Jumat, 29 Juli 2016

Ni Made Rai Sri Artini Sekawanan Luka Bersarang di Liang Matamu Beku





" Jika aku bisa memilih, suatu saat aku ingin lahir menjadi manusia
bukan menjadi pengadilan bagi hutan-hutan dan isinya namun mencangkokkan cinta di setiap dahan pepohonan."
Rimbun airmata tambun di matamu beku
Hamburan sepi dan ngilu mengular di pembuluh tangis
Mengurai tubuh hutan sawit menjelma asing yang renik
berkas cahaya di belukar hatimu tak untuk sesiapa
Tak jua untuk hidup yang tak pernah kau tahu ujungnya
Kau merebah letih di permadani sawit
mendesing memburu mimpi-mimpi
yang kelam akan pentas darah
Kau tak mampu lagi menjerit atau mendengar sesuara
hanya letupan peluru menulis garis hidupmu
Kau rumahkan harapan pada angin bisu
mengangankan ketenangan laksana senyap embun, kebebasan laksana udara
tak mampu lagi menghitung hari di tempat rehabilitasi
tuk mengusir onggokan tekanan yang melesak ke bilik ingatan
Rumpun puisi  dadamu berhamburan lesat menemui langit
sesedih uap kopi           tanpa kata
lesap ke baitbait angin
menjelma awan-awan pancaroba penuh kerak kesumat
Sekawanan luka bersarang di liang matamu beku
Di bilik  keramat,  sunyi
Tak terjamah apa pun,
Meski hanya kucur kekata atau  bahkan helaan nafas sekalipun
 ( Tegaljaya, Februari 2016)