Jumat, 09 Agustus 2019

Moh Zaeni Boli Kota yang dingin

Berikut sebuah puisi Internasional karya Zaeni Boli penyair dan seniman kelahiran flores berbakat akting dan baca puisi. Penyair yang dibesarkan di Bekasi di bengkel sastra Kalimalang asuhan Ane Matahari ini semakin terkenal di Flores sebagai pegiat sastra. Berikut puisinya :

Moh Zaeni Boli

Kota yang dingin

Belum jam 6 pagi

Daun kering jatuh di jalan

Angin membawa bahasa tubuhnya sendiri

Bagi kota tua kematian adalah hal biasa

Nyala lilin di depan rumah

Adalah untuk memberi terang bagimu yang tiada

Kesakralan keimanan memilikmukah yang mencintai dunia

Siapa yang merobek hati leluhur demi rupiah

Kita sudah merdeka bahkan sebelum kau menjual tanahmu

Keinginan demi keinginan adalah penjara

Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa

Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai

Rawat dengan hati dan kerja keras

Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya

Gaya menulis puisi adalah pencarian jati diri, Zaeni BoliBoli kali ini semakin mantap sebagai penyair . Barisnya sudah bernas dan tampak setiap kata memiliki beragam arti. Ia berputar namun menuju satu tema dalam antologio ini yakni perjalanan merdeka.

Zaeni Boli bermain perumpamaan yang manis untuk dibaca, tetapi ada memberi personafikasi sebagai majas yang apik memberi hidup dalam puisi ini.

//....

/Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa

Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai

Rawat dengan hati dan kerja keras

Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya/...//



Zaeni Boli memang pandai menempatkan diksi menjadi baris apik, selamat untuku Zaeni Boli. (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Sugeng Joko Utomo NEGERI IRONI

Berikut kita ulas puisi Sugeng Joko Utomo dalam Negeri Ironi. Sunggeng adalah penyair kelahiran Tasikmalaya seorang pendidik yang menggeluti sastra khusus puisi. Ia teleh menulis antologi tunggalnya " Lelaki dan Langgam" dan diterbitkan. Kali ini Sugeng menulis di antologi Internasional berikut puisinya :

Sugeng Joko Utomo

NEGERI IRONI

Zaman merdeka di negeri kita

Orang-orang saling berlomba

Untuk menjadi wakil rakyat

Atau juga pejabat

Berebut kursi singgasana

Adu strategi curang semena-mena

Menjegal teman sejawat

Bahkan menginjak lidah kerabat

Tak berhitung harkat martabat

Moral terlepas jauh dari hakikat

Yang terpilih menjadi wakil rakyat

Berlomba-lomba mengumbar syahwat

Perilaku menyimpang sesuka-suka

Anomali jiwa menjadi terbiasa

Haus akan kuasa

Lapar akan harta

Fenomena miskin dianggap basi

Atau tiada lagi ambil perduli

Malah terkadang menjadi obyek

Sarana pengeruk anggaran proyek

Nyata di pundi-pundi mereka

Menggunung kekayaan semata

Rakyat miskin selalu dipaksa

Untuk meneriakkan kata: merdeka

Sambil menahan lapar haus

Membentuk barisan parade kaum kurus

Sesekali mengusap dada

Walau telah kering air mata

Sementara oknum-oknum semakin kaya

Tanpa harus berteriak: merdeka

Cukup duduk di belakang meja

Amboi... tandatangannya tinggi harga

Tasikmalaya, 1 Agustus 2019




Sorotan Sugeng Joko Utomo tentang perkembangan perilaku manusia Indonesia dewasa ini dalam mengisi kemerdekaan sudah menyimpang dari rel cita-cita dan budi luhur bangsa. Banyak perilaku menyimpang itu selain yang disinggung Sugeng Joko Utomo, tetapi Sunggeng menyorotinya dengan s=puisi yang cukup mengesankan pembaca dan mudah ditarik pesan yang terkandung dalam puisi itu.

Sunggeng mula mengetengahkan tentang swakil rakyat, dan para pejabat yang berebut kursi jabatan. Segala upaya dilakukan untuk meraih jabatan itu. Sehinga mengabaikan norma-norma baik agama maupun adat istiadat bangsa ini.

Bagi meReka yang haus jabatan itu adalah segalanya sehingga mereka berlomba. Demikian di gambarkan dalam bait selanjutnya. Pilihan diksi yang sederhana membuat mudah dipahami tetapi Sunggeng menempatkan apik kemasannya sehingga tampak runtut.

Klimaknya tampak dalam bait berikut :

//.../ Rakyat miskin selalu dipaksa

Untuk meneriakkan kata: merdeka

Sambil menahan lapar haus

Membentuk barisan parade kaum kurus

Sesekali mengusap dada

Walau telah kering air mata / ...//

Demikian Sugeng Joko Utomo mengurai potret zaman ini, meski hanya sebuah fenomena namun cukup mewakili potret keadaan masa ini yang sering kita dengar. Puisi ini layak untuk diangkat dipermukaan dan pantas menjadi puisi Internasional . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca).

Rabu, 07 Agustus 2019

Wahyu Toveng BERJARAK SEKIAN PARAGRAF

Berikut kita ulas kembali puisi-puisi internasional , kali ini kita simak puisi dari :

Wahyu Toveng

BERJARAK SEKIAN PARAGRAF

Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.

Terkelupas paksa dari kulit ari.

Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.

Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik. Mereka pun begitu.

Keringat di tubuh malah memadamkan sumbu.

Tak ada lagi ledakan.

Sejarah hanya berjarak sekian paragraf.

Namun tangan dan kakinya sudah berganti saham kepemilikan.

Wajahnya lunglai dihitamkan waktu.

Wajah Ibu bapaknya tersaput duka untuk mensiluetkan kota baru.

Kota yang kokoh menanamkan kata kehilangan di jalan beraspal.

Kata-kata itu menutupi gembur tanah yang dulu sekali memberi kehidupan untuk anak-anak kita.

Entah kemana pula mereka kini.

Lalu punggungmu melipat bayangan.

Jalan setapak menuju hutan telah menghilang.

Napas kian sesak sebagai mesin pabrik atau angka-angka di mesin ATM.

Waktu semakin raksasa untuk menjajah jiwa.

Perjalanan ini penuh pecahan kaca yang menghujam kata merdeka.

Entah slogan-slogan itu.

Entah pula tema-tema perayaan itu.

Gang Mawar 01 Agustus 2019




Wahyu Toveng penyair Jakarta yang namanya kian menanjak ini tak diragukan lagi dalam olah puisi. Dalam puisi Internasional ini ia berbicara dalam BERJARAK SEKIAN PARAGRAF sebuah puisi yang padat pesan tentang perjalanan merdeka.

Sebagaimana puisi telah terbiasa memberi kriti, Namun Wahyu Toveng menyembunyikan kritik itu dengan apiknya. Seakan sebuah catatan sejarah Tanah Air dalam puisi menurut hematnya sebagai penyair.

Bermula ia bicara tentang perjalanan negeri ini yang diibaratkan dengan sebuah perjalanan. Tentunya perjalanan ituntidaklah sempurna. Baik 'penumpangnya, kendaraannya maupun sarana jalannya. Ia mencatat penuh dalam rangkuman bait yang bernas:

//Lelahnya perjalanan ini. Berdebu dan penuh karat. Harapan tertinggal entah di kilometer keberapa.

Terkelupas paksa dari kulit ari.

Menjadi Bangkai sebelum sempurna kata merdeka.

Aku tak lagi mampu memekik, malah lumpuh tercekik./..//...// sebuah penggalan dengan diksi yang apik.

Sajiannya runtut dalam setiap baitnya hingga tampak pesan hingga ia menekan pada bait terakhirnya. Sebuah puisi9 yang kaya dan patut diacungi jempol . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar membaca)

Pensil Kajoe Kajoe NYANYIAN BUMI MERDEKA

'Pertarungan puisi-puisi Internasional begitu dasyat oleh penyair-penyair nasional, tanda keseriusan penyair dalam mencipta. Kita simak kembali puisi dari penyair ganteng asal Banyumas yang cukup terkenal Pensil Kajoe, berikut puisinya:

Pensil Kajoe Kajoe

NYANYIAN BUMI MERDEKA

Gas habis

Minyak goreng habis

Air Pam mati

Rekening listrik membengkak

AC rusak

Cucian basah

Istri hamil tua

Hp butuh pulsa

Nomor togel tak tembus

Debt collector ngamuk

Lamaran kerja ditolak

Upacara bendera

Karnaval

Panjat pinang

Makan krupuk

Balap karung

Merdeka

Merdeka

Nyanyian negeri

Merdeka

Merdeka

E-KTP belum jadi

Merdeka

Merdeka

SIM STNk mati

Merdeka

Merdeka

kontrakan nunggak

Merdeka

Merdeka

Negeri merdeka

Pengantin baru

Bulan madu

Gagal ereksi

Merdeka

Merdeka

seekor nyamuk Demam berdarah

Menggigit

Demam

Merdeka

Merdeka

Negeri khatulistiwa

Merdeka

Merdeka

Nyanyian bocah-bocah

Merdeka

Merdeka

Indonésia

Merdeka

Merdeka

Merdeka

?

12082017



Puisi adalah kebebasan bagi penyairnya, ia semata bukan luapan hati yang dirangkai dengan huruf dan kata. Pensil Kajoe hendak membidik zaman , dengan kata yang berulang agar memberi ketegasan mendalam. Bait awalnya begitu menarik sedang bait selanjutnya memberi tekanan akan arti merdeka sesungguhnya. Perhatikan baris baris pendek pertamanya menarik untuk diapresiasi.

//Gas habis

Minyak goreng habis

Air Pam mati

Rekening listrik membengkak

AC rusak

Cucian basah

Istri hamil tua

Hp butuh pulsa

Nomor togel tak tembus

Debt collector ngamuk

Lamaran kerja ditolak

Upacara bendera

Karnaval

Panjat pinang

Makan krupuk

Balap karung/....//

(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

HERISANTO BOAZ KIDUNG SAJAK MERDEKA

HERISANTO BOAZ

KIDUNG SAJAK MERDEKA

aku bersyukur dilahirkan sukma kata

dikandung perawan manis renungan

diterbangkan angin sejuk bertenaga

berlabuh di dermaga pesisir keturunan

tempat kutumbuh di karang kesatrian

aku berkidung dibesarkan keragaman

taman tropis berbianglala juta bunga

dalam personifikasi nyiur berdendang

tidur di ayunan sepoi metafora malam

ku berkembang dalam harmoni alam

aku menari diiringi tembang dan gamelan

teduh meresap gerak ke hati terdalam

dalam musim hiperbola, ku dansa riang

berselancar di antara turis dan impian

pada pendatang, kusenyum kebanggaan

aku deklamasi dalam doa berapi iman

seperti bundaku sujud di pondok pujian

ku berjaga sebagai mercusuar budaya

menyinari tanah air dalam terang-Nya

pada pewaris, kurasukan amanat Lima

Sanggar Holistik, Juli 2019




Herisanto Boaz sangat tempat memberi puisi ini dengan judul kata " Kidung" perhatikan baitnya yang rapih dalam lima baris . Pertanda Herisanto Boaz penyair disiplin dalam menulis. Kesabarannya dan ketelitiannya tampak dalam menyusun diksi yang tepat pada setiap bait.

Mula Herisanto Boaz dalam bait pertamanya membuka akan kedudukannya sebagai putra kemudian secara runtut berkidung negeri ini.

//.../ku berkidung dibesarkan keragaman

taman tropis berbianglala juta bunga

dalam personifikasi nyiur berdendang

tidur di ayunan sepoi metafora malam

ku berkembang dalam harmoni alam/...//

Keindahan baginya adalah estetika nilai-nilai sensoris tentang negeri ini, meskipun bukanlah merupakan esensi yang ada di negeri ini. Ia menaruh kebanggaan sebagai putra dan mensukuri hidup di negeri ini. Pendek kata Herisanto Boaz menata puisinya dengan apik dan dangat indah . (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Rut Retno Astuti STETOSKOP KEBEBASAN

Puisi itu obat, dari bakteri yang dianggap istimewa untuk melawan bakteri pembunuh. Sejauh ampuh obat itu bekerja sejauh orang mengapresiasi puisi.

Ternyata Rut Retno Astuti pandai membuat obat itu. Kita simak puisinya :

Rut Retno Astuti

STETOSKOP KEBEBASAN

Dalam perjalanan pantai biru

Kuinginkan tiap detik hadirmu

Berdetak seperti jantung hidup

Berdenyut pasti tak pernah redup

Kuingin kau menjelma lima warna

Melingkup seperti pelangi nuansa

Seindah senja di pesisir Nusantara

Kuhasratkan hangat apimu selalu

Mendekapku di tepi lautan menderu

Di mana lenguh angin bersahutan

Merdu dalam harmoni riak ketukan

Kumaui hati kita bagai air dan lautan

Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan

Kata, nada dan irama di lautan cinta

Sumedang, Juli 2019



Rut Retno Astuti tergolong penyair berpengalaman, dan memiliki talenta tersendiri dalam merangkai kata. Diksinya pilihan tanda kesabaran yang ada pada penyairnya. Bait-baitnya indah bernas. Ia mencintai Tanah Air ini.

Bait-bait dan bafrisnya menyatu kedalam kesatuan. Ia mengajak pembaca untuk menghayati arti kecintaan pada Tanah Air ini.

Pokoknya semua dilematika bahkan pancaroba adalah kesatuan irama , demikian menurut Rut Retno Astuti.

//.../Kumaui hati kita bagai air dan lautan

Terdeteksi stetoskop dalam kesatuan

Kata, nada dan irama di lautan cinta//

bait 3 barit penutup yang sangat menawan. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Indri Yuswandari KEMANA ANGIN

Melihat karya-karya puisi penyair masa kini ternyata tak kalah dengan kehebatan puisi tempo doeloe. Keunggulan puisi masa kini adalah keunggulan ide pesan. Pesan yang diangkat memberi ruang baru pembaca sehingga memperkaya apresiasi. Dalam tatarannya banyak dijumpai keunggulan itu, bahkan berhasil menyentuh namun tak terasa, betapa puisi sangat luas untuk diapresiasi.

Kali ini kita simak kembali, puisi-puisi Internasional untuk memberi apresiasi bahwa diantara semak belukar terdapat tanaman buah yang manis, itulah hutan penyair.

Berikut puisi:

Indri Yuswandari

KEMANA ANGIN

Pada tanah merah dan airmata yang tumpah

kita bertatap memantulkan wajah

seperti bintang dan merjan bertebaran

seperti ayunan pendulum bingkai waktu masa lalu

Entah di hulu sebelah mana kita berada

aroma air laut sangat kental membius ribuan kunang kunang kehilangan cahaya

angin mengendus helaian anak anak rambut berkilau

Entah kemana angin menemu bayangmu

sore kemarau yang membawaku ke pantaimu

kadang nakal memainkan ujung gaun menampakkan noktah kaki perjalanan antar pulau

Kebesaranmu luput dari nama jalan

Kejayaanmu tak tercatat lembar daun lontar

Langit menyaksikan nyala dupa pada doa

Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega

Kendal, 01.08.2019




Indri Yuswandari penyair cantik asal Semarang ini memberi untaian puisi cukup manis dengan pembukaan tiga bait yang hampir memiliki pesan sama , tetapi dengan pilihan diksi yang bagus ia tata dengan apiknya.

Sebetulnya Indri Yuswandari hendak memberi puja, sanjung akan Tanah Air ini. Bahasa puisi kembali berbicara dengan ragam keunikannya. Ia tidak serta merta memberi sanjung, tetapi ia bawa pembaca untuk membayangkan terlebih dahulu pada bait-bait sebelumnya.

//.../Langit menyaksikan nyala dupa pada doa

Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega//.Penutup yang indah dan merupakan kesimpulan pesan dalam puisi ini patut diacungi jempol. Indri Yuswandari memang penyair cantik yang di segani dikalangan perempuan penyair seusianya.

Dwi Wahyu Candra Dewi HARGA SEBUAH PERJUANGAN

Mari kita simak puisi penyair cantik Dwi Wahyu Candra Dewi, dalam puisi Internasional ini.

Dwi Wahyu Candra Dewi

HARGA SEBUAH PERJUANGAN

Tak lagi ada keluh yang berpeluh

Tak lagi ada malam mencekam

Kala itu terik tak gentarkan tekad,

gelap pun seakan terang tuk gapai kemenangan.

Diujung tombak bambu runcing, terpatri semangat pembelaan harga diri

Luka menganga tak dirasa

Darah mengalir sudah biasa

Sepantasnyalah perjuangan mencapai merdeka.

Tak terhitung nyawa

Tak terkira duka

Mereka bisa merdeka.

Merdeka bukan pemberian

Pun bukan belas kasihan.

Jika kau masih menangis meminta kemerdekaan, kau tak lebih dari pengemis!

Jika kau congkak akan kemerdekaan, kau tak lebih dari perompak!

Tenaga, pikiran, jiwa dan raga dikerahkan tuk gapai kemerdekaan.

Niat baik tuk kebahagiaan anak cucu, diwujudkan.

Inilah harga sebuah perjuangan

Merdeka...merdeka...merdeka




Dwi Wahyu Candra Dewi bermaksud tidak kontradiksi tentang kemerdekaan, Ia meyakinkan bahwa tak usah orang berkeluh kesah tentang merdeka yang sebenarnya sudah merdeka. Sebetulnya penderitaan di masa ini tak seberapa dibanding bagaimana para pejuang merebut kemerdekaan.

Baris puisi Dwi Wahyu Candra Dewi semakin jelas tersurat dan gamblang, mungkin untuk memberi tekanan pesan. Ada yang istimewa dibaris awalnya:

//Tak lagi ada keluh yang berpeluh

Tak lagi ada malam mencekam

Kala itu terik tak gentarkan tekad,/...//

pembukaan yang menarik pembaca.

Sebagaimana puisi-puisi modern saat ini, kebebasan bentuk sangat wajar. Terbuka dan mudah cepat dapat diapresiasi. Pesannya jelas mengena pembaca.

Pandangan dalam kodratnya menandakan ia sangat halus, perempuan yang menyukai seni.

(Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar mMembaca.

Selasa, 06 Agustus 2019

MUCHLIS DARMA PUTRA , MERDEKA ADALAH AKU

Satu persatu kita simak puisi-puisi Internasional , kali ini penyair muda yang me-Nasional asal Banyuwangi Muchlis Darma Putra bersyair tentang perjalanan merdeka. Berikut puisinya :

MUCHLIS DARMA PUTRA

MERDEKA ADALAH AKU

merdeka adalah aku

diantara sunyi yang bergelimang

angin yang tak bersiteru

menjamah bukit; masa lalu

merdeka adalah aku

diantara lenguh tongkang nelayan

merdu siul camar timbul tenggelam

doa ke doa terus dialirkan

merdeka adalah aku

mencangkul ladang dalam iman

di bawah terik matahari.

letup kapuk diberai angin;

singgah di rambutku diam-diam

merdeka adalah aku

duduk simpuh seluruh

bukit; laut dan ladang

satu nafas untuk Tuhan



Demikian pujangga bersyair, beda danau beda pula ikannya. Bagi Muchlis Darma Putra, merdeka adalah diri itu sendiri. Tergantung orang merasakannya. Ia sendiri berjiwa merdeka, sesuka hati melakoni hidupnya. Barisnya yang pendek membuat menjadi multi tafsir. Ia bicara kerinduan, kebebasan diantara khalayak, kebebasan aktifitas diri, dan kebebasan untuk menyembah Tuhannya.

Diksinya apik, namun mudah dilavalkan.

...//merdeka adalah aku

mencangkul ladang dalam iman

di bawah terik matahari.

letup kapuk diberai angin;

singgah di rambutku diam-diam//.....//

Sebetulnya kemerdekaan itu bagaimana ketenangan hidup, ketenangan untuk bersembah kepada Allah SWT. Dalam situasi apa saja.

Kemerdekaan adalah kenenangan , keamanan, keselaradan dan kerukunan dan kearifan yang lain. Ia menutup dengan apik sekan puisi rohani.

//...//merdeka adalah aku

duduk simpuh seluruh

bukit; laut dan ladang

satu nafas untuk Tuhan//

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Gilang Teguh Pambudi DI BALIK MATA ANGIN HARIAN,

Berikutnya puisi Internasional dari penyair Gilang Teguh Pambudi berjudul Di Balik Mata Angin Harian. Penyair dan juga pengasuh sastra di sebuah stasiun radio di Jakarta ini semakin mengokohkan dirinya dalam deretan penyair-penyair nasional. Mari kita simak :

Gilang Teguh Pambudi

DI BALIK MATA ANGIN HARIAN,

pohon yang tumbuh di atas peraturan daerah

hidupnya seperti apa?

akar, daun, bahkan buahnya seperti apa?

sebab politik disebut-sebut

sering menjadi bencana

seperti saat hilang separuh paru-paru kota

karena peraturan dan politik membenarkannya

sementara semak dan kekumuhan

di atas tanah-tanah sengketa

di tujuh penjuru kota

bisa bertahun-tahun

menjadi hiasan memalukan memilukan

yang juga dibenarkan undang-undang

atau limbah-limbah beracun menguasai sungai

karena keadilan dan politik malu-malu

atau terpaksa mau menunggu waktu

dan kita memang hidup di dalam undang-undang

sambil terus mempertanyakan,

keadilannya punya siapa?

lalu kita berkaca pada undang-undang itu

dan politik kekuasaan yang terus mengikutinya,

seperti apakah wajah kita dalam cetakan?

seperti apa postur dan tinggi badan kita

cara jalan dan ketajaman mata batin kita

dalam haru-biru politik yang minta dimenangkan?

bahkan ibadah-ibadah kita

totalitas penyerahan diri kita

tafsir-tafsir lurus yang terbuka

bisa ditelikung, dianggap melanggar undang-undang

atau perlu dimusuhi lewat pintu-pintu politik

yang sembunyi di balik mata angin harian

agar kelapangan hidup tidak berpihak

Kemayoran, 31 07 2019




Apa yang diusung oleh Gilang Teguh Pambudi adalah perasan tanda tanya akan fenomena yang terjadi di Indonesia. Barisnya menyembunyikan fakta, namun juga gejala. Ia mengungkap bernagai ragam kejanggalan di alam merdeka ini.

Sperti hendak mengungkap sesuatu bahkan tentang lucunya kebijakan dan pemutar balikan hukum dan bahkan agama. Gilang Teguh Pambudi cukup matang mengingat ia terolong penyair berbasic pesantren.

Namun penyair tetap memiliki jiwa seni, ia bungkus semuanya dalam sebuah puisi tanpa menyinggung perasaan siapa pun. Gilang Teguh Pambudi berhasil dalam hal ini.

Berikut bait yang sangat manis : //../seperti apakah wajah kita dalam cetakan?/

seperti apa postur dan tinggi badan kita/...//

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Sumrahadi ( Munadi Oke ) MERDEKA, MESKI DALAM KHAYAL

Kita simak lagi sebuah puisi Internasional karya Munadi Oke, penyair muda yang produktif akhir-akhir ini, lahir dan tingal di Jakarta. Berikut puisinyua :

Sumrahadi ( Munadi Oke )

MERDEKA, MESKI DALAM KHAYAL

Aku merdeka,

Di lingkaran Undang-undang pemenjara lidah

Berinspirasi di balik bayang jeruji

Berpuisi dengan samarnya warna tinta

Aku merdeka,

Meski harus menjadwalkan sakit

Sebab sehat begitu mahal

Dalam sebuah antrian panjang

Aku merdeka,

Meski dalam khayal

Sebab itulah merdeka

Katanya…..

“ SH” JAKARTA 01082019




Puisi pendek karya Munadi Oke, ini melihat merdeka dari sisi pengamatannya. Tampaknya merdeka dalam perjalannya beraneka rasa. Ia penyair yang memiliki rasa itu. Penyair dengan kepekaan rasa yang tinggi akan nampak dalam tulisannya. Puisi pendek ini sebetulmya luas untuk dimaknai. Barisnya berisi, dan sederhana, namun ia memilih dengan tepat. Bait-baitnya beraneka pesan tak runtut. Seperti bait terakhirnya itu ia memutuskan bahwa kemerdekaan itu semu. (Rg Bagus Warsono. kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Asro al Murthawy MERDEKA MENJELMA HANTU

Berikut ini puisi Asro Al Murthawy Dkm, penyair produktif asal Merangin Jambi. Asro telah banyak menulis puisi dan dikenal sebagai penggerak sastra di Merangin Jambi.

befikut puisinya:

Asro al Murthawy

MERDEKA MENJELMA HANTU

mendadak aku njelma hantu:

bebas liar menjengkali jejarak bumi dan langit,

Kurapal lafaz paling purba

menumbuhkan sesayap di punggung menghambur

memburumu dengan kesumat berlebih

melangkah ke awan jantungmu

aku adalah anasir merdeka

yang datang dari dunia entah

berdifusi dengan malam memagut sunyi pohon-pohon

yang angkuh merimbun lubang dadamu

tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini

sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama

mendekam di lelangit otakmu



Puisi pendek Asro Al Murthawy Dkm tampaknya sepintas begitu sulit dimengerti. Boleh jadi ia menceritakan dirinyasebagai sifat atau paham merdeka yang tak terlihat namun menghantui. Ia merasup jiwa-hjiwa kemerdekaan .

//.../yang angkuh merimbun lubang dadamu

tetapi tetap saja melambai jiwa kembara ini

sekedar berkemah atau mungkin berdiam lama

mendekam di lelangit otakmu/...// bahwa semua orang dihinggapi perasaan untuk merdeka. Asro Al Murthawy Dkm memiliki penilaian lain bahwa bukan itu saja yang diharap merdeka tetapi juga jiwa kemerdekaan ini.

Ia tak terlihat , tak bersuara, tak menjawab. Manusia adalah sama ditakdirkan untuk memiliki rasa. Bait selanjutnya perumpamaan itu justru memberi terang puis ini bahwa harapan itu melekat yang ni keinginan merubah nasib .

//...aku bebas merdeka

bisa saja aku menjadi malam

selimut bagi lelahmu menuju lupa

dan barangkali pagi akan merubah lembar nasib

tak sekedar keluh sembab yang panjang

Imaji 1440 H//

Sebuah penutup yang memiliki pesan bahwa kita semua memiliki keingunan untuk merubah keadaan,

Wanto Tirta dalam : CATATAN DARAH

Baiklah kita ulas kembali puis-puisi Internasional. Wanto Tirta tokoh penyair Ajibarang Bamyumas ini menampilkan Catatan Darah. Sebuah 'catatan puisi yang cukup menarik dan perlu dibaca oleh pecinta sastra Indonesia. Berikut karya Wanto Tirta dalam :

CATATAN DARAH

kubuka catatan dari lembarlembar

buku harian

dentuman bom

mengalir darah

di tanah darah

jiwa anakanak piatu

jandajanda papa

suamisuami pedang

bermandi darah

membangun jiwa baja

langit mesiu runtuh menutup masa

atap rumah awan

tangis dan desingan peluru

menyatu keseharian menyayat hati

doa bumi teraniaya

sampaikan ke tanganmu

maha pembebas tanah milik negeri

airmata darah leleh derita

tak lelah bersandar pada kemuliaan Tuhan

kesatuan asa dan tekad

membungkus cinta perjuangan menyatukan merah putih dalam genggam

masihkah garuda memeluk kasih

sembuhkan lukaluka menahun

oleh sayatan pisau keserakahan maupun nafsu angkara yang membabibuta merebut kebebasan peradaban anak bangsa

ada tangis angin dari nisan nenek moyang

yang rapuh tertutup rerumputan

terlupakan oleh sanak keturunannya

ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah

terpatri di pusara

seolah berkata

ini pusar bumi tempat paku cinta

menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan

Simak bait terkhirnya

01082019




Simak bait terkhirnya

//...//ada tangis angin dari nisan nenek moyang

yang rapuh tertutup rerumputan

terlupakan oleh sanak keturunannya

ada sebatang bambu runcing masih jelas terpampang bertulis darah

terpatri di pusara

seolah berkata

ini pusar bumi tempat paku cinta

menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan//....//.

Salah satu bait Wanto Tirta dalam puisi itu dengan pilihan diksi yang cermat ia menulis tentang keadaan Indonesia. Bahwa pencarian itu ditemukan untuk diungkap yakni sebuah kecintaan terhadap Tanah Air itu sebuah cinta yang sudah tertanam sekan bambu yang menancap di puser bumi Indonesia.

Kemerdekaan tak berarti dari tangis dan penyesalan, tetapi karena kebijakan. Perumpamaannya dalam puisi itu ketara di tiap baitnya, memberi jelas tentang kemerdekaan sekarang ini.

Wanto Tirta menyadari sepenuhnya bahwa ada perintah atau mereka iba sendiri bila ketidak-nyamanan, apala bila ada kesewenang-wenangan dari pemerintahan sekaramg ini. Ia menyangka pemerintah atau juri sudi lebih banyak Memanusiakan ,manuisia. Beriku bari-baris terakhi puisinya. Simak bait terkhirnya:

ini pusar bumi tempat paku cinta

menancap bebas dari belenggu ketidak adilan dan kesewenang-wenangan rezim kekuasaan. (Rg Bagus warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca.

Anggoro Suprapto: JALAN MENUJU TUA

Mari kita ulas kembali puisi-puisi Internasional, berikut karya

Anggoro Suprapto:

JALAN MENUJU TUA

tengah malam aku suka bermeditasi

lalu kutanya pada waktu yang menyepi

aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?

kutersenyum, saat kau mengangguk pasti

di langit muram bulan tertutup awan

malam semakin gelisah

dalam gigil yang resah

kau memang benar istriku

menuju tua tak begitu menakutkan

bagiku pun tetap menenteramkan

selama tua adalah gagah dan sehat

selama tua adalah cerdas dan awas

seperti bagawan manuyasa yang waskita

setiap hari berkidung membaca mantera

terus bersyukur tak henti-hentinya

maka tatkala

jalan menjadi tua tiba, kuputuskan

ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku

setiap hari bisa memandang

beningnya netramu

teduhnya wajahmu

gelak tawa anak-anak menggelegak

senda gurau yang menyeruak

ah, sesungguhnyalah

menjadi tua adalah anugerah

dari sang maha pemurah

semarang, september 2018


Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.

Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:

//.......//kau memang benar istriku

menuju tua tak begitu menakutkan

bagiku pun tetap menenteramkan

selama tua adalah gagah dan sehat

selama tua adalah cerdas dan awas

seperti bagawan manuyasa yang waskita

setiap hari berkidung membaca mantera

terus bersyukur tak henti-hentinya//....//

Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Mas Yono Buanergis Muryono : MERDEKA

Mari Kita simak kembali puisi karya Mas Yono Buanergis Muryono, yang berjudul Merdeka. Penyair dengan banyak talenta ini kini menetap di Bali. Penyair ini dikrenal juga sebagai pelukis dan akhli kebathinan. Berkut puisinya:

Mas Yono Buanergis Muryono

MERDEKA

Merdeka

Bebas

Freedom

Leluasa

Freeze

Kadang banyak istilah

Memerdekakan diri

Menapaki ranah bebas

Leluasa

Lapang.

Kususuri lapang jiwa

Tiada bertepi

Bersamamu yang tulus.

Melepas segala beban

atau memanggul tanggungan.

Sulit kita eja.

Tiap kata tiada mampu mewakilinya.

Kususuri relung spirit

Daya Hidup

Dalam dimensi rohani pelengkap tubuh

Utuh.

Ada cahaya dalam gelap

Terdapat titik hitam di terangnya cahaya.

Lalu ingin ragaku dihantar mau spirit

Rohaniku yang murni

Kita jadi baik

Benar

Bijaksana

Hingga tenteram

Nyaman

Damai

Sejahtera

Merdeka

Bebas

Leluasa

Seindah cakrawala

Tiap kejap berganti rupa

Begitulah kehidupan sebenarnya

Tiada terwakili kata-kata

Bahkan saat diam semua sempurna.


Ciri baris yang pendek-pendek adalah ciri Mas Yono Buanergis Muryono menulis puisi. Ini dikarenakan setiap kata yang ia ucapkan slalu mengandung makna dan di terjemahkan dihati dengan penuh rasa. demikian dalam pembukaan puisinya ia mengulang kata meresapi apa arti merdeka :

//Merdeka

Bebas

Freedom

Leluasa

Freeze/ ...//.... //

Seandainya keindahan itu terlaksana atau setidaknya mendekati mungkin bahasa akan lain , Mas Yono Buanergis Muryono memberi makna itu :

..../Rohaniku yang murni

Kita jadi baik

Benar

Bijaksana

Hingga tenteram

Nyaman

Damai

Sejahtera

Merdeka

Bebas

Leluasa

Seindah cakrawala

Tiap kejap berganti rupa

Begitulah kehidupan sebenarnya

Tiada terwakili kata-kata

Bahkan saat diam semua sempurna/...//

Puisi bagaimana mengapresiasi, Anda tentu dapat mengapresiasinya dengan makna lain. Demikian penyair kadang penuh tanya, misteri dan juga keanehan lain, termasik pada diri Mas Yono Buanergis Muryono (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Mmembaca)

Agus Mursalin : Pekik Merdeka Dalam Kamus

Berikutnya kita ulas puisi karya:

Agus Mursalin

Pekik Merdeka Dalam Kamus

Langkah awalku berniat baik

Pagi di timur sore di barat

Menyaksikan wajah aneka rupa

Memberi arti pembeda

Wajah beda suku beda bangsa beda negara beda

Satu kata yang bisa disepakati pada tangis tanda duka

Tawa tanda bahagia

Bergeleng tak mau mengangguk setuju

Tanpa kamus semua manusia paham

Lalu untuk apa

Mempelajari bahasa lain

Jika mengakibatkan perbedaan paham

Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?

Makna kata dari persepsi

Kapan bisa merdeka ?

Kebumen 1 Agustus 2019


Puisi pendek karya Agus Mursalin ini menyoroti kemerdekaan berbahasa. Menarik. Tetapi juga memungkinkan tafsir lain. Ia soroti kenyataan yang ada di masa Indonesia tlah dewasa ini. Mula ia bertanya dan kemudian barisnya mempertegas.

Sebetulnya di hati manusia Indonesia mungkin ada sepaham, tetapi juga banyak beda. Karena lain situasi keadaan, sehingga banyak perbedaan. Agus Mursalin penyair asal Kebumen ini mengajak agar perbedaan itu tak dipermasalahkan agar kita bisa merdeka dalam arti yang sebenarnya.

Berikut cuplikan diakhir puisinya:

//...../Tanpa kamus semua manusia paham

Lalu untuk apa

Mempelajari bahasa lain

Jika mengakibatkan perbedaan paham

Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?

Makna kata dari persepsi

Kapan bisa merdeka ?//

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Senin, 05 Agustus 2019

Wardjito Soeharso : Kebebasan

Yuk kita simak kembali puisi-puisi Internasional. Kali ini kita mengulas puisi karya Wardjito Soeharso, penyair senior nasional asal Semarang yang sangat produktif . Wardjito Soeharso dikenal juga sebagai penulis novel dan banyak artikel di masa mudanya ketika masih di Balai Diklat Jawa Tengah. Mari kita simak puisinya :

Wardjito Soeharso

Kebebasan

Angin berhembus di tengah padang

Sampaikan berita segera datangnya hujan

Pepohonan meliuk dengan rantingnya

Dedaunan pun indah bergoyang

Burung-burung berkicau riang menyapa pagi

Dalam konser siulan nuansa hijau

Sedang mentari senyum menyambut hari

Berbagi hangat bersama bumi

Pantulkan cahaya dari samudera

Kebebasan alam jadi kebebasan untuk semua

Alam kebebasan pastilah kebebasan dari manusia

Begitulah dasar pemikiran pengetahuan

Yang memaknai benar atau salah

Yang membangun nilai baik atau buruk

Kebebasan atas berpikir

Kebebasan untuk kemanusiaan




Puisi pendek karya Wardjito Soeharso ini memberi pesan tentang 'kebebasan , gambaran itu ia kemukakan dalam bait pertamanya. Bahwa kebasan adalah irama alam yang terlihat dan tumbuh. Alam baginya adalah perlambang tentang kebebasan itu , kebebasan yang diberikan di dunia ini. Harmoni kebebasan itu di bumi ini tentunya yang diberikan dari Maha Pencipta.

Potret kebabasan itu bagaimana manusia bumi menentukannya sebagai hubungan antar manusia.

Mereka menjalani kehidupan Penuh dengan tantangan dan penderitaan. Namun jika manusia memelihara keimanannya untuk tetap teguh berada di jalan Allah SWT. maka pada akhirnya, tantangan dan penderitaan itu akan berbuah manis. Para nabi sudah mengajarkan bagaimana umat manusia bisa menjalin hubungan baik dengan Allah (habluminallah) dan juga hubungan baik dengan manusia (habluminannas). Demikian di bait kedua Wardjito Soeharso menulis. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri ini , Heru Mugiarso

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional. Berikut karya Heru Mugiarso, penyair nasional dikenal sebagai penyair dari kalangan akademika dan karyanya banyak dipelajari di fakultas-fakultas pendidikan di Indonesia. Berikut karyanya:

Ziarah Waktu

Kepada Mujahid Negeri ini

Ingin rasanya aku mengajakmu, anakku

Di sini sejenak menikmati ziarah waktu

Karena aku yakin bahwa segala sesuatu kini telah banyak berubah

Dan kita perlu membuka ulang catatan kaki pada halaman sejarah

Di depan makam ini aku tak berniat mengajarimu menjadikan berhala

Kepada mereka yang telah damai bersemayam di dalamnya

Tapi jika tulang belulang yang kini memutih itu mampu bercerita

Maka ia akan berkisah tentang cinta luar biasa kepada tanah airnya

Darah dan airmata mungkin telah bercampur rupa

Nyawa (barangkali) adalah barang tak lagi berharga

Ketika nyanyian tanah air yang sayup dan terluka

Memanggil putera puterinya untuk tulus berbakti kepadanya

Rentang perjalanan mereka, aku dan kamu terlalu jauh, anakku

Maka wajar jika engkau tak utuh dalam memahaminya

Sayangnya mereka bukan selebriti dan kerna itu tak sempat jadi tokoh

Yang membuatmu jatuh hati dan terpesona hingga melegenda

Tak sedikit dari mereka hanya orang-orang biasa

Dan terkadang tak tercatat namanya pada nisan

Tapi di hadapan Sang Khalik mereka adalah syuhada

Sedang di hati insan mulia mereka ialah pahlawan

Ingin sesekali aku mengajakmu sejenak tafakur di depan makam

Untuk setiapkali menolak lupa bahwa negeri ini nyaris tak pernah ada

Jika mereka dulu tak mengangkat senjata dan maju ke palagan

Dan di jiwa mereka hanya ada satu kata : kemerdekaan!

Semarang, 2019




Makna " Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri Ini" mendalam bila hayati. Puisi dengan alur dapat dicerna dengan mudah oleh pembaca budiman. Heru Mugiarso mengajak untuk merenung tentang 'catatan kaki bangsa ini. Sebuah perjalanan merdeka republik ini dalam kaca mata penyair yang enak dinikmati. Hingga akhirnya usia pun semakin bertambah dan rekam jejak pun semakin tersamar dan bahkan ada diantaranya yang asing bagi generasi sekarang. Mereka yang tak tercatat dalam perjuangan merebut kemerdekaan negeri ini.

Heru Mugiarso memang pandai mengemas puisi hingga alurnya semakin jelas maksud. Sehingga bila membacanya dengan apresiasi baik akan tertangkap pesan yang mendalam, Bahasanya yang tenang, dengan pilihan diksi yang tepat menjadikan puisi ini pantas sebagai puisi bertaraf internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Arya Setra ARTI MERDEKA

Arya Setra

ARTI MERDEKA

Desing peluru tajam yang menghujam

Dentuman meriam memekakan telinga,

Berderap tegap meluluh lantakkan dada bumi pertiwi...

Teriak para pejuang menumbuhkan semangat kemerdekaan walau bersimbah darah, terkoyak, tercabik, teraniaya dan terjajah di negri sendiri.

Pengorbanan jutaan nyawa, jutaan harta dan benda demi satu kata " MERDEKA"

Merdeka atau Mati adalah semboyan para pejuang demi mempertahankan harga diri bangsa...

Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.

Merdekaku...

Merdekamu..

dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda.

Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...

kalau tidak...? aku bisa mati gaya....

Arya Setra

1 Agustus 2019




Arya Setra adalah penyair dan juga pelukis kenamaan Indonesia saat ini. Ia baru saja pulang dari Moskow, Rusia, untuk unjuk demonstrasi melukisnya.

Puisi "Arti Merdeka" karya Arya Setra ini sebuah gambaran betapa kemerdekaan itu diraih tidak sekedar membalikan tangan. Ia telah mengorbankan begitu banyak nyawa manusia. Puisinya seakan bertanya bahwa merdeka itu pada masing masing jiwa manusia.

..../ Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.

Merdekaku...

Merdekamu..

dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda./...

Diakhir puisinya ia memberi kejelasan versi merdeka ala seniman. .../Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...

kalau tidak...? aku bisa mati gaya//

Demikian puisi itu sebebas-bebasnya. Gaya seorang penyair satu dengan yang lainnya tentu berbeda dan Arya Setra memiliki gayanya tersendiri . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Agustav Triono: Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?

Agustav Triono

Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?

Tanah tumpah darahku

Tanah tempat berkeluh

Tanah airku

Tanah tempat membasuh

Luka bangsaku

Jangan membasah menerus

Mengeringlah kembali mulus

Jangan menganga

Jangan memerih

Hapus duka pedih

Merdeka telah di genggaman

Ibu Pertiwi telah di pangkuan

Sejak Proklamasi

Daulatlah ini negeri

Namun kembali pada renungan

Sudah merdekakah ?

Sebenar merdeka ?

Ya, sudah !

Merdeka dari belenggu penjajah

Merdeka sebagai negara bebas

Tentukan arah tujuan bangsa

Menuju cita mulia

Mimpi dan asa tergenggam

Semoga

Namun sudah merdekakah?

Sebenar merdeka??

Merdeka dari kemiskinan

Merdeka dari korupsi merajalela

Merdeka dari ketidakadilan

Merdeka dari rusak lingkungan

Merdeka dari wabah narkoba

Masih terus berjuang

Bebaskan diri dari penjajah masa kini

Rusak sendi negeri

Yang tak tampak nyata

Namun menggerogoti

Sebarkan virus dipori-pori

Pelan dan pasti

Tubuh kita terjangkiti

Penyakit yang membinasa itu

Maka

Cabutlah akar-akar penyebabnya

Dengan tegas dan pasti

Agar penyakit-penyakit

Segera musnah

Agar merdeka

Sebenar merdeka !

01/08/2019




Sebetulnya Agustav Triono ingin mengungkap kemerdekaan hakiki setelah negeri kita merdeka. Ia mersakan betapa perjuangan untuk kemerdekaan yang hakiki belum tercapai.

Dalam bait baitnya diungkap bahwa ada penyakit penyebab terhalangnya kemerdenaan sebenar merdeka.

...//...Rusak sendi negeri

Yang tak tampak nyata

Namun menggerogoti

Sebarkan virus dipori-pori...// ....//

apa yang disebutkan dalam baris di bait itu ternyata ada sesuatu yang harus diperangi di masa ini, yakni yang merusak sendi negeri ini.

Pesan dalam puisi ini mengangkat puisi Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka layak sebagai puiai Internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)