Muakrim M Noer Soulisa
Negeri
Hewanesia
DPR-nya
monyet rakus
Presidennya
tikus
Mentrinya
bulus
Partainya
hush…! hush…! hush…!
Rakyatnya?
Silahkan
mampus!
Pulau Buru, 11 Agustus
2016
Muakrim M Noer Soulisa
Sesekali
Cobalah Jadi Binatang
Sesekali
cobalah hidup di lautan
Berenang
di palung yang paling palung
Menghindari
pukat bertaring
antara
karang karang sampah
hiu hiu
baja juga lembar surat penguasa
Bisakah
kau terbiasa?
Sesekali
jadilah liar di hutan
Berburu
di rimba yang paling rimba
Antara
sawit dan tapal batas terkikis
Liarlah
bersama auman predator kotor
juga hewan
hewan baja
Bisakah
kau terbiasa?
Sesekali
cobalah menari angkasa
Bercinta
di mendung yang paling mendung
Antara
awan kelam dan asap asap gelap
menarilah
bersama hujan
kemarau
serta
panas surya
Bisakah
Kau terbiasa?
Sesekali
cobalah jadi binatang
Bisakah?
Pulau Buru, 11 Agustus
2016
Mukti Sutarman Espe
Merindu
Burung Terbang
kemanakah
burung-burung
yang
dahulu acap kulihat
melintas
lazuardi
terbang
menghiasi bentang sawang
aku
kehilangan
kepodang
kuning yang tansah gelisah
kutilang
jambul yang suka berpasang-pasang
dan emprit
bulu abu-abu
yang
datang pergi selalu berombongan
kemana
mereka
tiada
seorang kenan berkabar
koran dan
televisi hibuk dengan dirinya sendiri
asyik
masyuk beritakan sampah
ranjang
kusut selebriti dan lidah ular politisi
aku
kehilangan
panorama
cahya mata
kepak
berirama sayap-sayap indah
aku
kehilangan
nyanyian
kalbu alam raya
kicau dan
cericit yang limbur melipur
kemana
burung-burung itu
adakah
mereka tlah pindah rumah
bersarang
di pagina buku
bahkan
larik dan kuplet syairmu
kemana?
kudus 2016.
Mukti
Sutarman Espe
Sajak dan
Ular sanca
seekor
ular sanca kembang
semalam
tersesat ke dalam sajakku
belang
kulitnya menjelma sapa
yang
dikirim hitam hutan
bagi hijau
perbukitan dan biru lautan
aku
pangling
coklat
kuning
putih
hitam
warni-warna
kulit ular itu
membuat
sajakku jadi kelabu
menafsir
tempat plesir terindah
apakah
hutan?
apakah
perbukitan?
apakah
lautan?
aku ragu
lalu
kuimpikan lutung, rusa, singa, gajah, banteng, srigala
rumput,
lumut, kol, teh, kentang, sawi
teri,
udang, cakalang, pari, paus, hiu
kawin
mawin
dan
melahirkan hutan baru di sajakku
seekor
ular sanca kembang
tersesat
dalam sajakku
di sela
kata, frasa, dan tanda baca yang tertera
susah
payah dicarinya hutan rumahnya dahulu
yang
selalu riuh dengan suara
desik
belalang
kicau
burung
jerit
bekantan
aum
harimau
lolong
srigala,
sia-sia
dan hutan
yang kuimpikan itu?
urung
datang di tidurku.
Nanang Suryadi
Kupu-kupu di Buku Waktu’
di buku waktu,
seseorang melukis bunga matahari.
seekor kupu-kupu hinggap di lembarnya
seekor kupukupu terbang
dari dalam buku dongeng. sayapnya basah,
menggelepar di atas kertas .
seekor kupukupu terperangkap jaring sepi
Nanang Suryadi
Seekor Ikan Berenang di
Langit
untuk: kang badri
@indiejeans
aku menghikmati
kesunyian, seperti menghikmati kehidupan. tak ada yang aneh dengan puisi
seperti juga senja ini,
seekor ikan berenang di langit, ikan yang kau lepas tadi pagi
seekor ikan berenang-renang
di langit, dan para perindu tertawa girang sekali
seekor ikan demikian
riang, berenang-renang di langit, langit yang tenang
aku gemetar menatap
langit, tapi ujarmu: lihat nanang, ikan berenang di langit, serupa kenang
para perindu, para
pecinta menyeru-nyeru, namun engkau tetap tersenyum melulu. “lihat ekornya
indah bukan?” ujarmu.
seekor ikan berenang di
langit. berjumpa dengan rindu
seekor ikan terbang ke
langit, mencari kolam yang penuh air terjun, sungai-sungai yang bening
Malang, 17 Oktober 2011
Nanang Suryadi
Aku ingin menangkap ikan
dari ide yang kering
seekor ikan melompat ke
kolam, saat banjir tiba. kolam itu kering di musim kemarau. seekor ikan
berenang di jalanan beraspal dan berdebu, sekering ide dalam kepalaku.
perhatikan ranggas pohon itu, daun-daunnya yang kuning, serupa rambutku yang
mulai rontok. siapa itu yang berteriak: jangan tertawa, langit masih tak ingin
menyelesaikan hujannya. kalimat sudah pernah aku tuliskan, dimana? mungkin di
dalam mimpimu saat membaca bukuku yang tak pernah diterbitkan. bagi kalimat
yang tak pernah sempat dituliskan tak akan ada yang menangisimu, katanya sambil
menghapus matanya yang sembab. ya, ya, karena puisi hanya permainan kanak yang
tak mau segera dewasa.
hei, kemana ikan yang
aku tangkap tadi? seekor ikan menggelepar gelepar di tanganmu, serupa kata-kata
menggelepar, di kolam kering. siapa itu yang berteriak: hei, kemana ikan yang
menggelepar tadi? dia melompat ke dalam kepalamu yang penuh air terjun.
aku akan kembali,
memungut remah dari kata-kata yang tak pernah dihabiskan. di mana alamatmu?
seekor ikan melotot dan melompat ke apartemen yang belum jadi. siripku, sayap
yang pernah patah di kelopak bunga, kata ikan itu, menceritakan dirinya yang
pernah menjadi kupu-kupu. ciumlah aku, kata bunga itu, kupu-kupu gemetar dan
sayapnya patah, saat itu.
sudah, sudah, tak ada
yang lebih sampah dari segala muntah, kata seekor ikan yang menggelepar di
dalam kepalaku. aku ingin tidur, terpejam dan melupakan dunia yang teramat
gaduh.
seekor ikan terbang ke
langit, mencari kolam yang penuh air terjun, sungai-sungai yang bening
Malang, 17 Oktober 2011