Selasa, 28 April 2020

Puasa Pertama, Anisah

Anisah

Puasa Pertama



Suasana social distancing sangat terasa di Musholla Istiqomah Dusun Jrakah

Tak ada lagi sesame jamaah bersalam-salaman seperti tahun lalu

Penataan shof tak lagi rapat tetapi berjarak. Tak ada karpet digelar, semua membawa sajadah sendiri

Walau begitu, musholla penuh dengan jamaah, tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan

Semua cerah ceria memasuki malam pertama Ramadhan

Setelah selesai sholat taraweh, jamaah pulang, sesuai anjuran pemerintah

 untuk mengurangi kegiatan berkerumun agar terjaga dari virus corona

Masyarakat dengan ikhlas pulang ke rumah masing-masing

Pukul tiga dinihari

Suara panggilan dari masjid untuk bangun persiapan makan sahur

Diiingi suara gemericik air hujan yang membuat syahdu suasana lereng Merapi

Indahnya suasana malam pertama makan sahur

Drngan lauk pepes ikan nila yang lezat

Semua anggota keluarga  riang gembira menikmatinya

Bersyukur telah diberi rizki kesehatan

dalam suasana lockdown dan PSBB



Magelang, April 2020
















Biografi Pengarang:

Anisah, penulis laporan dan berita pada Majalah Rindang, Semarang{2010},

Penulis artikel pada Surat Kabar Jawa Pos Radar Semarang {2019},

Penulis artikel pada Majalah Sejahtera Semarang {2020}

Penulis Antologi Puisi Tari Soreng {2019}

Penulis 5 buku antologi puisi bersama {2017.2018.2019,2020}

Alamat: Jrakah, Kaliurang, Srumbung, Magelang

HP.008774208223

Selembar Sajadah Hamparan Rumput Masjid Islamic Centre, Rg Bagus Warsono

Selembar Sajadah Hamparan Rumput Masjid Islamic Centre



Bus tahu waktu

Sopir kini mengerti hati penumpang

Ac siang tak tersa dingin

oleh suhu berdesakan

dalam perjalanan pulang

dan pergi ke tujuan

lalu badan besar panjang itu masuk pelataran

Masjid megah bersejadah hijau

hamparan umat

yang setia datang

atas kehendakNya

Rumah kita yang indah.

Lalu kita mencuci waktu

Betapa sehari seminggu sebulab dab setahun begitu cepat

ampuni jiwa kami kotor

malu aku berada di lelataranMu

aku ingin bersih

jiwa ini

malu aku berada

Di rumah kita yang indah.

(rg bagus warsini 27 April 2020)

Tiga Padasan, Rg Bagus Warsono

Tiga Padasan



Dengan air tadi siang

Dan bekas sandal jepit menyumpel mulutnya yang kecil

agar cukup

membasahi jamaah surau

gemericik riang air membasuh muka

dari orang orang laut

berbau ikan dan asin

menjadi bersinar

Tiga padasan gemericik hingga subuh tiba

airpun menyapa dingin

sepercik sepercik mulut padasan semakin kecil

seperti tetesan gerimis

lalu habis disinari matahari pagi

Tiga padasan kembali mencari air

yang dibawa ibu pemilik surau

(rg bagus warsono Ramadhan 1441 H)

Kita Semakin Berhimpit, Rg Bagus Warsono

Kita Semakin Berhimpit


Bersandar Dinding Jendela At Taqwa Bagda asyar menanti

lelaki tua lusuh dengan tas

Tembokku tembokmu juga

At Taqwa yang kita miliki kini megah berlantai dua

Menikmati kantuk sejuknya angin

di serambi itu

At Taqwa milikmu

Seperti yang sudah sudah lelaki betsandar bertambah tambah

semakin ramai semakin padat

At Taqwa milik semua

lelaki tua lusuh itu tak terlihat

dan saling tak melihat

At Taqwa tak mempedulikan

duduk atau selonjor

sebagai tamu rumah kita yang indah

Ketika beberapa saat menjelang magrib

semakin berhimpit

kendaraan dan gerobak dagang

ingin bersandar

di dinding jendela At atTaqwa.

(rg bagus warsono, ramadhan 1441 H)

Tadarus Puisi IV Ramadhan 1441 H Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia



Kamis, 23 April 2020

Ikuti Antologi Bersama Tadarus Puisi IV Lumbung Puisi Sastrawan Indonesi 2020 di Ramadhan 1441 H

Bagaimana menggairahkan sastra Indonesia khusus puisi pada pecintanya tergantung dari kearifan pelaku sastra untuk memelihara gairah sastra masyarakat. sastra Indonesia tidak boleh vacum karena kegelisahan, kesepian, keterasingan, atau keterpinggiran. Ia harus dapat menatap gembira ke depan agar sastra Indonesia dapat mengiringi laju zaman di Tanah Air ini.

Begitu pentinggnya sastra mengawal zaman begitu gairah sastra digelorakan para pelaku sastra di tanah air. Dari sanggar, komunitas hingga lembaga kebudayaan turut serta dalam memelihara sastra itu.

Namun tidaklah asal bunyi atau asal keluar , tetapi sastra harus menunjukan kemampuannya mengawal zaman itu. Artinya sastra dalam perkembangannya harus semakin maju baik keragamannya maupun mutu.

Antologi bersama yang populair di mulai tahun 2000-an ini seiring dengan perkembangan internet, kian menampakan pertumbuhan luar biasa. dimana-mana tumbuh membangkitkan gotong royong membuat buku sastra bersama, antologi bersama sama.

Di belahan sastra di tempat lain aktivitas terus berlanjut. semakin kehari hari ini semakin berlipat pelaku dan peminatnya. Ternyata bangsa Indonesia itu cinta keindahan. Sebab sastra adalah keindahan tutur dan hati. Tutur dan lisan sastra itu merupakan ungkapan hati. Jadi bangsa Indonesia itu mencintai keindahan.

Di belahan sastra di tempat lain, ada manusia pelaku sastra yang melihat perkembangan kegairahan masyarakat bersastra ini sebagai kekhawatiran akan perkembangan dirinya. hatinya diliputi rasa khawatir apa bila ia yg senior dan ternama itu tidak mendapat bagian sanjung dan peran aktivitas itu.

Demikian gerak sastra dan kegiatannya slalu memberi petunjuk baru dan lama, senior dan junior, kawakan dan pemula, pengalaman dan ingusan. Mereka beraktivitas bersama untuk menemukan kepuasan tersendiri. . Siapa disuka dengan siapa ia berhubungan. Mereka bebas memilih mana yang ia sukai.

Bagi orang yg berjiwa merdeka keadaan demikian adalah kegembiraan tak terhingga. Sebab ketika banyak masyarakat mencinta sastra dan banyak pelaku sastra di Tanah air , ini berarti bagian kemajuan bangsa dan kemajuan bahwa kita yang telah mengenal sastra ternyata diikuti oleh orang lain . Sebuah kemajuan positif baik dalam hal kreativitas maupun mental spiritual.

Kenapa demikian, sebab menggiring untuk mencintai membaca saja susahnya bukan main. Oleh karena itu kehadiran mereka dalam kancah sastra dalam hal ini puisi dan pemnyair harus disambut gembira. Dan perlu kita dukung agar sastra semakin memasyarakat .(bersambung)

Selasa, 21 April 2020




Tentu masih banyak puisi-puisi indah dalam antologi ini yang mengundang apresiasi dan enak dibaca. Sungguh pun demikian tak elok jika apresiasi berupa ulasan disampaikan dalam buku ini. Penyair-penyair dalam antologi Corona ini ternyata memiliki kekhasannya tersendiri dari masing-masing pemilik jiwa sang penyair. sebagai penutup ulasan buku ini penulis suguhkan mantra puisi karya Wardjito Soeharso. Penyair asal Semarang ini justru membuat jampi-jampi agar pagebluk ini segera berakhir. Dalam bahasa jawa Wardjito mencoba jampi-jampi ini. Sebuah puisi yang membuat pesona luar biasa jika dibaca di panggung terbuka. Berikut puisinya :





Japa Mantra



Bolading!

Klambi abang

Bendho gowang.

Jalitheng!

Jun jilijijethot

Wong Tapang asli

Cempe-cempe!

Undangna barat gede

Tak opahi duduh tape

Weerrr.....weeeerrrr....

Weeeeeerrrrrr....

Setan ora doyan

Penyakit ora ndulit

Wabah ora temah

Amung kersane Gusti Allah

Corona...

Minggaaaaaatttt!

Giyanto Subagio, Virus Corona Realitas 2020


Senada dengan penyair Heru Mugiarso. Penyair Jakarta Giyanto Subagio dengan puisi pendek yang sangat apik ia menatap wajah Ibu Kota Jakarta.

Giyanto Subagio yang dikenal sebagai pembaca puisi ini juga mencatat bahwa situasi ibu kota di masa corona demikian mencekamnya. Mari Kita simak puisi bagus ini :




38.Giyanto Subagio, Jakarta

Virus Corona Realitas 2020

Copid 19 mengetuk pintu rumahmu bagai hantu kelam yang begitu menakutkan.

Di ujung gang tak ada tanda

kabung, kecuali jalan setapak yang sunyi dan mencekam.

Malam bulan kehilangan cahaya kehidupan. Sebab, lampu-lampu kota pucat pasi serupa tarian mayat-mayat.

Sirine ambulance meraung-raung membelah kota Jakarta yang sepi bak kota mati.

Heru Mugiarso, Jantung Jogya


Mari kita simak puisi berjudul Jantung Jogya. Karya Heru Mugiarso. Entah mengapa Heru menyebutkan Jogya bukan Jakarta. Meski demikian puisi ini termasuk unik ketika tema yang disuguhkan ia menatap bagaimana kehidupan di sebuah kota (Jogyakarta) akan dampak corona.

Gaya Heru demikian apiknya sebagai seorang penulis senior, sehingga puisi ini mengundang apresiasi tinggi. Bahkan Heru menulisnya ketika dengng corona mulai dibicarakan. Mari kita simak puisinya :






43.Heru Mugiarso, (Semarang)

Jantung Jogya

Pageblug Covid -19

Apakah Jantung Jogya berhenti berdenyut

Ketika debarnya kaubaca sebagai romansa percintaan

Antara para pelancong, penjaja nasib dan puisi elegi

Yang dinyanyikan para pengamen jalanan?

Senja adalah nostalgi

Tertulis pada ribuan tilas jejak kaki

Tapi tidak pada saat kini

Ketika udara bertuba tibatiba berubah jadi buruk mimpi

Apakah sesuatu yang viral ketika nafas mendadak tersengal?

Dan di jantung Jogya yang sibuk kau cari pada halaman peta itu

Seolah meramal ada yang harus hilang dan terpenggal

2020

.Salimi Ahmad, Pandemi Covid 19

Kawan Lama,

Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.

Dalam antologi corona ini ia menulis bagus puisi yang cukup panjang namun baris dan baitnya tampak bernas. Banyak orang menulis puisi panjang namun bait baitnya kadang sama arti dengan bait sebelumnya sehingga menjenuhkan. Tidak demikian bagi penyair Betawi yang akrab dipanggil "Encang" ini berikut puisinya mari kita simak.




79.Salimi Ahmad, Jakarta

Pandemi Covid 19

otakku ini sepertinya harus dicuci

bukan dengan rinso atau bayclean

yang konon terbukti ampuh

membersihkan kotoran,

menghilangkan noda dan bercak

yang melekat

aku harus mencuci otakku, kukira

dari wabah virus corona ini

yang sedang gencar-gencarnya

memporanporandakan dunia

dunia nyata maupun dunia imajinasi

dari penduduknya yang gelisah

aku harus mencuci otakku, kukira

dari segenap kesalahan yang mungkin saja

telah diperbuatnya

dari penderitaan masyarakat bawah

yang terpangkas rejekinya akibat social distancing

dari kepanikan masyarakat menengah - atas

membayangkan akan kelaparannya

yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana

dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal

di penjara-penjara, hanya untuk maksud

yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor

mati terasing di kandang mewahnya - jeruji

yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.

aku harus mencuci otakku, kukira

untuk tegar membelah semangat

para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang

dan menebar kebangggaan

di tengah peralatan serba kekurangan

dokter, perawat, para relawan medika,

orang-orang yang mengasihi dan

berjuang menjaga hidup kemanusiaan

aku harus mencuci otakku, kukira

menjaga semangat dan bersemangat berjaga

jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu

gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,

kalap memahami “makna” wabah

aku harus mencuci otakku, kukira

bukan dengan segala benda-benda itu, bukan

sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan

yang mengandung pembenaran takliq,

pengutipan doktrin manusia

aku akan bergembira mencuci otakku

bukankah shalat dan cinta, takkan terterima

ketika suci jadi permainan mata.

Jakarta, 8 April 2020

Senin, 13 April 2020

Evita Erasari , Bumiku


Evita Erasari ,

Bumiku


Laut biru
Langit biru
Membelah cakrawala
Senja menjadi jingga
Pagi searoma jiwa

O bumiku
Semua melirikmu
Semua melihatmu
Dari bilik ruang
Dari bilik waktu

Di balik bencana ada rahasia
Di balik kematian ada kehidupan

Corona kau datang
Bumiku bergetar guncang
Semarang , 10 April 2020

Jaga Harap


Malam langit kelam
Aroma gelap menyengat
Tubuh tubuh dalam jiwa terguncang

Di jalanan manusia pulang
Beringsut menutup rumah
Jendela hanya terbuka setengah

Dalam diam semua tercekam
Virus sebesar serpihan debu
Berkeliaran di segala ruangan

Bahkan di tempat paling terungkap
Mata telanjang kita tak tangkap
Mata hati kita bekerja rangkap

Di tiarap kita jaga harap
Di gelagap kita jaga degap

Oh sayap sayap cinta
Berilah kami tempat

Agar bisa menyelesaikan
Apa yang belum sempat

Agar bisa meletakkan
Apa yang belum tepat
Semarang , 4 April 2020

Evita Erasari , Tinggal : di Semarang
Pendidikan : S1 psikologi Unika Soegijapranata Semarang
Buku antologi bersama : Tambak Gugat , Semarang sepanjang jalan kenangan , 13 perempuan menanak Sajak , Progo 6 , antologi Wong Kenthir
Aktif di komunitas teater Aktor Studio Semarang

.SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS: MEDITASI VIRUS

110.SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS:

MEDITASI VIRUS

cobalah kau terawang kembali
kesenyapan ini seperti malam bermuara
petaka. kepulan asap merapen meditasiku
terasa berarak ke selatan, seperti menuju
pendulangan tulang-belulang ke poros malam

komat-kamit dalam nyanyian hening ini
adalah prosesi penghantar virus guna-guna
ke lambung hatimu yang telah kesekian dungu
mengenyahkan katrisnanku yang mengerak bumi
hingga kerontang waktu meliang kubur-kubur

"wel gowal gowel...
kuwe kudhu mlebu lan lebur nyawiji
katrisnanku ojo sampek mbok mblenjani
bruussss... bruussss... bruussss...!!!"
 (sampit, 120420)

SUJUDI AKBAR PAMUNGKAS, kelahiran Tuban. Selain dipublikasikan puluhan media cetak pusat dan daerah, juga beberapa kali pernah masuk nominasi LCP se-Indonesia. Karya puisi sebagian terangkum dalam buku seperti, Antologi Puisi Indonesia (API 1997) di antaranya bersama Sutardji Calzoum Bachri dan Slamet Sukirnanto. Kebangkitan 1995, Getar 1996, Negeri Bekantan 2003, Memo Untuk Presiden 2014, Merangkai Damai 2014, Sang Peneroka 2014, Jaket Kuning Sukirnanto 2014, Abad Burung Gagak Di Tanah Palestina 2015, Kalimantan Rinduku Yang Abadi 2015, Puisi Menolak Korupsi-6 2017, Kutulis Namamu di Batu 2018, A Skyful of Rain 2018, Zamrud Katulistiwa 2019, Mblekethek 2019, Perjalanan Merdeka 2020, Sayur-Mayur 2020 dll. Sempat aktif jadi Penyiar, Wartawan dan Redaktur Media Cetak dan Radio. Pernah menerbitkan Majalah dan Tabloid Berita yang tumbang oleh Tragedi Sampit 2001. Biografinya masuk dalam Leksikon Susastra Indonesia 2000 oleh Korrie Layun Rampa




.BUANA KS CORONA

109.BUANA KS

CORONA
Tentang risau yang begergemuruh
Angin berkabar tentang maut bergentayangan
Menyisir jengkal demi jengkal persembunyianmu

Corona engkau kah balatentara maut
Mengusir orangorang di mall-mall
Menghalau ibuibu di pasar tradisionanl
Mengunci pagarpagar sekolah, kantorkantor mengurangi
Jam kerja, para pekerja kekurangan gaji
Buruh kehilangan ladang penghasilan

Corona senyap hadirmu menyergap keangkuhan manusia
Kotakota mati seperti tak berpenghuni
Corona kau ciptakan sebuah jarak di antara setiap gerak manusia
Hai hai, corona siapakah engkau sebenarnya
Kekuatanmu mampu memblokade negara, sampai kampung terkecil sekalipun
Gemetar mendengar namamu

Corona pergilah, pergi tinggalkan tanah kami
Bocahbocah menangis siangmalam, merindukan suasana dulu
Dimana gelak tawa jam belajar, menggerakgerakkan kumis tuan guru
Dimana para marketing dan colector bank menghedor pintu para nasabah bandel
Dimana ibuibu lincah berpose manis di tamantaman bunga
Corona pergilah,, karena meraka sudah sadar baramgkali
Tentang malaikat maut, malaikat rezeki
Dan tentang keberadaan Tuhan



Pergilah,, berapa nyawa lagi akan kau curi
Sungguh kotakota benarbenar hampir binasa
Hanya karena ulahmu yang tak pernah diduga

Malam kini sunyi
Para pejalan malam sudah bosan bersembunyi
Kedai kopi dan kedai kedai lainya rindu pada
Gelak tawa pelanggan yang menghabiskan kopi berjam jam
Pergilah, kembali ke duniamu sendiri
Muarabungo, 10 April 2020























BUANA K.S Air Kelinsar kabupaten Lahat Sumatera selatan pada 17 Agustus 1985, dengan nama Lahir  Bambang Hirawan. Pada tanggal 16-18 Maret 2012 menjadi peserta TemuSastrawan Nusantara Melayu Raya I di Sumatera Barat. Pada akhir tahun 2015 Buana KS mencoba menulis biografi  singkat Alm Zubir Mukti salah satu tokoh sastra Kabupaten Bungo yang namanya hampir tidak dikenali di kalangan masyarakat Jambi dengan nara sumber adik dan Anak Alm Zubir Mukti. Puisi Buana KS pernah ikut dalam pameran Foto dan Puisi yang digawangi Sakti Alam Watir. Puisinya juga pernah dimuat surat kabar lokal seperti Jambi Independent, Pos Metro Jambi, Bungo Pos, Merangin Ekspres, Jambi One dll. Beberapa Karya puisi Buana KS  terangkum dalam antologi  puisiPenyair Indonesia dan mancanegara, seperti : Antologi 25 Penyair Muda Nusantara “ Traktat Cintadan Dosa Dalam Dendam” (Pena Ananda, Juli 2011), Antologi Sehimpun Puisi Generasi Kini “ JejakSajak” (BPSM 2012), Menguak Senyap (Rios Multicipt, Padang, 2012),  Senandung Alam (LeutikaPrio, 2012), Carta Farfalla (Tuas Media, 2012),  Talenta Para Pengukir Tinta Emas (AwangAwang Publishing, 2012),  Antologi Puisi IGAU DANAU (SanggarImaji, 2012),  Bilingual Poetry Anthology SPRING FIESTA “Pesta Musim Semi” (Araska Publisher, 2013),  Antologi Puisi Kota Jam Gadang “Bukittinggi Ambo Di Siko (Fam Publishing, 2013),  Kumpulan Puisi Penyair Indonesia MEMO UNTUK PRESIDEN (Forum Sastra Surakarta, 2014),  Antologi Puisi Penyair duakota “LACAK KENDURI” (Imaji, 2014),  Antologi Puisi Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku media, 2015), Antologi Penyair Menolak Korupsi IV “Ensiklopegila Koruptor” (Forum Sastra Surakarta, 2015), Antologi Puisi Dari NegeriPoci VI “Negeri Laut”(KKK, 2015),  Antologi Sekumpulan Puisi Sakkarepmu Penyair Mbeling Indonesia (Sibuku media, 2015), Antologi 13 Penyair Jambi “PENDARAS RISAU” (Rukam&Imaji, 2015)  Antologi PuisiPenyair Jambi “Rumah Cinta” (Balai Bahasa Provinsi Jambi, 2015), Antologi Ketupek Bengkulu (Oksana, 2016), Antologi Penyair Jambi '' Siginjai Kata-Kata (RUKAM, IMAJI, 2016). Saat ini Buana KS menetap di MuaraBungo, Jambi.Alamat :Bambang Hirawan, JL. Lebai Hasan RT 12 RW 04, Kelurahan Batang Bungo, Kecamatan Pasar Muara Bungo, Bungo – Jambi 37213, Hp. 085273586055



Salman Yoga S Corona Kota, Kopi Kampung

108. Salman Yoga S

Corona Kota, Kopi Kampung
Berdiam di pekebunan tidak sepi dari mikroorganisme
Menyuburkan tanah menghijaukan dedaunan
Bakteri-bakteri bermutualisme dengan tetumbuhan dan manusia
Damai bersama alam dan segala makhluk
Kopi kampung mengakrapkan segala musim

Berdiam di kota riuh dengan corona
Wabah virus yang takuti semua negara
Pagi siang senja hingga malam penuh waspada
Bahkan yang bertutup mulutpun curiga
Karena ia bisa berpindah dengan segala benda
Bersimbiosis parasitisme di dalam raga

Kupilih bermaustin di Vilar Wih Ilang
Perkebunan kopi yang selalu setia menerima dan memberi
Melafal gelisah menyaksikan matahari timbul dan tenggelam
Mengakrapi setiap perdu-perdu dengan nafas kehidupan
Bersimbiosis netralisme di bawah langit berpayung awan
Vilar Wih Ilang, Gayo – Aceh Tengah 2020

Salman Yoga S. Lahir di dataran tinggi Gayo Aceh Tengah. Aktif disejumlah organisasi sosial, profesi, seni dan gerakan kebudayaan. Sebahagian karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Rusia, Arab, Jerman, Spanyol serta sejumlah bahasa nusantara. Kesehariannya mengajar dibeberapa perguruan tinggi dan sebagai petani kopi. Tinggal di Kampung Asir-Asir Atas. Jln. Gerunte No. 70 Takengon (24513), WA: 081362726789.



















ERI SYOFRATMIN COVID 19

107.ERI  SYOFRATMIN

COVID 19

: Memorial wabah corona.

Sepertinya,
: Kurva-kurva kematian,
  Kian memuncak di negeriku.

Orang-orang,
: Menutup telinga,
  Pekakkan mata bathinnya,
  Seolah-olah wabah ini,
  Hanya iklan dan slogan saja.

Orang-orang,
: Tak hiraukan,
  Himbauan ntuk dirinya,
  Masih saja wara-wiri
  Meng-anak-pinakan corona.

OH.....

Sepertinya,
: Kurva-kurva kematian,
  Kian meningkat tak terbendungkan.

Rumah sakit penuh pasien corona
Ruang-ruang ICU tlah melimpah ruah
Kamar-kamar penuh sesak tak terelak
Hingga ke gang-gang kamar
Sementara para Dokter
Satu persatu di kerumunni wabah Covid
Hingga koit....Dan, Wabah virus Corona
Makin merajalela.



Inilah,
: Yang kita takutkan,
  Sangat mengerikan.

Tak terbayangkan,
: Satu persatu nyawa manusia,
Hilang di renggut kematian,
  Tak ada lagi tata cara penguburan,
  Sanak famili, Orang tua dan temanpun,
 Tak dapat menjenguk tubuh kakumu.

Subhanallah...
Subhanallah...
Subhanallah...
Allahu Akbar...
Allahu Akbar...
Allahu Akbar..

Lindungi Negaraku,
Dari wabah yang menakutkan,
Dan mematikan ini Ya Robbi...
Muarabungo, 22 Maret 2020.











ERI SYOFRATMIN lahir di Muara Bungo 07 September 1970. Mulai bergiat di dunia seni dan sastra ketika menempuh pendidikan di ASKI Padangpanjang pada tahun 1989 sampai tahun 1994 dan melanjutkan studi S1 di IKIP Padang jurusan Sendratasik selesai pada tahun 1998. Puisi puisinya banyak dimuat diterbitan Ganto, Harian Singgalang dll. Semasa kuliah banyak berkecimpung di Taman Budaya Padang bersama penyair-penyair dan seniman sumatera barat. Pendiri Forum Komunikasi dan Kreasi Pemuda di Kabupaten Bungo. Pernah aktif di Sanggar Pemda Kabupaten Bungo yang bergerak dibidang seni tari dan musik tradisi. Puisi-puisinya juga tergabung dalam antologi bersama seperti PRASASTI (1999) dan LACAK KENDURI (Dewan Kesenian Merangin, 2015) KITAB KARMINA INDONESIA (KKK, 2015). Aktif berkegiatan seni di Komunitas Seniman Bungo dan Sanggar Pisang Kayak. Saat ini menjadi tenaga pengajar Seni Budaya di SMPN 1 Muko Muko Bathin VII dan SMPN 1 Muara Bungo.
Alamat :  RM. SATE KAMBING LERI ASKA
JL. SUDIRMAN KM. O ( Depan Hotel Pelangi)
Kelurahan Pasir Putih
Kecamatan Rimbo Tengah
Kabupaten Bungo-Jambi

Meinar Safari Yani GURU SEMESTA

106.Meinar Safari Yani

GURU SEMESTA

Gerbang sekolah tertutup
Ruang guru sunyi mengatup
Pintu-pintu klas terkunci
Debupun membuai bangku kursi
Papan tulis terdiam  dan  buram
tanpa angka,tanpa aksara
Tanpa rumus atas goresan spidol Bapak Ibu Guru
Halaman sekolah lengang
Tiada upacara bendera ,tiada senam pagi
Tiada latihan Pramuka atau ekstrakurikuler lainnya
Saat ini ......
Seragam anak sekolah terlipat rapi di lemari
Anak-anak negeri batal ujian ,sementara yang lainnya belajar di rumah
Ikuti himbauan Mas Menteri untuk libur sampai nanti
Aah  CORONA ,tiada mampu kami mengelak atas hadirmu
Kau guru kasat mata di kehidupan semesta
Mengajarkan hidup bersih dan kembali pada ajaranNYA













DOA  DAN ASA
Tuhan ...
Kali ini hamba lebih berlama-lama dalam doa
Kali ini hamba berulang kali menyebut asmaMU
Kumengais cinta ,mengemis kasih sembari mengusap air mata
Sesak menyeruak di dalam dada
Hamba rasakan takut berlebih ,juga panik yang membuih
Pudar senyum hilang tawa
Kering bibir jiwa terbata
Telinga dan mata di jejali berita tentang wabah corona
Dari segala belahan dunia dan merenggut ribuan jiwa
Tuhan .....
Di atas sajadah kusam
Tanganku tengadah merangkai pinta demi pinta
Menautkan asa dan doa
Mohon usaikan wabah corona ini tanpa sisa
Dan izinkan kami melangkah di jalan lurusmu
Songsong Ramadhan penuh cita dan cinta

ASA  DI DERAI HUJAN
Hujan deras
laksana air memberontak dari langit
Bumi pasrah,tanah basah
Sesekali guntur bertasbih
Lewat gelegarnya yang susul menyusul
Subhanallah
Alhamdulillah
Allahuakbar
Bibir bergetar
Melafadzkan keMaha SucianMU
Ke Maha BesaranMU
Sembari berharap
Hujan adalah rahmad
Bagi segenap penduduk bumi
Membawa pergi dan lari virus Covid -19
Meinar Safari Yani, Lahir di Klaten,31 Mei 1967 ,guru di SMA  Kartika di Balikpapan sejak tahun 1998 .menulis puisi sejak SMP dan  dimuat di majalah MOP Jawa Tengah . menulis puisi  di koran Manuntung ( sekarang Kaltim Pos ) , guru pendamping lomba cipta dan baca  puisi antar SD Kartika tingkat nasional di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba cipta puisi FLS2N SMA tgk kota dan propinsi 2019 ,  beberapa kali mengikuti antologi puisi dan sering mendapat tugas untuk membuat puisi untuk acara di lingkungan Yayasan Kartika Jaya

Hermawan Bencana Wabah

105. Hermawan

Bencana Wabah

Azabkah dari fitnah dan  hina menghina
Saat wabah itu datang dari utara
Semua merasakan sakit, prihatin, dan pilu serta
Melihat dan membaca berita bersileweran dari media
Hanya saha dan doa membuat sempurna

Seorang anak kecil yang berharap akan rezeki
Menunggu kedatangan para pemberi
Semua jadi sepi dan mimpi
Hanya awan-awan putih di langit biru yang tak bertepi
Saksi dan perwujudan keberadaan Ilahi

Seorang ibu mengajak anak itu pulang
Entah kemana menelusuri jalanan lengang
Berjalan ke luar masuk dari gang ke gang
Dari rumah orang-orang melihat tercegang
Ibu dan anak berjalan pulang

Sampai di kampung ibu dan anak merasa lega
Kehidupan berjalan  seperti biasa
Tak sepi seperti di kota
Oh corona
Datang dan pergi tak ada berita
Semua aktivitas terpenjara
“Ibu, semoga orang-orang itu tak berdosa menghadap Yangkuasa”
Pelajaran alam untuk hidup sederhana
Alam ini terjaga bersama
Rahasia alam adalah obat dari semua wabah yang bahaya

Batangkabuang, Maret 2020

Dunia fana yang hina menghina ini
Wabah merajalela bagai menghirup udara
Sadar tak sadar kita menghirupnya
Bersama kita nestapa apa adanya

Wabah datang begitu saja
Kita semua baru tersentak dan lupa
Lupa akan segala
Hidup sendiri
Bagai tak tahu diri
dalam kamar yang sepi

satu-satu kita ditinggal dan tertinggal
menangis dalam sepi
diantar oleh petugas sendiri
tak ada arti

bila tak ada arti
kenapa harus disesali
menghadap ilahi
hanya sekali

berhentilah wahai semua
jika pedoman ilahi
tanda arti diri
menhadapNya

Padang, 1042020







Tahu Diri

Ramadhan  penahan diri
Corona pengikat diri

Di mana diri
Yang selama ini
Hanya mengebiri
Tak tahu diri
Resah gelisah dan iri

Di hari ini
Merasa tak ada lagi
Dalam kamar sendiri
Di luar sepi sekali
Diperintah supaya patuhi
Kabar kabarilewat jari

Setelah bersih diri
Kita buang segala iri
Saling menyadari
Untuk hidup lebih berarti
Padang, 4 42020

Hermawan, akrab dipanggil An, lahir di Jakarta 14 Desember Alamat Jl. Bakti ABRI No36 RT 01 RW 1  Kelurahan Batangkabung-Ganting Kecamatan Kototangah, Padang, 25172, telepon 081363260719, WA 081261177458 email: hermawan.caniago@gmail.com.
Staf pengajar STKIP Rokania ini aktif menyajikan makalah tentang sastra dan pendidikan diberbagai pertemuan ilmiah. Puisi-puisi yang terbit dalam Gaga antoloi puisi mahasiswa sastra Universitas Bung Hatta tahun 1986, Bung antologi puisi dosen Universits Bung Hatta, Ragam Puisi Kolaborasi Cinta Anak Negerimu, Patah Tumbuh Hilang Berganti (2015) blencong, Menyemai Ingat Menuai Hormat, Matahari Cinta Samudera Kata, Nyanyian dari Hutan, Pantai, dan Taman Kota (terbitan HISKI), (2016) Aceh 5:03 6,4 SR, 6,5 SR Luka Pidie Jaya, Nyanyian Puisi untuk Ane Matahari, Menderas Sampai Siak, Mufakat Air, Nyanyian Gerimis (2017), Sendja Djiwa Pak Budi dan Epitaf Kota Hujan serta Anggraini, Tugu dan Rindu kumpulan puisi Pematangsiantar Penyair Nusantara, Do’a Seribu Bulan antologi puisi ASEAN, Wangian Kembang antologi puisi ASEAN dan India, 999 Sehimpun Puisi Penyair Riau HPI 2018 Riau, antologi puisi Guru Tentang Sebuah Buku dan Rahasia Ilmu gerakan seribu guru ASEAN menuls puisi (2018),  Kitab Puisi Indonesia 1001 Cinta, 1001 Rindu (terbitan HISKI & anam pustaka www.AMBAU.ID 2019). Jazirah 2 Segara Sakti Rantau Bertuah, Lelaki Yang Mendaki Langit Pasaman Rebah ke Pangkal Pasaman dalam Puisi Penyair Nusantara (2019), Tegal Mas Island Poetry International Festival dalam antologi (2020). Dari Kemilau Masa Lampau Antologi Esai dan Kritik, Sepenggal Rindu Dibatasi Waktu antologi cerpen   (2015). Masuk dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia Yayasan Hari Puisi (2017). Editor dan prolog antologi puisi Perempuan Bajak Laut karya Rahmanidar (2018), dan prolog Menghilir Sungai Tak Berkuala Himpunan Sajak Cinta Rakyat karya Yassinsalleh terbitan Pena Padu Malaysia prolog kumpulan puisi Air Mata Laut dan Zikir Hati karya Laksamana Selat Lalang (2019).





.Muhammad Tauhed Supratman KORONA DAN ORANG MISKIN

103.Muhammad Tauhed Supratman 

KORONA DAN ORANG MISKIN

telah kujelajah penjuru mata angin, kekasihku
tak kutemukan korona di rumah bambu
padahal kau di tv, koran dan media sosial
menganjurkan orang miskin negeri ini
di rumah saja
saling menjaga tak tularkan korona

korona itu tak dipahami, kekasihku
orang-orang miskin di negeri ini
diam di rumah saja
orang-orang miskin hanya meratap
tangisnya tak lagi airmata. ia darah
mata tuanya menyimpan api. nyala tapi tak pernah
membakar siapa-siapa, kekasihku

orang-orang miskin di penjuru mata angin
diamnya tak simpan senyummu
hingga kutulis sajak
ini bukan surga, saudaraku
Pamekasan, 2 April 2020












DONGENG KORONA

inilah sejarah kemanusiaan paling unik
di kolong jagat
ketika pandemi korona
menghiasi punggung zaman

inilah sejarah kemanusiaan paling unik
di kolong jagat
resah, gelisah, cemas, dan ketakutan
di dramtisir penyebar hoax

inilah sejarah kemanusiaan paling unik
di kolong jagat
mitos lebih dikedepankan
dari akal sehat
Pamekasan, 5 April 2020

DROPLET

pada droplet yang meneteskan resah
telah tergores pesan korona
segumpal awan melintas
di ujung impianku yang kian piatu
di gemericik hand sanitizer
sesakkan kalbu

sajak di droplet itu
berdongeng tentang isolasi mandiri
yang menggiring physical distancing
dengan masker yang tak jua usai
mengasah asaku bertasbih
adukan duka pada seberkas
cahaya bintang di ranting  ragu
Pamekasan, 11 April 2020


Muhammad Tauhed Supratman,   lahir di Pamekasan, 27 Nopember l970. Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Univesitas Madura, Pamekasan (2001) ini menulis puisi,  menggunakan bahasa Indonesia dan  bahasa Madura. Karya-karyanya berupa sajak, cerpen, dan esai sastra dipublikasikan di: Jawa Pos, Karya Darma, Mimbar Pembangunan Agama, Mingguan Guru, Aula, Radar Madura, Surya, Surabaya Post, Kidung,  Bende (Surabaya), Simponi, Inti Jaya, Kompas (Jakarta), Suara Muhammadiyah (Yogjakarta), Sahabat Pena (Bandung), dan sebagainya. Sajaknya “Nyanyian dari Kampus” terpilih dan dibacakan di Radio Nederland, di Helvirsum, Belanda dalam rangka HUT ke-53 Republik Indonesia. Antologi sajak tunggal: “RAPSODI MAWAR DAN GERIMIS” (Ganding Pustaka, Yogyakarta, 2015)  “BERNYANYI DALAM BISU”, (Penerbit Kekata Group, Solo, Maret 2020). Tahun 2019 menerima Penghargaan Sastra dari Gubernur Jawa Timur. Kini tinggal di Jl. Jembatan Serang 3, Tanjung, Pademawu, Pamekasan, Madura, 69381.  e-mail: tauhed@unira.ac.id    HP. 081 230 335522








SYAFARUDDIN MARPAUNG SEJAGAT SEDANG PILU

104.SYAFARUDDIN MARPAUNG
SEJAGAT SEDANG PILU


Dunia berguncang
Wuhan berpunca
Pandemi menyebar
Menginfeksi jutaan
Mayat berjatuhan
Tangis ketakutan
Misterius mencekam
Hipotesis perdebatan
Kelelawar jadi inang
rekayasa konspirasi
Saling tuding perang tanpa senjata
Masyarakat panik negarawan menyabung mandat

Obat misterius tak ditemukan
Vaksin dalam pengkajian
Pejabat dan sipil terpapar sekarat
ODP berkeliaran PDP tak terterawasi
APD langka masker bersembunyi dibalik tangan nakal



Lockdown diperdebatkan social distance jadi tawaran
Meredam penyebaran jarak menabiri
Rumah berserah Ilahi
Ketauhidan dituntut keimanan diuji
Saling menguatkan





Syafaruddin Marpaung lahir di kota Tanjungbalai 09 Januari 1977. Lulusan S2 ilmu Linguistik Universitas Negeri Medan ini, kini bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di SMA Negeri 2 Kota Tanjungbalai. Sebagai seorang  pendidik ia menuangkan ide dan pemikirannya dalam bentuk artikel, jurnal, makalah, puisi. Kritik essainya dimuat dalam Antologi bersama “Menggiring Mimpi (2019). Beberapa puisinya dapat dibaca dalam Antologi bersama “Lolongan Lolong Negeri” (2019), “Sejarah Lahirmu” (2019), “Jazirah II/III” (2019), 1000 Tahun Mengenang Situs Kota Cina (2019), Antologi Puisi Pasaman (2019), Antologi Puisi Pringsewu (2020), Antologi Puisi Semarang (2020). Antologi Mengenang Damiri Mahmud (2020). Jejak dan kicauannya terselip di akun facebook Syafaruddin Marpaung dan IG Syafar_Marpaung. Jika pembaca ingin berkomunikasi lebih lanjut dapat menghubungi pos elektronik syafarudinmrp@yahoo.co.id atau di nomor telepon dan WA : 081361549346.



Agus Pramono TATANAN BARU

101.Agus Pramono

TATANAN BARU

gagalnya insting manangkap isyarat
ombak mengguncang lebih liar
angin berembus tak terduga
beberapa gunung menggetarkan jarum skala
kicau burung liar sisakan pertanyaan
gonggong anjing risau yang tak biasa
kucing merengek dengan mengeong manja
tapi semua tak mampu
diterjemahkan sebagai petunjuk

hingga menyeruak sosok tak kasat tiba-tiba
langsung menusuk ulu, sendi, saraf dan simpul kehidupan
porak porandakan tatanan
semua terdampak
dan korban berjatuhan
yang tak sengaja atau harus dikorbankan

tatanan siklus harus diulang tata
laksana belajar berhitung kembali
dan seperti keping pasangan
semua pasti mengandung hikmah
dan pelajaran bagi
yang mau berpikir sebagai manusia

Mojokerto, Maret 2020






BUKAN DAVID VERSUS GOLIATH

memang hal kecil itu
nyaris tak terlihat
justru sering membuat
kesulitan

telusup itu barang sangat kecil
tapi bisa membuat kesakitan tak terkira

selilit itu barang kecil
tapi bisa menjengkelkan dan memalukan

kelilip itu barang renik
tapi mampu membuat gelagapan

kerikil tak sebesar umumnya batu
justru bisa membuat terpeleset, jatuh tersungkur

corona itu hadir dengan mode halimun
kasat tak tersensor mata

dahsyat akibat yang ditimbulkan
tatanan global dijungkir balikkan

memasuki relung batas negeri-negeri
tanpa paspor tanpa permisi
malah meminta korban tak terduga

semua bagai dipaksa mengulang
kembali belajar menjadi manusia
dan menyadarkan betapa tak berdayanya
sang penghuni bumi
bernama manusia

Mojokerto, April 2020
RONAMU MEMANG MENGGEMASKAN, CORONA

wasiat lawas para pujangga bijak
dirunut dan ditelisik kembali
karena karya kuno yang mengandung ramalan
terhubung dengan kejadian terkini

terawang para cenayang diurai
praduga para paranormal diudar
terkaan para peramal diutarakan
intuisi para indigo dijabarkan

yang justru tumbuh berkembang
alih-alih saling bantu gotong royong
oknum dengan bersenjatakan media sosial
ahli ibadah gadungan dadakan bermunculan
ahli kesehatan abal-abal bertebaran
politisi oposan memanfaatkan untuk cari panggung
buzzer menggoreng berita dengan bumbu hoaks

ulah mereka mungkin bertujuan meresahkan
betapa semua jadi menyebalkan

hanya cari sensasi
dan cari selamat sendiri
gambaran nyata
homo homini lupus

awam namun bijaksana
mestinya bisa memilih memilah
semua akan berlalu indah

sementara biarkan dahulu
bumi membersihkan diri
dengan caranya sendiri

dan siluman itu memberi hikmah
secara menggemaskan
buat yang waras
buat yang waras
Mojokerto, Maret 2020

Is Mugiyarti PENSIL

102.Is Mugiyarti

PENSIL
pensil terserut
dipilin-pilin
cemas tergigit
menggelinding di bawah meja

anak itu ...
sang murid
coba mengambil
tangan munggil
gigit jari

SAPU!
pekiknya riang
ditolaknya terlalu kencang
ke bawah sepatu bapaknya
patah jadi dua

ditimangnya
pensil tak bisa diraut
sedang buku-buku
diam masam

pun bapaknya datang
dua pensil disorongkan

pensil terserut
dipilin-pilin
cemas tergigit
dan suatu malam
anak itu
demam terbatuk covid
Sragen, 6 April 2020
       

Andi Jamaluddin, AR. AK. DI TAHAJJUD

100.Andi Jamaluddin, AR. AK.

DI TAHAJJUD

Lewat angin, kukirimkan :
tahajjud. Suara kubelah tipis
jauhkan covid-19
ke tidur pulas. Selamanya

Kuingin berteduh
di pembaringan damai
mendengar lantunan takbir :
ke antero jagat

Rindu hati membara
menyatukan jiwa. Keresahan
simpang siur, dari nyata

//ajarak/11.04.20/02.02/pgt.tanbu//

















MASKER ITU BERLAPIS CINTA

bertebar Covid-19
di semua ruang. Mengintip
Kasat; tak berwajah
lebih dari debu
pelan menyusup

masker kian merindu
tipis, berlapiskan cinta
mengapa galai
mengasah pedang, tebasi diri
mengkarantina bara ambisi
;hanya berjeda. Perangi ego

//ajarak/12.04.20/06.17/pgt.tanbu//







YOE IRAWAN CORONA

 99.YOE IRAWAN

CORONA

Kubaca pandemi
Wuhan yang asing tiba-tiba telah berdiri di samping
Kegaduhan pasarnya serasa di kelokan jalan depan gerbang
Membawa corona sampai tak berjarak. Tak bisa ditolak
Sampai kota demi kota dibuatnya bertumbangan



Ya. Jauh-jauh hari corona sampai di sini
Tetapi kedatangannya telah ditutupi aksi politik
Padahal seluruh kota tengah menggelepar. Satu demi satu terpapar.
Satu demi satu terkapar
Haruskah politik selalu dibuat begitu pelik?



Ayolah, ini tentang nyawa kemanusiaan
Lihatlah para tenaga medis telah berdiri di garis terdepan
berjibaku tanpa pencitraan. Gigih melawan
Demi tubuh yang lain tubuh sendiri jadi taruhan



Kau baca pandemi. Jagalah negeri
Menolaklah untuk kehilangan
Rasa seiring seperjalanan

                             Sukabumi, 11 April 2020


KEPALA TEROMPET CORONA

Membayangkan kepala terompetmu, Corona
Berpuluh-puluh kepala terompet dalam tubuhmu yang tambun
Aku teringat penyedot debu yang kejam

Sepertinya kamu tak punya hati selain kepala terompetmu
Menyedot sel, menguasai udara di dalam paru-paru atau apalah tanpa ampun
Jika satu terlepas maka kepala terompetmu yang lain
Akan menghisap dengan buas. Lusinan kepala terompetmu
Beramai-ramai menghisap kematian tiada terkira

Kamu terlalu tega, Corona
Kota demi kota banjir bandang duka lara

Kepala terompetmu terus merajalela
Merubah tatanan sosial dan sendi-sendi kehidupan
Kamu bolak-balikkan segala yang sudah mapan
Kamu lengkingkan kesenyapan tak bertepian

Kini di balik pintu
Aku hanya bisa mengutukimu
: pulanglah ke haribaan Tuhan!

Sukabumi, 11 April 2020






Yoe Irawan lahir di Kendal, Jawa Tengah, pada 26 Juni. Menetap di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Karya cerpen dan puisinya tergabung dalam banyak antologi, di antaranya: Antologi Puisi Indonesia 1997 (Komunitas Sastra Indonesia & Penerbit Angkasa, Bandung, 1997), Jakarta Dalam Puisi Mutakhir (Dinas Kebudayaan Jakarta dan Masyarakat Sastra Jakarta, 2000), 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru & Kalalatu Press, Kalimantan Selatan, 2006), Negeri Pesisiran, Dari Negeri Poci 9 (kumpulan puisi, Komunitas Radja Ketjil 2019), When The Days Were Raining (kumpulan puisi, Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019), Perjalanan Merdeka – Independent Journey (Antologi Puisi Internasional Dua Bahasa, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia, 2020), dan lain-lain. Sedang karya cerpennya termuat dalam majalah Ummi dan Annida, juga dimuat dalam antologi cerpen Anak Mimpi (Kumpulan Cerpen Anak, Fam Publishing, 2015). Pernah memenangi lomba menulis cerita pendek islami LMCPI I UMMI tahun 2000 dengan judul Urip Pergi Lagi, Cerpen Guru Untuk Ra menjadi cerpen terpilih dalam lomba cerpen Kagama Virtual 2  tahun 2017, serta Cerpen Sepotong Sayap Di Bulan Mei menjadi cerpen terbaik dalam Lomba Cerpen yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta bersama Yayasan Hari Puisi tahun 2019 (Kota Kata Kita, Disparbud DKI dan YHP 2019).


Nok Ir PANDEMI JERI

98.Nok Ir

PANDEMI JERI

/ 1 / Desah Wabah

Hujan sepagi ini mengabarkan duka dunia
Menjarum tajam tajam di berbagai belahan
Merinai kelam lumat rupa alam
Kelabui semburat negeri hingga tak elok lagi

Kataku, keegoisan manusialah yang mengedepan
Menyalak riang di antero bumi 
Mentertawai harmoni alam yang terabai berkepanjangan

Jiwa digdaya menjelma nelangsa

/ 2 / Emak Bapak Bersitatap

       Bahkan, dalam bertinggal diri di kediaman
       Ku mengharuskan lewat paham
       Ku kail berdarah darah pengetahuan 
       Hingga menderaikan cucur jeri ngeri
        Luapkan peluh penat setiap saat
        Hanya untuk sekedar mengerti
        Dengan bekal seberapa untuk anak pinak

        Mengasupi perut, membeli petutup mulut,
        menyedia sabun basuh kalut

        Kemana harus meratap harap, pintu pengail
        rejeki tlah tertutup rapi

        Tinggal sunyi mendera pedih perut perih



/ 3 / Murid Menjerit

Pergantian hari tanpa seri
Tanpa rehat di kantin ataupun senam pagi
Jungkat jungkit menjerit sakit
Tak ada tandangan gelak tawa
Belajar di daring tanpa bel berdering
Tugas saling bergegas haruslah lekas
Tak berdiskusi tak berembug lagi
Pekik mereka : aku rindu guru, walau dengan gerutu



/ 4 / Guru Mengulum Kelu

Bunyi telpon sering berdering
Grup grup riuh meletup-letup
Murid menjerit kebingungan
Kapan sekolah kembali terolah
Orangtua meronta penuh tanya
Tak sanggup mendampingi lebih berperi
Belum lagi pekik dapur minta terus mengepul

/ 5 / Tanah Meratap Lemah

Retak yang lama bergemeretak
Alir nadi di bawahnya tlah lantak
Akar-akar menjelma cengkeram cakar
Matahari kini menjadi nyawa diri
Erupsi gencar di sana sini
Jumawa tetap digadang bangga
Bilakah paham untuk tundukkan badan

Sumenep, 11 April 2020




Nok Ir, lahir di Demak, 28 Januarai. Telah menulis puisi dan cerpen sejak remaja. Karya-karyanya telah terhimpun dalam puluhan antologi puisi bersama kawan penyair di dalam dan luar negeri, diantaranya 1000 Guru Menulis Puisi yang memecahkan rekor MURI sebagai antologi dengan penulis terbanyak, Kitab Pentigraf 2, 3, dan 4, Independence Journey, Berbisik pada Dunia serta yang lainnya.











Diah Natalia C - nomor 19

97.Diah Natalia

C - nomor 19


Satu dasawarsa dimulai pada tahun yang berakhir dengan angka 0
berakhir pada tahun dengan angka akhir 9
C memilih menjadi angka 1
Populer dan diberikan angka 1 untuk akhir-akhir yang dicipta
C nomor 19 memberikan arti kesabaran.

Dia tidak kecil dan bisa dibaca
Jejemari kebaikan dan mulut-mulut yang merapal doa
Langkah-langkah yang tak berhenti hanya pada kebajikan
Merujuk pada penghindaran untuk si Nomor 1 dan 9.

Memperpanjang nafas bumi dari derak-derak kerusakan
Akibat manusia-manusia bodoh, menyalahkan lain manusia
Tak mengerti mana dirinya ataupun alam punya kuasa
Seolah itu tugasnya untuk bertahan hidup.

C bukan nomor 1 - C adalah nomor 19,
Tak secepat gelombang tercepat melaju
Tapi memberikan kejut pada angka pada yang sudah menyerah
Meredam euforia hal yang tidak berguna bagi sesama
Memegas iman-iman yang rapuh.

Hukum C Nomor 19 akan tercatat dengan hati –

Bali, 12.04.20


Corona dan Aku


Namaku Covid diberi nomor 19
Aku kecil tak kasat mata
Aku iri dengan hidup-hidup lain yang lebih sempurna
Bahkan aku tak tahu iriku menjadi dengki.

Aku suka dengan suasanan dingin
Jauh dari bahan-bahan kimia
Aku tak mengenal manusia ataupun hewan.

Aku evolusi dari kakaku SARS-
Dan aku belajar jauh lebih baik darinya
Aku senang mengambil nafas-nafas yang tak terdera
Aku akan menari dan kau merasakan gigilan demam.

Mereka berusaha memusnahkanku dengan apapun
Membuangku dengan batuk dan helaan nafas yang lain
Aku kadang tak paham mengapa mereka menghancurkanku

Aku punya hak hidup yang sama
Aku masih enggan memberikan jawaban atas kemusnahanku
Aku ingin hidup berdampingan

Dan terus mencari cara untuk bertahan.
Sebagai aku – aku tak bersalah
Aku hanya mencari hidupku.

Bali , 12.04.20




Diah Natalia., S.Si., Apt – Lahir di Jakarta 36 tahun yang lalu – Prestasi yang pernah diraih sebanyak 26 macam dimulai tahun 1999 – 2018,
Saya adalah apoteker yang masih berjuang meraih gelar master demi kehidupang yang lebih layak, gemar menulis menjadi pelampiasan segala suasana hati supaya tidak sableng .FB : diahnatalia23@gmail.com – Twitter : @keikokinanti



Sumrohadi CORONA

96. Sumrohadi


CORONA

Dia yang mengendap - endap
Hinggap
Merayap
Menghadirkan pengap
Membunuh dalam senyap
Membuat kita kalap

Dia tak terlihat
Dalam gawat
Memaksa semua manusia berobat
Melalui tobat
Menjauhi maksiat

Mengunci segala laku diri
Membuka hati
Mengetuk nurani
Mengajak berbagi

Dia begitu perkasa
Mengombang ambingkan asa
Hingga tiada tersisa
Kecuali berserah segalanya
Kepada Yang Maha Kuasa

JAKARTA 12042020

Minggu, 12 April 2020

ARSIL ARPIN

           Wedi Langka Padane
Bentuk rupane ora jelas
Geger anjer kabeh menusa
Memuja ning masjid ora bisa
Corona sakti mandraguna

Jaluk tulung kabeh menusa
Maring Gusti sing kuasa
Sesambat ning jero umah
Gage taubat durung terlambat

Corona aja  den wedeni
Hayu pada diadepi
Waspada sesuci den lakoni
Bersih dhohir lan batine
Corona sirna pitulung Gusti
                                          11-03-2020

H.ARSIL ARIPIN

            Kudu nurut ning pitutur
Bokat wis kudune dilala kersane Gusti
Cocoba maring badane
Corona nempel ora pandang bulu
Rakyat,pejabat,pangkat di dekemi
Manggon kang ora dikarepi

Hayu bareng bareng diladeni
Aja metu sing panggonan
Memuji kang ni suci
Dedonga mugiya corona sirna
Nurut manut pitutur wong tua

Corona  luruh batur jalma susah diatur
Aja sombong lan takabur
Dikongkon meneng pada kabur
Pada kumpul kaya jamur
Elinga kita lagi kenang panggebug

                      12 - 02 -2020

[14:30, 4/11/2020] h asril: H.Arsil Aripin


      Kelingan
Bocah cilik wedi ning culik
Wong macule pada mendelik
Majikan sinjange lurik
Manggul ceting,iwake betik

Guru nulis masih ning  blagbag
mangkat  sekolah ceplekan  bae
Blibisa,maca nulis disetraf
Ngadeg ning arep ora iyeg

Pit ontel tunggangane mantri
Wibawah kaya pa mentri
Ora ana wong kang pada wani
Murid nurut  pada ngerteni dawuh

  Desa Duwur 10-03-2020

H.ARSIL ARIPIN lahir di Indramayu 10-02-1963
 Pendidikan :
SDN Diponegoro Pusakaratu Subang 1976'
SMP Yaker Kertasemaya 1980
SPG Gunungjati Cirebon 1984
STAIC Cirebon 2004
Pekerjaan
Guru SD Sukalila I Jatibarang 1986-1992 mutasi Ke SDN Jambe III Larangan jambe Kertasemaya, 1992 -2007 dan  Kepala SDN Jambe I   2007 -2013 dan alih tugas ke Pengawas SD di Kec Sukagumiwang 2013 sampai sekarang
Organisasi semasa di SPG bergabung di Teater NARA Cirebon  asuhan Andrian Harjo



Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang DIAM DALAM DIAM

Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang



DIAM DALAM DIAM

(ketika Corona  menggucang bumi)



Berseteru dengan ujud tak berbentuk

tinggalkan seribu tanya tak berujung

ujug-ujug panik menyusupi, akal remuk

sepanjang waktu terus menggelembung



Kata-kata bijak pun tak mampu meredam

lantaran ciut dalam ketakutan duniawi

yang hadir saat nurani tenggelam

diam dalam diam pada jiwa sepi



Bumi Ale-Ale, 4 April 2020





























TENTANG KEMATIAN

( catatan harian sang pemungut kata )



KELAKAR duniawi berbisa undang amarah semesta tak pandang bulu

beton kukuh dengan arogansinya lupa akan tangan-tangan yang kelu

irama kehidupan jelata sayup terdengar janji pun tinggal berlalu



Semena-mena ternyata pemantik dari wabah corona kerdilkan hati manusia

yang tak seharusnya disantap malah dijadikan ajang popularitas semata

yang jelas-jelas dilarang akidah terus dilakukan tanpa timbang rasa



Berbagai teori dan spekulasi bermunculan akhirnya semua terbantahkan juga

perlahan dunia digenggamnya, kematian menanti dalam kecemasan tiada rupa

segala penjuru kelimpungan melawan ganas ujud renik yang menggila



Bumi Ale-Ale, 20 Maret 2020



































BIOGRAFI PENULIS



WYAZ (Wahyudi Abdurrahman Zaenal) IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran,  dan online.

Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).

        Menetap di kota Ketapang (Kalimantan Barat), Jalan Gatot Subroto Gang Hadi No.A6, Payak Kumang. Email: wahyuaz53@yahoo.com. FB : Wahyu Yudi.





Dian Rusdi DISEMINASI VIRUS

Dian Rusdi

DISEMINASI VIRUS



Tak ada yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain sisa kehidupan yang berubah jadi aksara-aksara kematian

Di berita elektronik dan lembaran kertas cetak

Buah bibir di pertengahan musim dingin

Irisan musim paling memilukan



Gedung-gedung kosong jadi pesta debu dan kuman

Rumah-rumah mewah sepi bagai di pekuburan

Pohon dan hewan isyaratkan keras dalam kedukaan

Sepanjang jalan angin berembus terasa begitu sunyi

Memainkan debu dan daun-daun kering

Sejak kehidupan kota ini direnggut virus mematikan



Wanita dan anak-anak pun tak terselamatkan

Burung bangkai mematuk mayat-mayat bergelimpang

Semilir angin menebar virus kematian

Mengirim anyir darah-darah busuk dan segar



Tak ada lagi yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain pesta angin dan lalat-lalat yang kelaparan

Dusta mana lagi yang akan kau sembunyikan wahai, Wuhan!

Bandung 2020

SAJAK UNTUK PECUNDANG



Siapakah yang datang mengendap-endap

Lalu diam-diam ia memangsa

Begitu cepat menyerang pernapasan

Mengelabui tanpa berani terlihat

Mungkinkah dia seorang pecundang?



Siapakah yang diam-diam menebar ancam

Kota dan desa kini begitu mencekam

Meneror kami yang tak tahu apa-apa

Kehadirannya isyaratkan semua manusia

Bisakah engkau merevisi takdir Tuhan, wahai Corona



Kau yang datang dengan malu-malu

Sembunyi di balik droplet dan debu

Lalu menyerang tanpa ada perasaan

Satu persatu engkau renggut nyawa manusia

Pecundang! beraninya sembunyi-sembunyi



Kau yang datang tanpa mau permisi

Kenapa tak engkau mangsa saja para koruptor

Para begal sadis dan maling-maling bebal negara

Menari di atas luka rakyat-rakyat kecil

Janganlah menyerang dengan asal



Kepada kau yang selama ini membuat gunjing

Yang memutus keramaian dengan kesepian

Begitu najiskah bekasmu melebihi bangkai binatang

Di sana sini sebagian korban ditolak warga untuk dimakamkan

Pergilah, Corona! jangan pangkas negeri kami yang rentan



Pulang, pulanglah ke tempat asalmu ke alak paul

Ke laut yang dalam atau goa-goa gelap

Ke kerajaan langit atau kastil-kastil sunyi

Neraka mungkin tempat kelahiranmu telah menanti

Ataukah memang benar engkau seekor pecundang



Bandung 2020























Biodata singkat:

Dian Rusdi : lelaki kelahiran Cianjur yang kini tinggal di Bandung. Hobby menulis dan melukis serta traveling. Puisi dan karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak dan online serta pernah tergabung dalam beberapa buku antologi puisi bersama bersama kawan penulis lainnya. Saat ini Dian Rusdi aktif dalam sebuah wadah sastra Yayasan Dapur Sastra Jakarta asuhan Bung Remmy Novaris DM dkk

Naning Scheid > KONTEMPLASI PENGASINGAN

KONTEMPLASI PENGASINGAN

: Naning Scheid



Sepi. Hampa. Menunggu

Kecemasan kutidurkan dengan susah payah

Hari-hari panjang berayun-ayun

Ketidakpastian beraroma getah



Berkelana aku dari satu mimpi ke mimpi

Galau. Galau. Galau



Sampai kapan tubuhku terbekap

di antara udara pengap

di bawah langit-langit atap?



Gusar menjadi liar. Nanar

Kenapa aku menjadi tahanan rumah

tanpa data kriminal?



Tak satu suara menjawab

Ketika gema manusia bertanya

pertanyaan yang sama



Tapi, oh, kubaca kabar

Para pahlawan terkapar

Meregang nyawa. Berjuang tanpa senjata

Melawan tanpa senapan demi kemanusiaan



Lalu, kulihat dari balik jendela

Musang-musang melenggang di jalanan

Burung murai bersenandung kebebasan

Udara bersih menciumi leher jenjang pepohonan



Duhai, pengasingan

Nikmat kerinduan akan perjumpaan

Perenungan diri menuju kedalaman

: Tuhan sedang menyampaikan pesan!



Brussel, April 2020
Naning Scheid, lahir di Semarang, 5 Juni 1980. Penulis dan Pemain Teater. Pengajar di Fakultas Bahasa Inggris UPGRIS sebelum meninggalkan Indonesia. Aktif dalam kegiatan sosial kemanusiaan di Belgia. Sarjana Pendidikan Universitas PGRI Semarang dan Sarjana Manajemen Sumber Daya Manusia CEFORA Belgia. Berkebangsaan Indonesia. Tinggal di Brussel sejak 2006.



Menulis opini, puisi, dan cerpen di Scheid.be, Medium.com, Kliksolo.com, Basabasi.co, Pos Bali, Ideide.id, Wattpad.com, Buletin Pusat Kependudukan Perempuan dan Perlindungan Anak – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas PGRI Semarang.

Eksan Su SAMA


Eksan Su

SAMA


Kalau engkau merasa terpenjara

Itu adalah India dan Rohingya

Yang hidup bergelimang derita

Kalau engkau sulit pergi ke masjid

Itu saudara kita di Uyghur

Yang hak-haknya terhimpit

Kalau engkau merasa di ujung kematian

Itu adalah Afghanistan dan Yaman

Yang selalu bermandikan tangisan

Kalau engkau sulit mendapatkan makanan

Itu sama dengan Afrika

Yang selalu dilanda kelaparan

Kalau orang yang kaucintai telah tiada

Itu nasib saudara kita di Suriah

Yang berusaha berlapang dada

Kalau engkau terisolasi

Itu adalah Palestina

Yang terpenjara di negerinya sendiri

Sekarang

Nasibmu sama saja bukan?







Malang, 05 April 2020









































Engkau Benar

(Karya: Eksan Su)



Engkau sungguh benar

Corona itu tentara Tuhan

Untuk menghukum kezaliman

Termasuk dirimu sendiri

Yang pandai berkutbah

Di mimbar-mimbar megah

Demi selembar rupiah

Sedangkan di sana

Saudaramu menderita

Tanpa pernah kauhiraukan

Kini

Bersiap-siap saja

Tentara-tentara Tuhan itu

Merajammu



Malang, 07 April 2020











































Salimi Ahmad PANDEMI COVID 19

Salimi Ahmad





PANDEMI COVID 19



otakku ini sepertinya harus dicuci

bukan dengan rinso atau bayclean

yang konon terbukti ampuh

membersihkan kotoran,

menghilangkan noda dan bercak

yang melekat



aku harus mencuci otakku, kukira

dari wabah virus corona ini

yang sedang gencar-gencarnya

memporanporandakan dunia

dunia nyata maupun dunia imajinasi

dari penduduknya yang gelisah



aku harus mencuci otakku, kukira

dari segenap kesalahan yang mungkin saja

telah diperbuatnya

dari penderitaan masyarakat bawah

yang terpangkas rejekinya akibat social distancing

dari kepanikan masyarakat menengah - atas

membayangkan akan kelaparannya

yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana

dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal

di penjara-penjara, hanya untuk maksud

yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor

mati terasing di kandang mewahnya - jeruji

yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.



aku harus mencuci otakku, kukira

untuk tegar membelah semangat

para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang

dan menebar kebangggaan

di tengah peralatan serba kekurangan

dokter, perawat, para relawan medika,

orang-orang yang mengasihi dan

berjuang menjaga hidup kemanusiaan



aku harus mencuci otakku, kukira

menjaga semangat dan bersemangat berjaga

jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu

gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,

kalap memahami “makna” wabah



aku harus mencuci otakku, kukira

bukan dengan segala benda-benda itu, bukan

sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan

yang mengandung pembenaran takliq,

pengutipan doktrin manusia



aku akan bergembira mencuci otakku

bukankah shalat dan cinta, takkan terterima

ketika suci jadi permainan mata.





Jakarta, 8 April 2020










Biodata:

Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.





Wadie Maharief > Virus Corona

Virus Corona

begitu mencekam
begitu mencemaskan
begitu khawatir
takut, panik
kau sebut virus corona
serupa teror kematian
bahkan mengerikan
semua mengurung diri bingung
dunia pun menjadi kecil dan senyap
semua lunglai tak berdaya
sementara Tuhan pun dijauhi
lalu siapa pelindungmu dari teror kematian ini?

oh corona
virus kecil yang perkasa
kau buat dunia porak poranda
antar saudara tak bisa saling sapa
oh corona celaka
pergilah ke musim panas yang bara
musnahkanlah penyakitmu perusak raga
kami bisa mati kapan saja
atas kehendakNya
bukan atas kehendakmu makhluk pembawa wabah...

- Yogya 12 April 2020
Nanang R Supriyatin

SEMBAKO

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

Ribuan orang ikhlas memberi
Jutaan orang siap menerima

Ada anak berteriak lapar
Ada ibu berkata sabar

Ada ibu bertanya pada bapak:
"Kapan kita terima sembako?"
Ada bapak menjawab
"Sabar, semua sedang diatur."

"Kita di rumah saja," ucapnya
Berharap ada kiriman sembako
Sabar, sabar...
"Masih ada Ojol lain yang lewat."

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

"Kapan sembako sampai ke rumah kita, Ayah?"
"Sebentar lagi, Nak, sebentar lagi. Sudah ada sinyal itu... Kita tak akan lapar."

Jutaan orang tengadah ke langit
Ribuan sembako menggantung di udara

11/04/2020


TERKARANTINA

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Aku tak sakit
Aku percaya pada pemerintah
Dan barangkali ini tujuanMu juga
Agar aku lebih khusyuk
Menjaga diriku dari ancaman-ancaman
Menjaga anak-anakku dari pergaulan
Menjaga orang lain dari virus-virus mematikan

Lebih enak begini, Tuhan
Karantina mandiri
Dari pada masuk penjara
Dalam ruang yang sempit dan mungkin padat
Sementara di rumah aku bebas memilih duniaku
Belajar sejarah dari buku-buku
Belajar dan mengajari anak-anak tentang
Bagaimana beretika dan bercengkerama
Dengan televisi, gadget bahkan laptop

Dalam rumahku sudah Kau sediakan
Masker, sarung tangan dan hand sanitizer
Sudah tersedia juga makanan siap saji
Beras, telor, roti, minyak goreng serta bumbu-bumbu dapur
Menurutku, rumahku sudah bersih
Steril dari virus-virus
Karena aku rutin membersihkan pintu, jendela, lantai dan barang pecah belah

Mungkin ini sudah jalanmu, Tuhan
Agar aku betah di rumah
Menjaga tubuhku dari serangan-serangan
Mungkin ini sudah kehendakmu, Tuhan
Mengajari anak-anakku tentang tata tertib
Mengolah hidup dan kehidupan
Mungkin ini maumu, Tuhan
Menghindar aku dari dunia yang gaduh

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Tapi aku dapat menari dan menyanyi
Menari tarianMu
Menyanyi nyanyianMu
Jika Kau pinta aku mati
Matilah aku dalam pangkuanMu

06/04/2020


CORONA

Corona, Corona
Kau datang tanpa di undang
Memeluk tubuh musim
Hingga dunia meradang
Menangisi garangmu

Corona, Corona
Virus dalam tubuhmu telah memecah
Bersama angin dan gerak batin
Hidungku mampat
Mulutku merapat
Telapak tanganku kejang
Katakan Corona apa maumu

Corona, Corona
Setiap saat kematian datang
Orang-orang panik
Negara gelisah
Para medis bekerja
Ulama dan pendeta terus berdoa
Tempat ibadah ditutup
Kantor-kantor diliburkan
Oleh karena virusmu, Corona
Kami selalu jaga jarak

Corona, Corona
Telah kami manfaatkan masker
Penutup wajah
Telah kami manfaatkan sarung tangan
Penutup tangan
Disinfektan telah kami buat dan semprotkan
Kami saling menjaga
Buat keamanan kami

Tuhan sudah menegur kita
Dengan cara yang tak biasa
Kumpul dengan keluarga
Bekerja di rumah
Beribadah bersama
Meskipun berjarak
Tapi kami khusyuk

Corona, Corona
Kota kami kini bersih
Gunung dan bukit kian tampak
Tak ada polusi
Tak ada bising mesin
Tak ada hiruk pikuk manusia

Corona, Corona
Sudahlah kita akhiri saja rindu ini
Sebentar lagi datang Ramadan
Pergi kau, Corona
Ini bukan rumahmu
Rumahmu bukan di sini
Pergi jauh Corona
Ke dunia yang tak kusinggahi

11/04/2020
Nanang R. Supriyatin kelahiran Jakarta, 6 Agustus. Menulis puisi, cerita pendek dan esai sastra sejak tahun 1980-an dan dimuat lebih dari 50 media massa. Sudah memiliki buku 7 Antologi Puisi tunggal. Saat ini dipercaya menjadi Dewan Redaksi Tabloid Alinea Baru, di samping itu masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).***

Rayako Dekar King, SY Kopi Corona

Rayako Dekar King, SY

Kopi Corona

Baris berbaris seperti polisi
Bercabang dan beranting
Buah-buah merah bergantungan
Di kebun kopi
Kami nikmati malam dengan bulan
Mencintai kebun kopi
Menjauhi virus korona

Vilar Wih Ilang, April 2020


Rayako Dekar King, SY adalah putra Gayo kelahiran tahun 2010. Masih tercatat sebagai siswa di MIN No. 2 Kota Takengon – Aceh Tengah. Mempunyai hobi sebagai fotografer, menulis dan membaca puisi.

Jumat, 10 April 2020

Rosmita PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Rosmita

PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Si kecil viral ,tak kasat mata
Manusia di dunia ini engkau sambangi satu persatu
Gugur seketika ,akibat ulahmu
begitu kejam
Hingga semua lumpuh tanpa ampun
belum puaskah ?

Atau kau ingin ambil semua napas
yang hanya tinggal satu satu ini ?
Lihatlah sayang !
Dunia ini sudah begitu mencekam Tak tahu lagi akan sanak saudara
Mereka semua berlari sembunyikan diri menghindari sapamu

Lihat di sana-sini
Anak-anak kami menangis menahan rasa paling tersiksa dalam kerinduan
Paling dalam,kami ingin bahagia seperti dulu saat engkau tertidur tidakkah engkau merindukan tempat asalmu ?

Pulanglah !
Kasihanlah,jangan menambah beban lagi ,pundak ini sudah begitu penat memanggulnya
Pulanglah ,wahai si kecil pembunuh berdarah dingin

Wahai Rabku jangan biarkan dia menjadi sang pengusa ,membuat kami tak mampu bertahan hingga beribadah di rumah-Mu semua
di larang .
Rabb mohon bebaskan umatmu yang telah lemah untuk bertahan

Jambi 2020

Rosmita, Lahir di Provinsi Nangroe Aceh 20 April menetap di Jambi
Pernah kuliah di UNJA dan UT Jambi selesai 2010
Bekerja sebagai Kepala Sekolah
di salah satu sekolah yang berada
di lingkungan
Kabupaten Muaro Jambi
Provinsi Jambi
Anggota ASPI 2017
Pembaca dan penulis Puisi.
Penggagas Antologi
Admin bengkel puisi perruas Asnur
Anggota grup pantun Perruas Asnur
Penulis 5 judul Antologi dan
40 judul antologi bersama

Kamis, 09 April 2020

Syahriannur Khaidir Corona atau Coro-Nya


85.Syahriannur Khaidir


Corona atau Coro-Nya

Gelap dalam sedikit bintang di langit
Dia menyapa sunyiku termenung
Lidah Wuhan memanjangkan kabar duka
Menerobos rontok tembok Cina
Berlayar hingga menyusupi Nusantara

Di televisi para praktisi berkomentar seperti ayam aduan
Mungkin Corona
Mungkin coro-Nya
Mereka berargumen asik menggelitik
Sambil meraba-raba menduga-duga
Teori wacana suka-suka
Obat atau tobat
Ciat atau sekarat
Meluluhkan batu hati
Menggetarkan congkak penguasa
Memutar otak piawai para penyambung nyawa
Membuka sipit mata dunia
Centang gentayang Covid-19
Di langit-langit waktu
Di awang-awang kegelisahan
Di ruang-ruang perenungan
Diguman gamang ketakberdayaan

Luka pun mencekik tenggorokan
Nafas pun tersengal-sengal
Curiga pun semakin meninggikan wabah
Mereka tutup hidung kemana-mana
Dalam masker ketakutan
wahing dan batuk dijadikan simbol kutukan
Atas dasar ini itu anu yang tercerai-berai
Menunggu genting jawaban demi jawaban
Kapan Corona
Kapan coro-Nya
Bergulir mengukir jalan akhir

Kini
Aku yang tersudut di pojok-pojok harapan
Sambil mencuci tangan dengan air mata
Sudahi bala ini pintaku menengadah ke langit
Saat gerimis menutup tirai senja

Sampang,  Maret 2020


Giyanto Subagio (Jakarta). Virus Corona Realitas 2020

81.Giyanto Subagio (Jakarta).


Virus Corona Realitas 2020

Copid 19 mengetuk pintu rumahmu bagai hantu kelam yang begitu menakutkan.


Di ujung gang tak ada tanda
 kabung, kecuali jalan setapak yang sunyi dan mencekam.

Malam bulan kehilangan cahaya kehidupan. Sebab, lampu-lampu kota pucat pasi serupa tarian mayat-mayat.

Sirine ambulance meraung-raung membelah kota Jakarta yang sepi bak kota mati.


Indri Yuswandari SIAPA BISA MENERKA

82.Indri Yuswandari


SIAPA BISA MENERKA

Siapa bisa menerka
Kejadian yang akan datang
Langit sejuta misteri
Jawaban takbisa sekedar cari
Arak-arakan angin menyebar virus
Corona! Jangan mendekat!

Sang penjaga masih bertapa
Jurubicaranya belum bersuara
Mungkin sedang menunggu isyarat
Kursi-kursi telanjur dilempar
Wajah-wajahnya mencipta perang
Sewarna bendera berebut stempel

Menyepi di kamarnya yang sepi
Penyair tua menatap cakrawala
Senyumnya getir memilin bibir
Memanggil rindunya yang tawar
Kepada binarmata serupa mawar
Ilham puisi menggigil mimpi

11.02.2020

SILIVESTER KIIK CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

83.SILIVESTER KIIK

CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

Dari sudut perkampungan para leluhur

Sebuah ritual bermantra doa kepada Sang Pencipta

Melalui tetesan darah ayam merah

Tembok penahan membentang dari pantai ke gunung

Dari lembah-lembah yang menganga

Dan dari tanah ke cakrawala saling menatap

Melenyapkan penderitaan (Corona) di tempat kehidupan ini

Naiklah nakhodamu untuk pulang pada ketiadaan

Sebab kami tak lagi sanggup menatap kehadiranmu

Jangan lingkar persahabatan ini menjadi renggang

Dan jangan merampas hak Tuhan untuk mencabut nyawa kami

Sebab tiada pengampunan bagimu di kerajaanNya

Apa kesalahan dunia ini hingga kau begitu egois?

Membuat semuanya harus berdiam diri

Tanpa genggaman tangan

Dan kami bagai anak yatim piatu yang berdiam diri dalam kesedihan

Lepaskan kami untuk terus bernapas

Biarkan anak-anak kami kembali menatap jejak perjalanannya

Biarkan pergumulan kami di tempat-tempat ibadah terjadi lagi

Sebab kami telah berseru dengan damai

Untukmu pulanglah

Atambua, 07 April 2020







MENGENANG TUHAN DALAM TANGAN CORONA

Tuhan, pada keagunganMu

Lilin-lilin kecil ini tetap bernyala dalam kamar

Untuk mengenangMu dalam sebait doa yang sederhana dan tetesan air mata

Aku berseru padaMu: berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu

Untuk selamat dari ancaman Corona ini

Sebab aku tidak paham maksudnya

Dan hanya padaMu aku berharap

Tuhan, ribuan nyawa telah tiada

Apa salah dan dosa mereka?

Sebab aku tidak mampu menjelaskannya padaMu

Bagaimana dengan jiwa mereka?

Semoga ada kediaman yang tenang dalam kerajaanMu

Tuhan, Engkau sendiri yang mengetahuinya

Ke dalam tanganMu yang mulia aku serahkan peristiwa yang sedang terjadi ini

Atambua, 07 April 2020

TANGISAN IBU PERTIWI

Ibu pertiwi dalam pangkuan pilu

Menatap ruang-ruang yang kini menjadi hampa

Di isi oleh penderitaan

Air mata

Kelaparan

Dan masih banyak lagi yang mengantri

Wajahmu kini mengerut oleh amarah-amarah duniawi

Atap rumahmu diganti dengan berbagai dosa

Bahkan yang lainnya sedang sibuk menenun ketidakpedulian padamu

Jika peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini adalah teguranmu

Beri kami waktu untuk membenah diri

Sebab air matamu adalah sebuah anugerah terindah

Atambua, 07 April 2020


Silivester Kiik, lahir di sebuah Desa terpencil yang jauh dari pusat hiruk-pikuk suara keramain yakni Bani-Bani (Tunmat) Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka pada tanggal 14 September 1987. Saat ini tinggal di Kota Perbatasan RI-RDTL (Atambua-Belu-NTT). Beberapa buku antologi yang telah hadir di tangan para pembaca yakni: Antologi Puisi: “Sepotong Hati yang Terluka, Tetes Embun Masa Lalu, Seutas Memori dalam Aksara, Warna-Warni Aksara (Jilid II), Laki-Laki Perkasa yang Tak Pernah Menangis, Diam yang Bersuara, Prelude, Romantisme Perahu Kertas, Montase Kenangan, Berapi, Pucuk-Pucuk Harapan, Bercengkerama di Musim Rindu, Topeng Jiwa, Sepasang Tangan yang Terpasung, Sajak-Sajak Penaku dan yang Bersemayam dalam Diri, Segelintir Kesucian, Selamat Datang Mas Nadiem: Gagasan Literasi Maju untuk Menteri Baru), dan Amor”. Karya-karya lain juga hadir melalui media cetak maupun online. Selain itu, penulis bersama teman-teman penggiat Relawan Literasi Belu mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan dengan “Komunitas Pensil”. Komunitas ini terbentuk dengan tujuan memberikan nuansa baru dalam menumbuh dan mengembangkan kreativitas dan minat baca anak-anak di wilayah perbatasan Kabupaten Belu-NTT dengan menyediakan bahan-bahan bacaan. Penulis dapat dihubungi melalui via Email: kiiksilivester@gmail.com; Instagram: @silivester_kiik; Facebook: @Silivester Kiik, @Pecinta Sastra dan Budaya Lokal; Twitter: @kiik_silivester; dan Handphone/WA: +6285239940460.

Iie Alie (Yusriani) PANDEMI

84.Iie Alie (Yusriani)


PANDEMI

Aku rindu,
hari dimana kita bebas bicara
Tanpa jarak
Tanpa masker
Dan tanpa rasa curiga



Dini hari pada satu purnama kemaren
Masih terdengar kerontang bunyi gerobak lewat depan beranda
Dan riuh percakapan hingga tauran pun kerap terdengar



Kini,
Hanya sesekali deru kendaraan melintas
Walau sepanjang hari
Tiada yang berniat untuk tinggal di rumah



Gaung himbauan tetap di rumah tak dihiraukan
Spanduk dan selebaran pandemi pun dianggap angin lalu



Lantas,
Kapan kita akan pulih
Dari ketakutan dan kepanikan



Memerangi makhluk tak kasat mata itu bukan hal yang gampang

Menjauhkan diri dari keterpaparan hingga merubah pola hidup bersih sudah kita coba lakukan
Namun, makhluk bernama Corona itu tetap bebas berkeliling dunia



Masihkah perilaku tak perduli akan sesama terus dipegang
Masihkah pola pikir jumawa hingga stigma akan terus berlanjut dipertahankan

Ataukah,
kita sama-sama menjaga kesehatan diri dan keluarga
Hingga makhluk itu lenyap karena tak ada lagi inang untuk tempat dia bertahan



Jogja, 07042020











Please Stay Until All This Clears
(teriring doa untuk Prof terbaikku)



Separuh dunia memeluk sepi dalam keheningan
Separuh lagi seperti tak perduli
Separuh lagi, bukan tak perduli tapi terpaksa



Namun,
Jika tanpa kesadaran kita perlahan akan musnah
Satu demi satu tumbang
Karena makhluk tak kasat mata



Kemudian,
Sebagian akan mulai kalap
Memborong semua peralatan medis
Walau tak paham itu untuk apa dan bagaimana menggunakannya



Selanjutnya, hanya karena segelintir ilmu
Menebarkan berita bahwa antibiotik adalah obat terbaik pembunuh Covid 19
Tahukah kau, antibiotik hanya untuk bakteri
Bukan virus



Lantas,
Apa yang harus kita lakukan?

Jaga dirimu dan keluargamu
Jaga imun tubuhmu
Jaga pola makan mu dan
Jaga kebersihan tanganmu
Tetap tinggallah di rumah
Hanya ini yang bisa kita lakukan saat ini



Harapan terbaik kita
Ramadhan ini kita bisa bersama kembali
Merajut cerita dan tawa
Menatap mentari yang telah bersih dari segala polusi



Jogja, 07042020



Biodata

Iie Alie adalah nama pena dari Yusrianti, kelahiran Bengkulu. Mulai mengenal

dunia puisi sejak tahun 2016. Karya-karyanya bertebaran di facebook. Saat ini menetap di Karawang (Jawa Barat).

Selasa, 07 April 2020

Antologi Bersama oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama

oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama dapat menjadi sebuah dokumen sastra yang bersifat nasional dan memenuhi banyak pembaca serta menjadi bahan rujukan. Sebagai contoh Antologi puisi yang ditulis oleh banyak penyair dari berbagai penjuru Tanah Air akan mampu menembus pembaca hingga jutaan manusia. Buku terkini Antologi puisi Menolak Korupsi 2013 kurang lebih ditulis oleh 260 penyair Indonesia dan Buku Tifa Penyair Nusantara 2013 ditulis oleh 116 penyair Indonesia ditaksir telah menembus angka 500.000 pembaca. Jika setiap penyair memiliki keluarga, teman, fans, dan anak asuh sastra di sanggar saja maka setiap penyair mambawa 200 pembaca buku tersebut. Maka buku antologi-bersama akan menembus puluhan ribu pembaca.
Sengaja penulis tidak menghitung buku yang dicetak. Menghitung pembaca dari buku yang dicetak akan sulit ditaksir. Kecuali buku tersebut telah terjual dan menjadi best seller. Ini juga dengan menggunakan prinsip buku yang terjual pasti dibaca pembelinya meskipun tidak semua pembeli buku membaca buku yang dibelinya sampai tamat.
Keunggulan buku antologi-bersama secara geografis terkadang memenuhi keterwakilan publik di suatu daerah. Hal demikian dikarenakan sastrawan biasanya merupakan tokoh masyarakat di daerahnya. Semakin banyak keterwakilan sastrawan dari berbagai daerah , bahkan daerah terpencil maka semakin banyak jumlah pembacanya.
Antologi bersama sangat menguntungkan nama penyairnya dikarenakan melalui buku itu masing-masing dikenalkan kepada penyair lainnya dalam buku itu. Yang sudah populair akan semakin dikenal masyarakat dan yang baru meniti tangga mulai dikenalkan lewat karya dalam buku itu.
Antologi yang demikian menjadi Antologi puisi yang berstandar nasional pada ukuran pembaca. Demikian karena ukuran kelayakan sebuah buku adalah layak dibaca dan pernah dibaca. Contoh saja misalnya dalam lomba perpustakaan, ukuran keberhasilan adalah pembaca. Terbiasa sekali juri lomba perpustakaan mengukur jumlah pengunjung sebagai faktor utama, bukan gedung dan bukan bukunya yang tebal-tebal dan mahal.
Antologi bersama memerlukan standar isi agar bermutu. Karenanya perlu menampilkan team penyeleksi puisi peserta antologi. Bukan peserta antologi tetapi karya peserta itu. Jadi dua hal penting antologi bersama yakni pembaca dan puisi peserta antologi.
Hal pembaca sastra Indonesia kebanyakan didominasi pelajar dan mahasiswa pada status sosial lain masih demikain rendah. Menempati uriutan kedua adalah pendidik. Pembaca sastra Indonesia banyak dimotori/digelorakan oleh para pendidik itu kepada siswa dan mahasiswanya. Andai saja mereka turut membatu karya sastrawan, maka pembaca sastra Indonesia akan meningkat, sebab sepertiga jumlah penduduk Indonesia adalah anak-anak dan remaja!
rgbaguswarsono, 5-1-14

Soei Rusli PEMUTUS TAKDIR

Soei Rusli


PEMUTUS TAKDIR


Tuhan mereka mati bergelimpangan jalan
Hambamu
Ciptaanmu
Kami bertasbih
Bermohan hampu
Sujud
Dan berdoa

Mereka telah merusak bumimu
Jangan dosanya limpahkan
Jangan kutukkan berikan
kepada kami
Hambamu
Rapuh tak berdaya

#tarianjiwa 2020