Jumat, 29 Juli 2016

Navys Ahmad MONOLOG PARA PEMBANGUN RUMAH TANAH



Navys Ahmad

MONOLOG PARA PEMBANGUN RUMAH TANAH

saudara-saudara bangsa manusia
berjuta tahun lalu kami membangun rumah tanah
di alas warisan nenek moyang ratu induk
rumah yang menumbuh dari ludah-ludah
yang merekat kuat bertingkat-tingkat
berkamar-kamar yang di dalamnya
kami bertelur, beranak-pinak
cucu-mencucu, cicit-mencicit.

berjuta tahun lalu kami bahu-membahu
kaki-mengkaki, tangan-menangan
dalam racauan kemelut suara alam
dalam tiupan hujan tarian topan
rumah kami tak hancur
rumah kami hanya merapuh.

di alas ini kami taat beribadah
melaksanakan perintah tuhan
menggigit, memotong, menggotong
mengumpulkan remah-remah pohon
tak ada yang menyembunyikan
tak ada yang mengambil hak bersama
tak ada yang menyakiti saudara.

saudara-saudara bangsa manusia
kami yang bicara sekarang
adalah generasi cicit jutaan tahun
dari cicit cicitnya cicit moyang kami
para pembangun rumah tanah
di alas warisan moyang ratu induk.

di alas baru ini kami tetap taat beribadah
melaksanakan perintah tuhan
kami tetap bahu-membahu
menyatukan tangan dan kaki kami yang kecil
di antara tarian sendok semen
di antara deruan buldozer
di antara derap selinder.

kami sekarang membangun rumah tanah
di atas lantai semen, konblok, tembok
marmer, keramik, granit, plastik
dan kami terus bekerja
menggigit, memotong, menggotong
mengumpulkan remah-remah semen.

kulit jari-jari tangan kami melepuh
gigi-gigi kami gemetar gemeretak
beberapa tanggal gusinya berdarah.

saudara-saudara bangsa manusia
kami para pembangun rumah tanah
telah kehilangan tanah
tapi tak pernah kehilangan
nyala merah dalam darah.

Tangerang, 23-7-2016