Sabtu, 03 September 2016

Lumbung Puisi Jilid IV





Muakrim M Noer Soulisa


Negeri Hewanesia

DPR-nya monyet rakus
Presidennya tikus
Mentrinya bulus
Partainya hush…! hush…! hush…!
Rakyatnya?

Silahkan mampus!

Pulau Buru, 11 Agustus 2016








Muakrim M Noer Soulisa

Sesekali Cobalah Jadi Binatang

Sesekali cobalah hidup di lautan
Berenang di palung yang paling palung
Menghindari pukat bertaring
antara karang karang sampah
hiu hiu baja juga lembar surat penguasa
Bisakah kau terbiasa?

Sesekali jadilah liar di hutan
Berburu di  rimba yang paling rimba
Antara sawit dan tapal batas terkikis
Liarlah bersama auman predator kotor
juga hewan hewan baja
Bisakah kau terbiasa?

Sesekali cobalah menari angkasa
Bercinta di mendung yang paling mendung
Antara awan kelam dan asap asap gelap
menarilah bersama hujan
kemarau
serta panas surya
Bisakah Kau terbiasa?

Sesekali cobalah jadi binatang
Bisakah?

Pulau Buru, 11 Agustus 2016










Mukti Sutarman Espe

Merindu Burung Terbang

kemanakah burung-burung
yang dahulu acap kulihat
melintas lazuardi
terbang menghiasi bentang sawang

aku kehilangan
kepodang kuning yang tansah gelisah
kutilang jambul yang suka berpasang-pasang
dan emprit bulu abu-abu
yang datang pergi selalu berombongan

kemana mereka
tiada seorang kenan berkabar
koran dan televisi hibuk dengan dirinya sendiri
asyik masyuk beritakan sampah
ranjang kusut selebriti dan lidah ular politisi

aku kehilangan
panorama cahya mata
kepak berirama sayap-sayap indah

aku kehilangan
nyanyian kalbu alam raya
kicau dan cericit yang limbur melipur

kemana burung-burung itu
adakah mereka tlah pindah rumah
bersarang di pagina buku
bahkan larik dan kuplet syairmu
kemana?
kudus 2016.







Mukti Sutarman Espe

Sajak dan Ular sanca

seekor ular sanca kembang
semalam tersesat ke dalam sajakku
belang kulitnya menjelma sapa
yang dikirim hitam hutan
bagi hijau perbukitan dan biru lautan

aku pangling
coklat
kuning
putih
hitam
warni-warna kulit ular itu
membuat sajakku jadi kelabu
menafsir tempat plesir terindah
apakah hutan?
apakah perbukitan?
apakah lautan?

aku ragu
lalu kuimpikan lutung, rusa, singa, gajah, banteng, srigala
rumput, lumut, kol, teh, kentang, sawi
teri, udang, cakalang, pari, paus, hiu
kawin mawin        
dan melahirkan hutan baru di sajakku

seekor ular sanca kembang
tersesat dalam sajakku
di sela kata, frasa, dan tanda baca yang tertera
susah payah dicarinya hutan rumahnya dahulu
yang selalu riuh dengan suara
desik belalang
kicau burung
jerit bekantan
aum harimau
lolong srigala,  
sia-sia
dan hutan yang kuimpikan itu?
urung datang di tidurku.


Nanang Suryadi

Kupu-kupu di Buku Waktu’

di buku waktu,
 seseorang melukis bunga matahari.
 seekor kupu-kupu hinggap di lembarnya
seekor kupukupu terbang dari dalam buku dongeng. sayapnya basah,
 menggelepar di atas kertas .
 seekor kupukupu terperangkap jaring sepi
                  



Nanang Suryadi

Seekor Ikan Berenang di Langit

untuk: kang badri @indiejeans
aku menghikmati kesunyian, seperti menghikmati kehidupan. tak ada yang aneh dengan puisi
seperti juga senja ini, seekor ikan berenang di langit, ikan yang kau lepas tadi pagi
seekor ikan berenang-renang di langit, dan para perindu tertawa girang sekali
seekor ikan demikian riang, berenang-renang di langit, langit yang tenang
aku gemetar menatap langit, tapi ujarmu: lihat nanang, ikan berenang di langit, serupa kenang
para perindu, para pecinta menyeru-nyeru, namun engkau tetap tersenyum melulu. “lihat ekornya indah bukan?” ujarmu.
seekor ikan berenang di langit. berjumpa dengan rindu
seekor ikan terbang ke langit, mencari kolam yang penuh air terjun, sungai-sungai yang bening
Malang, 17 Oktober 2011





Nanang Suryadi

Aku ingin menangkap ikan dari ide yang kering

seekor ikan melompat ke kolam, saat banjir tiba. kolam itu kering di musim kemarau. seekor ikan berenang di jalanan beraspal dan berdebu, sekering ide dalam kepalaku. perhatikan ranggas pohon itu, daun-daunnya yang kuning, serupa rambutku yang mulai rontok. siapa itu yang berteriak: jangan tertawa, langit masih tak ingin menyelesaikan hujannya. kalimat sudah pernah aku tuliskan, dimana? mungkin di dalam mimpimu saat membaca bukuku yang tak pernah diterbitkan. bagi kalimat yang tak pernah sempat dituliskan tak akan ada yang menangisimu, katanya sambil menghapus matanya yang sembab. ya, ya, karena puisi hanya permainan kanak yang tak mau segera dewasa.
hei, kemana ikan yang aku tangkap tadi? seekor ikan menggelepar gelepar di tanganmu, serupa kata-kata menggelepar, di kolam kering. siapa itu yang berteriak: hei, kemana ikan yang menggelepar tadi? dia melompat ke dalam kepalamu yang penuh air terjun.
aku akan kembali, memungut remah dari kata-kata yang tak pernah dihabiskan. di mana alamatmu? seekor ikan melotot dan melompat ke apartemen yang belum jadi. siripku, sayap yang pernah patah di kelopak bunga, kata ikan itu, menceritakan dirinya yang pernah menjadi kupu-kupu. ciumlah aku, kata bunga itu, kupu-kupu gemetar dan sayapnya patah, saat itu.
sudah, sudah, tak ada yang lebih sampah dari segala muntah, kata seekor ikan yang menggelepar di dalam kepalaku. aku ingin tidur, terpejam dan melupakan dunia yang teramat gaduh.
seekor ikan terbang ke langit, mencari kolam yang penuh air terjun, sungai-sungai yang bening
Malang, 17 Oktober 2011