Sajian nasional informasi ilmu pengetahuan dan teknologi ,informasi umum, informasi pendidikan dan budaya.
Laman
- REDAKSI
- Berita Hari Ini
- Daftar Propinsi di Indonesia
- Daftar Negara-negara di Dunia
- Sastrawan Indonesia
- Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
- Kumpulan Syair Lagu Keroncong
- Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
- Perguruan Tinggi Kedinasan di bawah Kementerian
- Daftar Penerima Nobel
- Daftar Gunung di Indonsia
- Daftar Juara All England
- Daftar Juara Thomas Cup
- Daftar Presiden Amerika Serikat
- Daftar Lagu Nasional
- Daftar Sastrawan
- Penyair Tadarus Puisi
Selasa, 20 Oktober 2020
Jumat, 16 Oktober 2020
Kamis, 15 Oktober 2020
Senin, 12 Oktober 2020
Jumat, 09 Oktober 2020
Rabu, 07 Oktober 2020
Kamis, 28 Mei 2020
76/Agustav Triono DI PENGHUJUNG RAMADHAN
76/Agustav Triono
DI PENGHUJUNG RAMADHAN
Agustav Triono
Di penghujung Ramadhan
Tak ingin segera lepaskan
Segala reroncean bunga bermekaran
Yang dikirim tuk kita hayati
Setiap warna-warni serta wangi
Namun kadang silap oleh hempasan
Rayu semu keindahan luar semata
Memabukkan hanya lapis luar
Padahal yang paling getar
Makna di dalamnya
Di penghujung Ramadhan
Doa-doa terasa berat
Tersebab masih banyak asa
Permohonan belum tersampaikan
Dahaga tertahan di padang gurun
Merindu oase namun pandang bulan
Segera berganti bergulir Syawal
Dan bulan-bulan berikutnya
Semoga kita tak jadi bulan-bulanan
Nafsu sendiri
Di penghujung Ramadhan
Menjelang lebaran raih kemenangan
Setelah tiga puluh hari arungi medan
Pertempuran melawan goda, rayu, dan nafsu
Doa-doa tergumam sepanjang malam
Akankah bertahan merawat iman
Menyiram kesalehan agar tumbuh kembang
Menjelma pepohonan rindang
Naungi hidup kini dan nanti
Mei 2020
Biodata:
Agustav Triono. Lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980. Alamat Perum. Puri Boja Bojanegara,Padamara, Purbalingga. Bergiat di Komunitas KATASAPA Purbalingga, LESBUMI Purbalingga, Dewan Kesenian Kab.Purbalingga, Majalah Ancas dll. Karya sastranya termuat di beberapa media massa dan di buku antologi antara lain Balada Seorang Lengger, Jejak Sajak, Puisi Menolak Korupsi 2a, Lumbung Puisi, Tifa Nusantara, Teras Puisi, Kembang Glepang, Sesapa Mesra Selinting Cinta,PPN XI, Jazirah 2 dll. Antologi puisi tunggalnya Seperti Mata Malam (2008). Alamat email: agustavtriono@gmail.com
75.Asep Muhlis Penasehat Tak Bersertifikat
75.Asep Muhlis
Penasehat Tak Bersertifikat
Ramadhan kali ini
tak ada suara petasan
anak-anak tak lagi main meriam dari karbit di waktu sore
keriuhan beralih ke dalam gawai
anak-anak mengejakan tugas sekolah
membaca Al qur’an dan hapalan do’a-do’a
lalu mengirimkan laporan harian kepada guru
virus corona telah menjadi penasehat paling berhasil
Jalanan lengang
pohonan dan tiang listrik menunjuk
toko dan warung telah lama murung
dalam bungkaman sunyi dan gigil
Di dalam mesjid
orang-orang masih terlihat ber tadarus, berdzikir, bershalawat
di atas lantai bersih, tanpa karpet tebal, tanpa sajadah lembut
tanpa pengeras suara
virus corona layaknya pembersih ibadah dari sipat riya
Biarlah, Ramadhan kali ini
tak perlu merindukan kerlip lampu hias
di jalan , di mesjid atau di rumah
karena do’a mendo’akan di ruang hati masing-masing
lebih gemerlap dari lampu termewah
Pada Ramadhan yang langka ini
jeritan do’a dari ribuan orang yang kehilangan pekerjaan
tangisan ratusan lelaki yang merasa gagal mencukupi makan anak-istri
keringat petugas kemanusiaan menumpahkan keiklasannya
menggumpal menjadi bongkahan kristal di langit
dan akan turun menjadi kemakmuran penghuni bumi
di waktu yang ditentukan Tuhan
Serang, 23 Mei 2020
Asep Muhlis
JAHIDIN DAN SORE HARI
Jika menjelang waktu asyar tiba
teringat masa kecil
menimba air untuk bak wudhu
ember karet yang meluncur ke gelap sumur
bagai bongkah hati yang tak ragu
menyelami kerumitan dalam keterbatasan.
Tak pernah dihitung berapa kali timbaan
aku begitu bersemangat , sarung dililitkan di atas bak
peci hitam di kepala
dalam rongga mulut terhimpun do’a
semoga air baik yang dipakai orang-orang berwudhu
pahala sholat, pahala bacaan Al Qur’an, atau
ibadah lain dari berudhu, mengalir kepadaku
dan kepada ibu-bapakku
hanya itu yang ada di kepala Jahidin kecil
Selepas shalat asyar
Jahidin menuju stasiun kerta api
melintasi jalan desa, melintasi sawah,
melintasi jembatan, melintasi jalan raya
Di stasiun kecil itu
puluhan anak bermain, hingga menjelang berbuka puasa
jahidin lebih menyukai main serodotan
ketimbang main damdaman atau main karet gelang
karena serodotan di atas tembok yang licin
adalah barang mewah saat itu
Sore hari di stasiun kecil
bersiuran pedagang asongan
dengan nampan kayu di kepala
rebus biji nangka, rebus kacang tanah,
rebus pisang mengkel, dan rebus umbi-umbian
dibungkus daun pisang seukuran kepal
subur hasil bumi penebar rejeki bagi orang desa
benteng ketahanan tubuh bagi anak-anak
Ada juga yang menjajakan mangga, nangka,
manggis, sirsak dan rambutan
keharuman yang terbit dari hasil bumi
mengambarkan cita rasa alami
kemolekan warna dari hasil bumi
adalah pesona yang tak menipu
Sesekali Jahidin melihat jam gantung di ruangan masinis
bandul jam itu berayun ke kanan ke kiri
seperti cita-citanya yang tetap berdetak
di redam dalam dada.
Dengan menggenggam sepincuk nangka kupas
ia pulang, menusuri jalan raya, melintasi jembatan
menembus perkampungan kecil, menapaki pematang
ibunya cemas, bedug magrib usai, anaknya belum tiba
dan Jahidin melaporkan bahwa ia telah berbuka puasa di tengah sawah
dengan sepincuk nangka yang harum dan ramum
diciuminya Jahidin kecil bertubi-tubi
air mata ibunya jatuh
bak mesjid yang selalu penuh menjelang shalat asyar
adalah hasil anaknya yang tekun dan sabar
Serang, 23 Mei 2020
walau selalu begitu, stasiun tempat yang tak pernah membosankan
Ternyata rindu pada masa kanak gemerincing
Bagai musik penggugah
74.BChalim Puspita Bissmillahirrohmanirrohim
74.BChalim Puspita
Bissmillahirrohmanirrohim
Ahlan Wa sahlan terucap sapa Rosululloh
Menghampiri bulan suci yang dinanti
Engkau hadir menghampiri sanubari
Insan nan berlumuran dosa
Berharap dekapan ampunaMu
Alloh Akbar Alloh Akbar
Alloh Akbar Alloh Akbar
Romadhon panggilan amanahMu
Agungkan suara indah takbir tahmid
Bangkitkan jiwa imanku disetiap waktu
Engkau bimbing hati ini penuh rahmah
Ku susuri jalan menuju rumahMu
Bimbing aku tuk hadir menghadapMu
Bersimpuh diri pasrahkan jiwa
Terimalah sujud ku ya Alloh
Nikmati sholat berjaamah walau berjarak
Begitu berat ujianMu hadirkan…Ya Alloh
Namun hambamu yaqin dibalik semua ini
Kasih sayangMu hadirkan kepada insan yang bertaqwa
BChalim Puspita
Tadarus Tarawih
Hari demi hari waktu berlalu menyapaMu
Kutahan diri dari rasa perih hati
Berharap tetesan air penyejuk jiwa ini
Dari kotornya kemunafikan diri
Jelanglah sore petang hari yang sunyi
Terpaan angin malam nan spoi dingin
Menghalau rasa kantuk tuk menemuiMu
Bersujud Tarawih kehadiratMu
Usai sudah ku bersimpuh kepadaMu
Kuraih Kitab suci yang Engkau wahyukan
Kubaca WahyuMu yang indah
Tuntunan, peringatan larangan, dan jaminan hidup
Tadarus seorang diri ditengah resahnya jiwa ini
Lembar demi lembar terbaca sudah
Tak terasa waktu segera meninggalkan kita
Penuh harapan kepada Mu, Ya Alloh…..
Rindu ampunan, keberkahan dan kemenangan
Bissmillahirrohmanirrohim
Ahlan Wa sahlan terucap sapa Rosululloh
Menghampiri bulan suci yang dinanti
Engkau hadir menghampiri sanubari
Insan nan berlumuran dosa
Berharap dekapan ampunaMu
Alloh Akbar Alloh Akbar
Alloh Akbar Alloh Akbar
Romadhon panggilan amanahMu
Agungkan suara indah takbir tahmid
Bangkitkan jiwa imanku disetiap waktu
Engkau bimbing hati ini penuh rahmah
Ku susuri jalan menuju rumahMu
Bimbing aku tuk hadir menghadapMu
Bersimpuh diri pasrahkan jiwa
Terimalah sujud ku ya Alloh
Nikmati sholat berjaamah walau berjarak
Begitu berat ujianMu hadirkan…Ya Alloh
Namun hambamu yaqin dibalik semua ini
Kasih sayangMu hadirkan kepada insan yang bertaqwa
BChalim Puspita
Tadarus Tarawih
Hari demi hari waktu berlalu menyapaMu
Kutahan diri dari rasa perih hati
Berharap tetesan air penyejuk jiwa ini
Dari kotornya kemunafikan diri
Jelanglah sore petang hari yang sunyi
Terpaan angin malam nan spoi dingin
Menghalau rasa kantuk tuk menemuiMu
Bersujud Tarawih kehadiratMu
Usai sudah ku bersimpuh kepadaMu
Kuraih Kitab suci yang Engkau wahyukan
Kubaca WahyuMu yang indah
Tuntunan, peringatan larangan, dan jaminan hidup
Tadarus seorang diri ditengah resahnya jiwa ini
Lembar demi lembar terbaca sudah
Tak terasa waktu segera meninggalkan kita
Penuh harapan kepada Mu, Ya Alloh…..
Rindu ampunan, keberkahan dan kemenangan
73.Azka Shadam Tentang Kota Ini
73.Azka Shadam
Tentang Kota Ini
Tentang kota ini
yang menyimpan kebahagiaan
di etalase bangunannya
ada banyak kenangan indah berserakan
yang tidak bisa diungkap oleh kata perpisahan
Tentang kota ini
yang melahirkan hubungan kejiwaan
di antara lukisan pemandangan alamnya
ada banyak percakapan cinta
yang tidak bisa ditafsirkan oleh lembayung senja
Tentang kota ini
yang sebentar lagi menanggalkan rindunya
dalam degup nadi hidupku
dan di manapun aku pergi
kota ini tidak pernah meninggalkanku sendiri
Pati, 23 Mei 2020
Azka Shadam
Waktu Indonesia Bercerita
Jarum jam menandakan kehadiran
mereka berbondong menapak kesunyian
imaji merebah di paha kasih sayang
menunggu diputarnya cerita lama ibu
tentang keindahan negeri ini
Ia selalu mengawali kata
dengan kelahiran kita
di rumah bernama “Indonesia”
Di tempat ini kita punya tanah surga
benih yang ditanam tumbuh subur
lalu kita makan menjadi segumpal daging
mata air tidak henti mengucurkan segarnya nikmat
lalu kita minum menjadi aliran darah
rumah kita adalah Indonesia
serta alam rayanya menjadi ibunda
yang setiap saat mengasuh kita
bahkan hingga mata terpejam selamanya
raga kita masih tetap dipeluk penuh cinta
Sebagai penutup waktu Indonesia bercerita
ibu selalu menyematkan pesan
“Jagalah rumahmu sampai ia berbalik menjagamu”
Pati, 23 Mei 2020
Azka Shadam atau biasa dipanggil Shadam, merupakan pemuda kelahiran Pati, 23 Juni 2002 yang saat ini masih mengeyam pendidikan di SMA Negeri 1 Batangan. Ia beranggapan bahwa menulis merupakan media mengungkapkan isi hatinya. Beberapa karya puisi dan esainya yang masuk dalam antologi, yaitu puisi berjudul “Tanda Kehadiran” (Antologi PROGO 6) dan esai berjudul “Pergeseran Makna Tradisi Buwuhan” (Antologi Sayembara Esai Remaja BBJT 2019). Pembaca dapat menyapa Shadam melalui poselnya shadamajha@gmail.com, Instagram : shadam_123, Facebook : Azka Shadam, Line : azka.shadam, dan nomor telepon/Whatsapp : 085290401387/081393819950.
72.Indri Yuswandari Kesempatan
72.Indri Yuswandari
Kesempatan
Kesempatan datang, saat aku lupa menyematkan
Kesempatan datang, saat aku tak mendengar apa-apa
Kemudian kesempatan berlalu, meninggalkan goresan tinta emas
Dan di saat itu, kesempatan pergi entah kemana
Kesempatan, dimanakah sekarang engkau berada
Saat puasa baru saja meninggalkan pintu masjid
Setiap tahun engkau datang mengunjungiku
Namun kehadiranmu membuatku bertanya-tanya
Apakah aku dapat melekat bersamamu
Apakah aku bisa lebur ke dalam ramadhanmu
Ataukah kesempatan itu akan berlalu
Seperti waktu-waktu yang telah lalu
24.05.2020
71.Meinar Safari Yani Di Bawah Kubah Kuning Biru
71.Meinar Safari Yani
Di Bawah Kubah Kuning Biru
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
Di Bilik Kecil
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop
Senin, 25 Mei 2020
Sabtu, 23 Mei 2020
Meinar Safari Yani DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
DI BILIK KECIL
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop 2012 ,pendamping lomba seni kriya FLS2N tgk prop 2014 ,pendamping lomba cipta puisi tgk kota dan prop FLS2N 2019 .
DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
DI BILIK KECIL
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop 2012 ,pendamping lomba seni kriya FLS2N tgk prop 2014 ,pendamping lomba cipta puisi tgk kota dan prop FLS2N 2019 .
70-Wyaz Ibn Sinentang Ramadhan Memuncak Syawal
70-Wyaz Ibn Sinentang
Ramadhan Memuncak Syawal
Ramadhan hampir memuncak syawal
rinduku mengalir mencari makna terkandung
lantaran kali ini suasana sungguh tak lazim
mesjidku hening lapang tak bersajadah
berdiri kukuh di antara keramaian mall
Rinduku menyesak dada tiada berakhir
memandang pelataran sunyi
dan tiang empat penjuru termangu
tabuh bedug yang lama tak bergema
tautkan adzan waktu ke waktu shalat
Ramadhan berlalu terkenang nan lalu
wajah-wajah uzur tersenyum ramah
berisik bocah-bocah kecil menggemaskan
tumpah ruah padati megahnya rumah Allah
: ada rindu saling menanti
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wyaz Ibn Sinentang
Jumat Terakhir di Bulan Ramadhan
Penghujung waktu tinggal asa membludak
lapar dahaga masih bisa ditahan
lima waktu jalani sendiri
ada yang hilang batin tertekan
kebersamaan wajib tiba-tiba terabaikan
bukan salah tak juga membenarkan
: habluminallah
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wahyudi Abdurrahman Zaenal IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran, dan online.Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).
Ramadhan Memuncak Syawal
Ramadhan hampir memuncak syawal
rinduku mengalir mencari makna terkandung
lantaran kali ini suasana sungguh tak lazim
mesjidku hening lapang tak bersajadah
berdiri kukuh di antara keramaian mall
Rinduku menyesak dada tiada berakhir
memandang pelataran sunyi
dan tiang empat penjuru termangu
tabuh bedug yang lama tak bergema
tautkan adzan waktu ke waktu shalat
Ramadhan berlalu terkenang nan lalu
wajah-wajah uzur tersenyum ramah
berisik bocah-bocah kecil menggemaskan
tumpah ruah padati megahnya rumah Allah
: ada rindu saling menanti
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wyaz Ibn Sinentang
Jumat Terakhir di Bulan Ramadhan
Penghujung waktu tinggal asa membludak
lapar dahaga masih bisa ditahan
lima waktu jalani sendiri
ada yang hilang batin tertekan
kebersamaan wajib tiba-tiba terabaikan
bukan salah tak juga membenarkan
: habluminallah
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wahyudi Abdurrahman Zaenal IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran, dan online.Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).
69.Barokah Nawawi Pintu Langit Ramadhan
69.Barokah Nawawi
Pintu Langit Ramadhan
Ya Allah, di ujung malam ini aku bersimpuh
Mengetuk pintu langit ampunan Mu
Dengan air mata sesal yang mengalir tanpa henti.
Kusadari betapa tebal kerak-kerak dosa
Yang telah kutoreh sepanjang perjalanan waktu
Adakah penyesalan masih bermakna bagi-Mu
Bagi diri ini yang selalu mengulang dosa dan maksiat
Meneriakkan kebohongan demi kebohongan
Yang tak pernah jelas ujung pangkalnya
Selain hanya sekedar mengipasi selera massa yang riuh.
Dan kini bumiku dilanda bencana
Yang meluluh lantakkan seluruh sendi kehidupan.
Hingga akhirnya Ramadhan tahun ini hanya di rumah saja
Merenungi dan menyesali yang tak mungkin kembali.
Dan malam ini kembali aku bersimpuh
Terus mengetuk pintu langit Ramadhan tanpa henti
Berharap anugerah akan kesempatan baru yang Kau berikan
Untuk memperbaiki kembali bumi ini
Demi anak cucu kami
Ampuni kami, Tuhanku.
Semarang, Mei 2020
Barokah, lahir di Pacitan 18 Agustus 1954.
Menulis puisi sejak remaja di berbagai media massa.
Buku antologi puisi tunggalnya, Bunga bunga semak, diterbitkan Pustaka Haikuku 2017.Buku haiku tunggal, Serampai Haiku Pancaran Hati, diterbitkan Pustaka Haikuku 2019.Ikut antologi puisi bersama dengan Lumbung Puisi, antara lain, Mblekethek, Anak Cucu Pujangga, dan Perjalanan Merdeka.Saat ini berdomisili di Semarang sebagai seorang pensiunan dari PT Telkom.
Pintu Langit Ramadhan
Ya Allah, di ujung malam ini aku bersimpuh
Mengetuk pintu langit ampunan Mu
Dengan air mata sesal yang mengalir tanpa henti.
Kusadari betapa tebal kerak-kerak dosa
Yang telah kutoreh sepanjang perjalanan waktu
Adakah penyesalan masih bermakna bagi-Mu
Bagi diri ini yang selalu mengulang dosa dan maksiat
Meneriakkan kebohongan demi kebohongan
Yang tak pernah jelas ujung pangkalnya
Selain hanya sekedar mengipasi selera massa yang riuh.
Dan kini bumiku dilanda bencana
Yang meluluh lantakkan seluruh sendi kehidupan.
Hingga akhirnya Ramadhan tahun ini hanya di rumah saja
Merenungi dan menyesali yang tak mungkin kembali.
Dan malam ini kembali aku bersimpuh
Terus mengetuk pintu langit Ramadhan tanpa henti
Berharap anugerah akan kesempatan baru yang Kau berikan
Untuk memperbaiki kembali bumi ini
Demi anak cucu kami
Ampuni kami, Tuhanku.
Semarang, Mei 2020
Barokah, lahir di Pacitan 18 Agustus 1954.
Menulis puisi sejak remaja di berbagai media massa.
Buku antologi puisi tunggalnya, Bunga bunga semak, diterbitkan Pustaka Haikuku 2017.Buku haiku tunggal, Serampai Haiku Pancaran Hati, diterbitkan Pustaka Haikuku 2019.Ikut antologi puisi bersama dengan Lumbung Puisi, antara lain, Mblekethek, Anak Cucu Pujangga, dan Perjalanan Merdeka.Saat ini berdomisili di Semarang sebagai seorang pensiunan dari PT Telkom.
Di rumah Saja Pegantar Antologi Tadarus Puisi IV
Di rumah Saja Pegantar Antologi Tadarus Puisi IV:
Istimewanya Tadarus Puisi Ramadhan IV itu penyairnya dirumah, sehingga kesan di rumah saja terdapat dalam beberapa puisi penyair kita. Ternyata puisi [uisi itu seperti tema dalam Antologi Tadarus Puisi ini yakni Rumah Kita yang Indah/
Keindahan rumah iru dipotret dalam syair-syair penyair dalam berbagai sudut pandangnya yang kaya hayal itu.
Ternyata di rumah kita yang indah adalah tempat dimana produk kebaikan berasal.
Kenapa di rumah? jawannya adalah pada masa antologi ini dibuat Indonesia tengah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dikarenakan terjadinya pandemi yaitu epidemi dalam skala besar yang mempengaruhi beberapa kelompok penduduk di lokasi yang berbeda atas berkembangnya virus yang dapat mematikan manusia.
Keadaan demikian itu tidak mengurangi kegairahan penyair dalam menulis puisi bahkan di rumah saja itu tetap produksi.
Wajah Puisi Tadarus Puisi Ramadhan IV juga dipengaruhi oleh situasi dirumah saja masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya aktifitas kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Dampak itu tak luput dari bidikan penyair penyair kita yang walau dirumah saja tetapi mampu meneropong dunia luar. (bersambung)
Istimewanya Tadarus Puisi Ramadhan IV itu penyairnya dirumah, sehingga kesan di rumah saja terdapat dalam beberapa puisi penyair kita. Ternyata puisi [uisi itu seperti tema dalam Antologi Tadarus Puisi ini yakni Rumah Kita yang Indah/
Keindahan rumah iru dipotret dalam syair-syair penyair dalam berbagai sudut pandangnya yang kaya hayal itu.
Ternyata di rumah kita yang indah adalah tempat dimana produk kebaikan berasal.
Kenapa di rumah? jawannya adalah pada masa antologi ini dibuat Indonesia tengah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dikarenakan terjadinya pandemi yaitu epidemi dalam skala besar yang mempengaruhi beberapa kelompok penduduk di lokasi yang berbeda atas berkembangnya virus yang dapat mematikan manusia.
Keadaan demikian itu tidak mengurangi kegairahan penyair dalam menulis puisi bahkan di rumah saja itu tetap produksi.
Wajah Puisi Tadarus Puisi Ramadhan IV juga dipengaruhi oleh situasi dirumah saja masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya aktifitas kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Dampak itu tak luput dari bidikan penyair penyair kita yang walau dirumah saja tetapi mampu meneropong dunia luar. (bersambung)
68.Salimi Ahmad Ramadhan dan Corona
68.Salimi Ahmad
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa
Apa itu penyair : 1 Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Apa itu penyair :
Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang penyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.
Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang penyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.
68.Salimi Ahmad Ramadhan dan Corona
68.Salimi Ahmad
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.
67.Dwi Wahyu Candra Dewi Berbeda
67.Dwi Wahyu Candra Dewi
Berbeda
Suka cita tatkala Ramadan hendak menyapa,
apa daya harapan sirna ketika datang korona.
Seketika dunia menjadi berbeda,
Tak lagi ada jemaah menuju rumah ibadah
Tak lagi ada ‘dok der’ keramaian penggugah semangat sahur
Tak lagi ada tadarus generasi penerus di rumah-Mu.
Kebencian demi kebencian kian marak
Saling salah hingga terisak.
Kami hampir hilang iman
Kami hampir hilang sabar
Kami hampir hilang syukur
Jangan lagi Engkau turunkan ujian tuk menyadarkan
Alhamdulillah
Nama-Mu salalu menggema dalam hati, pikiran, tindakan
Sajadah tetap digelar
Takbir tetap diucapkan
Doa tetap dilangitkan
Dan ayat Qur’an tetap dilafalkan.
Blora, 23 Mei 2020
Dwi Wahyu Candra Dewi
Mengetuk Pintu-Mu
Ya Allah ya Rahman
Ramadan kan berlalu masihkan ada waktu tuk bertemu
Ramadan kan meninggalkan masihkah ada kesempatan.
Kami yang masih kerdil akan iman akankah Kau luluskan
Tak tahu kami akan berkah-Mu
Tak tahu kami akan ujian-Mu
Tak tahu kami karena kami terkadang lalai akan kemudahan
Ya Allah ya Karim
Petunjuk-Mu lah penguat kami
Karunia-Mu lah penenang kami
Berkah-Mu lah harapan kami
Ampunan selalu kami pinta karena dosa tak tahu batasnya.
Di ujung sujudku
Di setiap tengadahku
hanya pada-Mu lah ku bersimpuh.
Blora, 23 Mei 2020
Berbeda
Suka cita tatkala Ramadan hendak menyapa,
apa daya harapan sirna ketika datang korona.
Seketika dunia menjadi berbeda,
Tak lagi ada jemaah menuju rumah ibadah
Tak lagi ada ‘dok der’ keramaian penggugah semangat sahur
Tak lagi ada tadarus generasi penerus di rumah-Mu.
Kebencian demi kebencian kian marak
Saling salah hingga terisak.
Kami hampir hilang iman
Kami hampir hilang sabar
Kami hampir hilang syukur
Jangan lagi Engkau turunkan ujian tuk menyadarkan
Alhamdulillah
Nama-Mu salalu menggema dalam hati, pikiran, tindakan
Sajadah tetap digelar
Takbir tetap diucapkan
Doa tetap dilangitkan
Dan ayat Qur’an tetap dilafalkan.
Blora, 23 Mei 2020
Dwi Wahyu Candra Dewi
Mengetuk Pintu-Mu
Ya Allah ya Rahman
Ramadan kan berlalu masihkan ada waktu tuk bertemu
Ramadan kan meninggalkan masihkah ada kesempatan.
Kami yang masih kerdil akan iman akankah Kau luluskan
Tak tahu kami akan berkah-Mu
Tak tahu kami akan ujian-Mu
Tak tahu kami karena kami terkadang lalai akan kemudahan
Ya Allah ya Karim
Petunjuk-Mu lah penguat kami
Karunia-Mu lah penenang kami
Berkah-Mu lah harapan kami
Ampunan selalu kami pinta karena dosa tak tahu batasnya.
Di ujung sujudku
Di setiap tengadahku
hanya pada-Mu lah ku bersimpuh.
Blora, 23 Mei 2020
Jumat, 22 Mei 2020
Tinjauan Puisi Rofiah Ross dalam karyanya : Ramadhan di Kampung Kami, Oleh Rg Bagus Warsono
Puisi yang ditulis Rofiah Ross sungguh indah mengambarkan suasana desa. Pilihan kata yang bagus menyebabkan puisi pendek dalam Tadarus Puisi ini semakin kaya makna.
//Ramadhan di kampung kami
dari tengah malam ke tengah malam... //
pembukaan yang menarik yang memberikan makna bahwa puisi ini sebulan masanya : Ramadhan.
//.../gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa/...//
Ia hendak menceritakan banyak tetang kampung dalam satu baris. Ribut yang menggembirakan :
//.../Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.//
Tampaknya Rofiah Ross berhasil memberi gambaran sangat luas suasana Ramadhan dikampungnya. Bidikan tetang dapur keluarga yang ribut mengembirakan dapat mengundang daya hayal pembaca . Disini rofiah memberi makna kesibukan dan nyala api pawon mereka yang memasak untuk keluarganya. Puisi yang sederhana namun kuat menyimpan makna. Berikut Puisinya :
dari tengah malam ke tengah malam
gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa
dan pemuda membangunkan sahur dengan musik jalanan
sesekali mereka melantunkan tembang khasidah populair
Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.
Rg Bagus Warsono, Penyair dan Kritikus sastra
//Ramadhan di kampung kami
dari tengah malam ke tengah malam... //
pembukaan yang menarik yang memberikan makna bahwa puisi ini sebulan masanya : Ramadhan.
//.../gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa/...//
Ia hendak menceritakan banyak tetang kampung dalam satu baris. Ribut yang menggembirakan :
//.../Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.//
Tampaknya Rofiah Ross berhasil memberi gambaran sangat luas suasana Ramadhan dikampungnya. Bidikan tetang dapur keluarga yang ribut mengembirakan dapat mengundang daya hayal pembaca . Disini rofiah memberi makna kesibukan dan nyala api pawon mereka yang memasak untuk keluarganya. Puisi yang sederhana namun kuat menyimpan makna. Berikut Puisinya :
Ramadhan di kampung kami
gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa
dan pemuda membangunkan sahur dengan musik jalanan
sesekali mereka melantunkan tembang khasidah populair
Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.
Rg Bagus Warsono, Penyair dan Kritikus sastra
65.SUKMA PUTRA PERMANA PESAN WHATSAPP TERAKHIR KEPADA IBUNDA, DARI SEORANG ANAK SEMATA WAYANG, YANG WAFAT DALAM BERTUGAS DI GARIS TERDEPAN PERANG MELAWAN VIRUS CORONA.
65.SUKMA PUTRA PERMANA
PESAN WHATSAPP TERAKHIR KEPADA IBUNDA, DARI SEORANG ANAK SEMATA WAYANG, YANG WAFAT DALAM BERTUGAS DI GARIS TERDEPAN PERANG MELAWAN VIRUS CORONA.
Ibu, Lebaran tahun ini ananda tidak bisa pulang. Keadaan belum memungkinkan. Di tempatku bertugas masih banyak pasien. Memenuhi ruang-ruang perawatan. Yang positif atau terindikasi terinfeksi virus menakutkan. Dalam keadaan sangat mengkhawatirkan. Bahkan terancam kematian. Karena belum ada obat yang bisa diandalkan. Jumlah dokter dan paramedis yang ada juga sangat terbatas. Jadi, kami harus bekerja keras. Nyaris tanpa jeda untuk lepas menarik napas. Atau sekadar duduk di lantai dan bersandar lemas.
Ibu, doakan ananda agar tetap sehat, kuat, dan sabar menjalani tugas. Karena justru kami petugas kesehatan yang rawan tertular virus. Beberapa teman kami sudah ada yang wafat. Tertular virus ketika merawat pasien dalam keadaan badan yang kurang sehat. Ibu juga selalu ananda doakan agar senantiasa dalam keadaan sehat dan cukup istirahat. Kalau malam, Ibu jangan tidur telat. Agar di penghujung malam masih dapat bangun sholat. Sahur pun jadi tidak terlambat.
Ibu, ananda ingin memeluk Ibu karena rindu sekali. Rindu berbulan puasa bersama lagi. Seperti tahun-tahun lewat yang pernah kita alami. Jauh sebelum datangnya musim pandemi ini. Rindu ingin berjalan perlahan berdampingan. Menuju mushola di depan rumah di seberang jalan. Peninggalan yang tercinta mendiang Ayah. Yang insya Allah menjadi amal jariyah dan penuh barokah. Untuk masa sekarang ibu beribadah di rumah saja, ya. Karena usia Ibu menjadikan antibodi yang sangat lemah. Sehingga sangat rentan tertular jika keluar rumah.
O, iya, untuk barang-barang dan bahan makanan keperluan bulanan. Ananda rutin pesankan secara online. Dan akan diantar sampai di depan teras rumah kita. Jadi, Ibu tidak usah bingung memikirkannya. Ibu dapat menelepon ananda kapan saja. Jika ada kebutuhan mendesak segera. Pulsa dan kuotanya akan selalu ananda isikan. Ibu jangan lupa untuk sering memperhatikan baterai teleponnya, ya.
Semoga Allah segera menghilangkan wabah ini dari negeri kita ya, Bu. Agar semuanya dapat kembali berjalan normal. Ananda pun dapat cepat pulang untuk segera mendekap Ibu. Dan kita dapat kembali hidup berdua dengan tenang dan damai.
Sembah sujud dan peluk cium rindu dari ananda di tempat tugas.
SUKMA PUTRA PERMANA lahir di Jakarta, 3 Februari 1971. Beberapa antologi puisi terbaru yang memuat karya-karyanya antara lain: Yogya Dalam Nafasku, Klungkung: Tanah Tua Tanah Cinta, Kenangan Semalam di Cianjur, DNP 7: Negeri Awan, DNP 8: Negeri Bahari, DNP 9: Pesisiran, Segara Sakti Rantau Bertuah, Perjalanan Merdeka, Wong Kenthir, dan CORONA. Sedangkan buku puisi tunggalnya adalah: Sebuah Pertanyaan Tentang Jiwa Yang Terluka. Sampai sekarang masih giat berproses kreatif sebagai penyair, penulis, dan editor di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta. Alamat: RingRoad Timur Mutihan No.362 RT.05, Wirokerten, Bantul, D.I.Yogyakarta 55194. HP/WA: +6281392018181. E-mail: sukmaputrapermana1@gmail.com
PESAN WHATSAPP TERAKHIR KEPADA IBUNDA, DARI SEORANG ANAK SEMATA WAYANG, YANG WAFAT DALAM BERTUGAS DI GARIS TERDEPAN PERANG MELAWAN VIRUS CORONA.
Ibu, Lebaran tahun ini ananda tidak bisa pulang. Keadaan belum memungkinkan. Di tempatku bertugas masih banyak pasien. Memenuhi ruang-ruang perawatan. Yang positif atau terindikasi terinfeksi virus menakutkan. Dalam keadaan sangat mengkhawatirkan. Bahkan terancam kematian. Karena belum ada obat yang bisa diandalkan. Jumlah dokter dan paramedis yang ada juga sangat terbatas. Jadi, kami harus bekerja keras. Nyaris tanpa jeda untuk lepas menarik napas. Atau sekadar duduk di lantai dan bersandar lemas.
Ibu, doakan ananda agar tetap sehat, kuat, dan sabar menjalani tugas. Karena justru kami petugas kesehatan yang rawan tertular virus. Beberapa teman kami sudah ada yang wafat. Tertular virus ketika merawat pasien dalam keadaan badan yang kurang sehat. Ibu juga selalu ananda doakan agar senantiasa dalam keadaan sehat dan cukup istirahat. Kalau malam, Ibu jangan tidur telat. Agar di penghujung malam masih dapat bangun sholat. Sahur pun jadi tidak terlambat.
Ibu, ananda ingin memeluk Ibu karena rindu sekali. Rindu berbulan puasa bersama lagi. Seperti tahun-tahun lewat yang pernah kita alami. Jauh sebelum datangnya musim pandemi ini. Rindu ingin berjalan perlahan berdampingan. Menuju mushola di depan rumah di seberang jalan. Peninggalan yang tercinta mendiang Ayah. Yang insya Allah menjadi amal jariyah dan penuh barokah. Untuk masa sekarang ibu beribadah di rumah saja, ya. Karena usia Ibu menjadikan antibodi yang sangat lemah. Sehingga sangat rentan tertular jika keluar rumah.
O, iya, untuk barang-barang dan bahan makanan keperluan bulanan. Ananda rutin pesankan secara online. Dan akan diantar sampai di depan teras rumah kita. Jadi, Ibu tidak usah bingung memikirkannya. Ibu dapat menelepon ananda kapan saja. Jika ada kebutuhan mendesak segera. Pulsa dan kuotanya akan selalu ananda isikan. Ibu jangan lupa untuk sering memperhatikan baterai teleponnya, ya.
Semoga Allah segera menghilangkan wabah ini dari negeri kita ya, Bu. Agar semuanya dapat kembali berjalan normal. Ananda pun dapat cepat pulang untuk segera mendekap Ibu. Dan kita dapat kembali hidup berdua dengan tenang dan damai.
Sembah sujud dan peluk cium rindu dari ananda di tempat tugas.
SUKMA PUTRA PERMANA lahir di Jakarta, 3 Februari 1971. Beberapa antologi puisi terbaru yang memuat karya-karyanya antara lain: Yogya Dalam Nafasku, Klungkung: Tanah Tua Tanah Cinta, Kenangan Semalam di Cianjur, DNP 7: Negeri Awan, DNP 8: Negeri Bahari, DNP 9: Pesisiran, Segara Sakti Rantau Bertuah, Perjalanan Merdeka, Wong Kenthir, dan CORONA. Sedangkan buku puisi tunggalnya adalah: Sebuah Pertanyaan Tentang Jiwa Yang Terluka. Sampai sekarang masih giat berproses kreatif sebagai penyair, penulis, dan editor di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta. Alamat: RingRoad Timur Mutihan No.362 RT.05, Wirokerten, Bantul, D.I.Yogyakarta 55194. HP/WA: +6281392018181. E-mail: sukmaputrapermana1@gmail.com
64.Erena Marsiana Pada Sepertiga Malam
64.Erena Marsiana
Pada Sepertiga Malam
Di kesepian malam
Jiwa meronta resah
Termenung kulminasi dosa
Merangkai kembali belenggu lupa,
Walau sebatas bayang kelam
Mengenang pekik perbuatan
Abu-abu, antara dosa dan amal
Lalu segera bangkit dari
lelapnya tidur
Diri masih bertanya
Apa yang sedang terjadi?
Jam dinding berdetak
melampaui tengah malam
Memecah keheningan sukma
Dinding-dinding membeku oleh embun
Di kejauhan hanya terdengar sayup
suara binatang malam
Hingga membuat bulu kuduk berdiri
Tetapi ini dinding hati,
Niat sudah bulat,
Tekad sudah berapi-api
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Di tengah kebekuan malam
Kaki-kaki melawan kaku
Beranjak mengambil wudhu
Sembari melafazhkan asma-Mu
Raga memberanikan diri
menghadap istana-Mu yang megah
Untuk tunduk sujud dipangkuan-Mu
Hamba yang hina tak berdaya,
Mengharap dosa-dosa berguguran,
Melalui celah do’a-do’a yang dipanjatkan
Do’a Penghujung Ramadhan
Gema takbir memecah angkasa
Pertanda bulan yang suci ini
perlahan meninggalkan diri
Ia ada diantara bulan-bulan
yang penuh dengan harapan
Terasa sangat istimewa,
Karena dinanti-nanti berjuta umat
Bulan seribu bulan
Manusia berlomba menuju fitrah,
Ramadhan nama bulan ini
Kini hanya tersisa kenangan,
ketika amal perbuatan baik diganjar
berlipat-lipat
Berharap umur dipanjangkan
Diberikan nikmat sehat
Seraya memanjatkan do’a
dipertemukan
kembali dengan bulan suci itu
Ramadhan, kami semua merindukanmu
63. BAITI JANNATI Asih Minanti Rahayu
BAITI JANNATI
Asih Minanti Rahayu
Baiti Jannati,
Rumahku surgaku,
Tempat bernaung keluarga,
Anak, ayah dan Ibu,
Tempat bercengkrama di dunia,
Dan pusat-pusat cahaya semesta,
Baiti Jannati,
Hari-hari ini,
Ramai berbondong-bondong,
Orang-orang kembali,
Pada baiti jannati,
Harap-harap surga,
Pada tali kasih keluarga,
Baiti Jannati,
Karena corona virus merajalela,
Kita berdiam di rumah saja,
Kita bak suluk bersama-sama,
Fokus di rumah dan ibadah semata,
Menjauhkan diri dari hiruk pikuk dunia,
Memperbanyak dzikir dan shalawat saja,
Menyambungkan hati pada Yang Kuasa,
Menyambungkan ruhani pada Nabi kita,
Kita berjihad fisabilillah,
Dalam kerangka baiti jannati,
Yang semula Duha di kantor,
hanya dua rakaat,
Di rumah bisa merasakan,
Syahdunya Duha 12 rakaat,
Yang semula shalat di kantor,
tergesa-gesa,
Kita di rumah,
lebih khusuk terasa...
Sedang murid-muridku,
Sedang berjuang dengan sapu,
dengan wajan di dapur,
dengan tanamannya,
dan dengan binatang peliharaannya,
Sesuai perintah Sang Guru,
dan Pendampingan Orang Tua selalu,
Dalam hidup selalu ada ruang,
Dan bumi Allah luas dimana-mana,
Tidak menyempitkan dada,
Oh, baiti jannati,
Suluk bersama-sama,
dengan keluarga dirumah saja,
Makan seadanya,
Menghentikan hura-hura,
Hening Cipta.
Catatan:
Suluk adalah tradisi Islam dalam aliran tarekat, biasanya berdiam di rumah untuk beribadah menjauhkan diri dari dunia.
Asih Minanti Rahayu
Baiti Jannati,
Rumahku surgaku,
Tempat bernaung keluarga,
Anak, ayah dan Ibu,
Tempat bercengkrama di dunia,
Dan pusat-pusat cahaya semesta,
Baiti Jannati,
Hari-hari ini,
Ramai berbondong-bondong,
Orang-orang kembali,
Pada baiti jannati,
Harap-harap surga,
Pada tali kasih keluarga,
Baiti Jannati,
Karena corona virus merajalela,
Kita berdiam di rumah saja,
Kita bak suluk bersama-sama,
Fokus di rumah dan ibadah semata,
Menjauhkan diri dari hiruk pikuk dunia,
Memperbanyak dzikir dan shalawat saja,
Menyambungkan hati pada Yang Kuasa,
Menyambungkan ruhani pada Nabi kita,
Kita berjihad fisabilillah,
Dalam kerangka baiti jannati,
Yang semula Duha di kantor,
hanya dua rakaat,
Di rumah bisa merasakan,
Syahdunya Duha 12 rakaat,
Yang semula shalat di kantor,
tergesa-gesa,
Kita di rumah,
lebih khusuk terasa...
Sedang murid-muridku,
Sedang berjuang dengan sapu,
dengan wajan di dapur,
dengan tanamannya,
dan dengan binatang peliharaannya,
Sesuai perintah Sang Guru,
dan Pendampingan Orang Tua selalu,
Dalam hidup selalu ada ruang,
Dan bumi Allah luas dimana-mana,
Tidak menyempitkan dada,
Oh, baiti jannati,
Suluk bersama-sama,
dengan keluarga dirumah saja,
Makan seadanya,
Menghentikan hura-hura,
Hening Cipta.
Catatan:
Suluk adalah tradisi Islam dalam aliran tarekat, biasanya berdiam di rumah untuk beribadah menjauhkan diri dari dunia.
62. Oka Miharzha.S DIRUMAHKU ADA SENOKTAH SURGA
62. Oka Miharzha.S
DIRUMAHKU ADA SENOKTAH SURGA
Di rumahku ada senoktah surga
di malam paling suci
di penghujung ramadan
peperangan memang belum usai
wahai sahabat
dan senjata-senjata musuh hampir rampung kulucuti
tapi mereka masih ada sembunyi
dalam retakan nafsuku
boleh barangkali aku harus waspada
dengan serangan balik mereka
karena peperangan kali ini
bermantra ganda banyak sekali
sangat mengerikan dan mesiunya
benar-benar mematikan ranting-ranting peradaban
hanya puisi Tuhanlah
yang kuasa menahan dan memusnahkan
lantunkan puisi-puisi suci-Nya sembari berdoa
aku yakin perang pasti berakhir
kemenangan mutlak ada
pada kita sahabat
rumahku
rumahmu sahabat, sungguh sahdu
malam ini
mari sama-sama melewatinya
dengan penuh tawadu
dalam dekapan bingkai suasana sunyi dan diam sendiri
istigfarlah
dan malam ini
kurasakan tebaran senoktah surga
bebar-benar menyinari
Batulicin 29 Ramadan 1441 H
Oka Miharzha.S
MEMBAGI RINDU BERTADARUS DI RUMAH
Membagi rindu
kurasa tak sulit
bertadarus pun bisa khusyuk
ngajinya khatam
terimalah Tuhan demi ramadan
apalah dayaku
aku ingin
rinduku tak sia-sia
benar-benar sampai
hanya itu
Batulicin 22 Mei 2020
Oka Miharzha S. adalah nama pena dari Abdul Karim ia menulis puisi sejak tahun 1980 berdomisili di Kota Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel Jl Kupang Rt 07 No 18 Desa Sarigadung Kec Simpang Empat Tanah Bumbu
Penyair ini pernah menerbitkam Antologi puisi pribadinya (Sungai Kenangan Tahun 2010) dan turut serta pada banyak antologi puisi bersama baik Kab Tanah Bumbu, Kalsel dan Nasional serta aktif ikut serta pada beberapa kegiatan Kesastraan lokal/ daerah regional dan nasional kontak Person Hp/ Wa 082255572727 Fb Damang Tanbu email abdulkarim6112@ gmail.com.
DIRUMAHKU ADA SENOKTAH SURGA
Di rumahku ada senoktah surga
di malam paling suci
di penghujung ramadan
peperangan memang belum usai
wahai sahabat
dan senjata-senjata musuh hampir rampung kulucuti
tapi mereka masih ada sembunyi
dalam retakan nafsuku
boleh barangkali aku harus waspada
dengan serangan balik mereka
karena peperangan kali ini
bermantra ganda banyak sekali
sangat mengerikan dan mesiunya
benar-benar mematikan ranting-ranting peradaban
hanya puisi Tuhanlah
yang kuasa menahan dan memusnahkan
lantunkan puisi-puisi suci-Nya sembari berdoa
aku yakin perang pasti berakhir
kemenangan mutlak ada
pada kita sahabat
rumahku
rumahmu sahabat, sungguh sahdu
malam ini
mari sama-sama melewatinya
dengan penuh tawadu
dalam dekapan bingkai suasana sunyi dan diam sendiri
istigfarlah
dan malam ini
kurasakan tebaran senoktah surga
bebar-benar menyinari
Batulicin 29 Ramadan 1441 H
Oka Miharzha.S
MEMBAGI RINDU BERTADARUS DI RUMAH
Membagi rindu
kurasa tak sulit
bertadarus pun bisa khusyuk
ngajinya khatam
terimalah Tuhan demi ramadan
apalah dayaku
aku ingin
rinduku tak sia-sia
benar-benar sampai
hanya itu
Batulicin 22 Mei 2020
Oka Miharzha S. adalah nama pena dari Abdul Karim ia menulis puisi sejak tahun 1980 berdomisili di Kota Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu Kalsel Jl Kupang Rt 07 No 18 Desa Sarigadung Kec Simpang Empat Tanah Bumbu
Penyair ini pernah menerbitkam Antologi puisi pribadinya (Sungai Kenangan Tahun 2010) dan turut serta pada banyak antologi puisi bersama baik Kab Tanah Bumbu, Kalsel dan Nasional serta aktif ikut serta pada beberapa kegiatan Kesastraan lokal/ daerah regional dan nasional kontak Person Hp/ Wa 082255572727 Fb Damang Tanbu email abdulkarim6112@ gmail.com.
61.Siti Khodijah Nasution Menuju Rumahmu
61.Siti Khodijah Nasution
Menuju Rumahmu
Ramadan
kembali segala hati durjana
berpulang segenap jiwa pendosa
Ramadan
meronce zikir
merapal namamu, dekat!
duri menancap, dikurung sekat
aku. Rumahrumah tebarkan kasih
adanya saja!
Ya, habibana
Menuju rumahmu.
dalam diam… memeluk sunya
memanterai jejak
hanya kerundukan. Menggulirlah untai tasbih
Panjatkan selaksa doa akan yang meraja ini!
Kiranya langit mendengar
Menuju rumahmu
Jakarta, Akhir Ramadan
Sujud Pendoa
Oleh: Siti Khodijah Nasution
Bilik-bilik pendoa
Memanjangkan sajadah
Bermunajat
Akan negri
Dari kemungkaran yang melata
Tak terbendung
PadaMu
Kurapalkan doa
Kedamaian
Akan negri
Sajadah perekat sujudku
Luruhkan keampunan
Merekat buhul kasih sayang
Akan negri
Ya, Ilahi
Garam-garam kehidupan ini
Larungkan ruh mata
Sujud sebasah-basahnya
di PintuMu
ramadan bulan ampunan
Jakarta- Dije 22 Mei 2020
Menuju Rumahmu
Ramadan
kembali segala hati durjana
berpulang segenap jiwa pendosa
Ramadan
meronce zikir
merapal namamu, dekat!
duri menancap, dikurung sekat
aku. Rumahrumah tebarkan kasih
adanya saja!
Ya, habibana
Menuju rumahmu.
dalam diam… memeluk sunya
memanterai jejak
hanya kerundukan. Menggulirlah untai tasbih
Panjatkan selaksa doa akan yang meraja ini!
Kiranya langit mendengar
Menuju rumahmu
Jakarta, Akhir Ramadan
Sujud Pendoa
Oleh: Siti Khodijah Nasution
Bilik-bilik pendoa
Memanjangkan sajadah
Bermunajat
Akan negri
Dari kemungkaran yang melata
Tak terbendung
PadaMu
Kurapalkan doa
Kedamaian
Akan negri
Sajadah perekat sujudku
Luruhkan keampunan
Merekat buhul kasih sayang
Akan negri
Ya, Ilahi
Garam-garam kehidupan ini
Larungkan ruh mata
Sujud sebasah-basahnya
di PintuMu
ramadan bulan ampunan
Jakarta- Dije 22 Mei 2020
60.Riswo Mulyadi BULAN TINGGAL SEPERTIGA
60.Riswo Mulyadi
BULAN TINGGAL SEPERTIGA
ia tetap dalam kesepiannya
hanya hiruk knalpot sepeda motor barisan anak muda tanpa beban
menghentak sunyi
suara-suara sakral menepi ke sudut sunyi
di ruang batin para pemuja
yang tak lagi dibatasi apa-apa
mereka menghuni ruang bulan tanpa tepi
sepertiga bulan, tetap saja sunyi
dari suara pengeras suar di atas kubah
suara-suara itu berdetak dalam irama nadi para penikmat sunyi
berdenyut di dada tanpa sastra
menelisik diri
di ruang muhasabah cinta
seirama hembus napas
lepas
Gigir Bukit, 14052020
Riswo Mulyadi
KESEPIAN
seorang lelaki yang selalu berdiri paling depan mengurut dada
kelopak matanya berembun saat ia membalikan badan
menatap ruang kosong
ia rindu keramaian
walau ia pun sadar, keramaian tak menjamin kebersamaan
sunyi pun tak berarti sendiri
ia berusaha tersenyum
ya tersenyum
dengan senyum yang ia sembunyikan di balik masker
senyum yang entah apa maknanya
setidaknya ia masih bisa tersenyum
seorang lelaki tertegun di ambang subuh
menatap bayang sunyi
pada sajadah yang amat lebar
Gigir Bukit Sinawing, Mei 2020
BULAN TINGGAL SEPERTIGA
ia tetap dalam kesepiannya
hanya hiruk knalpot sepeda motor barisan anak muda tanpa beban
menghentak sunyi
suara-suara sakral menepi ke sudut sunyi
di ruang batin para pemuja
yang tak lagi dibatasi apa-apa
mereka menghuni ruang bulan tanpa tepi
sepertiga bulan, tetap saja sunyi
dari suara pengeras suar di atas kubah
suara-suara itu berdetak dalam irama nadi para penikmat sunyi
berdenyut di dada tanpa sastra
menelisik diri
di ruang muhasabah cinta
seirama hembus napas
lepas
Gigir Bukit, 14052020
Riswo Mulyadi
KESEPIAN
seorang lelaki yang selalu berdiri paling depan mengurut dada
kelopak matanya berembun saat ia membalikan badan
menatap ruang kosong
ia rindu keramaian
walau ia pun sadar, keramaian tak menjamin kebersamaan
sunyi pun tak berarti sendiri
ia berusaha tersenyum
ya tersenyum
dengan senyum yang ia sembunyikan di balik masker
senyum yang entah apa maknanya
setidaknya ia masih bisa tersenyum
seorang lelaki tertegun di ambang subuh
menatap bayang sunyi
pada sajadah yang amat lebar
Gigir Bukit Sinawing, Mei 2020
59.Elly Azizah DESAKU
59.Elly Azizah
DESAKU
1/
Tapak ini gemetar
Maju menyambar
Mata nanar terlempar
Asa ini tetap membara
Menyongsong angin kembara
2/
Pantang kata surut
Selagi kapal singgah di dermaga
Selagi janggut masih di dagu
Selagi mentari terbit pagi hari
Asa menyala bagi desaku
3/
Aku hanya punya tongkat
Pemandu jalan pulang
Lalu kabut merona bias
Terperangkap dalam gelas
Ea, 2019
Elly Azizah
RAMADAN SEJUK
Pasa saat sepenggal bulan tabik
Sayup sayu mata pandang menukik
Buluh perindu getar mengusik
Nun Ramadan datang menabik
Dalam kesejukan Ramadan ini
Berkah nafasmu kupeluk dengan damai
Baris ayat-ayat pun kulantun sendu
Dalam lirih senandungku
Bergetar jiwaku
Saat bermunajat dalam sunyi
Bertatapan dengan mu Robbi
Ea, 2020
57.Sugeng Joko Utomo LEBARAN DI RANTAU
Sugeng Joko Utomo
LEBARAN DI RANTAU
Menjelang akhir bulan ramadhan
Mendekati hari lebaran
Sesak dada terhimpit berat beban menekan
Terasa perih di hati tak kuasa menahan
Hasrat kalbu ingin pulang kampung
Tetapi pikiran dirancu bingung
Angan pun tinggi melambung
Jiwa terhuyung tertatih limbung
Mendapati di sani-sini
Pos jaga Covid tegak berdiri
Petugas bekerja tiada henti
Agar pembawa virus terdeteksi
Allahu Akbar Allahu Akbar
Lailaha ilallahu Allahu Akbar
Allahu Akbar walilaailhamdu
Di rumah saja dahulu
Beribadah semakin khusyu'
Sambil meniti rentang waktu
Aral melintang segera hilang berlalu
Biarlah kutahan kerinduan
Pada desa tempat kelahiran
Karena kondisi tak memungkinkan
Untuk bertandang menengok handaitaulan
Barangkali nanti
Setelah aman situasi
Bisa berpuas diri
Meluapkan seronok riang hati
Tasikmalaya, 21 Mei 2020
LEBARAN DI RANTAU
Menjelang akhir bulan ramadhan
Mendekati hari lebaran
Sesak dada terhimpit berat beban menekan
Terasa perih di hati tak kuasa menahan
Hasrat kalbu ingin pulang kampung
Tetapi pikiran dirancu bingung
Angan pun tinggi melambung
Jiwa terhuyung tertatih limbung
Mendapati di sani-sini
Pos jaga Covid tegak berdiri
Petugas bekerja tiada henti
Agar pembawa virus terdeteksi
Allahu Akbar Allahu Akbar
Lailaha ilallahu Allahu Akbar
Allahu Akbar walilaailhamdu
Di rumah saja dahulu
Beribadah semakin khusyu'
Sambil meniti rentang waktu
Aral melintang segera hilang berlalu
Biarlah kutahan kerinduan
Pada desa tempat kelahiran
Karena kondisi tak memungkinkan
Untuk bertandang menengok handaitaulan
Barangkali nanti
Setelah aman situasi
Bisa berpuas diri
Meluapkan seronok riang hati
Tasikmalaya, 21 Mei 2020
56.Anisah Effendi DI RUMAH (1)
56.Anisah Effendi
DI RUMAH (1)
Di rumah
Nestapa dan bahagia berpaut dalam hati dalam rasa
Di rumah
Tawa dan tangis tak jarang beriringan datang
Namun di rumah juga harapan dan cita-cita selalu kita kumandangkan
Untuk senantiasa berdendang
Agar tak ada ruang bagi muram durja meraja
Agar hidup tak redup
Di rumah
Kita tetap bisa memandang semesta
Seluas-luasnya
Sepuas-puasnya
Mendengar burung berkicau dan angin berdesir
Tersenyum kepada matahari siang
Menyapa rembulan dan bintang-gemintang di malam hari
Di rumah
Demi keluarga dan umat manusia
Demi kasih sayang dan persaudaraan
Demi peradaban dan kemanusiaan
Jagalah cinta dalam hati
Agar tetap utuh mengada
Danawinangun, 18 Mei 2020
Anisah Effendi
DI RUMAH (2)
Di rumah
Aku menjaga keluargaku
Mereka yang terkasih
Di rumah
Ku sembuhkan lukaku
Ku hapus pedihku
Ku sapu perihku
Dalam peluk kasih keluargaku
Di rumah
Dari jendela kamarku
Aku menatap langit
Ku sambut matahari pagi
Ku sapa dedaunan pohonan
Ku biarkan senja datang menghampiri
Di rumah
Dalam kamarku
Aku tersenyum
Aku tertawa
Aku menangis
Aku melamun
Lalu ku tulis puisi
Danawinangun, 18 Mei 2020
Anisah Effendi, menyukai puisi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Beberapa kali mengikuti antologi puisi bersama, di antaranya Puisi Menolak Korupsi 5, Antologi Puisi 1000 Guru dan Antologi Corona Mencatat Peristiwa Negeri. Bisa ditemui di alamat: blok Lor, desa Tugu, Sliyeg, Indramayu, atau blok Kajengan, desa Danawinangun, Klangenan, Cirebon.
DI RUMAH (1)
Di rumah
Nestapa dan bahagia berpaut dalam hati dalam rasa
Di rumah
Tawa dan tangis tak jarang beriringan datang
Namun di rumah juga harapan dan cita-cita selalu kita kumandangkan
Untuk senantiasa berdendang
Agar tak ada ruang bagi muram durja meraja
Agar hidup tak redup
Di rumah
Kita tetap bisa memandang semesta
Seluas-luasnya
Sepuas-puasnya
Mendengar burung berkicau dan angin berdesir
Tersenyum kepada matahari siang
Menyapa rembulan dan bintang-gemintang di malam hari
Di rumah
Demi keluarga dan umat manusia
Demi kasih sayang dan persaudaraan
Demi peradaban dan kemanusiaan
Jagalah cinta dalam hati
Agar tetap utuh mengada
Danawinangun, 18 Mei 2020
Anisah Effendi
DI RUMAH (2)
Di rumah
Aku menjaga keluargaku
Mereka yang terkasih
Di rumah
Ku sembuhkan lukaku
Ku hapus pedihku
Ku sapu perihku
Dalam peluk kasih keluargaku
Di rumah
Dari jendela kamarku
Aku menatap langit
Ku sambut matahari pagi
Ku sapa dedaunan pohonan
Ku biarkan senja datang menghampiri
Di rumah
Dalam kamarku
Aku tersenyum
Aku tertawa
Aku menangis
Aku melamun
Lalu ku tulis puisi
Danawinangun, 18 Mei 2020
Anisah Effendi, menyukai puisi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Beberapa kali mengikuti antologi puisi bersama, di antaranya Puisi Menolak Korupsi 5, Antologi Puisi 1000 Guru dan Antologi Corona Mencatat Peristiwa Negeri. Bisa ditemui di alamat: blok Lor, desa Tugu, Sliyeg, Indramayu, atau blok Kajengan, desa Danawinangun, Klangenan, Cirebon.
Kamis, 21 Mei 2020
55.Wadie Maharief , DZIKIR DI PERSIMPANGAN
DZIKIR DI PERSIMPANGAN
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala merah mengisyaratkan segala bahaya, berhentilah berbuat jahat dan maksiat, kalau tidak segera tobat Allah akan murka dan melaknat
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala kuning, mengisyaratkan waspadalah segala goda dan rayuan, berjalanlah terus dan lurus, beribadah dengan tulus, Allah akan memberikan barokah dan pahala yang bagus
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala hijau, mengisyaratkan sabar dan ikhlas, hidupmu akan bahagia, tentram dan sejahtera, Allah menyertai selamanya
dzikir lampu lintas, merah, kuning dan hijau, ingatlah Allah...
--- Yogya 200520
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala merah mengisyaratkan segala bahaya, berhentilah berbuat jahat dan maksiat, kalau tidak segera tobat Allah akan murka dan melaknat
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala kuning, mengisyaratkan waspadalah segala goda dan rayuan, berjalanlah terus dan lurus, beribadah dengan tulus, Allah akan memberikan barokah dan pahala yang bagus
adakah engkau berdzikir di setiap persimpangan jalan
ketika lampu lalu lintas menyala hijau, mengisyaratkan sabar dan ikhlas, hidupmu akan bahagia, tentram dan sejahtera, Allah menyertai selamanya
dzikir lampu lintas, merah, kuning dan hijau, ingatlah Allah...
--- Yogya 200520
Rabu, 20 Mei 2020
54.Susilo B. Utomo, NUN
Susilo B. Utomo
NUN
nun
demi pena
dengan segala hal yang kita tulis
nun
demi mata
dengan segala hal yang kita lihat
nun
demi Kau
dengan segala hal yang tidak aku punya
[bandung, 19/1/2020]
Sunrise
kalau matahari bersembunyi di balik kabut
masihkah kau tunggu sunrise:
di puncak Bromo
angin bertiup kencang
dingin menusuk tulang
masihkah kau cari hangatnya matahari:
di puncak Bromo
Sedang ada yang lebih hangat dari matahari
di sini
di dalam hati
terbit tak pernah sembunyi
[bandung, 6/5/2020]
Susilo B. Utomo
Lahir di Semarang, 19 Januari 1964. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku sekolah menengah hingga sekarang. Karya puisinya tersebar di berbagai media. Saat ini sedang aktif mendalami Hakai, puisi tradisional Jepang.
NUN
nun
demi pena
dengan segala hal yang kita tulis
nun
demi mata
dengan segala hal yang kita lihat
nun
demi Kau
dengan segala hal yang tidak aku punya
[bandung, 19/1/2020]
Sunrise
kalau matahari bersembunyi di balik kabut
masihkah kau tunggu sunrise:
di puncak Bromo
angin bertiup kencang
dingin menusuk tulang
masihkah kau cari hangatnya matahari:
di puncak Bromo
Sedang ada yang lebih hangat dari matahari
di sini
di dalam hati
terbit tak pernah sembunyi
[bandung, 6/5/2020]
Susilo B. Utomo
Lahir di Semarang, 19 Januari 1964. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku sekolah menengah hingga sekarang. Karya puisinya tersebar di berbagai media. Saat ini sedang aktif mendalami Hakai, puisi tradisional Jepang.
53. Annis M Tarom. KIBLATKU RUMAHKU
Annis M Tarom
KIBLATKU RUMAHKU
Kiblat sujudku
Ingin kembali aku memelukmu
Aku tak lagi enggan
Tertatih pada samudra pasir
Terhuyung di padang semesta
Berdetak denyut gubuk asa, seiring imaji sepi
Benih rinduku bersimpuh
Menatap rumahku
Muara ibadahku
Kiblat doaku
Dalam lembut sejukmu melekat sukma
Mimpi lautan warna merangkul cahaya
Bulan suci jadi saksi
Cakrawala senja tersenyum
Aku akan merapat mendekat
Bulan berjalan melipat waktu
Mendayung menyibak gelombang
Kiblat rinduku
Kaulah muara rangkaian jiwa
Aku pasrah
Menyepi diri dalam sepi
Dalam cengkeram lembutmu
Kasih sayangmu
Hati ini berkidung bisik doa
Terukir dzikir di dinding khalwat
Menyelam syahwat
Merapat dermaga bai'at
Lembut memikat
Kiblat cintaku
Sketsa anggunmu
Mengukir selendang kasih
Bagai cahaya menembus kaca
Tercermin di ayat suci
Seperti mutiara biru
Aku rindu kembali ke rumahku
Dalam relung cahaya kalbu
10/5/2020
KIBLATKU RUMAHKU
Kiblat sujudku
Ingin kembali aku memelukmu
Aku tak lagi enggan
Tertatih pada samudra pasir
Terhuyung di padang semesta
Berdetak denyut gubuk asa, seiring imaji sepi
Benih rinduku bersimpuh
Menatap rumahku
Muara ibadahku
Kiblat doaku
Dalam lembut sejukmu melekat sukma
Mimpi lautan warna merangkul cahaya
Bulan suci jadi saksi
Cakrawala senja tersenyum
Aku akan merapat mendekat
Bulan berjalan melipat waktu
Mendayung menyibak gelombang
Kiblat rinduku
Kaulah muara rangkaian jiwa
Aku pasrah
Menyepi diri dalam sepi
Dalam cengkeram lembutmu
Kasih sayangmu
Hati ini berkidung bisik doa
Terukir dzikir di dinding khalwat
Menyelam syahwat
Merapat dermaga bai'at
Lembut memikat
Kiblat cintaku
Sketsa anggunmu
Mengukir selendang kasih
Bagai cahaya menembus kaca
Tercermin di ayat suci
Seperti mutiara biru
Aku rindu kembali ke rumahku
Dalam relung cahaya kalbu
10/5/2020
52.Agus Pramono. Elegi Sandal Jepit
52.Agus Pramono.
Elegi Sandal Jepit
dulu sandal jepitku sering merana
pulang harus mengalah terakhir
antre puluhan sandal yang acak
menunggu yang lain keluar dan pulang
meninggalkan mushala kecil
di tengah kampung
dan kenyataan sering berulang
harus dihadapi lapang dada
dengan rasa geram yang tertahan
yang tersisa sandal jepit butut
beda warna tak sepasang
kanan dan kanan
kini mushala amat sangat aman
jika dulu penghuni subuh sedikit
sejumlah tak lebih dari hitungan
tangan kanan atau kiri
sekarang bukan hanya subuh
juga maghrib dan isya’
sandal jepit pun kini aman
tak lagi tertukar dapat sisa
atau beringsut pulang
dengan kaki telanjang
jejak sandal di mushala
jadi saksi yang bungkam
pada pahala dan dosa
yang pernah tercatat
Mojokerto, akhir Mei 2020
Akhir Ramadhan 1441H
Ramadhan setiap musim
selalu punya cerita
ada yang tetap bertahan
ada yang tinggal kenangan
musim ini agak beda
aroma aneh menggelayut
ada aura pekat menyelimuti
tak terlihat lagi roti john
yang berjejar beberapa lapak
menghias trotoar
es tebu hijau pun tak tersisa
menyusul es kepal yang kandas
tergeser nanas kupas
toko bangunan berjuang bertahan
pasar kampung pun tidak seramai
musim sebelumnya riuh
panen bagi tukang parkir
ada yang lebih terengah napasnya
menjemput rezeki akhir Ramadhan
sisa-sisa penjaja duit baru
yang dibekap penjaja masker
Mojokerto, Mei 2020
Biodata Agus Pramono.
Aguspram, penulis dari Mojokerto kelahiran tanggal 28 Agustus. Lahir dan hidup di kota tersebut setengah abad lalu. Seorang penderita Wernicke dan lebih suka mengikuti antologi bersama para sejawat penulis; puisi, cerpen atau esai, itu pun hanya beberapa, belum banyak.
51.Sumrahadi INI RAMADHAN BERJARAK
51.Sumrahadi
INI RAMADHAN BERJARAK
Dzikir menghitung biji beras
Ramadhan kali ini begitu keras
Siapa memaksa bebas
Tergilas
Virus menyeruak di antara lapar dan kehausan
Memaksakan lantunan du'a pemakaman
Menggantikan tadarus Alqur'an
Mengosongkan rumah peribadatan
Ini Ramadhan yang berjarak
Membatasi segala ruang gerak
Iman dan akal sehat berteriak
Menjaga segala tindak
Ramadhan ini penuh pahala
Meski hanya di rumah saja
"SH" JAKARTA
17052020
INI RAMADHAN BERJARAK
Dzikir menghitung biji beras
Ramadhan kali ini begitu keras
Siapa memaksa bebas
Tergilas
Virus menyeruak di antara lapar dan kehausan
Memaksakan lantunan du'a pemakaman
Menggantikan tadarus Alqur'an
Mengosongkan rumah peribadatan
Ini Ramadhan yang berjarak
Membatasi segala ruang gerak
Iman dan akal sehat berteriak
Menjaga segala tindak
Ramadhan ini penuh pahala
Meski hanya di rumah saja
"SH" JAKARTA
17052020
50.Asro Al Murthawy DI ATAS LEMBAR JUZ `AMMA
50.Asro Al Murthawy
DI ATAS LEMBAR JUZ `AMMA
melesat dari ayat ke ayat
berkelindan antara huruf dan mahroj
edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah
milyaran cahaya mungkin melesap
berdenyaran meruang di kepala
aku tergeragap
lembar jiwa tak juga tersibak
selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda
sesat di labirin logika. Kata-kata gagap
terpilin tak mampu tereja meski sepatah
tak alif tak nun tak wau
menajam mengirisi ulu hati
~ iqra bismi robbikalladziii...........~
terhampar dari juz ke juz
lembar demi lembar membentang kisah
tahun alif yang purba hingga nun di masa depan
ribuan episode mengilat
berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada
aku tergugu
belum terbaca tuntas alifbataku
Imaji 1438 H
Profil Penulis:
Asro al Murthawy. Lahir Temanggung, pada tanggal 6 November. Adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin dan Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jambi. Karya-karyanya terhimpun dalam Syahadat Senggama (k.puisi, 2017) Equabilibrium Retak (2007), Lagu Bocah Kubu (puisi, tanpa tahun), Kunun Kuda Lumping (k.Cerpen, 2016) dan berbagai antologi bersama sastrawan Indonesia lainnya. Karyanya yang lain: Pangeran Sutan Galumat (2017), Pengedum Si Anak Rimba (2018), Mengenal Lima Sastrawan Jambi (2018), Katan dan Jubah Sang Raja Hutan (2019) Bujang Peniduk (2019) dan Ujung Tanjung Muara Masumai (2019) diterbitkan oleh Kantor Bahasa Jambi sebagai Pemenang Sayembara.. Hadir dalam Temu Sastra Indonesia I (2008), Pertemuan Penyair Nusantara VI (2012) Jambi, MUNSI II (2017) Jakarta, Pertemuan Penyair Asia Tenggara (2018) Padang Panjang,dan Borobudur Writter And Cultural Festival (BWCF) (2019)
DI ATAS LEMBAR JUZ `AMMA
melesat dari ayat ke ayat
berkelindan antara huruf dan mahroj
edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah
milyaran cahaya mungkin melesap
berdenyaran meruang di kepala
aku tergeragap
lembar jiwa tak juga tersibak
selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda
sesat di labirin logika. Kata-kata gagap
terpilin tak mampu tereja meski sepatah
tak alif tak nun tak wau
menajam mengirisi ulu hati
~ iqra bismi robbikalladziii...........~
terhampar dari juz ke juz
lembar demi lembar membentang kisah
tahun alif yang purba hingga nun di masa depan
ribuan episode mengilat
berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada
aku tergugu
belum terbaca tuntas alifbataku
Imaji 1438 H
Profil Penulis:
Asro al Murthawy. Lahir Temanggung, pada tanggal 6 November. Adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin dan Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jambi. Karya-karyanya terhimpun dalam Syahadat Senggama (k.puisi, 2017) Equabilibrium Retak (2007), Lagu Bocah Kubu (puisi, tanpa tahun), Kunun Kuda Lumping (k.Cerpen, 2016) dan berbagai antologi bersama sastrawan Indonesia lainnya. Karyanya yang lain: Pangeran Sutan Galumat (2017), Pengedum Si Anak Rimba (2018), Mengenal Lima Sastrawan Jambi (2018), Katan dan Jubah Sang Raja Hutan (2019) Bujang Peniduk (2019) dan Ujung Tanjung Muara Masumai (2019) diterbitkan oleh Kantor Bahasa Jambi sebagai Pemenang Sayembara.. Hadir dalam Temu Sastra Indonesia I (2008), Pertemuan Penyair Nusantara VI (2012) Jambi, MUNSI II (2017) Jakarta, Pertemuan Penyair Asia Tenggara (2018) Padang Panjang,dan Borobudur Writter And Cultural Festival (BWCF) (2019)
49.Sih Utami
RAMADAHAN PARA PANDAWA
Waktu menutun kami berlima
Ibu sedang terluka parah, menangis sangat dalam
Bersandar pada tembok lapuk rumah yang dingin dan pengap
Para Pandawa ini belum punya senjata sakti apapun, Ibu …
Kami masih sekumpulan anak-anak yang bersandar di bahunya yang ringkih
Kemarin kami mendengar teriakan, keluh kesahnya
Melihatnya dalam uraian air mata
Terluka karena cinta yang diingkari
Dia sedang memeluk periuk kosong tempat beras
Percayalah, itu akan terisi sebentar lagi, entah oleh siapa
Lupakan saja lukamu sejenak, sandarkan lelahmu
Perut kami kosong, tak apa. Hibur kami
Tuhan membuat kami berjumpa lagi dengan Ramadhan
Kami riang menanti malam seribu bulan, banyak pinta terucap pada-Nya
Ini bulan penuh Rahmat
Meski takdir tidak inginkan kami menikmati Ramadahan seperti tahun lalu
Semua memang tidak lagi sama, seperti tidak ada ruang bagi kami untuk bernafas
Tetapi kami bertanya di mana Tuhan dan sedang apa?
Dia sedang membebat luka kami,
Dia itu Hening yang Bening dalam tangis kami
Dia itu Ramadahan yang menghampiri kami dengan sejuta Rahmat
Sidoarjo, 19 Mei 2020
RAMADHAN DALAM SETANGKUP RINDU
Inilah yang kusukai dari semesta
bulan bersinar di atasku, cahaya bintang menghujani kepala
anak-anak berlarian di jalanan kampung
aku mandi hujan Rahmat, memetik begitu saja nikmatnya dari udara
Aku tertawa sepanjang hari
malamnya aku dikepung penyesalan di atas sajadah
sementara mulut komat kamit mengucap doa entah apa
Lihat Tuhan, betapa banyak ingin dalam hatiku
Berikanlah kelegaan nafas, pada kami yang sedang sesak
Pada jiwa yang hampir terenggut pademi ,
atau pada yang sudah pergi karenanya
Puaskan dahaga kami akan kebebasan, mudik dan jajanan kampung halaman
Lihat, Tuhan, Aku bukan pecinta sejati-Mu, meski aku ingin
Aku hanya peminta, lantas kapan aku bisa berlaku ihsan?
Siapakah aku ini? Hingga Kasih-Mu sedemikian besar atasku?
Dalam sujud kubawa setangkup rindu pada Ramadhan yang segera berlalu
Sih Utami, Ibu pekerja di pabrik swasta, pekerja sosial. Seseorang yang mencintai sastra dan semua tentangnya., Pengagum para penyairnya.
Dia penulis dalam bahasa sederhana. Berusaha membagi kisah dengan tulus, sekiranya mampu memberi hiburan, menjadi teman dan inspirasi.
RAMADAHAN PARA PANDAWA
Waktu menutun kami berlima
Ibu sedang terluka parah, menangis sangat dalam
Bersandar pada tembok lapuk rumah yang dingin dan pengap
Para Pandawa ini belum punya senjata sakti apapun, Ibu …
Kami masih sekumpulan anak-anak yang bersandar di bahunya yang ringkih
Kemarin kami mendengar teriakan, keluh kesahnya
Melihatnya dalam uraian air mata
Terluka karena cinta yang diingkari
Dia sedang memeluk periuk kosong tempat beras
Percayalah, itu akan terisi sebentar lagi, entah oleh siapa
Lupakan saja lukamu sejenak, sandarkan lelahmu
Perut kami kosong, tak apa. Hibur kami
Tuhan membuat kami berjumpa lagi dengan Ramadhan
Kami riang menanti malam seribu bulan, banyak pinta terucap pada-Nya
Ini bulan penuh Rahmat
Meski takdir tidak inginkan kami menikmati Ramadahan seperti tahun lalu
Semua memang tidak lagi sama, seperti tidak ada ruang bagi kami untuk bernafas
Tetapi kami bertanya di mana Tuhan dan sedang apa?
Dia sedang membebat luka kami,
Dia itu Hening yang Bening dalam tangis kami
Dia itu Ramadahan yang menghampiri kami dengan sejuta Rahmat
Sidoarjo, 19 Mei 2020
RAMADHAN DALAM SETANGKUP RINDU
Inilah yang kusukai dari semesta
bulan bersinar di atasku, cahaya bintang menghujani kepala
anak-anak berlarian di jalanan kampung
aku mandi hujan Rahmat, memetik begitu saja nikmatnya dari udara
Aku tertawa sepanjang hari
malamnya aku dikepung penyesalan di atas sajadah
sementara mulut komat kamit mengucap doa entah apa
Lihat Tuhan, betapa banyak ingin dalam hatiku
Berikanlah kelegaan nafas, pada kami yang sedang sesak
Pada jiwa yang hampir terenggut pademi ,
atau pada yang sudah pergi karenanya
Puaskan dahaga kami akan kebebasan, mudik dan jajanan kampung halaman
Lihat, Tuhan, Aku bukan pecinta sejati-Mu, meski aku ingin
Aku hanya peminta, lantas kapan aku bisa berlaku ihsan?
Siapakah aku ini? Hingga Kasih-Mu sedemikian besar atasku?
Dalam sujud kubawa setangkup rindu pada Ramadhan yang segera berlalu
Sih Utami, Ibu pekerja di pabrik swasta, pekerja sosial. Seseorang yang mencintai sastra dan semua tentangnya., Pengagum para penyairnya.
Dia penulis dalam bahasa sederhana. Berusaha membagi kisah dengan tulus, sekiranya mampu memberi hiburan, menjadi teman dan inspirasi.
48. SAAT IFTHAR, Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi
Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi
SAAT IFTHAR
Saat ifthar menjelma
aku, orangtua, saudara dan keponakanku
mengamalkan sunnah Sang Nabi Kekasih Allah
meneguk secangkir air putih
mengunyah tiga butir kurma
menadah tangan dan berdoa
mensyukuri nikmat-Nya yang tak terhingga
Ifthar mengajariku cara mencintai-Nya
mereguk bahagia di semesta waktu
BIREUEN, 19 Mei 2020
___
= IFTHAR BERSAMA MEREKA =
By: Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi
Aku bersama bocah-bocah yatim
juga beberapa faqir dan miskin
meneguk secangkir air putih
mengunyah tiga butir kurma
Ifthar bersama mereka
membuatku sangat bahagia
karena aku melihat senyum indah Sang Nabi Kekasih Allah
BIREUEN, 19 Mei 2020
SAAT IFTHAR
Saat ifthar menjelma
aku, orangtua, saudara dan keponakanku
mengamalkan sunnah Sang Nabi Kekasih Allah
meneguk secangkir air putih
mengunyah tiga butir kurma
menadah tangan dan berdoa
mensyukuri nikmat-Nya yang tak terhingga
Ifthar mengajariku cara mencintai-Nya
mereguk bahagia di semesta waktu
BIREUEN, 19 Mei 2020
___
= IFTHAR BERSAMA MEREKA =
By: Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi
Aku bersama bocah-bocah yatim
juga beberapa faqir dan miskin
meneguk secangkir air putih
mengunyah tiga butir kurma
Ifthar bersama mereka
membuatku sangat bahagia
karena aku melihat senyum indah Sang Nabi Kekasih Allah
BIREUEN, 19 Mei 2020
JIKA PENYAIR MENCATAT CORONA oleh Nanang R Supriyatin
JIKA PENYAIR MENCATAT CORONA
Virus Corona atau Severe Acute Respitatory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-COV-2), ialah virus yang menyerang sistem pernapasan. Hingga menyebabkan demam, batuk kering, flu, pilek serta sakit tenggorokan.
Wabah yang mendunia ini kiranya menimbulkan efek global, terutama menurunnya ekonomi dan merosotnya daya beli masyarakat. Infeksi Corona yang pertama kali terjadi akhir Desember 2019 di kota Wuhan, China, setidaknya terlihat jalan-jalan agak sepi dikarenakan 'lock down', resto-resto sepi dikarenakan berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar. Orang-orang menjaga jarak dengan menggunakan masker, dan sebagainya. Paramedis berupaya dan berjuang mengurangi pasien yang tak pernah henti berdatangan, menunggu untuk disembuhkan. Meskipun, banyak dokter yang mengorbankan nyawanya akibat wabah akut ini.
Seniman, khususnya penyair tak menyiakan even 'gila' ini. Salah satunya senantiasa mencatat peristiwa baik yang hadir melalui pemberitaan di media massa dan media elektronik, maupun kejadian yang tercermin di lingkungan serta diri sendiri. "Work From Home" (WFH) ternyata membuat penyair mencatat bebas peristiwa ini.
Antologi puisi "Corona, Penyair Indonesia Mencatat Peristiwa Negeri", ialah sebuah buku berisi puisi-puisi anyar, ditulis oleh 101 penyair Indonesia. Setiap penyair ternuat 1-3 puisi. Merupakan antologi puisi yang dicetak semata-mata sebagai dokumentasi yang digagas RgBagus Warsono, penulis asal Indramayu yang merangkap sebagai editor.
Peristiwa menakutkan akan kehadiran sebuah wabah, kiranya menuntut seorang RgBagus Warsono atau Agus Warsono untuk tak menyia-nyiakan mengajak peranan penyair menuliskan tema khusus tentang covid-19. Tak ada syarat formal. Pengirim puisi dipersilahkan mengirim puisi dengan tema sekitar Corona, serta biodata satu paragraf. Naskah dikirim melalui email, whattshap atau massanger. Sebuah awal yang saya kira kerja setengah hati. Bahkan, pengisi buku tak diwajibkan membeli buku. Naskah yang sesungguhnya pencatat sejarah dunia ini pada dasarnya akan tersimpan sebagai asset di Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia yang dikelolanya.
Alhasil, saat buku dikirim ke alamat rumah saya, setelah saya buka isi paket dan setelah saya simak lembar per lembar isi buku -- spontan agak kaget untuk tidak mengatakan 'hebat!' Sang editor merangkap kurator ini, ternyata sangat serius. Antologi puisi dicetak sempurna. Terbukti, Rg Bagus Warsono membuat pengantar cukup panjang (hal. 7-21). Buku 237 halaman ini terbit tak berselang lama setelah deadline pengiriman puisi.
"Bagaimana membangun ide judul puisi adalah bagaimana mata dan mata hati memandang kehidupan di alam ini. Sangat banyak garapan ide puisi namun banyak penulis terbelenggu oleh tema yang disuguhkan. Padahal tema itu menyuguhkan yang sangat luas disampingnobjek juga dampak dan penyebab. Artinya tema dapat ditarik kebelakang bahkan ke depan." (Hal 16).
Beberapa nama penyair yang puisinya dimuat sudah tak asing lagi. Sebut saja A. Zainuddin Kr, Asro Al Murthawy Dkm, Bambang Eka Prasetya, Giyanto Subagio, Heru Mugiarso, I Made Suantha, Roymon Lemosol, Salimi Ahmad, Salman Yoga S. dan Wadie Maharief.
Salah satu puisi Wardjito Soeharso asal Semarang di bawah ini, agak beda dalam diksi serta irama. Sangat menarik.
JAPA MANTRA
Bolading!
Klambi Abang
Bendho giwang
Jalitheng!
Jun jilijijethot
Wong Tampang asli
Cempe-cempe!
Undangan barat gede
Tak opahi duduh tape
Weerrr.....weerrr.....
Weeeeeerrrrrr....
Setan ora doyan
Penyakit ora ndulit
Wabah orang teman
Amung kersane Gusti Allah
Corona...
Minggaaaaaatttt!
Semarang, 27 Maret 2020 (hal. 199).
Buku indah ini -- sayangnya tidak diimbangi dengan pengerjaan cover yang tak serius. Di samping tak ada gambar sebagai simbol virus covid, juga foto para penyair terlalu gelap. Biodata dengan huruf kecil membuat mata mengantuk tatkala membacanya.
NRS, Jakarta Pusat.
Virus Corona atau Severe Acute Respitatory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-COV-2), ialah virus yang menyerang sistem pernapasan. Hingga menyebabkan demam, batuk kering, flu, pilek serta sakit tenggorokan.
Wabah yang mendunia ini kiranya menimbulkan efek global, terutama menurunnya ekonomi dan merosotnya daya beli masyarakat. Infeksi Corona yang pertama kali terjadi akhir Desember 2019 di kota Wuhan, China, setidaknya terlihat jalan-jalan agak sepi dikarenakan 'lock down', resto-resto sepi dikarenakan berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar. Orang-orang menjaga jarak dengan menggunakan masker, dan sebagainya. Paramedis berupaya dan berjuang mengurangi pasien yang tak pernah henti berdatangan, menunggu untuk disembuhkan. Meskipun, banyak dokter yang mengorbankan nyawanya akibat wabah akut ini.
Seniman, khususnya penyair tak menyiakan even 'gila' ini. Salah satunya senantiasa mencatat peristiwa baik yang hadir melalui pemberitaan di media massa dan media elektronik, maupun kejadian yang tercermin di lingkungan serta diri sendiri. "Work From Home" (WFH) ternyata membuat penyair mencatat bebas peristiwa ini.
Antologi puisi "Corona, Penyair Indonesia Mencatat Peristiwa Negeri", ialah sebuah buku berisi puisi-puisi anyar, ditulis oleh 101 penyair Indonesia. Setiap penyair ternuat 1-3 puisi. Merupakan antologi puisi yang dicetak semata-mata sebagai dokumentasi yang digagas RgBagus Warsono, penulis asal Indramayu yang merangkap sebagai editor.
Peristiwa menakutkan akan kehadiran sebuah wabah, kiranya menuntut seorang RgBagus Warsono atau Agus Warsono untuk tak menyia-nyiakan mengajak peranan penyair menuliskan tema khusus tentang covid-19. Tak ada syarat formal. Pengirim puisi dipersilahkan mengirim puisi dengan tema sekitar Corona, serta biodata satu paragraf. Naskah dikirim melalui email, whattshap atau massanger. Sebuah awal yang saya kira kerja setengah hati. Bahkan, pengisi buku tak diwajibkan membeli buku. Naskah yang sesungguhnya pencatat sejarah dunia ini pada dasarnya akan tersimpan sebagai asset di Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia yang dikelolanya.
Alhasil, saat buku dikirim ke alamat rumah saya, setelah saya buka isi paket dan setelah saya simak lembar per lembar isi buku -- spontan agak kaget untuk tidak mengatakan 'hebat!' Sang editor merangkap kurator ini, ternyata sangat serius. Antologi puisi dicetak sempurna. Terbukti, Rg Bagus Warsono membuat pengantar cukup panjang (hal. 7-21). Buku 237 halaman ini terbit tak berselang lama setelah deadline pengiriman puisi.
"Bagaimana membangun ide judul puisi adalah bagaimana mata dan mata hati memandang kehidupan di alam ini. Sangat banyak garapan ide puisi namun banyak penulis terbelenggu oleh tema yang disuguhkan. Padahal tema itu menyuguhkan yang sangat luas disampingnobjek juga dampak dan penyebab. Artinya tema dapat ditarik kebelakang bahkan ke depan." (Hal 16).
Beberapa nama penyair yang puisinya dimuat sudah tak asing lagi. Sebut saja A. Zainuddin Kr, Asro Al Murthawy Dkm, Bambang Eka Prasetya, Giyanto Subagio, Heru Mugiarso, I Made Suantha, Roymon Lemosol, Salimi Ahmad, Salman Yoga S. dan Wadie Maharief.
Salah satu puisi Wardjito Soeharso asal Semarang di bawah ini, agak beda dalam diksi serta irama. Sangat menarik.
JAPA MANTRA
Bolading!
Klambi Abang
Bendho giwang
Jalitheng!
Jun jilijijethot
Wong Tampang asli
Cempe-cempe!
Undangan barat gede
Tak opahi duduh tape
Weerrr.....weerrr.....
Weeeeeerrrrrr....
Setan ora doyan
Penyakit ora ndulit
Wabah orang teman
Amung kersane Gusti Allah
Corona...
Minggaaaaaatttt!
Semarang, 27 Maret 2020 (hal. 199).
Buku indah ini -- sayangnya tidak diimbangi dengan pengerjaan cover yang tak serius. Di samping tak ada gambar sebagai simbol virus covid, juga foto para penyair terlalu gelap. Biodata dengan huruf kecil membuat mata mengantuk tatkala membacanya.
NRS, Jakarta Pusat.
Selasa, 19 Mei 2020
47.Khoirul Mujib KETIKA RINDU DAN BERTEMU
47.Khoirul Mujib
KETIKA RINDU DAN BERTEMU
udara sayup sejuk menyusuri bulu romaku
aku duduk depan rumah bersama rindu
rindu akan kenangan ramadan tahun lalu
berbuka bersama dan saling bantu
ketika anggota keluarga pikirannya buntu
rumahku berhias kenangan syahdu
kenangan yang selalu menjaga ingatanku
dari terpaan angin waktu menderu-deru
andai sewaktu suka membuka kunci pikiranku
dan membawanya ke alam bawah sadarku
mencoba melupakan kisah indah di rumah itu
namun, sudah terikat erat kasih sayang ayah ibu
di ramadan tahun ini yang belum berlalu
bertemu adalah hal yang diinginkan oleh rindu
karena rindu adalah jembatan saling bertemu
bertemu di rumah kita yang indah tanpa ragu
mewarnai rona hidup menyatu dan bertalu-talu
Mojokerto, 30 April 2020
Khoirul Mujib
TADARUS PUISI DI RUMAH SAJA
aku bersastra di rumah saja
situasi masih pandemi corona
membaca puisi ditemani buku,
rak buku dan meja yang setia
puisi aku baca penuh tenaga
akupun masuk di dalamnya
duduk berdampingan mesra
dengan deretan suku kata
ditemani diksi mempesona
suara tadarus puisi menggelegar
rak buku bergetar mendengar
tumpukan buku saling jatuh terkapar
meja yang setia menunggu sabar
agar buku jatuh itu juga dibaca
walau sebentar
Mojokerto, 18 Mei 2020
Khoirul Mujib, lahir dan tinggal di Mojokerto. Saat ini bekerja sebagai guru di SDN Kumitir 1 Jatirejo, Mojokerto, Jatim. Buku tunggal puisinya yang sudah terbit: Lalu Lintas Kata Menyapa (2019), Merawat Dinding Hati (2020). Karyanya juga terhimpun dalam antologi puisi bersama; Brantas (2018), Merawat Jiwa yang Hilang (2018), Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu (2018), Tamasya Warna (2018), Aksara Langit (2018), Bulan-Bulan dalam Sajak (2018), Gadis Kampung Air (2019), Dari Kisah Para Pemburu Hidayah Hingga Kolak Pisang (2019). Bendera Sepenuh Tiang (2019), Sajak Cinta Untuk Peneroka (2019), Meneroka Aba Yat Hingga Kubu Aur Duri (2019). Festival Sonian (2019), Jantung Kata (2019), Antologi Kata Hati (2019). Sayur Mayur (2020), dan Perempuan-Perempuan Kencana (2020). Cerpennya terhimpun dalam: Cerita-Cerita dari Kranggan (2018). Candhuk Badra (2018) dan Dari Ujung Benteng Pancasila 242 (2019). Penulis dapat dihubungi melalui E-mail di khomujiboy@gmail.com. Fb: Kho Mujib.
Langganan:
Postingan (Atom)