Faiz Saf'ani
Monyet
Trotoar
Debu lampu
merah memanas
Matahari
membakar bulu bulunya
Menyatu
dalam bau dan aroma siksa
Ia di
rantai besi rancak menari
Mengikuti
ritmis gendang ala kadarnya
Ia
terpaksa erotis mengemis
Sebab si
tuan terlalu bengis memandangnya.
"Aku
tersiksa..."
Tangisnya
sembunyi dalam tarian
menuruti
tuannya
yang
menyembunyikan
cambuk dan
senapan
dalam raut
wajah kasihan.
Tegal,
11082016
Fitrah Anugerah
Hikayat Anjing
Tertatih-tatih anjing kecil di tepi jalan.
selepas bulu kucing melukai kaki yang bersimpuh
di pinggir kursi
Kau marah pada anjing kecil tak tahu malu.
masuk pada rumahmu tanpa diundang.
julurkan lidah melihat kucing kau dekap di dada.
Anjing menggongong lalu kucing ketakutan
sembunyi di antara belahan kenyal payudara.
Anjing mengonggong dan engkau lempari kepalanya
dengan bulukucing.
Anjing kesakitan karena bulukucing membuat kulit terkelupas
menetes darah amis.
Anjing malu pada kucing, dia pergi tertatih-tatih.
Orangorang mengutuknya.Orangorang melempari mulutnya dengan
sepatu bau.
Pelacur berdarah menghampiri anjing. Pelacur mengerti betapa
tak enak merasakan bau sepatu.
Lalu berikan susu di payudaranya yang berliur kucing.
Putih bercampur merah.
Anjing menghisap
Anjing meminum
Anjing tersenyum.
Lapar menjadi kenyang.
Namun pelacur mati
kehabisan darah
Anjing mengendus,
Anjing menjilat,
Anjing mandikan tubuh pelacur dengan liur.
Anjing menangis tapi orangorang berikan jutaan lalat dari
langit
Lalat-lalat merubungi anjing dan pelacur yang
terkapar.Mereka terbungkus.
riuh doa terlantun dari mulut jalang lalat.
Iringi jiwa anjing+pelacur yang mencari kucing.
Menuntut balas.
Orangorang jijik, orangorang malu melihat 2 kelamin menyatu.
Orangorang menutup indra. Lalu kepala mereka berubah menjadi
kepala anjing.
Orangorang hilir-mudik keliaran mencari kucing
yang mencuri puting di payudara perawan.
kucing sembunyi di bawah kasur di kamar pelacur.
Orangorang tak berani mengusir karena takut bulukucing
Bekasi,13-01-2016
H. Shobir Poer
Aku Burung
Ingin Berbicara
Aku burung ingin bicara:
di rumah miniatur rimbun, kami tinggal
mengalir gemericik air, temani senandung
di setiap pagi,siang, malam sambil mengepakkan sayap
ku menari bersamamu
kau dan aku, ciptaanMu yang saling berbagi
kau datang, tengok
kawankawan ku yang mengaum,
membagi makanan anakanakku yang mencicit,
menderit, berkokok, menyiulkan suara indah ke telingamu
di rumahku, hutan
belantara miniatur yang kau buat
aku sumringah betapa syukur ucap padamu
yang bertandang dan membagi cinta
dengan menaburkan senyum, tangan yang kau ulurkan
dan makanan makanan yang kau tebar di manamana
namun sayang, aku tak sanggung mematuk lagi
harimau terkatup mulutnya,
tak sanggup mengaum
kawankawanku mulai kehilangan cinta
rumah miniatur menjadi kandang neraka
banyak yang mati siasia
Tangsel, 17 April 2016