
(respon Limbuk – biar orang bingung komentar Mbilung – agar orang limbung!)
selewat 100 tahun sejak Soempah Pemoeda 1928 sepertinya kauaku makin saja kehilangan nilai sejarah atau kenangan, jatidiri atau kepribadian hanyut dalam derasnya bengawan zaman now : siapa takut jadi bahan tertawaan, wouw ?!
2018, bumi bagelen
*) otw = akronim ‘on the way’
Soekoso DM, Lahir 1949 di Purworejo dalam zodiak Cancer. Berpuisi sejak 1970-an di media daerah dan nasional seperti Suara Merdeka, Suara Karya, Kedaulatan Rakyat, Krida, Semangat, Horison. Memenangkan beberapa lomba puisi al. Puisi Antikekerasan (KSI Jakarta, 2001). Juga Dunia Rapuh Anak-anak (Poetry Prairie, 2016) dan Puisi Daring Asean (UNS Surakarta, 2017) Geguritan (puisi Jawa) – nya tersebar di Djaka Lodang, Mekar Sari dan Panjebar Semangat (1970 – 2015). Antologi Puisi tunggalnya al. Kutang-kutang (1979), Bidak-bidak Tergusur (1987), Waswaswaswas, Was! (1996), Sajak-sajak Tanah Haram (2004) dan Decak dan Derak (Elmatera Yogya, 2014). Puisi lainnya terserak di lebih 30 antologi campursari, al. Kakilangit Kesumba (Kopisisa, 2009), Antologi Puisi 3 bahasa Equator (Yayasan Cempaka, 2011), juga Antologi Puisi Menolak Korupsi dan Memo Antikekerasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2013 / 2016), dan Antologi Puisi Klungkung (Yayasan Nyoman Gunarsa Bali, 2016).
SELEWAT 100 TH. SEJAK SOEMPAH PEMOEDA 1928
SATU TANAH AIR 17-ribu nusa berpataka merah putih masih saja robek ujungujungnya para pandu dan tentara menjahitnya tak letihletih tapi para politisi sambil ketawa mencabiknya kembali - entah buat apa?
(kata Semar – buat ambisi kata Petruk – buat gengsi!)
SATU BANGSA bersuku jamak berbhinneka tunggal ika masih saja saling jitak saling injak saling palak tak peduli di kampus, di kompi atau di kampung juga saling tuding, saling tuduh, saling dakwa tak peduli di trotoar, di emper-emper atau di de-pe-er - entah demi siapa?
(kata Gareng – demi demit Bagong bilang – demi duit!)
SATU BAHASA persatuan berhias ratusan bahasa lokal makin lama makin diucapkan lidah kidal tak ada kata pasar besar – yang ada super mall tak kenal acara wawancara – yang ada talk show perias ratri menghilang – menjelma ratri salon populer nama cokro tailor – penjahit cokro tinggal kolor lalu kata tempat ditulis t4 – lantas kamu ditulis U lagi di jalan ditulis otw – dan aku tak setuju ditulis I nos7 *) - lantas biar bagaimana?
(respon Limbuk – biar orang bingung komentar Mbilung – agar orang limbung!)
selewat 100 tahun sejak Soempah Pemoeda 1928 sepertinya kauaku makin saja kehilangan nilai sejarah atau kenangan, jatidiri atau kepribadian hanyut dalam derasnya bengawan zaman now : siapa takut jadi bahan tertawaan, wouw ?!
2018, bumi bagelen
*) otw = akronim ‘on the way’
Soekoso DM, Lahir 1949 di Purworejo dalam zodiak Cancer. Berpuisi sejak 1970-an di media daerah dan nasional seperti Suara Merdeka, Suara Karya, Kedaulatan Rakyat, Krida, Semangat, Horison. Memenangkan beberapa lomba puisi al. Puisi Antikekerasan (KSI Jakarta, 2001). Juga Dunia Rapuh Anak-anak (Poetry Prairie, 2016) dan Puisi Daring Asean (UNS Surakarta, 2017) Geguritan (puisi Jawa) – nya tersebar di Djaka Lodang, Mekar Sari dan Panjebar Semangat (1970 – 2015). Antologi Puisi tunggalnya al. Kutang-kutang (1979), Bidak-bidak Tergusur (1987), Waswaswaswas, Was! (1996), Sajak-sajak Tanah Haram (2004) dan Decak dan Derak (Elmatera Yogya, 2014). Puisi lainnya terserak di lebih 30 antologi campursari, al. Kakilangit Kesumba (Kopisisa, 2009), Antologi Puisi 3 bahasa Equator (Yayasan Cempaka, 2011), juga Antologi Puisi Menolak Korupsi dan Memo Antikekerasan Terhadap Anak (Forum Sastra Surakarta, 2013 / 2016), dan Antologi Puisi Klungkung (Yayasan Nyoman Gunarsa Bali, 2016).