Sabtu, 22 April 2017

Puisi-puisi Lumbung Puisi Jilid V, 1-4



1.
Aang A.K
Pertemuan

kau hanya bertukar kabar denganku tentang kertas
dan tinta bisu. tapi, semburat yang terbias oleh mata bulanmu
telah menabuh genderang asmara di sulur-sulur sukma
membuncahkan gejolak asing. tumbuh ilalang liar
menasbihkan rindu dalam rasa gamang. kesendirian itu
terancam sudah

kau yang melangkah segemulai dayang-dayang hujan
kau paksa lindap bawah sadarku menjadi diari tentangmu
menerbangkan angan. nafas tertawan.ladang-ladang kemarau pun
tersiram sudah.

kau tebar paku-paku di sepanjang lorong waktu
di setiap jalan yang kutuju, yang membuatku berhenti
dan harus mendorong kendara jiwa kembali datang padamu
menambal sesuatu yang bocor.  sambil berbagi cerita tentang kertas
dan tinta bisu. bertadarus dalam hidup yang kian samar
yang kian makar.

Aang A.K
Onani

Setetes damai
Gagal meringkuk diam
Di pojok ruang
Mencabik-cabik diri sendiri
Mencari-cari pintu di mana


















Aang A.K,  sehari-hari beraktivitas sebagai salah seorang karyawan bank swasta di Jakarta dan juga seorang pemadat jalan di ibukota negara.





2.
Abu Ma’mur MF

Panduan Bercinta ala Santri
mengulang percintaan sakral abah yai adam bu nyai hawa menikmati tiap jengkal ladang menanam bijih berunsur getar dan makna melampaui diksi dan bahasa-bahasa

sebab percintaan adalah kerjap ilahiyah maka mulailah dengan menghadirkanNya dalam kepala, dada, menyebar ke tiap pori-pori di sekujur diri. biarkan air suci mengalir bersama percikan-percikan doa melenyapkan daki jiwa

“bismillahi allohumma jannibnas syaithona
wa jannibisyaithona maa rozaqtana“*

bercakap-cakap dengan bahasa mawar membangkitkan nuansa perlahan dan mengilaukan mestika, lalu segala yang melekat di badan disingkapkan hingga tiada aral

bersenyawa dalam satu selimut adalah sejenis kemuliaan pembeda antara manusia dengan binatang yang tak kenal susunan benang apalagi rajutan peradaban

gemetar gerak sakral berpendaran, segalanya menyatu dalam puncak rasa melampaui kekata dan definisi  kebahagiaan membuncah dalam ruang dada juga doa-doa cahaya
Brebes, 2017
Abu Ma’mur MF

Seni Bercinta ala Tao
 (1)
perihal utama dalam hidup adalah kehidupan
menjalani dengan pemahaman menjadi kunci
merawat kesehatan menjadi jalan keniscayaan
dan keseimbangan memancarkan keselarasan

jing (esensi), chi (energi), shen (spririt) dalam
jagad mikrokosmos bersinergi menggerakkan
kehidupan diri, bertaut dengan makrokosmos

(2)
bercinta bukan melulu menaklukkan lenguh demi lenguh
bercinta tak sekedar petualangan menuntaskan debur
bercinta tak pula hanya menyelesaikan lahar di atas kasur

bercinta: gerak transendental selaraskan energi bumi-langit
dualitas yin-yang bersenyawa. chi ching* menyebar ke seluruh
atom-atom tubuh. hormon cinta berpendaran
memancarkan kesunyian yang mencerahkan

 (3)
kenikmatan dan pencapaian bukan lantaran ukuran
teknik dan pemahaman yang menyatu adalah penentu

(4)
membersihkan comberan di kepala dan dada menjadi langkah
pertama. selanjutnya menumbuhkan bijih api perlahan-lahan.
perlahan-lahan. meremas kaki dan tangan memicu nyala tungku
terus merambat ke atas sampai liuk gemulai menghadirkan tanda

(5)
bidadari bumi menggelinjang sampai ke awan terbaca melalui
lima tanda: pertama, wajah merona. maka saatnya pria
memainkan tongkat giok di sekitar area rahasia.
kedua, sepasang gunung menggelembung, dan bulir-bulir embun
rembes di sekitar hidung. pria mesti perlahan membenamkan
sesuatu ke dalam gerbang permata. ketiga, ada kemarau menerpa
bibir dan tenggorokan, sukar menelan. pria, mainkan ritme dalam
memainkan batang giok, antara tangguh menyelamkan dan
menarik sepenuh kelembutan. keempat, ada air dan kilap
di gerbang permata. inilah saatnya menuju puncak nirwana.
mainkan. mainkan. ciptakan orkestrasi paling menghanyutkan.
kelima, gerbang permata menjadi rawa-rawa. ritual paling
spiritual telah purna. sudah waktunya batang giok diambil
dan diletakkan dalam peti seperti semula.

Ketanggungan, 2017

ABU MA'MUR MF, seorang petani puisi dan pecandu kopi serta buku. Lahir di Tegal dan bermukim di Brebes. Puisi-puisi dan tulisannya tersebar di Horison, Suara Merdeka, Wawasan, Muslimah, Sabili, Perkawinan dan Keluarga, Kabar Pesisir, dsb. Sejumlah puisinya juga termuat dalam Bunga Rampai di antaranya: Persetubuhan Kata-kata (Taman Budaya Jawa Tengah, 2009), Ngranggeh Katuranggan (Yayasan Pustaka, 2009), Munajat Sesayat Doa (FLP Riau, 2011), Antologi Puisi 107 Penyair Indonesia dan Malaysia (Lesbumi, 2012), Balada Asu (Yayasan Pustaka, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (Majlis Sastra Madura, 2013), Ganti Lakon Sintren Dadi Ratu (Kampung Seni Kota Tegal, 2014), Puisi Menolak Korupsi Jilid 4: Ensiklopegila Koruptor (Forum Sastra Surakarta, 2015), Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku Media, Yogyakarta, 2015), Memo Anti Terorisme (Forum Sastra Surakarta, 2016), Pasie Karam (Antologi Puisi Temu Penyair Nusantara pada Pekan Kebudayaan Aceh 2016) Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid IV (Sibuku Media, Yogyakarta, 2016), Yogya dalam Nafasku (Antologi Puisi pada Seminar Internasional Sastra Antarbangsa, Balai Bahasa DIY, 2016), Kumpulan Puisi Kopi 1.550 MDPL (The Gayo Institute, Aceh, 2016) Antologi Puisi dari Negeri Poci 7 (Kosa Kata Kita, Jakarta, 2017).Pernah meraih juara 1 lomba baca puisi tingkat provinsi (2008) dan juara 1 lomba cipta puisi tingkat nasional (2016). Kini aktif di Dewan Kesenian Kabupaten Brebes.


3.
Ade Sri Hayati

Aku Rindu Pekat malam

aku rindu pekat malam yang ramai,
rindu sekali sayang,
bahkan keluhmu adalah keluh yang bisa aku sentuh dari jarak ribuat meter.
namun sayang,
kini tuhan memisahkan pola mu dengan pikirmu. kekatamu masih ingat pada persis jam satu malam telah lelap
"jangan pernah menunggu hujan"
aku pun menggaruk kepala dengan teriak ku dalam jiwa "
tidak,
aku hanya cukup menunggu embun yang akan menetes dalam pagi,
dan akan keluar dengan bercumbu padanya".







Ade Sri Hayati, S.Pd. kelahiran 17 November 1994. alamat Juntikebon gang sukun rt/07/r01 kecamatan Juntinyuat, kabupaten Indramayu. kini tercatat sebagai salah satu mahasiswa pascasarjana Unswagati Cirebon



4.
Andi Surya
Aku Secarik Kertas Putih

seorang gadis yang pernah khilaf di pergaulan bebas

Aku secarik kertas putih
masih bersih
belum ada sedih
pun juga kasih

Lalu aku kenal pena
tegak gagah rupanya
elok mempesona
aku jadi jatuh cinta

Ini kisahku bersama sang pena
kita saling mendukung
mengukir kisah
menulis cerita bersama
dia goreskan tinta padaku
meski sakit namun ini tak pahit
terasa tertekan namun selalu kutahan
biarkan semua ini terjadi
karena aku sudah jatuh cinta
lalu pena menggoresku keras
amat keras
sakit tiada ampun
bukan kepalang
melayang-layang
aku robek seketika

Kini aku secarik kertas putih yang bolong
Pena enggan setia
aku kini terlengkuk kasar
seperti bola
terlempar, terhempas ke pembuangan
terabaikan oleh pena
aku jadi secarik kertas lusuh yang terbuang
aku hanya sempat khilaf
terbuai nikmat goresan pena
ternyata dusta
hanya sementara
sekarang aku anggap aku ini secarik kertas yang telah hina

Kereta Jayabaya, Jakarta - Surabaya. 28012017


















Andi Surya
Gini ini Gitu itu

ini yang belum tahu untuk itu
hampir salah jadi gini (perut membesar)
hampir juga dibuat gitu
ngawur asal siap mabur
ini udah siap-siap sendiri
padahal buat jadi gitu
bukan asal gini
bukan aahh
tapi sah
baru bisa gini gitu
kalau belum
jangan gegabah
beginian tidak asal digituin

Blitar, 20 Maret 2017









Andi Surya , aslinya Gregorius Andi penyair kelahiran Blitar 10 Januari 1998, aktif menulis puisi dan tinggal di Ciomas Bogor.