Minggu, 05 Mei 2019

Puisi Anom Triwiyanto dalam ACP

22.Anom Triwiyanto

                                                                Rebel Anwar

 (Untuk keabadian Chairil Anwar)
Sampai kapan kau akan menghantui kami?
Dalam buku-buku sekolah bersemayam abadi
Sampai bila seribu tahun lagi?
Bercokol kekal dalam riwayat literasi
Kuat berakar dalam moda legenda

Sampai kapan kau beri sela pada tunas muda sama bara?
Sudah penghujung jaman keempat dan kau masih saja keramat
Sampai berapa terra pemula harus gumamkan mantra?
Atau tampuk itu akan jatuh pada mesin-mesin yang belajar bernurani

Ingin kulupa binatang jalang, Diponegoro dan Dien Tamaela yang dijaga datu-datu
Tetap saja kami kerdil dalam kungkungan narasi akademi yang dijaga sekian generasi sarjana

Apa yang kau pikirkan?
beep
Apa lagi yang kau pikirkan?
beep
Update lagi yang kau pikirkan
beep

Dan sepertinya kami tak kuasa
Membesarkan diri dalam totem masa
Kami ingin keluar saja dari lembaran dua matra
Hidup sebagai puisi sejadi-jadi
Mewujud kata tanpa guratan pena
Membakar oplah dalam kopi, hujan, dan senja
Melupa bila
Bersemena-mena dengan kesementaraan dawai nyala
Pensiun dini
Punah tanpa lunas mimpi
Kami
                                            Gombong, Maret 2019
 

Anom Triwiyanto

                                                            Huizche Tak Terperi 
 
Terkesiap gagap menanggap
Menyimak Mata Luka Sengkon Karta dengan jantung berderap
 
"aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
dari padi yang ditanam sendiri"
 
Adukan luka, amarah, dan erang tak berdaya
Begitu bernyawa mencelat fasih dari sang penggubah,
yang tak terlintas sedikit pun di jelajah baca sebelumnya
 
Perih merayap meraba pose nyaman penyaksian
Merinding dingin dihantui hidupnya pembacaan
Rapal kedalaman menahan jemari
untuk memutuskan henti tayang
padahal hanya sejarak sekali sentuh
 
Maka aku terbiar
Terhanyut
Pasrah mati dalam penghayatan
Ikut terpukul
Terantuk sakit
Tersungkur panik
Turut mengaduh ditendang sepatu lars lemah kemanusiaan
Memojok ngeri coba menghindar dari hunusan lembing tanpa hati
Meradang mengharap kosong ditengah nanar "anjing!" dan "babi!"
Jangan sadarkan aku terlalu segera, wahai Sang Maha!
Ini lupa yang selow saja, begitu memalukan dipelihara!
Menulis moral, memimpi peradaban, serasa kudapan sampah saja!
 
"tuhan tak datang di kehidupannya
malaikat pencatat kebaikan
kemana kau ngeloyornya?"
 
Mimik seribu wajah
Tajam mata cakar pandang
Menghardik tajam pada para pemanja jaman
Tak cukup merangkum salut,
aku lelaki
tertunduk mengkurcaci
menangis banci
 
Untuk tak menyurutkan hormat
pada daftar besar legenda pemantra lintas generasi
:Ini tuan pujangga padat gelora,
siapa gerangan?

 (untuk aksi "Mata Luka Sengkon Karta" dan Peri Sandi Huizche)
Gombong, Maret 2019

Anom Triwiyanto, lahir di Gombong, 8 November 1974. Sempat mengenyam pendidikan di FSRD ITB Bandung (dropped-out). Bekerja sebagai Freelancer di bidang desain graphic, clothing, videography. Mengerjakan apa saja kecuali lukis kanvas. Tempat tinggal sekarang : Buayan, Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Menulis dan membaca dianggapnya sebagai penyegar disela rutinitas utamanya yang cenderung lebih banyak berkaitan dengan ranah visual dan multimedia. Kini tengah bergiat di Lingkar Sastra Gombong (LISONG).