Literasi tengah digalakan oleh kemendikbud. Kegiatan membaca, menulis,
bedah buku, resensi, perpustakaan hingga mencipta menjadi sorotan utama
pendidik dan peserta didik.
Bagi praktisi pendidikan yakni guru dan tenaga kependidikan yang telah terbiasa di bidang ini akan menjadi sasaran penerang bagi suksesnya pegembangan literasi di sekolah.
Tetapi kemendikbud juga melupakan literasi yang meliputi berbagai kegiatan ke-aksaraan. Misalnya hal menulis hurup bagi peserta didik baru kelas I sekolah dasar. Dalam buku siswa kelas 1 kurikulum 2013 hasil refisi 2015 tidak memberikan petunjuk atau pelajaran tentang menulis huru (permulaan) itu. Karena itu jangan heran bila anak anak muda sekarang menulis surat asal bisa dibaca sendiri alias tidak bisa dibaca 0rang lain alias hurup-hurup dalam kata kalimat itu bukan sesuai ejaan atau tidak sesuai dengn jenis Huruf tegak bersambung yang telah ditetapkan Direktorat jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 094/C/Kep/I.83 tanggal 7 Juni 1983
Kurikulum 2013 memang kurikulum yang terbaik karena dapat menjangkau pikir luas siswa dan guru. Tetapi dalam prakteknya karena budaya literasi guru masih sangat rendah dalam hitungan rata-rata guru se-Indonesia bahkan masih jauh tertinggal dengan negara kecil di asia tenggara maka pola tematik (saling mengait/dan terkait) dalam beberapa disiplin ilmu akan sulit dikembangkan guru.
Pola pembelajaran guru dengan methoda-methoda yang menjadi kebiasaan guru bahkan menjadi 'budaya mengajar selama ini patut dicermati . Tidak serta-merta saja seenaknya harus berganti pola pembelajaran tematik. Sedangkan kebiasaan dan budaya itu memang sulit dirubah secara serentak.
Selama ini memang pola pembelajaran clasik konvensional dimana-mana adalah terpopulair methoda ceramah, disususl methoda tanya-jawandan diskusi dan untuk pembelajaran memabaca adalah methoda ,mengeja. Dalam kurikulum 2013 tidak melarang penggunaan methoda-methoda itu. Khusus untuk methoda meng-eja seharusnya tetap dipertahankan . Sebab methoda ini dikenal ampuh dan berhasil membikin cepat peserta didik yang baru kenal sekolah dapat membaca.
Dengan tidak mengurangi hormat kepada ahli-ahli pendidikan yang turut merancang dan merevisi kurikulum 2013 saya berpendapat agar survai perlu dilakukan oleh para ahli dan bukan menerima laporan bagus saja dari mereka yang ditunjuk dan melaporkannya secara online. Atau karena memang dikejar waktu sehingga proyek cepat selesai.
Akhirnya apa yang telah diputuskan oleh Mentri Kementrian Pendidikan berupa pedoman Literasi di sekolah kurang singkron dengan keadaan di lapangan. Indonesia memang senang serba cepat, ibarat belum masak dipohon , terpaksa dikarbit maka hasilnya yang harusnya buah mangga itu manis jadi 'kecut /asam.
Bagi praktisi pendidikan yakni guru dan tenaga kependidikan yang telah terbiasa di bidang ini akan menjadi sasaran penerang bagi suksesnya pegembangan literasi di sekolah.
Tetapi kemendikbud juga melupakan literasi yang meliputi berbagai kegiatan ke-aksaraan. Misalnya hal menulis hurup bagi peserta didik baru kelas I sekolah dasar. Dalam buku siswa kelas 1 kurikulum 2013 hasil refisi 2015 tidak memberikan petunjuk atau pelajaran tentang menulis huru (permulaan) itu. Karena itu jangan heran bila anak anak muda sekarang menulis surat asal bisa dibaca sendiri alias tidak bisa dibaca 0rang lain alias hurup-hurup dalam kata kalimat itu bukan sesuai ejaan atau tidak sesuai dengn jenis Huruf tegak bersambung yang telah ditetapkan Direktorat jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 094/C/Kep/I.83 tanggal 7 Juni 1983
Kurikulum 2013 memang kurikulum yang terbaik karena dapat menjangkau pikir luas siswa dan guru. Tetapi dalam prakteknya karena budaya literasi guru masih sangat rendah dalam hitungan rata-rata guru se-Indonesia bahkan masih jauh tertinggal dengan negara kecil di asia tenggara maka pola tematik (saling mengait/dan terkait) dalam beberapa disiplin ilmu akan sulit dikembangkan guru.
Pola pembelajaran guru dengan methoda-methoda yang menjadi kebiasaan guru bahkan menjadi 'budaya mengajar selama ini patut dicermati . Tidak serta-merta saja seenaknya harus berganti pola pembelajaran tematik. Sedangkan kebiasaan dan budaya itu memang sulit dirubah secara serentak.
Selama ini memang pola pembelajaran clasik konvensional dimana-mana adalah terpopulair methoda ceramah, disususl methoda tanya-jawandan diskusi dan untuk pembelajaran memabaca adalah methoda ,mengeja. Dalam kurikulum 2013 tidak melarang penggunaan methoda-methoda itu. Khusus untuk methoda meng-eja seharusnya tetap dipertahankan . Sebab methoda ini dikenal ampuh dan berhasil membikin cepat peserta didik yang baru kenal sekolah dapat membaca.
Dengan tidak mengurangi hormat kepada ahli-ahli pendidikan yang turut merancang dan merevisi kurikulum 2013 saya berpendapat agar survai perlu dilakukan oleh para ahli dan bukan menerima laporan bagus saja dari mereka yang ditunjuk dan melaporkannya secara online. Atau karena memang dikejar waktu sehingga proyek cepat selesai.
Akhirnya apa yang telah diputuskan oleh Mentri Kementrian Pendidikan berupa pedoman Literasi di sekolah kurang singkron dengan keadaan di lapangan. Indonesia memang senang serba cepat, ibarat belum masak dipohon , terpaksa dikarbit maka hasilnya yang harusnya buah mangga itu manis jadi 'kecut /asam.