Senin, 13 April 2020

YOE IRAWAN CORONA

 99.YOE IRAWAN

CORONA

Kubaca pandemi
Wuhan yang asing tiba-tiba telah berdiri di samping
Kegaduhan pasarnya serasa di kelokan jalan depan gerbang
Membawa corona sampai tak berjarak. Tak bisa ditolak
Sampai kota demi kota dibuatnya bertumbangan



Ya. Jauh-jauh hari corona sampai di sini
Tetapi kedatangannya telah ditutupi aksi politik
Padahal seluruh kota tengah menggelepar. Satu demi satu terpapar.
Satu demi satu terkapar
Haruskah politik selalu dibuat begitu pelik?



Ayolah, ini tentang nyawa kemanusiaan
Lihatlah para tenaga medis telah berdiri di garis terdepan
berjibaku tanpa pencitraan. Gigih melawan
Demi tubuh yang lain tubuh sendiri jadi taruhan



Kau baca pandemi. Jagalah negeri
Menolaklah untuk kehilangan
Rasa seiring seperjalanan

                             Sukabumi, 11 April 2020


KEPALA TEROMPET CORONA

Membayangkan kepala terompetmu, Corona
Berpuluh-puluh kepala terompet dalam tubuhmu yang tambun
Aku teringat penyedot debu yang kejam

Sepertinya kamu tak punya hati selain kepala terompetmu
Menyedot sel, menguasai udara di dalam paru-paru atau apalah tanpa ampun
Jika satu terlepas maka kepala terompetmu yang lain
Akan menghisap dengan buas. Lusinan kepala terompetmu
Beramai-ramai menghisap kematian tiada terkira

Kamu terlalu tega, Corona
Kota demi kota banjir bandang duka lara

Kepala terompetmu terus merajalela
Merubah tatanan sosial dan sendi-sendi kehidupan
Kamu bolak-balikkan segala yang sudah mapan
Kamu lengkingkan kesenyapan tak bertepian

Kini di balik pintu
Aku hanya bisa mengutukimu
: pulanglah ke haribaan Tuhan!

Sukabumi, 11 April 2020






Yoe Irawan lahir di Kendal, Jawa Tengah, pada 26 Juni. Menetap di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Karya cerpen dan puisinya tergabung dalam banyak antologi, di antaranya: Antologi Puisi Indonesia 1997 (Komunitas Sastra Indonesia & Penerbit Angkasa, Bandung, 1997), Jakarta Dalam Puisi Mutakhir (Dinas Kebudayaan Jakarta dan Masyarakat Sastra Jakarta, 2000), 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru & Kalalatu Press, Kalimantan Selatan, 2006), Negeri Pesisiran, Dari Negeri Poci 9 (kumpulan puisi, Komunitas Radja Ketjil 2019), When The Days Were Raining (kumpulan puisi, Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019), Perjalanan Merdeka – Independent Journey (Antologi Puisi Internasional Dua Bahasa, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, 2020), dan lain-lain. Sedang karya cerpennya termuat dalam majalah Ummi dan Annida, juga dimuat dalam antologi cerpen Anak Mimpi (Kumpulan Cerpen Anak, Fam Publishing, 2015). Pernah memenangi lomba menulis cerita pendek islami LMCPI I UMMI tahun 2000 dengan judul Urip Pergi Lagi, Cerpen Guru Untuk Ra menjadi cerpen terpilih dalam lomba cerpen Kagama Virtual 2  tahun 2017, serta Cerpen Sepotong Sayap Di Bulan Mei menjadi cerpen terbaik dalam Lomba Cerpen yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta bersama Yayasan Hari Puisi tahun 2019 (Kota Kata Kita, Disparbud DKI dan YHP 2019).


Nok Ir PANDEMI JERI

98.Nok Ir

PANDEMI JERI

/ 1 / Desah Wabah

Hujan sepagi ini mengabarkan duka dunia
Menjarum tajam tajam di berbagai belahan
Merinai kelam lumat rupa alam
Kelabui semburat negeri hingga tak elok lagi

Kataku, keegoisan manusialah yang mengedepan
Menyalak riang di antero bumi 
Mentertawai harmoni alam yang terabai berkepanjangan

Jiwa digdaya menjelma nelangsa

/ 2 / Emak Bapak Bersitatap

       Bahkan, dalam bertinggal diri di kediaman
       Ku mengharuskan lewat paham
       Ku kail berdarah darah pengetahuan 
       Hingga menderaikan cucur jeri ngeri
        Luapkan peluh penat setiap saat
        Hanya untuk sekedar mengerti
        Dengan bekal seberapa untuk anak pinak

        Mengasupi perut, membeli petutup mulut,
        menyedia sabun basuh kalut

        Kemana harus meratap harap, pintu pengail
        rejeki tlah tertutup rapi

        Tinggal sunyi mendera pedih perut perih



/ 3 / Murid Menjerit

Pergantian hari tanpa seri
Tanpa rehat di kantin ataupun senam pagi
Jungkat jungkit menjerit sakit
Tak ada tandangan gelak tawa
Belajar di daring tanpa bel berdering
Tugas saling bergegas haruslah lekas
Tak berdiskusi tak berembug lagi
Pekik mereka : aku rindu guru, walau dengan gerutu



/ 4 / Guru Mengulum Kelu

Bunyi telpon sering berdering
Grup grup riuh meletup-letup
Murid menjerit kebingungan
Kapan sekolah kembali terolah
Orangtua meronta penuh tanya
Tak sanggup mendampingi lebih berperi
Belum lagi pekik dapur minta terus mengepul

/ 5 / Tanah Meratap Lemah

Retak yang lama bergemeretak
Alir nadi di bawahnya tlah lantak
Akar-akar menjelma cengkeram cakar
Matahari kini menjadi nyawa diri
Erupsi gencar di sana sini
Jumawa tetap digadang bangga
Bilakah paham untuk tundukkan badan

Sumenep, 11 April 2020




Nok Ir, lahir di Demak, 28 Januarai. Telah menulis puisi dan cerpen sejak remaja. Karya-karyanya telah terhimpun dalam puluhan antologi puisi bersama kawan penyair di dalam dan luar negeri, diantaranya 1000 Guru Menulis Puisi yang memecahkan rekor MURI sebagai antologi dengan penulis terbanyak, Kitab Pentigraf 2, 3, dan 4, Independence Journey, Berbisik pada Dunia serta yang lainnya.











Diah Natalia C - nomor 19

97.Diah Natalia

C - nomor 19


Satu dasawarsa dimulai pada tahun yang berakhir dengan angka 0
berakhir pada tahun dengan angka akhir 9
C memilih menjadi angka 1
Populer dan diberikan angka 1 untuk akhir-akhir yang dicipta
C nomor 19 memberikan arti kesabaran.

Dia tidak kecil dan bisa dibaca
Jejemari kebaikan dan mulut-mulut yang merapal doa
Langkah-langkah yang tak berhenti hanya pada kebajikan
Merujuk pada penghindaran untuk si Nomor 1 dan 9.

Memperpanjang nafas bumi dari derak-derak kerusakan
Akibat manusia-manusia bodoh, menyalahkan lain manusia
Tak mengerti mana dirinya ataupun alam punya kuasa
Seolah itu tugasnya untuk bertahan hidup.

C bukan nomor 1 - C adalah nomor 19,
Tak secepat gelombang tercepat melaju
Tapi memberikan kejut pada angka pada yang sudah menyerah
Meredam euforia hal yang tidak berguna bagi sesama
Memegas iman-iman yang rapuh.

Hukum C Nomor 19 akan tercatat dengan hati –

Bali, 12.04.20


Corona dan Aku


Namaku Covid diberi nomor 19
Aku kecil tak kasat mata
Aku iri dengan hidup-hidup lain yang lebih sempurna
Bahkan aku tak tahu iriku menjadi dengki.

Aku suka dengan suasanan dingin
Jauh dari bahan-bahan kimia
Aku tak mengenal manusia ataupun hewan.

Aku evolusi dari kakaku SARS-
Dan aku belajar jauh lebih baik darinya
Aku senang mengambil nafas-nafas yang tak terdera
Aku akan menari dan kau merasakan gigilan demam.

Mereka berusaha memusnahkanku dengan apapun
Membuangku dengan batuk dan helaan nafas yang lain
Aku kadang tak paham mengapa mereka menghancurkanku

Aku punya hak hidup yang sama
Aku masih enggan memberikan jawaban atas kemusnahanku
Aku ingin hidup berdampingan

Dan terus mencari cara untuk bertahan.
Sebagai aku – aku tak bersalah
Aku hanya mencari hidupku.

Bali , 12.04.20




Diah Natalia., S.Si., Apt – Lahir di Jakarta 36 tahun yang lalu – Prestasi yang pernah diraih sebanyak 26 macam dimulai tahun 1999 – 2018,
Saya adalah apoteker yang masih berjuang meraih gelar master demi kehidupang yang lebih layak, gemar menulis menjadi pelampiasan segala suasana hati supaya tidak sableng .FB : diahnatalia23@gmail.com – Twitter : @keikokinanti



Sumrohadi CORONA

96. Sumrohadi


CORONA

Dia yang mengendap - endap
Hinggap
Merayap
Menghadirkan pengap
Membunuh dalam senyap
Membuat kita kalap

Dia tak terlihat
Dalam gawat
Memaksa semua manusia berobat
Melalui tobat
Menjauhi maksiat

Mengunci segala laku diri
Membuka hati
Mengetuk nurani
Mengajak berbagi

Dia begitu perkasa
Mengombang ambingkan asa
Hingga tiada tersisa
Kecuali berserah segalanya
Kepada Yang Maha Kuasa

JAKARTA 12042020

Minggu, 12 April 2020

ARSIL ARPIN

           Wedi Langka Padane
Bentuk rupane ora jelas
Geger anjer kabeh menusa
Memuja ning masjid ora bisa
Corona sakti mandraguna

Jaluk tulung kabeh menusa
Maring Gusti sing kuasa
Sesambat ning jero umah
Gage taubat durung terlambat

Corona aja  den wedeni
Hayu pada diadepi
Waspada sesuci den lakoni
Bersih dhohir lan batine
Corona sirna pitulung Gusti
                                          11-03-2020

H.ARSIL ARIPIN

            Kudu nurut ning pitutur
Bokat wis kudune dilala kersane Gusti
Cocoba maring badane
Corona nempel ora pandang bulu
Rakyat,pejabat,pangkat di dekemi
Manggon kang ora dikarepi

Hayu bareng bareng diladeni
Aja metu sing panggonan
Memuji kang ni suci
Dedonga mugiya corona sirna
Nurut manut pitutur wong tua

Corona  luruh batur jalma susah diatur
Aja sombong lan takabur
Dikongkon meneng pada kabur
Pada kumpul kaya jamur
Elinga kita lagi kenang panggebug

                      12 - 02 -2020

[14:30, 4/11/2020] h asril: H.Arsil Aripin


      Kelingan
Bocah cilik wedi ning culik
Wong macule pada mendelik
Majikan sinjange lurik
Manggul ceting,iwake betik

Guru nulis masih ning  blagbag
mangkat  sekolah ceplekan  bae
Blibisa,maca nulis disetraf
Ngadeg ning arep ora iyeg

Pit ontel tunggangane mantri
Wibawah kaya pa mentri
Ora ana wong kang pada wani
Murid nurut  pada ngerteni dawuh

  Desa Duwur 10-03-2020

H.ARSIL ARIPIN lahir di Indramayu 10-02-1963
 Pendidikan :
SDN Diponegoro Pusakaratu Subang 1976'
SMP Yaker Kertasemaya 1980
SPG Gunungjati Cirebon 1984
STAIC Cirebon 2004
Pekerjaan
Guru SD Sukalila I Jatibarang 1986-1992 mutasi Ke SDN Jambe III Larangan jambe Kertasemaya, 1992 -2007 dan  Kepala SDN Jambe I   2007 -2013 dan alih tugas ke Pengawas SD di Kec Sukagumiwang 2013 sampai sekarang
Organisasi semasa di SPG bergabung di Teater NARA Cirebon  asuhan Andrian Harjo



Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang DIAM DALAM DIAM

Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang



DIAM DALAM DIAM

(ketika Corona  menggucang bumi)



Berseteru dengan ujud tak berbentuk

tinggalkan seribu tanya tak berujung

ujug-ujug panik menyusupi, akal remuk

sepanjang waktu terus menggelembung



Kata-kata bijak pun tak mampu meredam

lantaran ciut dalam ketakutan duniawi

yang hadir saat nurani tenggelam

diam dalam diam pada jiwa sepi



Bumi Ale-Ale, 4 April 2020





























TENTANG KEMATIAN

( catatan harian sang pemungut kata )



KELAKAR duniawi berbisa undang amarah semesta tak pandang bulu

beton kukuh dengan arogansinya lupa akan tangan-tangan yang kelu

irama kehidupan jelata sayup terdengar janji pun tinggal berlalu



Semena-mena ternyata pemantik dari wabah corona kerdilkan hati manusia

yang tak seharusnya disantap malah dijadikan ajang popularitas semata

yang jelas-jelas dilarang akidah terus dilakukan tanpa timbang rasa



Berbagai teori dan spekulasi bermunculan akhirnya semua terbantahkan juga

perlahan dunia digenggamnya, kematian menanti dalam kecemasan tiada rupa

segala penjuru kelimpungan melawan ganas ujud renik yang menggila



Bumi Ale-Ale, 20 Maret 2020



































BIOGRAFI PENULIS



WYAZ (Wahyudi Abdurrahman Zaenal) IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran,  dan online.

Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).

        Menetap di kota Ketapang (Kalimantan Barat), Jalan Gatot Subroto Gang Hadi No.A6, Payak Kumang. Email: wahyuaz53@yahoo.com. FB : Wahyu Yudi.





Dian Rusdi DISEMINASI VIRUS

Dian Rusdi

DISEMINASI VIRUS



Tak ada yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain sisa kehidupan yang berubah jadi aksara-aksara kematian

Di berita elektronik dan lembaran kertas cetak

Buah bibir di pertengahan musim dingin

Irisan musim paling memilukan



Gedung-gedung kosong jadi pesta debu dan kuman

Rumah-rumah mewah sepi bagai di pekuburan

Pohon dan hewan isyaratkan keras dalam kedukaan

Sepanjang jalan angin berembus terasa begitu sunyi

Memainkan debu dan daun-daun kering

Sejak kehidupan kota ini direnggut virus mematikan



Wanita dan anak-anak pun tak terselamatkan

Burung bangkai mematuk mayat-mayat bergelimpang

Semilir angin menebar virus kematian

Mengirim anyir darah-darah busuk dan segar



Tak ada lagi yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain pesta angin dan lalat-lalat yang kelaparan

Dusta mana lagi yang akan kau sembunyikan wahai, Wuhan!

Bandung 2020

SAJAK UNTUK PECUNDANG



Siapakah yang datang mengendap-endap

Lalu diam-diam ia memangsa

Begitu cepat menyerang pernapasan

Mengelabui tanpa berani terlihat

Mungkinkah dia seorang pecundang?



Siapakah yang diam-diam menebar ancam

Kota dan desa kini begitu mencekam

Meneror kami yang tak tahu apa-apa

Kehadirannya isyaratkan semua manusia

Bisakah engkau merevisi takdir Tuhan, wahai Corona



Kau yang datang dengan malu-malu

Sembunyi di balik droplet dan debu

Lalu menyerang tanpa ada perasaan

Satu persatu engkau renggut nyawa manusia

Pecundang! beraninya sembunyi-sembunyi



Kau yang datang tanpa mau permisi

Kenapa tak engkau mangsa saja para koruptor

Para begal sadis dan maling-maling bebal negara

Menari di atas luka rakyat-rakyat kecil

Janganlah menyerang dengan asal



Kepada kau yang selama ini membuat gunjing

Yang memutus keramaian dengan kesepian

Begitu najiskah bekasmu melebihi bangkai binatang

Di sana sini sebagian korban ditolak warga untuk dimakamkan

Pergilah, Corona! jangan pangkas negeri kami yang rentan



Pulang, pulanglah ke tempat asalmu ke alak paul

Ke laut yang dalam atau goa-goa gelap

Ke kerajaan langit atau kastil-kastil sunyi

Neraka mungkin tempat kelahiranmu telah menanti

Ataukah memang benar engkau seekor pecundang



Bandung 2020























Biodata singkat:

Dian Rusdi : lelaki kelahiran Cianjur yang kini tinggal di Bandung. Hobby menulis dan melukis serta traveling. Puisi dan karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak dan online serta pernah tergabung dalam beberapa buku antologi puisi bersama bersama kawan penulis lainnya. Saat ini Dian Rusdi aktif dalam sebuah wadah sastra Yayasan Dapur Sastra Jakarta asuhan Bung Remmy Novaris DM dkk

Naning Scheid > KONTEMPLASI PENGASINGAN

KONTEMPLASI PENGASINGAN

: Naning Scheid



Sepi. Hampa. Menunggu

Kecemasan kutidurkan dengan susah payah

Hari-hari panjang berayun-ayun

Ketidakpastian beraroma getah



Berkelana aku dari satu mimpi ke mimpi

Galau. Galau. Galau



Sampai kapan tubuhku terbekap

di antara udara pengap

di bawah langit-langit atap?



Gusar menjadi liar. Nanar

Kenapa aku menjadi tahanan rumah

tanpa data kriminal?



Tak satu suara menjawab

Ketika gema manusia bertanya

pertanyaan yang sama



Tapi, oh, kubaca kabar

Para pahlawan terkapar

Meregang nyawa. Berjuang tanpa senjata

Melawan tanpa senapan demi kemanusiaan



Lalu, kulihat dari balik jendela

Musang-musang melenggang di jalanan

Burung murai bersenandung kebebasan

Udara bersih menciumi leher jenjang pepohonan



Duhai, pengasingan

Nikmat kerinduan akan perjumpaan

Perenungan diri menuju kedalaman

: Tuhan sedang menyampaikan pesan!



Brussel, April 2020
Naning Scheid, lahir di Semarang, 5 Juni 1980. Penulis dan Pemain Teater. Pengajar di Fakultas Bahasa Inggris UPGRIS sebelum meninggalkan Indonesia. Aktif dalam kegiatan sosial kemanusiaan di Belgia. Sarjana Pendidikan Universitas PGRI Semarang dan Sarjana Manajemen Sumber Daya Manusia CEFORA Belgia. Berkebangsaan Indonesia. Tinggal di Brussel sejak 2006.



Menulis opini, puisi, dan cerpen di Scheid.be, Medium.com, Kliksolo.com, Basabasi.co, Pos Bali, Ideide.id, Wattpad.com, Buletin Pusat Kependudukan Perempuan dan Perlindungan Anak – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas PGRI Semarang.

Eksan Su SAMA


Eksan Su

SAMA


Kalau engkau merasa terpenjara

Itu adalah India dan Rohingya

Yang hidup bergelimang derita

Kalau engkau sulit pergi ke masjid

Itu saudara kita di Uyghur

Yang hak-haknya terhimpit

Kalau engkau merasa di ujung kematian

Itu adalah Afghanistan dan Yaman

Yang selalu bermandikan tangisan

Kalau engkau sulit mendapatkan makanan

Itu sama dengan Afrika

Yang selalu dilanda kelaparan

Kalau orang yang kaucintai telah tiada

Itu nasib saudara kita di Suriah

Yang berusaha berlapang dada

Kalau engkau terisolasi

Itu adalah Palestina

Yang terpenjara di negerinya sendiri

Sekarang

Nasibmu sama saja bukan?







Malang, 05 April 2020









































Engkau Benar

(Karya: Eksan Su)



Engkau sungguh benar

Corona itu tentara Tuhan

Untuk menghukum kezaliman

Termasuk dirimu sendiri

Yang pandai berkutbah

Di mimbar-mimbar megah

Demi selembar rupiah

Sedangkan di sana

Saudaramu menderita

Tanpa pernah kauhiraukan

Kini

Bersiap-siap saja

Tentara-tentara Tuhan itu

Merajammu



Malang, 07 April 2020











































Salimi Ahmad PANDEMI COVID 19

Salimi Ahmad





PANDEMI COVID 19



otakku ini sepertinya harus dicuci

bukan dengan rinso atau bayclean

yang konon terbukti ampuh

membersihkan kotoran,

menghilangkan noda dan bercak

yang melekat



aku harus mencuci otakku, kukira

dari wabah virus corona ini

yang sedang gencar-gencarnya

memporanporandakan dunia

dunia nyata maupun dunia imajinasi

dari penduduknya yang gelisah



aku harus mencuci otakku, kukira

dari segenap kesalahan yang mungkin saja

telah diperbuatnya

dari penderitaan masyarakat bawah

yang terpangkas rejekinya akibat social distancing

dari kepanikan masyarakat menengah - atas

membayangkan akan kelaparannya

yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana

dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal

di penjara-penjara, hanya untuk maksud

yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor

mati terasing di kandang mewahnya - jeruji

yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.



aku harus mencuci otakku, kukira

untuk tegar membelah semangat

para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang

dan menebar kebangggaan

di tengah peralatan serba kekurangan

dokter, perawat, para relawan medika,

orang-orang yang mengasihi dan

berjuang menjaga hidup kemanusiaan



aku harus mencuci otakku, kukira

menjaga semangat dan bersemangat berjaga

jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu

gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,

kalap memahami “makna” wabah



aku harus mencuci otakku, kukira

bukan dengan segala benda-benda itu, bukan

sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan

yang mengandung pembenaran takliq,

pengutipan doktrin manusia



aku akan bergembira mencuci otakku

bukankah shalat dan cinta, takkan terterima

ketika suci jadi permainan mata.





Jakarta, 8 April 2020










Biodata:

Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.





Wadie Maharief > Virus Corona

Virus Corona

begitu mencekam
begitu mencemaskan
begitu khawatir
takut, panik
kau sebut virus corona
serupa teror kematian
bahkan mengerikan
semua mengurung diri bingung
dunia pun menjadi kecil dan senyap
semua lunglai tak berdaya
sementara Tuhan pun dijauhi
lalu siapa pelindungmu dari teror kematian ini?

oh corona
virus kecil yang perkasa
kau buat dunia porak poranda
antar saudara tak bisa saling sapa
oh corona celaka
pergilah ke musim panas yang bara
musnahkanlah penyakitmu perusak raga
kami bisa mati kapan saja
atas kehendakNya
bukan atas kehendakmu makhluk pembawa wabah...

- Yogya 12 April 2020
Nanang R Supriyatin

SEMBAKO

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

Ribuan orang ikhlas memberi
Jutaan orang siap menerima

Ada anak berteriak lapar
Ada ibu berkata sabar

Ada ibu bertanya pada bapak:
"Kapan kita terima sembako?"
Ada bapak menjawab
"Sabar, semua sedang diatur."

"Kita di rumah saja," ucapnya
Berharap ada kiriman sembako
Sabar, sabar...
"Masih ada Ojol lain yang lewat."

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

"Kapan sembako sampai ke rumah kita, Ayah?"
"Sebentar lagi, Nak, sebentar lagi. Sudah ada sinyal itu... Kita tak akan lapar."

Jutaan orang tengadah ke langit
Ribuan sembako menggantung di udara

11/04/2020


TERKARANTINA

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Aku tak sakit
Aku percaya pada pemerintah
Dan barangkali ini tujuanMu juga
Agar aku lebih khusyuk
Menjaga diriku dari ancaman-ancaman
Menjaga anak-anakku dari pergaulan
Menjaga orang lain dari virus-virus mematikan

Lebih enak begini, Tuhan
Karantina mandiri
Dari pada masuk penjara
Dalam ruang yang sempit dan mungkin padat
Sementara di rumah aku bebas memilih duniaku
Belajar sejarah dari buku-buku
Belajar dan mengajari anak-anak tentang
Bagaimana beretika dan bercengkerama
Dengan televisi, gadget bahkan laptop

Dalam rumahku sudah Kau sediakan
Masker, sarung tangan dan hand sanitizer
Sudah tersedia juga makanan siap saji
Beras, telor, roti, minyak goreng serta bumbu-bumbu dapur
Menurutku, rumahku sudah bersih
Steril dari virus-virus
Karena aku rutin membersihkan pintu, jendela, lantai dan barang pecah belah

Mungkin ini sudah jalanmu, Tuhan
Agar aku betah di rumah
Menjaga tubuhku dari serangan-serangan
Mungkin ini sudah kehendakmu, Tuhan
Mengajari anak-anakku tentang tata tertib
Mengolah hidup dan kehidupan
Mungkin ini maumu, Tuhan
Menghindar aku dari dunia yang gaduh

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Tapi aku dapat menari dan menyanyi
Menari tarianMu
Menyanyi nyanyianMu
Jika Kau pinta aku mati
Matilah aku dalam pangkuanMu

06/04/2020


CORONA

Corona, Corona
Kau datang tanpa di undang
Memeluk tubuh musim
Hingga dunia meradang
Menangisi garangmu

Corona, Corona
Virus dalam tubuhmu telah memecah
Bersama angin dan gerak batin
Hidungku mampat
Mulutku merapat
Telapak tanganku kejang
Katakan Corona apa maumu

Corona, Corona
Setiap saat kematian datang
Orang-orang panik
Negara gelisah
Para medis bekerja
Ulama dan pendeta terus berdoa
Tempat ibadah ditutup
Kantor-kantor diliburkan
Oleh karena virusmu, Corona
Kami selalu jaga jarak

Corona, Corona
Telah kami manfaatkan masker
Penutup wajah
Telah kami manfaatkan sarung tangan
Penutup tangan
Disinfektan telah kami buat dan semprotkan
Kami saling menjaga
Buat keamanan kami

Tuhan sudah menegur kita
Dengan cara yang tak biasa
Kumpul dengan keluarga
Bekerja di rumah
Beribadah bersama
Meskipun berjarak
Tapi kami khusyuk

Corona, Corona
Kota kami kini bersih
Gunung dan bukit kian tampak
Tak ada polusi
Tak ada bising mesin
Tak ada hiruk pikuk manusia

Corona, Corona
Sudahlah kita akhiri saja rindu ini
Sebentar lagi datang Ramadan
Pergi kau, Corona
Ini bukan rumahmu
Rumahmu bukan di sini
Pergi jauh Corona
Ke dunia yang tak kusinggahi

11/04/2020
Nanang R. Supriyatin kelahiran Jakarta, 6 Agustus. Menulis puisi, cerita pendek dan esai sastra sejak tahun 1980-an dan dimuat lebih dari 50 media massa. Sudah memiliki buku 7 Antologi Puisi tunggal. Saat ini dipercaya menjadi Dewan Redaksi Tabloid Alinea Baru, di samping itu masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).***

Rayako Dekar King, SY Kopi Corona

Rayako Dekar King, SY

Kopi Corona

Baris berbaris seperti polisi
Bercabang dan beranting
Buah-buah merah bergantungan
Di kebun kopi
Kami nikmati malam dengan bulan
Mencintai kebun kopi
Menjauhi virus korona

Vilar Wih Ilang, April 2020


Rayako Dekar King, SY adalah putra Gayo kelahiran tahun 2010. Masih tercatat sebagai siswa di MIN No. 2 Kota Takengon – Aceh Tengah. Mempunyai hobi sebagai fotografer, menulis dan membaca puisi.

Jumat, 10 April 2020

Rosmita PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Rosmita

PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Si kecil viral ,tak kasat mata
Manusia di dunia ini engkau sambangi satu persatu
Gugur seketika ,akibat ulahmu
begitu kejam
Hingga semua lumpuh tanpa ampun
belum puaskah ?

Atau kau ingin ambil semua napas
yang hanya tinggal satu satu ini ?
Lihatlah sayang !
Dunia ini sudah begitu mencekam Tak tahu lagi akan sanak saudara
Mereka semua berlari sembunyikan diri menghindari sapamu

Lihat di sana-sini
Anak-anak kami menangis menahan rasa paling tersiksa dalam kerinduan
Paling dalam,kami ingin bahagia seperti dulu saat engkau tertidur tidakkah engkau merindukan tempat asalmu ?

Pulanglah !
Kasihanlah,jangan menambah beban lagi ,pundak ini sudah begitu penat memanggulnya
Pulanglah ,wahai si kecil pembunuh berdarah dingin

Wahai Rabku jangan biarkan dia menjadi sang pengusa ,membuat kami tak mampu bertahan hingga beribadah di rumah-Mu semua
di larang .
Rabb mohon bebaskan umatmu yang telah lemah untuk bertahan

Jambi 2020

Rosmita, Lahir di Provinsi Nangroe Aceh 20 April menetap di Jambi
Pernah kuliah di UNJA dan UT Jambi selesai 2010
Bekerja sebagai Kepala Sekolah
di salah satu sekolah yang berada
di lingkungan
Kabupaten Muaro Jambi
Provinsi Jambi
Anggota ASPI 2017
Pembaca dan penulis Puisi.
Penggagas Antologi
Admin bengkel puisi perruas Asnur
Anggota grup pantun Perruas Asnur
Penulis 5 judul Antologi dan
40 judul antologi bersama

Kamis, 09 April 2020

Syahriannur Khaidir Corona atau Coro-Nya


85.Syahriannur Khaidir


Corona atau Coro-Nya

Gelap dalam sedikit bintang di langit
Dia menyapa sunyiku termenung
Lidah Wuhan memanjangkan kabar duka
Menerobos rontok tembok Cina
Berlayar hingga menyusupi Nusantara

Di televisi para praktisi berkomentar seperti ayam aduan
Mungkin Corona
Mungkin coro-Nya
Mereka berargumen asik menggelitik
Sambil meraba-raba menduga-duga
Teori wacana suka-suka
Obat atau tobat
Ciat atau sekarat
Meluluhkan batu hati
Menggetarkan congkak penguasa
Memutar otak piawai para penyambung nyawa
Membuka sipit mata dunia
Centang gentayang Covid-19
Di langit-langit waktu
Di awang-awang kegelisahan
Di ruang-ruang perenungan
Diguman gamang ketakberdayaan

Luka pun mencekik tenggorokan
Nafas pun tersengal-sengal
Curiga pun semakin meninggikan wabah
Mereka tutup hidung kemana-mana
Dalam masker ketakutan
wahing dan batuk dijadikan simbol kutukan
Atas dasar ini itu anu yang tercerai-berai
Menunggu genting jawaban demi jawaban
Kapan Corona
Kapan coro-Nya
Bergulir mengukir jalan akhir

Kini
Aku yang tersudut di pojok-pojok harapan
Sambil mencuci tangan dengan air mata
Sudahi bala ini pintaku menengadah ke langit
Saat gerimis menutup tirai senja

Sampang,  Maret 2020


Giyanto Subagio (Jakarta). Virus Corona Realitas 2020

81.Giyanto Subagio (Jakarta).


Virus Corona Realitas 2020

Copid 19 mengetuk pintu rumahmu bagai hantu kelam yang begitu menakutkan.


Di ujung gang tak ada tanda
 kabung, kecuali jalan setapak yang sunyi dan mencekam.

Malam bulan kehilangan cahaya kehidupan. Sebab, lampu-lampu kota pucat pasi serupa tarian mayat-mayat.

Sirine ambulance meraung-raung membelah kota Jakarta yang sepi bak kota mati.


Indri Yuswandari SIAPA BISA MENERKA

82.Indri Yuswandari


SIAPA BISA MENERKA

Siapa bisa menerka
Kejadian yang akan datang
Langit sejuta misteri
Jawaban takbisa sekedar cari
Arak-arakan angin menyebar virus
Corona! Jangan mendekat!

Sang penjaga masih bertapa
Jurubicaranya belum bersuara
Mungkin sedang menunggu isyarat
Kursi-kursi telanjur dilempar
Wajah-wajahnya mencipta perang
Sewarna bendera berebut stempel

Menyepi di kamarnya yang sepi
Penyair tua menatap cakrawala
Senyumnya getir memilin bibir
Memanggil rindunya yang tawar
Kepada binarmata serupa mawar
Ilham puisi menggigil mimpi

11.02.2020

SILIVESTER KIIK CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

83.SILIVESTER KIIK

CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

Dari sudut perkampungan para leluhur

Sebuah ritual bermantra doa kepada Sang Pencipta

Melalui tetesan darah ayam merah

Tembok penahan membentang dari pantai ke gunung

Dari lembah-lembah yang menganga

Dan dari tanah ke cakrawala saling menatap

Melenyapkan penderitaan (Corona) di tempat kehidupan ini

Naiklah nakhodamu untuk pulang pada ketiadaan

Sebab kami tak lagi sanggup menatap kehadiranmu

Jangan lingkar persahabatan ini menjadi renggang

Dan jangan merampas hak Tuhan untuk mencabut nyawa kami

Sebab tiada pengampunan bagimu di kerajaanNya

Apa kesalahan dunia ini hingga kau begitu egois?

Membuat semuanya harus berdiam diri

Tanpa genggaman tangan

Dan kami bagai anak yatim piatu yang berdiam diri dalam kesedihan

Lepaskan kami untuk terus bernapas

Biarkan anak-anak kami kembali menatap jejak perjalanannya

Biarkan pergumulan kami di tempat-tempat ibadah terjadi lagi

Sebab kami telah berseru dengan damai

Untukmu pulanglah

Atambua, 07 April 2020







MENGENANG TUHAN DALAM TANGAN CORONA

Tuhan, pada keagunganMu

Lilin-lilin kecil ini tetap bernyala dalam kamar

Untuk mengenangMu dalam sebait doa yang sederhana dan tetesan air mata

Aku berseru padaMu: berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu

Untuk selamat dari ancaman Corona ini

Sebab aku tidak paham maksudnya

Dan hanya padaMu aku berharap

Tuhan, ribuan nyawa telah tiada

Apa salah dan dosa mereka?

Sebab aku tidak mampu menjelaskannya padaMu

Bagaimana dengan jiwa mereka?

Semoga ada kediaman yang tenang dalam kerajaanMu

Tuhan, Engkau sendiri yang mengetahuinya

Ke dalam tanganMu yang mulia aku serahkan peristiwa yang sedang terjadi ini

Atambua, 07 April 2020

TANGISAN IBU PERTIWI

Ibu pertiwi dalam pangkuan pilu

Menatap ruang-ruang yang kini menjadi hampa

Di isi oleh penderitaan

Air mata

Kelaparan

Dan masih banyak lagi yang mengantri

Wajahmu kini mengerut oleh amarah-amarah duniawi

Atap rumahmu diganti dengan berbagai dosa

Bahkan yang lainnya sedang sibuk menenun ketidakpedulian padamu

Jika peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini adalah teguranmu

Beri kami waktu untuk membenah diri

Sebab air matamu adalah sebuah anugerah terindah

Atambua, 07 April 2020


Silivester Kiik, lahir di sebuah Desa terpencil yang jauh dari pusat hiruk-pikuk suara keramain yakni Bani-Bani (Tunmat) Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka pada tanggal 14 September 1987. Saat ini tinggal di Kota Perbatasan RI-RDTL (Atambua-Belu-NTT). Beberapa buku antologi yang telah hadir di tangan para pembaca yakni: Antologi Puisi: “Sepotong Hati yang Terluka, Tetes Embun Masa Lalu, Seutas Memori dalam Aksara, Warna-Warni Aksara (Jilid II), Laki-Laki Perkasa yang Tak Pernah Menangis, Diam yang Bersuara, Prelude, Romantisme Perahu Kertas, Montase Kenangan, Berapi, Pucuk-Pucuk Harapan, Bercengkerama di Musim Rindu, Topeng Jiwa, Sepasang Tangan yang Terpasung, Sajak-Sajak Penaku dan yang Bersemayam dalam Diri, Segelintir Kesucian, Selamat Datang Mas Nadiem: Gagasan Literasi Maju untuk Menteri Baru), dan Amor”. Karya-karya lain juga hadir melalui media cetak maupun online. Selain itu, penulis bersama teman-teman penggiat Relawan Literasi Belu mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan dengan “Komunitas Pensil”. Komunitas ini terbentuk dengan tujuan memberikan nuansa baru dalam menumbuh dan mengembangkan kreativitas dan minat baca anak-anak di wilayah perbatasan Kabupaten Belu-NTT dengan menyediakan bahan-bahan bacaan. Penulis dapat dihubungi melalui via Email: kiiksilivester@gmail.com; Instagram: @silivester_kiik; Facebook: @Silivester Kiik, @Pecinta Sastra dan Budaya Lokal; Twitter: @kiik_silivester; dan Handphone/WA: +6285239940460.

Iie Alie (Yusriani) PANDEMI

84.Iie Alie (Yusriani)


PANDEMI

Aku rindu,
hari dimana kita bebas bicara
Tanpa jarak
Tanpa masker
Dan tanpa rasa curiga



Dini hari pada satu purnama kemaren
Masih terdengar kerontang bunyi gerobak lewat depan beranda
Dan riuh percakapan hingga tauran pun kerap terdengar



Kini,
Hanya sesekali deru kendaraan melintas
Walau sepanjang hari
Tiada yang berniat untuk tinggal di rumah



Gaung himbauan tetap di rumah tak dihiraukan
Spanduk dan selebaran pandemi pun dianggap angin lalu



Lantas,
Kapan kita akan pulih
Dari ketakutan dan kepanikan



Memerangi makhluk tak kasat mata itu bukan hal yang gampang

Menjauhkan diri dari keterpaparan hingga merubah pola hidup bersih sudah kita coba lakukan
Namun, makhluk bernama Corona itu tetap bebas berkeliling dunia



Masihkah perilaku tak perduli akan sesama terus dipegang
Masihkah pola pikir jumawa hingga stigma akan terus berlanjut dipertahankan

Ataukah,
kita sama-sama menjaga kesehatan diri dan keluarga
Hingga makhluk itu lenyap karena tak ada lagi inang untuk tempat dia bertahan



Jogja, 07042020











Please Stay Until All This Clears
(teriring doa untuk Prof terbaikku)



Separuh dunia memeluk sepi dalam keheningan
Separuh lagi seperti tak perduli
Separuh lagi, bukan tak perduli tapi terpaksa



Namun,
Jika tanpa kesadaran kita perlahan akan musnah
Satu demi satu tumbang
Karena makhluk tak kasat mata



Kemudian,
Sebagian akan mulai kalap
Memborong semua peralatan medis
Walau tak paham itu untuk apa dan bagaimana menggunakannya



Selanjutnya, hanya karena segelintir ilmu
Menebarkan berita bahwa antibiotik adalah obat terbaik pembunuh Covid 19
Tahukah kau, antibiotik hanya untuk bakteri
Bukan virus



Lantas,
Apa yang harus kita lakukan?

Jaga dirimu dan keluargamu
Jaga imun tubuhmu
Jaga pola makan mu dan
Jaga kebersihan tanganmu
Tetap tinggallah di rumah
Hanya ini yang bisa kita lakukan saat ini



Harapan terbaik kita
Ramadhan ini kita bisa bersama kembali
Merajut cerita dan tawa
Menatap mentari yang telah bersih dari segala polusi



Jogja, 07042020



Biodata

Iie Alie adalah nama pena dari Yusrianti, kelahiran Bengkulu. Mulai mengenal

dunia puisi sejak tahun 2016. Karya-karyanya bertebaran di facebook. Saat ini menetap di Karawang (Jawa Barat).

Selasa, 07 April 2020

Antologi Bersama oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama

oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama dapat menjadi sebuah dokumen sastra yang bersifat nasional dan memenuhi banyak pembaca serta menjadi bahan rujukan. Sebagai contoh Antologi puisi yang ditulis oleh banyak penyair dari berbagai penjuru Tanah Air akan mampu menembus pembaca hingga jutaan manusia. Buku terkini Antologi puisi Menolak Korupsi 2013 kurang lebih ditulis oleh 260 penyair Indonesia dan Buku Tifa Penyair Nusantara 2013 ditulis oleh 116 penyair Indonesia ditaksir telah menembus angka 500.000 pembaca. Jika setiap penyair memiliki keluarga, teman, fans, dan anak asuh sastra di sanggar saja maka setiap penyair mambawa 200 pembaca buku tersebut. Maka buku antologi-bersama akan menembus puluhan ribu pembaca.
Sengaja penulis tidak menghitung buku yang dicetak. Menghitung pembaca dari buku yang dicetak akan sulit ditaksir. Kecuali buku tersebut telah terjual dan menjadi best seller. Ini juga dengan menggunakan prinsip buku yang terjual pasti dibaca pembelinya meskipun tidak semua pembeli buku membaca buku yang dibelinya sampai tamat.
Keunggulan buku antologi-bersama secara geografis terkadang memenuhi keterwakilan publik di suatu daerah. Hal demikian dikarenakan sastrawan biasanya merupakan tokoh masyarakat di daerahnya. Semakin banyak keterwakilan sastrawan dari berbagai daerah , bahkan daerah terpencil maka semakin banyak jumlah pembacanya.
Antologi bersama sangat menguntungkan nama penyairnya dikarenakan melalui buku itu masing-masing dikenalkan kepada penyair lainnya dalam buku itu. Yang sudah populair akan semakin dikenal masyarakat dan yang baru meniti tangga mulai dikenalkan lewat karya dalam buku itu.
Antologi yang demikian menjadi Antologi puisi yang berstandar nasional pada ukuran pembaca. Demikian karena ukuran kelayakan sebuah buku adalah layak dibaca dan pernah dibaca. Contoh saja misalnya dalam lomba perpustakaan, ukuran keberhasilan adalah pembaca. Terbiasa sekali juri lomba perpustakaan mengukur jumlah pengunjung sebagai faktor utama, bukan gedung dan bukan bukunya yang tebal-tebal dan mahal.
Antologi bersama memerlukan standar isi agar bermutu. Karenanya perlu menampilkan team penyeleksi puisi peserta antologi. Bukan peserta antologi tetapi karya peserta itu. Jadi dua hal penting antologi bersama yakni pembaca dan puisi peserta antologi.
Hal pembaca sastra Indonesia kebanyakan didominasi pelajar dan mahasiswa pada status sosial lain masih demikain rendah. Menempati uriutan kedua adalah pendidik. Pembaca sastra Indonesia banyak dimotori/digelorakan oleh para pendidik itu kepada siswa dan mahasiswanya. Andai saja mereka turut membatu karya sastrawan, maka pembaca sastra Indonesia akan meningkat, sebab sepertiga jumlah penduduk Indonesia adalah anak-anak dan remaja!
rgbaguswarsono, 5-1-14

Soei Rusli PEMUTUS TAKDIR

Soei Rusli


PEMUTUS TAKDIR


Tuhan mereka mati bergelimpangan jalan
Hambamu
Ciptaanmu
Kami bertasbih
Bermohan hampu
Sujud
Dan berdoa

Mereka telah merusak bumimu
Jangan dosanya limpahkan
Jangan kutukkan berikan
kepada kami
Hambamu
Rapuh tak berdaya

#tarianjiwa 2020

Wanto Tirta LAUTAN WAS-WAS

Wanto Tirta

LAUTAN WAS-WAS



Lautan was-was bergelombang meneror warga

Lantara siaran Bupati menyebutkan

Satu warga desa positif korona

Rasa gundah melanda

Dari lorong-lorong desa



Kaget



Menjelma ketakutan massal

Lautan was-was ada di mana-mana

Desaku tercinta gelisah

Orang-orang saling curiga

Membenci dan mengutuk

Kita kehilangan keseimbangan

Kekhasan warga desa gotong royong dan ramah

Adab bertetangga saling membantu menguatkan

Seperti hilang begitu saja

Cinta tercerai-berai



Lautan was-was menyesaki jiwa

Menghantui rumah-rumah warga

Lampu terang seperti buram bahkan gelap

Siang benderang bagai sunyi padang alang

Kerisik angin duka menggoyang sendi-sendi kesetiakawanan



Sedulur ini pageblug

ati-ati lan waspada

Bukan wabah biasa

Harus dihadapi dengan cara luarbiasa

Tidak sekedar waspada dan usaha

Kekuatan dzikir dan doa bagian dari pasrah

Kepada Tuhan pencipta wabah



Lautan was-was jangan dibiarkan merajalela

Perangi dengan iman taqwa

Kedepankan optimis menangkis pedih

Kembalikan cinta pada sesama

Dengan diam di rumah saja

Beri spirit untuk terinfeksi

Mohon doa illahi

Korona minggat warga sehat wal afiat



24032020

sedulur = saudara

pageblug = sakit menular

ati-ati lan waspadha = hati-hati dan waspada







Wanto Tirta

BELAJAR DIAM DI RUMAH



Belajar diam diri di rumah

Menikmati rumah kenangan orang tua

Riuh korona tetap tenang

Bersama istri dan lima anak

Empat di rumah

Satu kuliah di kota



Belajar diam diri di rumah

Semangat ibadah dzikir dan doa

Nikmati waktu sukur alhamdulillah

Mengharap berkah dari segala tingkah

Rejeki datang dari segala arah

Tetap ada tak bakal tertukar



Rasa sepi tentu ada

Tak membuat aku lari

Tetap kuhadapi tak kenal letih



Sekian hari berdiam diri

Memupuk cinta bertubi-tubi

Merenda asa setinggi langit

Meretas rindu cinta sejati



Korona bikin ulah

Korona bikin resah



Belajar diam diri di rumah

Dengan bijak ambil hikmah

Bila Tuhan kehendak

Kun faya kun



29032020





Wanto Tirta

JALAN SUNYI



jalan sunyi

kutemukan rindu di seberang

mudik tak bisa

makan sekedar bertahan

apa hendak mau bilang



jalan sunyi

kutemukan hantu tiap waktu

ketuk hati nasib tak tentu

langit biru menahan rindu

hari-hari terbelenggu



jalan sunyi

tangis keluarga di desa

lantaran hati terbagi dua

ayah merantau di kota

anak istri di desa



jalan sunyi

menanti kabar waktu berakhir

menuai masa biasa lagi

memburu rejeki

demi periuk nasi isi



jalan sunyi

tertuju arah bersaksi

illahi maha segala sunyi

tempat kembali temui



jalan sunyi

mengantar dzikir

ikhtiar hati sisihkan covid19 pergi



04042020






Wanto Tirta

Lahir dan besar di Desa Kracak Kecamatan ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.

Orang biasa saja dari keluarga petani. Ingin mengalir sampai jauh. Dengan menulis, usia tak pernah habis.

Bergiat di Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI), teater Gethek, Paguyuban Kethoprak Kusuma Laras dan pernah main wayang orang. Menulis puisi, guritan, parikan maupun cerpen/cerkak.  (sejenis puisi dalam bahasa Jawa). Pernah menulis naskah drama.

Sebagai penggiat literasi selalu menebarkan semangat menulis pun membaca keepada siapa saja.

Aktif membaca puisi dan guritan di forum apa saja, baik resmi maupun tidak. Aktifitas memopulerkan guritan penginyongan lantas mendapat penghargaan bidang sastra Gatra Budaya dari Pemkab Banyumas (2015) dan menjadi nominator Penghargaan Prasidatama Balai Bahasa Jawa tengah sebagai tokoh Penggiat Sastra dan Bahasa Daerah (2017). Pernah dinobatkan sebagai Penyiar Favorit di Radio Swasta Ajibarang (1997). Mendapat julukan Presiden Guritan Banyumas.

Puisi-puisinya termaktub di beberapa antologi puisi nasional maupun Asean.

Beberapa guritannya masuk di beberapa antologi guritan bersama. Satu guritan judul Nonton Ronggeng menjadi guritan terbaik lomba nulis guritan HUT PGRI Kab. Banyumas (2004)

Sekarang mukim di Desa Kracak RT 3 RW I Gang Tirta No. 024 Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah 53163 dapat di kontak lewat : Email : wantotirta@gmail.com Telf. 085291826565



Minggu, 05 April 2020

.Firman Wally SEMENJAK KORONA MEWABAH

78.Firman Wally

SEMENJAK KORONA MEWABAH


Semenjak korona mewabah
ke seluruh penjuru dunia
tangisan menggema di mana-mana
Balita sampai yang manula
turut merasakan pahitnya air mata

Dari Cina sampai dengan negara kita Indonesia
yang dulu meriah
kini tlah menjadi mati sunyi senyap di mata dunia

Di mana bahagia yang dulu ada
di mana senyuman yang dulu bergelora
Semenjak korona memeluk raga
Serasa bernyawa, namun tak berdaya
Ambon, 05 April 2020

Firman Wally, pria kelahiran Tahoku 03 April 1995, lulusan UNPATTI  jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Ia merupakan alumni SD INPRES HILA, SMP N 1 LEIHITU dan SMA N 1 LEIHITU.  Puisi-puisinya sudah termuat di berbagai antologi  bersama,  seperti "Kitulis Namamu di Batu, Puisi Negeri Sawit, Gus Punk, Sajak-Sajak Pahlawan, Bulan-Bulan Dalam Sajak, Kita Adalah Indonesia Seri 2, Dongeng Nusantara Dalam Puisi, Menenun Rinai Hujan Bersama Eyang Sapardi, Tanah Bari, Pasaman, dll". Sekarang aktifitasnya Berkuliah sembari menulis.

RYAN ARIA ARIZONA PESAN TERSEMBUNYI DI BALIK COVID - 19

77.RYAN  ARIA  ARIZONA 

PESAN TERSEMBUNYI DI BALIK COVID - 19

 Udara di bumi memang sudah tercemar
Bukan wuhan penyebabnya namun manusia serakah
Penghuni bumi itu sendiri
Corona!covid-19 itu Cuma sebagai media peringatan
Kau lihat ikan – ikan di sungai tak bisa bernafas
Gara – gara habitatnya kau racun dengan limbah – limbah industri
Dan cairan kimia obat batik
Kau lihat mereka mati makan sampah plastik yang kau buang
Seenak udelmu
Kau lihat kau biarkan kucing – kucing jalanan kelaparan kemudian
Mati kau hinakan di jalan
Mana sosialmu sebagai penjaga alam!
Kau malah perusak alam
Apa kau dengar burung – burung kesakitan mati kau tembaki
Dengan senapan sambil tertawa pamer di facebook
Kau ini manusia atau keturunan dajjal
Kau biarkan keturunanmu bermain dengan itik – itik ayam
Yang kau warnai kemudian sayapnya di patahkan oleh keturunanmu
Dan kau Cuma diam
Sungguh bajingan
Kau lihat tikus – tikus mati dalam kesakitan kau pasang perangkap penjepit
Coba bayangkan kau yang di posisi mereka
Kini CORONA datang kalian memborong masker,hand sanitiezer,alkohol dan
Semua bahan pelindung sampai para dokter dan perawat menangis tak dapat bagian
Dokter,perawat mereka berjuang antara hidup dan mati
Mendatangi virus untuk melenyapkannya
Kalian menjauh namun kufur,serakah,ingin selamat sendiri
Dokter TIRTA berjuang sekuat tenaga menangani virus corona
Dia bangun rumah sakit bareng dompet dhuafa
Anne Avantie Produksi APD untuk Tenaga Medis Lawan Corona
Yang dia berikan secara Cuma – Cuma
Dokter – dokter,perawat yang berjuang menangani virus corona
Sampai tidur Cuma 3 jam
Banyak diantara mereka yang mati karena terpapar corona
Karena kelelahan, Tapi mati mereka syahid
Coba lihat apa yang kita berikan atau sumbangkan dalam
Keadaan segenting ini!
Malah teriak – teriak minta gaji,gara – gara lock down
Ayolah berpikir,jangan berdiam diri,lawan corona
Dengan saling berbagi kebaikan kepada sesama
Kepada mahluk – mahluk ciptaan ALLAH swt
Ambilah hikmah dari semua ini
Agar kita cinta kebersihan,agar kita peduli
Bukan menyelamatkan diri sendiri saja
Ada yang mati di kampungmu malah kalian
Halang – halangi untuk dimakamkan karena pengidap corona
Coba mikir,kalau itu nasib kalian!
Berpikir rasional,bahwa kita sebagai mahluk sosial
Bahwa kita sebagai mahluk ciptaan ALLAH swt
Semoga corona cepat berlalu
SOMBRERONET , 5 APRIL 2020


RYAN  ARIA  ARIZONA  atau yang kerap dipanggil ARYA.merupakan lulusan  KPC PKBM BENDAN JAYA PEKALONGAN tahun 2008,saat ini sedang melanjutkan study di IndonesiaX dalam jurusan PENGANTAR PENYIARAN UNTUK PERTELEVISIAN
Selain suka menulis,dia juga seorang pencipta lagu dan gitaris dari grup band WILHELMINA.
Bersama WILHELMINA Pernah mengeluarkan album di tahun 2013 yang bertajuk MENERUSKAN PERJALANAN dengan single andalan yang berjudul MENGHARAPKANMU,bisa juga dilihat di youtube







Gampang Prawoto RUANG RINDU

76.Gampang Prawoto

RUANG RINDU

ruh
tak kasat
ruh tak berjasad
dulu bernana dhemit gendruwo wewe  banaspati kemamang jrangkong thethekan engklekengklek, lalu berasmak iblis jin setan, dan kemarin menjadi kuman juga virus
ruh
ruh tersesat
dari keji bengis biadab perbuatanmu
kini menjelma hantuhantu gentayangan mengejar detak langkah langkahmu seperti pagi memburu malam menghisap gelap
"urip ning mati, mati ning urip"
ruh
tak kasat
ruh tersesat
ruh tak berjasad
memburu
"hidup tak berkehidupan", "kehidupan tanpa kehidupan".
sesungguhnya hidup ruang rindu kehidupan.

Sastrowidjojo,20032020









PIKUN

detik
detik mengalir darah
memerah wajah penghuni bumi
menghargai dan menghormati
seolah saling membenci
tegur sapa saling menanti
cadar memberangus senyum
teguk tegukan tawarkan haus
udara asing dari hiruk hirup pikuk
raba rasa terlahir pikun
tanpa nadi nadi kehidupan.

detik
detik memenjarakan berahi
jalan pertokoan perkantoran tanpa penghuni
langgar tiada a,i,u, sekoalah tiada itu, dan ini
kampus oh yes oh no sepi
virus mengancammu mati
hati hati membunuh hati.

Sastrowidjojo,24032020













TITIK NOL PERADABAN BARU


rajut benang sesobek kain
membungkam hidung dan mulut
pengap udara sesesak kata memjahit kalimat
musim menanam curiga
riuh angin melempar gemuruh petaka
lembut jemari tanpa saling tegur sapa
ribu misteri berjuta makna
langkah langkah tertatih lumpuh
serupa perang tanpa memilih hidup atau mati 
mana kawan dan mana lawan
serapah kisah kasih cinta rama dan sinta
namun rahwana tetap mengulun memakannya 
lubang lubang terkatup menahan hawa
menunggu hingga hujan reda
kelamin kelamin terkebiri
sisa sisa nyali
mati suri
kembali
semua umur seluruh nyawa pertaruhan
menuju
titik nol
detik dimulai
gerimis merintik membasah bumi
semai sisa masa lalu
benih peradaban baru.

Sastrowidjojo,28032020






VIBRASI HATI
masih
mampukah jazad membedakan
riuh lantunan angin dan suara napas
napas napasmu dengan napsu napsumu
suara
daun luruh terus berbisik
lirih desah luka membalut duka
desir angin mewujud bayang bayang
seperti tutur leluhur ruh jahat memedi menghantui
fisik alam masih pada daya persinggungan frekwensi
dunia medis berkutat firus kuman dan bakteri
jagad samadi energi negatif labuh ruang media ekspresi
Vibrasi rasa kata petualang
dalam pengembaraannya masih mencari virus cinta
yang menyelinap bersemayam di hati.
Sastrowidjojo,16032020
Gampang PrawotoMenulis dalam bahasa Jawa dan Indonesia dan sering menggunakan nama samaran Sastrowidjojo. Pria kelahiran 23 Oktober 1971 di Bojonegoro ini pernah kuliah jurusan Bahasa dan Sastra Universitas Adi Buana Surabaya dan  UMM Universitas Muhammadiyah Malang. Sehari-hari aktif mengajar di SDN Pejambon Sumberrejo Bojonegoro. Carik di Sanggar Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB), anggota Kostela Lamongan, Among di “Sanggar  Sastrowidjojo" dan ketua LKD “Lembaga Kebudayaan Desa Pejambon”. Antologi tunggalnya mendapat penghargaan Balai Bahasa Jawa Timur 2014 selain Puser Bumi (2013) yang pernah terbit adalah Babat Windu (1997) dan Suluk Berahi (2017).Puisi dan geguritannya terbit di sejumlah media, seperti Majalah Sastra Indhupati, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Damar Jati, Pujangga Anom, Radar Bojonegoro, Jurnal Tempe Bosok Solo, Tabloit Serapo, Majalah Panji, dan media cetak  lainya.

PENYAIR INDONESIA MENCACAT PERISTIWA NEGERI


Sabtu, 04 April 2020

Diantara Penyair penyair Corona





Gilang Teguh Pambudi. STAY AT HOME

Gilang Teguh Pambudi.

STAY AT HOME

aku naiki piring
dengan sendok dan garpu
mendayung laju
pulau beribu
mengarungi lautan berita
"Hati-hati virus corona!"

setelah minum vitamin harian
sembunyi dalam masker
yang membekap lagu-lagu

maaf, dalam wangi sabun tangan
aku juga jaga jarak
seperti pada kesepakatan
yang sudah diumumkan negara

di dalam piring aku terombang-ambing
mengikuti liukan kain bendera
juga saat hujan badai 
sendirian, juga tanpa kekasih
memetik sebanyak mungkin buah zikir
memahami lagi prinsip orang baik
selamat lahirbatin dimulai dari diri sendiri

Kemayoran, 29032020
------

CORONA DAN ALKOHOL

menggigit dingin begini
hangat tubuh flu dan kuyub
seperti sisa daya tahan
yang terlempar dari taksi ke dalam hujan

tetap memakai masker
yang harganya merambat menaiki deras

memasuki gedung dan kerumunan
tanganku basah
oleh antiseptik dengan aroma alkohol
yang merebak dunia
bunga tujuh rupa 
tidak sekadar upacara terkenang korban corona
sebab memang kita mau menang
sehat segala suasana

amin

Kemayoran, 11032020
-----

JAKARTA MASKER

tidak cuma karena Jakarta
ini info ibu kota
Jakarta Masker, populernya
dari Jakarta ke seluruh peta Indonesia
sebab negara sedang kerja
anti corona

lalu kita mengingat tiga masker Jakarta
pertama, masker kemarau karena takut debu
sebagai pesan moral
agar hidup selalu selamat dari parahnya kemarau

kedua masker hujan
agar tubuh yang tenggelam dalam jas hujan
bahkan bajir
masih bisa menemui sisa hangatnya
semacam sentrum anti sesatnya
mengamini nasihat langit untuk waspada
pada sengitnya bumi yang dingin,
basah dan berpenyakit

ketiga masker corona sebagai ancaman suatu ketika
agar hidup terbebas dari amarah yang serba tiba-tiba
menyerang dan menyergap
dalam pengap

Kemayoran, 19032020
------

TENTANG PENULIS
STAY AT HOME
aku naiki piring
dengan sendok dan garpu
mendayung laju
pulau beribu
mengarungi lautan berita
"Hati-hati virus corona!"
setelah minum vitamin harian
sembunyi dalam masker
yang membekap lagu-lagu
maaf, dalam wangi sabun tangan
aku juga jaga jarak
seperti pada kesepakatan
yang sudah diumumkan negara
di dalam piring aku terombang-ambing
mengikuti liukan kain bendera
juga saat hujan badai 
sendirian, juga tanpa kekasih
memetik sebanyak mungkin buah zikir
memahami lagi prinsip orang baik
selamat lahirbatin dimulai dari diri sendiri
Kemayoran, 29032020
------
CORONA DAN ALKOHOL
menggigit dingin begini
hangat tubuh flu dan kuyub
seperti sisa daya tahan
yang terlempar dari taksi ke dalam hujan
tetap memakai masker
yang harganya merambat menaiki deras
memasuki gedung dan kerumunan
tanganku basah
oleh antiseptik dengan aroma alkohol
yang merebak dunia
bunga tujuh rupa 
tidak sekadar upacara terkenang korban corona
sebab memang kita mau menang
sehat segala suasana
amin
Kemayoran, 11032020
-----
JAKARTA MASKER
tidak cuma karena Jakarta
ini info ibu kota
Jakarta Masker, populernya
dari Jakarta ke seluruh peta Indonesia
sebab negara sedang kerja
anti corona
lalu kita mengingat tiga masker Jakarta
pertama, masker kemarau karena takut debu
sebagai pesan moral
agar hidup selalu selamat dari parahnya kemarau
kedua masker hujan
agar tubuh yang tenggelam dalam jas hujan
bahkan bajir
masih bisa menemui sisa hangatnya
semacam sentrum anti sesatnya
mengamini nasihat langit untuk waspada
pada sengitnya bumi yang dingin,
basah dan berpenyakit
ketiga masker corona sebagai ancaman suatu ketika
agar hidup terbebas dari amarah yang serba tiba-tiba
menyerang dan menyergap
dalam pengap
Kemayoran, 19032020
------
TENTANG PENULIS
Gilang Teguh Pambudi. Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya yang telah diterbitkan oleh penerbit J-Maaestro adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com . Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya yang telah diterbitkan oleh penerbit J-Maaestro adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com 

AZTI KINTAMANI K. SIMPONI PELINDUNG DIRI

 AZTI KINTAMANI K.



SIMPONI PELINDUNG DIRI



Dengan pakaian rapat, orang-orang meyakini

hidupnya sehat, taat dan bertiketkan surgawi

Nyatanya para korban ditembus mati pandemi

tanpa ibadah dan tatap famili, pergi kekal sendiri

Pakaian, kekayaan tak kan menjamin hidup abadi



Udara memanas, keringat kerja mengucur deras

Covid-19 mati melemas, tenaga medis terbebas

tapi di muka ada tanda berbekas, hatipun cemas

Semuanya ini peringatan dini, agar orang kembali

pada kesadaran, kesehatan itu hidup berharmoni



Tapi bagaimana itu terjadi, bila saling mendominasi

Tidak seperti apresiasi di studio alam yang jujur ini

walau ada perbedaan tapi kuat dalam kebersamaan

Bukankah itu hakekatnya pakaian saat kedaruratan

menjadi simponi yang melindungi dan menghibur diri



*) Studio Alam Asri, Sumedang,  2 April 2020

 AZTI KINTAMANI KERENHAPUKH, lahir di Sumedang, pada tanggal 19 Mei. Aktif menulis sejak aktif di Kastaf Teater Holistik Bandung. Karya antologi Puisi Fasionastiknya : Simponi Butik Paradewi, Negeri Hilang Puteri, dan Rherajin. Kinta yang pernah Juara Cipta Puisi-FL2SN; Cipta Sastra Disbudpar ini, juga menulis antologi cerpen dan novel : Panpan Langlang Sungai Han, dan Kindasa. Pemenang dalam festival film pendek : Tunas, Tiang, The Bottle, dan Cipta-Baca Puisi APWIA ini, pernah aktif di Saka Dirgantara, Sasasi-Sanggar Sastra Literasi Indonesia, dan GBJC Ministry. Karya antologi bersamanya : Indonesia Masih Ada Matahari (2017); Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019). Selain sebagai jurnalis dan redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Adonaisa, Bintang Pro-Post, Kinta juga aktif melatih di Sanggar Griya Prima, Studio Alam Asri, Rumah Hati Literasi Sumedang. **(AKK) ***














SANUR KEZIANDARI RESEP SAJAK DI RUMAH SAJA

 SANUR KEZIANDARI



RESEP SAJAK DI RUMAH SAJA



Bila kita kini mesti taat mengisolasi diri

bekerja, belajar, ibadah di rumahnya sendiri

Bukankah itu saat indah pemulihan famili

dengan banyak waktu, dan perjumpaan hati

Seperti kami di sini, berliterasi dan berpuisi



Untuk apa wabah dinyinyir dan diperdebatkan

bila tak ada aksi kebaikan dan pertolongan

itu hanya jadi virus baru bagi dungunya pikiran

Sebaiknya kita buat resep di rumah senang

kiat riang agar Corona kecewa pergi menghilang



Tragedi ini dapat membuat kita bijak belajar

menata hidup dalam harmoni dan bekal kekal

Sehingga tak gampang dibodohi dan terpapar

Sehingga kita paham tentang nilai yang besar

rumah dengan puisi, itu resep indah dan benar



*)Studio Wonderfull, Bandung, 29 Maret 2020


SANUR KEZIANDARI, lahir di Bandung, pada tanggal 27 Maret. Aktif menulis sejak aktif di Sanggar KASTAF Teater Holistik Bandung. Karya Antologi Puisi Restorastiknya : Eksodus Milenial, Cermin Ion Enterpraise, Biola Kafe Istana, dan Rherajin. Sanur yang pernah Juara Cipta Monolog, Cipta Cerpen LKBN Kompaxindo, pemenang festival film pendek : Dedaun, Tiang, Hidangan, dan Cipta Skenario-APWIA ini, karya puisinya diterbitkan dalam antologi bersama : Indonesia Masih Ada Matahari (2017); Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019). Sanur yang pernah giat di Saka Dirgantara, GBJC Ministry, Sanggar Sasana (Sastra & Literasi Nasional), ini juga menulis antologi cerpen dan novel : Restonarasika, dan Sankona. Selain aktif sebagai redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Fokus-Transukses, Adonaisa, Sanur juga aktif melatih di Sanggar Hereditas, Studio Wonderfull dan Slisaf Teater Prosesi. **(SK) ***







PROFIJESARINO UBUD DH. LAYAR MERETAS COVID-19


PROFIJESARINO UBUD DH.



LAYAR MERETAS COVID-19



Saat bumi diseliputi wabah Corona

para malaikat menontonnya di angkasa

di layar kisah dunia di bioskop semesta

Mereka tertegun dengan tingkah manusia

masih tak pandai memaknai alur cerita



Padahal skenarionya telah masif dan pasti

Sehebat apapun protagonis bila terinfeksi

perjuangannya berat antara hidup dan mati

Dalam episode ini, antagonis begitu ngeri

mereka seolah terdeteksi tapi tetap misteri



Diiiring hujan Aprll yang tak lazim berjatuhan

Para korban corona telah jatuh dikebumikan

dalam takut dan tanpa ritual akhir penghormatan

Layar meretas Covid-19 semestinya menginsafkan

betapa penyakit dan maut, itu tragedi kemanusiaan

bisa diakhiri dan tak terulang, dengan pertobatan



@Studio Seni Baris Baros, Cimahi,  29 Maret 2020

PROFIJESARINO UBUD Dh., lahir di Kota Bandung, tanggal 7 April. Aktif menulis sejak aktif di Kastaf Teater Holistik Bandung. Karya Antologi Puisi Sinemaslawistik-nya seperti: Genesis Metropolisa, Ekspedisi NugNeg & Pakde Sastra, dan Siluet Layar Emas, dan Rherajin. Ubud yang kini sebagai youth leader redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Adonaisa, Mika-Magistra, Fokus-Transukses ini, karya literasinya diterbitkan dalam Antologi Bersama : “Semangkuk Sup di Malam Kudus”, Haiku Melawan Korupsi – HAKI, Negeri Bahari, Haiku : Pohon Rasa, Wanita Guru Bangsa, dan RHERAJIN, Selain studi S-1 dan S-2 secara Triple Degree, kini Ubud juga aktif di Studio Teater, Film dan Sastra:  Baris Baros Cimahi, Wakil Sekjen HIPWI, DPP APWIA, serta Director di PH Master Vision 45, Slisaf Teater Prosesi. Pegiat literasi ini karyanya juga sering menjuarai festival film pendek, sastra dan fotografi. (PUD) ***

Azizah Rifada Muhallima Saat ini

71.Azizah Rifada Muhallima


Saat ini

Aku yang seperti napi di negriku sendiri
Aku yang seperti orang asing di negriku sediri
Aku yang seperti terjajah di negriku sendiri
Kedatangan sesuatu asing membuatku terisolasi
Pondok ramaiku berubah sunyi
Sekolah tempatku ngangsu kaweruh berubah sepi
Pasar tempat ramaipun berubah sepi tanpa interaksi
Masjid melompong tertinggal pergi
Gereja gereja hening
Kuil kuil tampak ngeri
Saat ini
Aku asing di negriku sendiri



nama : azizah rifada muhallima



Nama :azizah rifada muhallima , alamat : cendana dawe kudus


Uswatun Khasanah CEPAT PERGI!

67.Uswatun Khasanah

CEPAT PERGI!

Duka terjadi di bumi pertiwi
matahari enggan bersinar lagi
redup sedih meratapi
keluh takut penduduk bumi.

Corona menghampiri, merambat
Menyebar begitu cepat
masyarakat panik sekarat
Seakan bumi digoncang kiamat

Kini;
tidak asing lagi bagi telinga
mendengar tangisan duka saudara,
tidak asing lagi bagi mata
saksikan keranda berjalan tanpa roda,
tidak asing lagi bagi mulut
berbicara maut gampang saja.

Masa ini, terjadi isolasi
aku bak terpenjara di dalam jeruji
perut keroncongan, siapa peduli?
Ekonomi membusuk, hutang melambung tinggi.

Semua orang menggigil
termasuk diriku ini
entah, kedinginan atau kelaparan.

Isolasi diri
sepi rumah Tuhan
apalagi;
pasar-pasar dan sekolahan.



Wahai corona!
Tidakkah puas kau lihat
Tangisan penduduk bumi
melerek air mata tanpa henti
pilu, perih, merintih.

Wahai corona!
Mau berapa nyawa lagi
bukankah sudah banyak kau telan nyawa
sebagian insan di dunia?

Lalu;
mau apa lagi, siapa lagi?
cepat pergi!
tugasmu selesai,
cepat pergilah dari sini.

Gresik, 28 Maret 2020

Uswatun Khasanah. Lahir di Gresik pada 04 Desember 2000. Terdaftar sebagai mahasiswi Universitas Brawijaya Fakultas Ilmu Budaya dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain sebagai mahasiswi juga bergiat aktif di Teater DII di fakultasnya dan beberapa komunitas sastra di luar kampus. Menulis puisi, cerpen, novel, dan kata-kata bijak. Puisinya terangkum dalam berbagai antalogi bersama dan termuat di beberapa media massa, salah satunya puisi berjudul Teriakkan Anak Negeri ada dalam antalogi Puisi Menolak Korupsi 7 – Negeri Tanpa Korupsi (Buana Grafika, Nopember 2018). Memiliki hobby membaca puisi dan menulis. Beralamat di Jl. Pelita III Randuboto RT 1 RW 1 Kec. Sidayu Kab. Gresik, 61153. Email :uus.sholihah123@gmail.com

Dwi Wahyu Candra Dewi LANTUNAN DOA PENYEKA AIR MATA

68. Dwi Wahyu Candra Dewi
LANTUNAN DOA PENYEKA AIR MATA


Saat mereka terpapar, kita sempat tertawa
Saat mereka terkapar, kita serasa lega
Apa yang terjadi pada hati dan pikiran kita?
Apa karena beda bangsa, beda negara, hingga kita mati rasa?

Paparan itu kian dekat dengan kita
Mata kita mendadak rabun akan zat-Nya
Hati kita mendadak bergejolak hingga memudarkan percaya pada-Nya
Bahkan tak pelak, saling tuding mencari pembenar hingga lupa siapa kita.

Di sudut lain benar-benar telah mati suatu hati
Tatkala meraup untung dengan harga tinggi pada sebuah alat pelindung diri.
Entah, hilang terkikis rasa manusiawi insan di bumi
Hingga tak terima jasad tuk di kebumi korban pandemi

Sebagian dari kita hilang peduli tanpa takut lara mendera
Mereka tak tahu, bukan ketakutan semata adanya
Kita ini ingin lebih banyak waktu untuk bersyukur.
Mensyukuri dalam ikhtiar dan tawakal di jalan-Nya.

Usia tiada yang tahu selain Maha Penentu
Ketetapan menjadi mutlak bagi Maha Kehendak
Banyak belajar pun renungan dalam setiap gerak
Dalam lantunan doa tuk penyeka air mata
Blora, 3 April 2020



Junaidi Daun

69.Junaidi

Daun

Daun yang hijau dan rimbun
Kenangan dan cinta
Menjadi semesta
Yang tak terhenti meski
Patah hati bumi
Tak lekas membaik
Pupus cinta atau terhianati
Kenangan dan cinta
Tetap berjalan semestinya
Meski banjir air mata bumi
Menggenangi dan cinta tetap
Terjadi
Wabah apa saja terjadi
Efek teknologi
Menggerus canda tawa yang nyata
Lantas kini wabah ketakutan
Framming media menakut-nakuti
Kampus libur
Sekolah libur
Kerja libur
Makan pun libur
Daun hijau dan rimbun
Kini menyayat hati
Menunggu kering
Dan jatuh berkeping-keping


Junaidi keliharan Pati Jawa Tengah
Tergabung dengan kelas menulis Jagong Sastra Kudus bersama Jumari HS

Syamsul Bahri Kaulah Akuku

70.Syamsul Bahri

Kaulah Akuku

/Aku Cinta Padamu/
Kau bukan hanya harus melepas jemalamu
Tapi kau juga harus menghilangkan dirimu dalam ragamu
Dan jangan pernah kau cari kembali
/Kau/
Jangan kau tahan rekah senyummu
Layla
Akulah Majnunmu
Yang kau cari aku
Dipusara ku dekap nisan
Membawaku abadi
Bersamamu
 (2020)

 

Kepada Jarak

Aku adalah jarak
Dan kau adalah waktu

Inginku lipat supaya dekat
Agar tetap teringat di segala yang tenggat
Berada ditempat terhangat dan ku tunaikan segala hajat bersama surat
Yang dikirim angin sampai di tangan seorang perindu yang taat
 (2020)



Sengaja kulebur rindu itu

I/
Melebur bersama rindu
Di puncak kesunyian
Terasa gaduh
Dalam jemala, penuh ceracau si gila

II/
Kau panggil teman terbaikmu; kesedihan
Didekapnya, diiringi perpisahan
Sayang sekali, aku tak bias mengusir waktu
Yang telah lama kau pendam dalam suaka nestapa

III/
Seperti desir, mengalir seperti air, menjelma seperti api
Sampai ke hilir

IV/
Akulah nyala itu
Memberangus setiap yang puus
Menghapus setia yang tulus
Akulah kayu itu
Menjadi abu bukanlah ihwal yang tabuh
Namun, rekahku sampai keujung bibirmu
Menggurat surat darimu
Aku terpelanting jauh
Sampai ke langitlangit sudut kamarmu
 (2020)






Syamsul bahri, lahir di Subang 12 Juli 1995. Seorang guru dan penulis puisi di salah satu lembaga Yogyakarta. Telah menempuh studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alumni Bengkel Teater Rendra dan sekarang sedang menjadi pegiat Komunitas Seni Budaya (KSB) UNY di Yogyakarta. Sedang menyelesaikan buku pertamanya yang berjudul Siklus Rindu. Surel : syamsulb725@gmail.com. IG: syamsulbahri_1922


Jumat, 03 April 2020

Agus Mursalin Lockdown

66.Agus Mursalin

Lockdown


Tuhan tak ada dalam masjid
Tuhan tak ada di Ka'bah
Pahala bisa dicari tanpa melibatkan Tuhan di tempat suci

Murtirejo 22 Maret 2020
#Agus Mursalin



Lockdown #2

sayang, tidurlah sendiri. Sprei  bantal kasur selimut handuk sabun mandi gelas minum mangkuk sayur punyamu pisahkanlah. jangan kau pakai milikku lagi

batal sumpah pernikahan kita untuk sehidup semati
mati bersama itu tragedi, jadi pilihlah aku atau kamu mati lebih dulu
Sisanya lanjutkan menjaga anak cucu dan peradaban bertahan dari semua kemungkinan pemusnahan

atau pilihan kedua
kita lawan memakai kekebalan
bikin sendiri dalam sunyi

Kedungwinangun, 1 April 2020
#Agus Mursalin



Dyah Setyawati UNTUKMU RINDU


65.Dyah Setyawati

UNTUKMU RINDU

untukmu rindu;kucari sampai sudut ulu
belum juga kutemu
padahal telah lama kuseru
diantara muram langit
tangis tetangga
kehilangan anaknya yang mati tiba tiba
aku mencarimu
didiri,dirumah,dihati
ketika musholla sepi

oooh kekasih
akankah kita gali kubur sendiri
sementara pelayat cuma bisa dihitung jari
masih kugamit cemas dan kulangitkan
doa bertubi
kalaupun ini sebuah peringatan
segeralah usai
ampunkan hambamu
alam telah lelah istirah
pagi yang rona hilang pesona

aku takdimi ranggas siang
murung langit
nyanyian kedasih
kota sunyi
hati tak mati

(Asahmanah 28/03 /2020



KOTA SUNYI
jalanan lengang
langkahku melenggang
mencoba menangkap matahari yang sembunyi
celoteh anak anakpun tak kudengar
ketika semua diliburkan
pasar nyasar entah kemana
penyemprotan virus setan
masker jadi maskot
melangit harga
adakadabra
rakyat jelata sengsara

sementara tempat wisata dahaga pengunjung
alam istirah nikmati rinai hujan yang belum usai
hati serasa membelati
masih menyusuri pagi gelisah
ini kota sunyi
mirip tempat para zombi

sesuap nasi untuk hari ini
setumpuk inspirasi
geliat pagi
mari saling introspeksi
agar semua kembali seksi
jangan biarkan tuhan geleng kepala
saksikan ulah manusia
kesombongan macam apalagi
yang kalian banggakan

selamat pagi kota sunyi...
(Asahmanah aprl2020)

Heru Patria Corona

64.Heru Patria

Corona

diksi kehidupan bungkam

baitnya diberangus kecemasan

sajak hindari kerumunan

puisi jadikan pembelajaran

ingin syair napas terus berlanjut

hiduplah secara patut

hindari berjabatan

selalu cuci tangan

jauhi keramaian

  menjaga jarak

kenakan masker layak

tinggal di rumah saja

agar penyebaran corona

terhenti segera







Blitar, 31 Maret 2020





















CORONA ADALAH TAMPARAN TUHAN

Oleh : Heru Patria





Corona yang menjalar liar

Kepanjangan tangan Tuhan tuk menampar

Pada kita yang sering berbuat ingkar

Bertindak di jalan tak benar



Corona yang telah mewabah

Bisa jadi merupakan teguran Allah

Untuk kita yang bangga berlaku pongah

Tak peduli saudara susah



Corona yang telah menjangkit

Mewakili jemari Tuhan untuk mencubit

Sebab kita sering berbuat pelit

Saat saudara sedang sakit



Corona membatasi silaturahmi

Agar kita lekas berkaca diri

Atas pergaulan bebas yang disanjungi

Tuhan kirim peringatan lewat virus ini



Dalam cengkeraman pandemic

Meri kita berbenah diri

Sadari tamparan Illahi





Blitar, 1 April 2020









ATAS DASAR APA?











64.Heru Patria







Atas dasar apa

Tuan anjurkan kami di rumah saja

Sedang kami hanyalah penjual tenaga

Jika tak keluar dapur tak menyala

Untuk apa Tuan bebaskan bea listrik

Bagi daerah zona merah nan pelik

Yang kami butuhkan hanyalah bahan pangan

Selama kami dilarang bepergian

Buat apa Tuan tangguhkan cicilan kendaraan

Sedang mengkredit saja kami tak punya kesempatan

Upah kami hanya cukup untuk tambal kebutuhan

Atas dasar apa kebijakan itu Tuan keluarkan

Tidakkah Tuan sadari realita

Perjuangan hidup kami lebih ganas dari Corona

Maka jika kami harus tinggal di rumah saja

Siapa sudi memberi jatah makan keluarga

Kami tak pernah berpelancong ke luar negeri

Seperti yang Tuan lakukan selama ini

Waktu kami habis untuk kejar kebutuhan

Saat Tuan sibuk berbagi kekuasaan

Atas dasar apa Corona menjamah kami

Silaturahmi kami terbatas persoalan ekonomi

Sering cuci tangan hanyalah falsafah

Agar Tuan tak cuci tangan dari masalah





Blitar, 2 April 2020





PAGEBLUG

Oleh : Heru Patria







Jika kita mau jujur pada diri sendiri

Tentang hokum sebab akibat di muka bumi

Virus Covid 19 tidak akan pernah bereaksi

Bila manusia tak semaunya pamer aksi

Kini bumi berselimut duka

Terkungkung pandemi korbankan banyak nyawa

Ekonomi lumpuh silaturahmi dari jarak jauh

Berdiam diri dalam rumah tentu akan jenuh

Jika saja kita bisa bersikap mawas

Tak akan ada ancaman dari virus ganas

Tapi karena keserakahan kita tak terbatas

Kini harus dibayar mahal dengan was-was

Andai saja kita bisa bersikap dewasa

Bisa menjaga jarak untuk sementara

Tapi dengan alasan harus tetap kerja

Kalian korbankan keselamatan keluarga

Bila kita bisa telaah kitab suci

Tauhan sudah tulis peringatan sejak dini

Bahwa Tuhan akan turunkan cobaan

Berupa sakit dan rasa ketakutan

Berserah dirilah pada pangkuan Illahi

Agar pageblug cepat diakhiri

Sirna dari bumi Pertiwi

Amin amin amin

Ya robbal alamin.





Blitar, 3 April 2020









PROFIL  PENULIS




HERU PATRIA. Adalah seorang guru Sekolah Dasar di Kecamatan Wlingi yang telah menerbitkan 21 novel, 15 kumpulan cerpen, 1 kumpulan puisi. Novel terbarunya berjudul Jangan Mimpi Jadi Jokowi. Penulis yang beralamat di Bogangin RT.01 RW,06 Kel. Bajang Kec. Talun ini juga sebagai editor di IA Publisher. Untuk komunikasi silakan kontak di nomor 0857 8414 5106

Rut Retno Astuty DOA KAMI DARI KLINIK INI

Rut Retno Astuty

DOA KAMI DARI KLINIK INI



Ya Tuhan, dari ruang periksa, kami berdoa

Jauhkan kiranya kami dari keganasan Corona

Dari sergap maut dan ketiadaan tersia-sia

Agar banyak orang yang tertolong kesehatannya



Meski telah banyak tokoh baik, menjadi korbannya

Kondisi klinik dan pasien panik, merubah suasana

Alat pelindung diri dan pencegahan, apa adanya

Kami tetap melayani dalam doa sepenuh jiwa



Anugerahi kami keberanian dan iklas tak terbatas

Agar kami tangguh dan bungkam nyinyir tak jelas

Kami amini, badai ini cepat berlalu, tak berbias

Agar kami pulih, hidup tulus tanpa luka berbekas



*)Sanggar Griya Prima,  Sumedang,  30 Maret 2020
CORONA
RUT RETNO ASTUTI, lahir di Kota Tegal, tanggal 22 Pebruari. Dokter lulusan FK UNDIP Semarang ini, menulis dengan konsep Puisi Terapistiknya yang terangkum dalam antologi,antara lain : Dawai Jantung Hati, Ritme Wanita Kita, Tapak Ibu Pemberdaya. Pegiat literasi yang tergabung dalam AWWA (Asean Women Writers Association) ini karyanya termuat dalam Selendang Mayang (2017) Sketsa Wajah Ibu (2017). Antologi bersama lainya : PMK - 6 / Puisi Menolak Korupsi (2017), Indonesia Masih Ada Matahari (2017). Antologi “Semangkuk Sup di Malam Kudus” (2017), Haiku Melawan Korupsi & Pameran Haiga HAKI (2017), “Pesona Ranah Bundo” - HPN (2018), KDNP Negeri Bahari (2018), Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019), RHERAJIN (2019). Selain sebagai redaktur kesehatan dan budaya, GBJC Ministry, juga aktif membina Kastaf THB Sanggar Griya prima & Studio Alam Asri Sumedang. (RRA) ***


HERISANTO BOAZ LUSASTRA MELAWAN CORONA

62.HERISANTO BOAZ



LUSASTRA MELAWAN CORONA



peperangan ini telah dibentangkan

tanpa senjata, tanpa musuh kelihatan

tapi mencekam, para korban bergelimpangan

tanpa pandang muka, semua bisa diserang

dikepung kematian, keyakinan dipertaruhkan



ini bukan perang antar negara di bumi

juga bukan serangan planet antar galaksi

ini ciptaan terhebat lawan yang nano mini

tapi bisa menyusup, dan tak mudah diketahui

menyergap nafas, dan paru-paru pun terinfeksi

ini perang senyap, tapi bisa terekam dalam puisi



markas perang ini di rumah sakit bertanda siaga

hidup dan maut berkecamuk, dalam takut fana

semua wajib taat dan patuh pada protokol negara

anggaran besar digelontorkan, tangani bencana

di sudut rumahnya, Lusastra doa melawan Corona



@Teater Holistik,  Bandung, 27 Maret 2020







ELEGI MEMBACA PANDEMIK



dengan huruf kecil melambangkan nurani

kutulis kembali, elegiku membaca pandemik

catatan tragedi banyak bangsa di muka bumi



di Wuhan, China, wabah itu berasal, kota dikunci

meski tak religi, rakyatnya tertib mengatur diri

pemulihan dan kesembuhan masal cepat terjadi



di Iran, Inggris, India, Belanda, USA, Arab dan Itali

dan banyak negara lainnya, korban tiada henti

meski katanya religi atau modern dan teruji



di Indonesia, religi berwarna, komen merajalela

mulai si mulut zonk, yang banci dungu jika bicara

hingga stasiun tv serak, debat berak sok kuasa

semuanya dan pengikutnya, hanya nyinyir berbusa

mereka akan ditagih nyawa oleh korban kelak di sana



di bait seni ini, di sudut kota tak punya tradisi puisi ini

sajakku mencatat, rakyat banyak, dan pemimpin, sehati

menghadang pandemik, dengan kerja, doa, dan nurani



@Bait Seni Hereditas,  Bandung,  28 Maret 2020

ditya Majong Rindu Dendam Dikala Pandemi

61.Aditya Majong

Rindu Dendam Dikala Pandemi

Rindu ini sudah seperti dendam
Menghujam
Pilu, Termakan realita yang kejam
Dan lebih gelap dari langit malam

Menumpuk, bagai bibit
Menusuk, bagai arit
Memburuk, bagai parasit
Terpuruk, terkutuk bagai dedemit

Kita merasakan rasa yang sama
Kau menahan rasa jauh disana
Aku menahan rindu
Tentang segala sesuatu tentang-mu

Sayang, segera setelah pandemi ini berakhir kita pasti meluapkan rasa
Yang telah kita tumpuk sedari awal hingga akhir.

Ketika status merah dicabut, aku berjanji akan memelukmu erat.

Akan kuceritakan segala baik buruk hal yang aku lewati dalam waktu dekat.

Tentu setelah aku melepas rindu denganmu tepat pada pukul empat.

Sampai saat itu tiba, mari kita sama-sama sabar untuk sesaat.
Depok, 1 April 2020.