Sabtu, 22 April 2017

Puisi-puisi Lumbung Puisi Jilid V, 18-21



18.
Eri Syofratmin
Mandi Kucing

Dan,
seekor
nyamukpun
terpeleset di
ramping mulus tubuhmu

Kota LINTAS, 21 Januari 2017






ERI SYOFRATMIN (Eyang kulup) lahir dikota LINTAS MUARABUNGO,  7 September 1970,Selepas SMA melanjutkan ke ASKI Padangpanjang dengan jurusan Musik dan setelah itu tranfer ke IKIP Padang mengambil jurusan Sendratasik. Semasa kuliah aktif dibidang seni dan sastra, adapun puisi sering diterbitkan di GANTO, SINGGALANG, dan banyak berkecimpung di taman budaya Padang bersama penyair-penyair dan seniman di sumatra barat. Sekarang menjadi tenaga pengajar(guru) di SMPN 1 MUARABUNGO, Juga aktif disanggar PEMDA dengan melestarikan seni dan budaya dari kabupaten BUNGO, dan sering mengikuti efen-efen luar dan dalam negeri, seperti FESTIVAL GENDANG NUSANTARA di Malaka, MALAYSIA. Pendiri Forum komunikasi dan kreasi pemuda Bungo. Antologi bersama yang pernah di ikuti yaitu: PRASASTI Th 1998 dan LACAK KENDURI Tahun 2015. Trimakasih dan salam sastra. Tinggal di Sate kambing Leri aska simpang PU lama, depan Hotel pelangi, Jln: Jend. Sudirman.

19.
Gampang Prawoto

Lingsir Kata

sebatas  kata  merajut ukara
pelepas dahaga mendaki rindu
lingsir baitbait menorah wajah senja
telanjang matamu bening telaga
ingin aku berkaca menatap sulur muda
bersemi berahi dari kerak batang setengah kering
termakan musim.
telanjang bibirmu laksana anggur
memerah maron
ingin aku bisikkan desah ayat rindu
melumat manisnya gulagula.
telanjang dadamu
membuncah anganku semasa kecil
“menggambar bebas” kata bu guru
dua buah gunung kembar menjulang tinggi
mengapit semburat terbit mentari.
telanjang rambutmu
tergerai angin anggun menyapa
detik, menit mengeja kecantikan alam
maneka warna.
telanjang tubuhmu
sebatas  kata  merajut ukara
pelepas dahaga mendaki rindu
lingsir baitbait menorah wajah senja.
Sastrowidjojo, 07122016



Gampang Prawoto

           Permainan Purba Tanpa Helai Benang

ingatkah  kau
pada  permainan  purba
seakan  kita  telanjang tanpa  helai  benang
padahal   rumput - rumput  pinggir  kali  menjadi  tapih
permainan  kanak - kanak  tanpa  kata  lelah
tanda koma  bukan bermakna  tabu
karena  kejernihan  air  sungai
telah  menanamkan tetes  bening pada akal
mengakar  rasa
dari  bijibiji  buah  yang jauh dari dakwa-sangka
persetubuhan  yang  menggila
sari  kemasan - kemasan birahi
teracik  pada  cawan
cawan nafsu percintaanmu.

ingatkah  kau
pada  permainan  purba
seakan  kita  telanjang tanpa  helai  benang
saat  gendhing langgam wuyung
merasuk  pada  sejuk  keheningan rasa
ada dingin  yang menggoda
sesungguhnya kita  sama
mengharap  kehangatan menjelma kata-kata.

ingatkah  kau
pada  permainan  purba
seakan  kita  telanjang tanpa  helai  benang
"bolehkah aku pinjam jaritmu"
dibawah temaram purnama
kita  bermain seadanya
karena kita hanya berdua .

langgam wuyung masih
masih mengirama diantara permainan purba
ingatkah  kau
pada  permainan  purba
seakan  kita  telanjang tanpa  helai  benang
padahal jarit pemberian biyungmu
hanya  sebagian yang   aku lilitkan
untuk permainan.

Gampang Prawoto ,Lahir  Bojonegoro, 23 OKTOBER 1971. Tinggal di   desa Pejambon, Kec. Sumberrejo, Bojonegoro, Jawa Timur (62191), Sehari-harinya mengajar di sekolah terpencil tepatnya di SDN Pejambon Sumberrejo Bojonegoro,  Aktif di Sanggar Sastra ( PSJB ) Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro  dan  KOSTELA ( Komunitas Sastra Teater Lamongan). Puisi dan guritnya yang pernah diterbitakan diantaranya Antologi tunggal (stensil) ”Babat Windu,1997” . Penyair ini juga kerap mengikuti antologi bersama nasional yang digagas berbagai komunitas sejak tahun 1998 serta puisinya dimuat di berbagai media baik regional maupun nasional.










20.
Harmany
KALLISTE

sejak kepergianmu di petang hari itu,
kabut tipis bergerak dari napasmu
dengan berjalan tanpa pamit
tampak jelas, jejak bulan itu; dimatamu

seketika itu kau pun diam dalam cahaya remang
kau terjatuh dan lemas, begitu lama
dalam pelukanku, kudengar gumpalan kabut menderu
udara dingin landai, gorden gorden melambai
tubuhmu memancarkan kelembutan pagi hari
apakah kau menangis, kalliste

mungkin aku tak akan bisa menyentuhmu
karena hanya bayang bayang matahari
di udara, dan cuaca cerah cukup untuk kita
aku memanggimu, kalliste
inilah kecupan musim panas,
ketika gerimis dan bau tanah kita rindukan
di pertengahan bulan sebelas 
dan kita pergi bersama-sama melayang

tapi aku melihat keresahanmu, kalliste
di bawah akuarium, alas kayu putih
lampu telah redup, tapi gelembung-gelembung udara
napasmu, semakin kencang

dan rengkuhanmu makin erat dan kuat
aku mencari tubuhmu, dan kutemukan getar udara
bunyi kipas menderu bagai layar
kata-kata itu, mengingatkanku kembali
kemana petang itu pergi,
yang akan mengantarkan kesepianku

ke tanah lapang, daun-daun gugur
kau meronta, aku pun tergolek lemas

dalam cahaya bergoyang-goyang
dalam keremangan panjang, dari pinggir jendela
hamburan bintang, angin menyerap tulang
hari-hari selalu petang, kau lepaskan
dekap aku kalliste, dekap aku

pelan-pelan matamu membuka
kau seperti berada di tanah asing
cahaya yang mengalir di kedua pipimu
telah lama redup kau bilang;

dunia telah lama mengutuk semua orang untuk bahagia
Harmany, 2016










Harmany
Derai Derai

kau semakin ganteng saja, Latnov
senyummu membakar lampu kamar kita,
ruang seluas ini, bau sedap malam, remang remang
dalam pelukan aroma chevignon, dalam derai derai 
belai lembut tubuhmu mengalirkan suasana lembah arau
pada musim hujan, aku semakin bisu menatap matahari dari tengkukmu

kegagahanmu semakin terlihat jelas;
berdiri tegak melewati batas lorong lorong gelap
melintasi cuaca basah dan lembab, oh bunga pualam
melepaskan pekik kucing malam
sedang senyummu, tak henti menjatuhkan sorga

kau semakin gagah dan ganteng, Latnov
bahumu yang kekar mengalahkan luas kamar
tapi tunggu, ada yang tak asing dari gerak gerikmu
menerobos hutan malam, segenap pancalang, membusung, dan
melawan tiap desah angin yang berserakan

di lembah arau, pesonamu
wajah asri dan lugu
membuat aku makin pasrah atas keindahan
angin sejuk, burung walet yang lincah bermain
ketika cuaca hujan mulai turun kembali
ah, kau ganteng sekali
Harmany, 2016
Harmany, lahir di Pamekasan, 29 Juni 1982, puisi yang pernah terbit dan tergabung dalam antologi bersama, diantaranya Bunga Rampai (Penerbit Sembilan Mutiara), Minduelle, Rumput Bunga, Kepada Penari Izu (Stepa Pustaka), Perempuan Camar, (Antologi kompilasi Forsasindo), Nantinya, Sajak Dandang, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia IV (HMGM), selain itu, penyair  berprofesi sebagai guru di Pamekasan





























21.
Hasan Maulana A. G

Perempuan malam

Seorang perempuan
Sedang asyik duduk
Di pinggir jalan
Sambil menikmati
Mesranya sapaan nyamuk

Seorang perempuan
Tengah menikmati
Dinginnya angin malam
Sampai menusuk tulang

Seorang perempuan
Menunggu tuannya datang
Lalu mulai berbincang
Agar esok bisa makan

Seorang perempuan
Rela menjajahkan diri
Menikmati nafsu birahi

2017











Hasan Maulana A. G

Disebuah Rumah Makan Remang-remang

Pada malam itu di perjalanan panjungku yang melelahkan. Sejenak mampir disebuah rumah makan hanya untuk beristirahat dan sedikit mengisi perut yang lapar. Tak lama terlihat ada seorang wanita yang satu agak sedikit tua dan satu lagi masih muda dengan dandanan sedikit menor sambil senyum genit padaku. Lalu pikiranku terganggu sambil berucap “jangan-jangan ini tempat mesum”. Tak lama pelayan rumah makan itu menghampiriku sehingga aku terkejut. Pandanganku hanya menatap pelayan itu yang sedikit berpakaian sexy. Dadanya yang menonjol dan paha yang agak mulus sekali membuat nafsu makanku bertambah bagaikan makan direstoran ternama dengan hidangan yang lezat. Lalu dimeja makan tersaji dada, paha dan lain sebagainya. Sambil membayangkan betapa enak dan murahnya di obral begitu saja hanya untuk mencari daya tarik pelanggan.
2017














Hasan Maulana A. G

Bi Rok Mini

Begitu romantis
Begitu mempesona
Begitu memukau
Begitu menggairahkan
Membangkitkan hawa nafsu

2017



Hasan Maulana A. G. Lahir di Subang 22 September 1995. Beberapa karyanya tergabung dalam antologi bersama penyair lain, diantaranya Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia III dan IV (HMGM, 2015 dan 2016), Menabrak Batas Normal (Pena House, 2015), Mazhab Puisi (Vio Publisher, 2015), Memo Untuk Wakil Rakyat (Forum Sastra Surakarta, 2015), Senandung Tanah Merah (Penyair Serumpun, 2016), Ije Jela (Dewan Kesenian Barito Kuala, 2016), 6,5 SR Luka Pidie Jaya (Ruang Sastra, 2017), Lelaki Bercelana Kulot Di Sebuah Pesta Pernikahan (Oase Pustaka, 2017) dan lain-lain