Riki Utomi
Badut-Badut Negeri
topeng itu melekat di wajah asli.
dibawanya kemana-mana.
topeng rombeng betapa indah
sebagai kepalsuan untuk duduk disana.
aha, itu apa? palu dan tafsiran luka?
biar saja, toh akan diam sendiri dan
bungkam dihimpit waktu.
“mau kemana”? tanya kursi.
“minggat dulu, ngopi di sebelah senayan.”
“nggak ikut rapat?” tanya meja.
“jangan khawatir. nanti tinggal
buat keputusan.”
lalu badut ongkang-ongkang sambil
merokok. ngopi wara-wiri mirip
lukisan yang tak jadi.
“kamu tahu kan di sakuku ada apa?”
tukang kopi menggeleng.
“ada tiket masuk penjara! setidaknya
cater dulu, nanti sip lah.”
tukang kopi tersenyum sambil
menjentikkan jempol dan jari tengah.
“mari kita rayakan dalam lubang saja.”
badut terperangah.
“ya. lubang kuburan.”
si badut tertawa, menumpahkan isi perutnya.
barangkali ia tak mampu lagi membuat lubang
kuburannya sendiri.
(2018)
Riki Utomi lahir Pekanbaru 19 Mei 1984. Alumnus FKIP Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau. Bukunya antara lain Mata Empat (kumpulan cerpen, 2013), Sebuah Wajah di Roti Panggang (kumpulan cerpen, 2015), Mata Kaca (kumpulan cerpen, 2017) dan Menuju ke Arus Sastra (kumpulan esai, 2017). Puisi-puisinya pernah dimuat Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Lampung Post, Banjarmasin Post, Sumut Pos, Riau Pos, Batam Pos, Kendari Pos, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Sabili, Haluan Kepri, dll. Juga terangkum dalam antologi Negeri Langit dari Negeri Poci 5, Pertemuan Penyair Serumpun, Seratus Tahun Cerpen Riau, Samudera Kata Samudera Cinta, Kolase Hujan, Melabuh Kesumat, dll. Mendapatkan penghargaan Acarya Sastra dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta 2015 dan Prestasi Seni Sastra dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau 2016. Bekerja sebagai penulis lepas dan guru. Tinggal di Selatpanjang, Riau.
Badut-Badut Negeri
topeng itu melekat di wajah asli.
dibawanya kemana-mana.
topeng rombeng betapa indah
sebagai kepalsuan untuk duduk disana.
aha, itu apa? palu dan tafsiran luka?
biar saja, toh akan diam sendiri dan
bungkam dihimpit waktu.
“mau kemana”? tanya kursi.
“minggat dulu, ngopi di sebelah senayan.”
“nggak ikut rapat?” tanya meja.
“jangan khawatir. nanti tinggal
buat keputusan.”
lalu badut ongkang-ongkang sambil
merokok. ngopi wara-wiri mirip
lukisan yang tak jadi.
“kamu tahu kan di sakuku ada apa?”
tukang kopi menggeleng.
“ada tiket masuk penjara! setidaknya
cater dulu, nanti sip lah.”
tukang kopi tersenyum sambil
menjentikkan jempol dan jari tengah.
“mari kita rayakan dalam lubang saja.”
badut terperangah.
“ya. lubang kuburan.”
si badut tertawa, menumpahkan isi perutnya.
barangkali ia tak mampu lagi membuat lubang
kuburannya sendiri.
(2018)
Riki Utomi lahir Pekanbaru 19 Mei 1984. Alumnus FKIP Prodi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Riau. Bukunya antara lain Mata Empat (kumpulan cerpen, 2013), Sebuah Wajah di Roti Panggang (kumpulan cerpen, 2015), Mata Kaca (kumpulan cerpen, 2017) dan Menuju ke Arus Sastra (kumpulan esai, 2017). Puisi-puisinya pernah dimuat Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Lampung Post, Banjarmasin Post, Sumut Pos, Riau Pos, Batam Pos, Kendari Pos, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Sabili, Haluan Kepri, dll. Juga terangkum dalam antologi Negeri Langit dari Negeri Poci 5, Pertemuan Penyair Serumpun, Seratus Tahun Cerpen Riau, Samudera Kata Samudera Cinta, Kolase Hujan, Melabuh Kesumat, dll. Mendapatkan penghargaan Acarya Sastra dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jakarta 2015 dan Prestasi Seni Sastra dari Dinas Kebudayaan Provinsi Riau 2016. Bekerja sebagai penulis lepas dan guru. Tinggal di Selatpanjang, Riau.