Selasa, 06 Agustus 2019

Anggoro Suprapto: JALAN MENUJU TUA

Mari kita ulas kembali puisi-puisi Internasional, berikut karya

Anggoro Suprapto:

JALAN MENUJU TUA

tengah malam aku suka bermeditasi

lalu kutanya pada waktu yang menyepi

aku sedang menuju jalan menjadi tua ya?

kutersenyum, saat kau mengangguk pasti

di langit muram bulan tertutup awan

malam semakin gelisah

dalam gigil yang resah

kau memang benar istriku

menuju tua tak begitu menakutkan

bagiku pun tetap menenteramkan

selama tua adalah gagah dan sehat

selama tua adalah cerdas dan awas

seperti bagawan manuyasa yang waskita

setiap hari berkidung membaca mantera

terus bersyukur tak henti-hentinya

maka tatkala

jalan menjadi tua tiba, kuputuskan

ingin tetap tinggal saja di rumahmu, istriku

setiap hari bisa memandang

beningnya netramu

teduhnya wajahmu

gelak tawa anak-anak menggelegak

senda gurau yang menyeruak

ah, sesungguhnyalah

menjadi tua adalah anugerah

dari sang maha pemurah

semarang, september 2018


Bila kita simak puisi karya Anggoro Suprapto , dalam antologi yang bertema Perjalanan Merdeka, sebuah antologi yang kelak menjadi antologi Internasional, seperti apa dalam puisi itu Anda akan heran. Anggoro Suprapto, adalah penyair semarang dengan kekhasan tersendiri, demikian penyair itu. Ia dalam puisi ini membuat perumpamaan dirinya yang semakin tua, seperti usia Indonesia yang semakin menua.

Alurnya adalah dialognya sendiri dengan keputusannya sendiri namun tatkala dibaca betapa ia menulis puisi ini untuk dibaca orang lain. Ada makna tersirat dari yang tersurat. Anggoro pun memberi gamblang puisinya agar enak dibaca:

//.......//kau memang benar istriku

menuju tua tak begitu menakutkan

bagiku pun tetap menenteramkan

selama tua adalah gagah dan sehat

selama tua adalah cerdas dan awas

seperti bagawan manuyasa yang waskita

setiap hari berkidung membaca mantera

terus bersyukur tak henti-hentinya//....//

Semua tergantung bagi orang yang merasakannya, bersyukur apa tidak memasuki masa ini. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Mas Yono Buanergis Muryono : MERDEKA

Mari Kita simak kembali puisi karya Mas Yono Buanergis Muryono, yang berjudul Merdeka. Penyair dengan banyak talenta ini kini menetap di Bali. Penyair ini dikrenal juga sebagai pelukis dan akhli kebathinan. Berkut puisinya:

Mas Yono Buanergis Muryono

MERDEKA

Merdeka

Bebas

Freedom

Leluasa

Freeze

Kadang banyak istilah

Memerdekakan diri

Menapaki ranah bebas

Leluasa

Lapang.

Kususuri lapang jiwa

Tiada bertepi

Bersamamu yang tulus.

Melepas segala beban

atau memanggul tanggungan.

Sulit kita eja.

Tiap kata tiada mampu mewakilinya.

Kususuri relung spirit

Daya Hidup

Dalam dimensi rohani pelengkap tubuh

Utuh.

Ada cahaya dalam gelap

Terdapat titik hitam di terangnya cahaya.

Lalu ingin ragaku dihantar mau spirit

Rohaniku yang murni

Kita jadi baik

Benar

Bijaksana

Hingga tenteram

Nyaman

Damai

Sejahtera

Merdeka

Bebas

Leluasa

Seindah cakrawala

Tiap kejap berganti rupa

Begitulah kehidupan sebenarnya

Tiada terwakili kata-kata

Bahkan saat diam semua sempurna.


Ciri baris yang pendek-pendek adalah ciri Mas Yono Buanergis Muryono menulis puisi. Ini dikarenakan setiap kata yang ia ucapkan slalu mengandung makna dan di terjemahkan dihati dengan penuh rasa. demikian dalam pembukaan puisinya ia mengulang kata meresapi apa arti merdeka :

//Merdeka

Bebas

Freedom

Leluasa

Freeze/ ...//.... //

Seandainya keindahan itu terlaksana atau setidaknya mendekati mungkin bahasa akan lain , Mas Yono Buanergis Muryono memberi makna itu :

..../Rohaniku yang murni

Kita jadi baik

Benar

Bijaksana

Hingga tenteram

Nyaman

Damai

Sejahtera

Merdeka

Bebas

Leluasa

Seindah cakrawala

Tiap kejap berganti rupa

Begitulah kehidupan sebenarnya

Tiada terwakili kata-kata

Bahkan saat diam semua sempurna/...//

Puisi bagaimana mengapresiasi, Anda tentu dapat mengapresiasinya dengan makna lain. Demikian penyair kadang penuh tanya, misteri dan juga keanehan lain, termasik pada diri Mas Yono Buanergis Muryono (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Mmembaca)

Agus Mursalin : Pekik Merdeka Dalam Kamus

Berikutnya kita ulas puisi karya:

Agus Mursalin

Pekik Merdeka Dalam Kamus

Langkah awalku berniat baik

Pagi di timur sore di barat

Menyaksikan wajah aneka rupa

Memberi arti pembeda

Wajah beda suku beda bangsa beda negara beda

Satu kata yang bisa disepakati pada tangis tanda duka

Tawa tanda bahagia

Bergeleng tak mau mengangguk setuju

Tanpa kamus semua manusia paham

Lalu untuk apa

Mempelajari bahasa lain

Jika mengakibatkan perbedaan paham

Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?

Makna kata dari persepsi

Kapan bisa merdeka ?

Kebumen 1 Agustus 2019


Puisi pendek karya Agus Mursalin ini menyoroti kemerdekaan berbahasa. Menarik. Tetapi juga memungkinkan tafsir lain. Ia soroti kenyataan yang ada di masa Indonesia tlah dewasa ini. Mula ia bertanya dan kemudian barisnya mempertegas.

Sebetulnya di hati manusia Indonesia mungkin ada sepaham, tetapi juga banyak beda. Karena lain situasi keadaan, sehingga banyak perbedaan. Agus Mursalin penyair asal Kebumen ini mengajak agar perbedaan itu tak dipermasalahkan agar kita bisa merdeka dalam arti yang sebenarnya.

Berikut cuplikan diakhir puisinya:

//...../Tanpa kamus semua manusia paham

Lalu untuk apa

Mempelajari bahasa lain

Jika mengakibatkan perbedaan paham

Berujung perdebatan kelas tata krama atas nama kata?

Makna kata dari persepsi

Kapan bisa merdeka ?//

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Senin, 05 Agustus 2019

Wardjito Soeharso : Kebebasan

Yuk kita simak kembali puisi-puisi Internasional. Kali ini kita mengulas puisi karya Wardjito Soeharso, penyair senior nasional asal Semarang yang sangat produktif . Wardjito Soeharso dikenal juga sebagai penulis novel dan banyak artikel di masa mudanya ketika masih di Balai Diklat Jawa Tengah. Mari kita simak puisinya :

Wardjito Soeharso

Kebebasan

Angin berhembus di tengah padang

Sampaikan berita segera datangnya hujan

Pepohonan meliuk dengan rantingnya

Dedaunan pun indah bergoyang

Burung-burung berkicau riang menyapa pagi

Dalam konser siulan nuansa hijau

Sedang mentari senyum menyambut hari

Berbagi hangat bersama bumi

Pantulkan cahaya dari samudera

Kebebasan alam jadi kebebasan untuk semua

Alam kebebasan pastilah kebebasan dari manusia

Begitulah dasar pemikiran pengetahuan

Yang memaknai benar atau salah

Yang membangun nilai baik atau buruk

Kebebasan atas berpikir

Kebebasan untuk kemanusiaan




Puisi pendek karya Wardjito Soeharso ini memberi pesan tentang 'kebebasan , gambaran itu ia kemukakan dalam bait pertamanya. Bahwa kebasan adalah irama alam yang terlihat dan tumbuh. Alam baginya adalah perlambang tentang kebebasan itu , kebebasan yang diberikan di dunia ini. Harmoni kebebasan itu di bumi ini tentunya yang diberikan dari Maha Pencipta.

Potret kebabasan itu bagaimana manusia bumi menentukannya sebagai hubungan antar manusia.

Mereka menjalani kehidupan Penuh dengan tantangan dan penderitaan. Namun jika manusia memelihara keimanannya untuk tetap teguh berada di jalan Allah SWT. maka pada akhirnya, tantangan dan penderitaan itu akan berbuah manis. Para nabi sudah mengajarkan bagaimana umat manusia bisa menjalin hubungan baik dengan Allah (habluminallah) dan juga hubungan baik dengan manusia (habluminannas). Demikian di bait kedua Wardjito Soeharso menulis. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri ini , Heru Mugiarso

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional. Berikut karya Heru Mugiarso, penyair nasional dikenal sebagai penyair dari kalangan akademika dan karyanya banyak dipelajari di fakultas-fakultas pendidikan di Indonesia. Berikut karyanya:

Ziarah Waktu

Kepada Mujahid Negeri ini

Ingin rasanya aku mengajakmu, anakku

Di sini sejenak menikmati ziarah waktu

Karena aku yakin bahwa segala sesuatu kini telah banyak berubah

Dan kita perlu membuka ulang catatan kaki pada halaman sejarah

Di depan makam ini aku tak berniat mengajarimu menjadikan berhala

Kepada mereka yang telah damai bersemayam di dalamnya

Tapi jika tulang belulang yang kini memutih itu mampu bercerita

Maka ia akan berkisah tentang cinta luar biasa kepada tanah airnya

Darah dan airmata mungkin telah bercampur rupa

Nyawa (barangkali) adalah barang tak lagi berharga

Ketika nyanyian tanah air yang sayup dan terluka

Memanggil putera puterinya untuk tulus berbakti kepadanya

Rentang perjalanan mereka, aku dan kamu terlalu jauh, anakku

Maka wajar jika engkau tak utuh dalam memahaminya

Sayangnya mereka bukan selebriti dan kerna itu tak sempat jadi tokoh

Yang membuatmu jatuh hati dan terpesona hingga melegenda

Tak sedikit dari mereka hanya orang-orang biasa

Dan terkadang tak tercatat namanya pada nisan

Tapi di hadapan Sang Khalik mereka adalah syuhada

Sedang di hati insan mulia mereka ialah pahlawan

Ingin sesekali aku mengajakmu sejenak tafakur di depan makam

Untuk setiapkali menolak lupa bahwa negeri ini nyaris tak pernah ada

Jika mereka dulu tak mengangkat senjata dan maju ke palagan

Dan di jiwa mereka hanya ada satu kata : kemerdekaan!

Semarang, 2019




Makna " Ziarah Waktu Kepada Mujahid Negeri Ini" mendalam bila hayati. Puisi dengan alur dapat dicerna dengan mudah oleh pembaca budiman. Heru Mugiarso mengajak untuk merenung tentang 'catatan kaki bangsa ini. Sebuah perjalanan merdeka republik ini dalam kaca mata penyair yang enak dinikmati. Hingga akhirnya usia pun semakin bertambah dan rekam jejak pun semakin tersamar dan bahkan ada diantaranya yang asing bagi generasi sekarang. Mereka yang tak tercatat dalam perjuangan merebut kemerdekaan negeri ini.

Heru Mugiarso memang pandai mengemas puisi hingga alurnya semakin jelas maksud. Sehingga bila membacanya dengan apresiasi baik akan tertangkap pesan yang mendalam, Bahasanya yang tenang, dengan pilihan diksi yang tepat menjadikan puisi ini pantas sebagai puisi bertaraf internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Arya Setra ARTI MERDEKA

Arya Setra

ARTI MERDEKA

Desing peluru tajam yang menghujam

Dentuman meriam memekakan telinga,

Berderap tegap meluluh lantakkan dada bumi pertiwi...

Teriak para pejuang menumbuhkan semangat kemerdekaan walau bersimbah darah, terkoyak, tercabik, teraniaya dan terjajah di negri sendiri.

Pengorbanan jutaan nyawa, jutaan harta dan benda demi satu kata " MERDEKA"

Merdeka atau Mati adalah semboyan para pejuang demi mempertahankan harga diri bangsa...

Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.

Merdekaku...

Merdekamu..

dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda.

Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...

kalau tidak...? aku bisa mati gaya....

Arya Setra

1 Agustus 2019




Arya Setra adalah penyair dan juga pelukis kenamaan Indonesia saat ini. Ia baru saja pulang dari Moskow, Rusia, untuk unjuk demonstrasi melukisnya.

Puisi "Arti Merdeka" karya Arya Setra ini sebuah gambaran betapa kemerdekaan itu diraih tidak sekedar membalikan tangan. Ia telah mengorbankan begitu banyak nyawa manusia. Puisinya seakan bertanya bahwa merdeka itu pada masing masing jiwa manusia.

..../ Itulah sepenggal cerita duka yang menghantarkan Aku, Kamu, dan juga mereka kepada sebuah era, dimana antara maya dan nyata berdampingan dalam satu masa.

Merdekaku...

Merdekamu..

dan Merdeka mereka tentu saja berbeda- beda./...

Diakhir puisinya ia memberi kejelasan versi merdeka ala seniman. .../Buat ku merdeka adalah merdeka ngopi, merdeka ngudud, dan merdeka berkarya...

kalau tidak...? aku bisa mati gaya//

Demikian puisi itu sebebas-bebasnya. Gaya seorang penyair satu dengan yang lainnya tentu berbeda dan Arya Setra memiliki gayanya tersendiri . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Agustav Triono: Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?

Agustav Triono

Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka?

Tanah tumpah darahku

Tanah tempat berkeluh

Tanah airku

Tanah tempat membasuh

Luka bangsaku

Jangan membasah menerus

Mengeringlah kembali mulus

Jangan menganga

Jangan memerih

Hapus duka pedih

Merdeka telah di genggaman

Ibu Pertiwi telah di pangkuan

Sejak Proklamasi

Daulatlah ini negeri

Namun kembali pada renungan

Sudah merdekakah ?

Sebenar merdeka ?

Ya, sudah !

Merdeka dari belenggu penjajah

Merdeka sebagai negara bebas

Tentukan arah tujuan bangsa

Menuju cita mulia

Mimpi dan asa tergenggam

Semoga

Namun sudah merdekakah?

Sebenar merdeka??

Merdeka dari kemiskinan

Merdeka dari korupsi merajalela

Merdeka dari ketidakadilan

Merdeka dari rusak lingkungan

Merdeka dari wabah narkoba

Masih terus berjuang

Bebaskan diri dari penjajah masa kini

Rusak sendi negeri

Yang tak tampak nyata

Namun menggerogoti

Sebarkan virus dipori-pori

Pelan dan pasti

Tubuh kita terjangkiti

Penyakit yang membinasa itu

Maka

Cabutlah akar-akar penyebabnya

Dengan tegas dan pasti

Agar penyakit-penyakit

Segera musnah

Agar merdeka

Sebenar merdeka !

01/08/2019




Sebetulnya Agustav Triono ingin mengungkap kemerdekaan hakiki setelah negeri kita merdeka. Ia mersakan betapa perjuangan untuk kemerdekaan yang hakiki belum tercapai.

Dalam bait baitnya diungkap bahwa ada penyakit penyebab terhalangnya kemerdenaan sebenar merdeka.

...//...Rusak sendi negeri

Yang tak tampak nyata

Namun menggerogoti

Sebarkan virus dipori-pori...// ....//

apa yang disebutkan dalam baris di bait itu ternyata ada sesuatu yang harus diperangi di masa ini, yakni yang merusak sendi negeri ini.

Pesan dalam puisi ini mengangkat puisi Sudah Merdekakah Sebenar Merdeka layak sebagai puiai Internasional. (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Marlin Dinamikanto GAGAL PABRIK

Marlin Dinamikanto

GAGAL PABRIK

Setelah belut hanyut di lobang tikus

ular sawah menjadi asing bertatap

tembok pabrik yang mengangkang

hamparan kering coklat gersang

Entah berapa petani terkubur

derap batako yang terus memanjang

tak menyisa ketika ular sawah

hidup sebatang kara berteman tikus

di pemakaman belut

Ikan wader yang biasa mider-mider

mematuk plankton di kaki jerami

lama menghilang sebelum berpindah

ke buku gambar anak-anak sekolah

Sawah yang terkucil kian mengering

terhimpit batako - anak petani lebih suka

berharap kerja di pabrik. Tak ada padi

bisa dipanen empat bulan lagi

sedangkan gaji bisa dipanen

sebelum uritan pindah ke sawah

hamparan hijau yang kadang menguning

kini tersekat tembok-tembok pabrik

ular sawah yang hidup menyendiri

mati - bangkainya dimainkan anak kucing

di celah runtuhan tembok pabrik

gagal dibangun setelah ekonomi lesu

tak ada padi dipanen esok hari

tak pula gaji bulanan. Hanya terlihat

tikus berloncatan di celah batako rapuh

berserak di hamparan coklat gersang

Ngagel, 31 Juli 2019




Penyair Nasional Marlin Dinamikanto pancen jempolan dalam menulis puisi. Diksinya pilihan, untaian baitnya kaya makna . Pembaca akan mendapat aneka tafsir puisi di atas .

Telah menarik perhatian saya ketika puisinya ditemukan 5 tahun lalu yang berjudul "Pok Ame-ame." Kali ini ia tampil dalam "Gagal Pabrik" sebuah judul yang sangat kaya makna. Baitnya tampak tak beraturan runtut namun secara keseluruhan dapat ditangkap pesan oleh pembacanya bahwa ada perubahan di masa ini. Di alam yang semakin modern ini betapa ada penyebab dari apa yang diceritakan puisi di atas.

Bait yang kedua itu mulai memperjelas makna bahwa ternyata ada yang mengenaskan dimasa ini. Petani tanpa ladang! sedang bait yg lain :

....//hamparan hijau yang kadang menguning

kini tersekat tembok-tembok pabrik

ular sawah yang hidup menyendiri

mati - bangkainya dimainkan anak kucing

di celah runtuhan tembok pabrik

gagal dibangun setelah ekonomi lesu//...

menekan maksud. Marlin Dinamikanto memang megerigisi dalam membuat puisi. Selamat untukmu sang penyair . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Gunawan : AYO SAUDARAKU

 Ivan Gunawan

AYO SAUDARAKU


Aku hidup di antara orang-orang beda bahasa

Aku hidup di antara orang-orang beda pandangan

Aku hidup di antara orang-orang beda budaya

Aku hidup di tengah-tengah metropolitan Gajah Putih

Di antara deretan gedung menjulang angkasa

Di antara kuil-kuil yang begitu megah

Di antara padatnya lalulalang kendaraan dan orang-orang

Sayup-sayup selalu terdengar adzan

yang begitu merdu nan khidmat

Allohu Akbar Allohu Akbar, La ilahailalloh

Luluh hati merasakannya

Rindu rasa mendengarnya

Menetes airmata dibuatnya

Negara yang mayoritas beragama Budha

Memberi ruang kepada setiap orang yang berbeda pandangan

Bebas hidup dan berbaur bersama

Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya

Setiap orang bebas melakukan aktifitas

sesuai dengan keyakinan dirinya

setiap orang bebas bergerak

sesuai dengan nuraninya

selama ini kita sering dengar tentang toleransi

selama ini kita sering dengar tentang hak azasi

namun apa terjadi ?

kita semua dikebiri ilmu-ilmu yang tidak pasti

tanpa peduli dengan yang hakiki, ilahirobbi

Ayo saudaraku, mari berbagi

Ayu sahabatku mari bersatu

Bergandeng tangan bersama

Jaga kesatuan dan keutuhan bangsa

Menuju cita-cita sejahtera lahir bathin


Kacamata itu memperbesar atau mendekatkan, tergantung dari mana sudut pandangan. Jauh tidak selalu jauh dan dekat tak enak jika tak kerasan. Ivan Gunawan memberi puisi jelas tersurat, agar enak dibaca dan dicerna. Tentu ia bicara pada saat ia jauh dari kampung halaman. Ia memberi pesan dalam bait-bait puisi itu. Betapa di negeri orang lebih damai.

Namun semua itu gambaran ia berbagi salah satu yang dimaksud dalam puisi itu yakni keberagaman itu tak menjadi halang untuk persatuan.

Tampak jelas Ivan Gunawan menulis dalam bait penutupnya:

...//selama ini kita sering dengar tentang toleransi

selama ini kita sering dengar tentang hak azasi

namun apa terjadi ?

kita semua dikebiri ilmu-ilmu yang tidak pasti

tanpa peduli dengan yang hakiki, ilahirobbi//

//Ayo saudaraku, mari berbagi

Ayu sahabatku mari bersatu

Bergandeng tangan bersama

Jaga kesatuan dan keutuhan bangsa

Menuju cita-cita sejahtera lahir bathin//

puisi yang cukup manis penuh harap dan diamini pembaca di Tanah air. Sebuah pesan indah dari negeri sebrang. (Rg Bagus Warsono, Kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Sabtu, 03 Agustus 2019

SESAAT, SEBELUM AKU PERGI : Naning Scheid

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional berikut tika tampilkan :

SESAAT, SEBELUM AKU PERGI

: Naning Scheid

Senja ini, kusandar damai di bidang dadamu

Mencuri dengar denyut bersahut

di antara gundukan rindu

Tubuh cemas, damai dalam rengkuh

Nafas kita teratur, menanggal riuh

Lolong malam kian tegas

Degup jantung makin beringas

Menjelajah perjalanan merdeka

Menjulang hasrat serigala

Keringat menanda peluh

Cintaku padamu tetap teguh

Kasih, cinta ada di sepanjang musim

Risaukan jangan, hatiku telah kau gengam

Brussel, 2019.

Sepintas tampak sederhana Naning Scheid menulis, namun ia pandai memberi tekanan penekanan pada baris yang tampak sederhana itu. Seakan stakato pada lagu baca yang membuat puisi ini bermakna.

Pada baitnya kelihatan mengisi pesan, mula ia maknai sebuah perjalanan merdeka itu, agak runtut hingga bait selanjutnya agar sampai pada saat ini. Betapa sebagai pemilik nusantara ini menyimpan rasa. Cinta akan Tanah Airnya, seakan roh Indonesia itu menggegam hati pemiliknya.

Pilihan kata Naning Scheid sangat piawai. ..../Menjulang hasrat serigala// .... sebuah contoh baris puisi yang kaya makna betapa hasrat diumpamakan srigala yang lapar .

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Dewa Putu Sahadewa, Perjalanan

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional , berikut karya Dedari Rsia , seorang penyair Bali yang menetap di Kupang.

Dewa Putu Sahadewa

Perjalanan

Berkali-kali menggali

diri

kutemui sumber suara

di mana matahari menyembunyikan panasnya

dan hujan menemukan sarangnya.

“Di tengah ladang darah

Kau pancang bendera

Kau lagukan Indonesia.”

Semakin jauh aku berjalan

suara berubah ratapan

dan angin mengikis bukit-bukit

tempat anak-anak menarikan tarian merdeka.

“Di tengah ladang darah

Kau pancang bendera

Kau lagukan Indonesia”

Aku akan tetap berjalan

puluhan tahun lagi

namun suara itu

akan abadi.

Kupang, Agustus 2019

Puisi indah karya Dedari Rsia ini layak sebagai puisi Internasional . Judul yang sederhana dengan bait-bait sederhana mudah dibaca dari anak-anak hingga kakek nenek. Dedari sungguh melekat cinta Tanah Airnya. Nasionalis tampak dalam karya ini. Baitnya sedikit bercerita tentang masa merdeka yang diperjuangkan pendahulu kita. Ia menekan pada bait : ...// Ditengah ladang darah, Kau pancang bendera, Kaui lagukan Indonesia//....// sebuah bait tersirat bahwa kita apa susahnya hanya menaikan bendera dan menyanyikan lagu, Ia menikmati merdeka dan yakin akan tetap abadi. Salut untukmu Dedari Rsia (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar membaca)


Roymon Lemosol, Di Tanah Yang Sudah Merdeka

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional berikut karya :

Roymon Lemosol,

Di Tanah Yang Sudah Merdeka

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kulihat rakyatnya masih angkat senjata

mempertahankan hak-hak ulayat atas tanah-tanah adat

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kudengar suara rakyatnya mengerang kesakitan

terbelit hutang

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kusaksikan rakyatnya gigih berjuang

melawan kemiskinan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kubuntuti rakyatnya tertatih-tatih

menjacari keadilan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

aku mengeja-eja ke-mer-de-ka-an

Ambon, 1 Agustus 2019

Agaknya penyair kita Reymon Roymon Lemosol ingin mempertegas puisi-puisinya, meski gamblang tersurat dari pada yang tersirat, namun ada nilai plus yang sangat bagus dan layak sebagai puisi Internasional.

Puisi ini menangkap tegas akan perjalanan merdeka, sehingga mungkin ia hendak mengatakan: "Bukankah kemerdekaan yang diperjuangkan oleh pendahulu kita itu untuk memberikan kemerdekaan nyata seperti bumi yang mereka miliki sejak zaman nenek moyangnya. Namun betapa ternyata harapan para pejuang kemerdekaan itu tampak belum bukti banyak terhadap apa yang dirasakan anak-cucunya.

Bait penutupnya memberi keyakinan sebuah puisi yang bagus .....//di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

aku mengeja-eja ke-mer-de-ka-an//. Ok selamat untukmu Roymon Lemosol (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Senin, 29 Juli 2019

Hadir di Tengah Pancaroba, Soeharto yang Dikenang karya Rg Bagus Warsono

Banyak kerinduan pengagum Soeharto di masa ini. Tatkala masyarakat tengah mencari dan mencari keindahan di Indonesia. Namun tak sedikit yg mencibir karena merasakan pahit getirnya hidup dimasa Soeharto.
Di buku ini adalah wawancaraku bersama Soeharto dalam imajener yang khusuk. Ternyata apa yang dipandang tak sesuai dengan padang ilalang, yang dilihat tak sesuai dengan tanah liat , yang di sawang ternyata bukan sawang laba-laba,
Mari menjadi demokratis, agar kita pandai memilah dan menghargai siapa pun dan apa pun karya orang lain. Termasuk apa yang diperbuat Bapak Pembangunan kita Soeharto.

Wawancara Imajener Soeharto
Tentang Gerilya

Rg Bagus Warsono

Soeharto dan Gerilya

Zaman berlalu
Hingga lupa gerilya
Menelusuri tanggul
Hulu sungai angker
Melintas lembah
Memanggul senjata
Di sana
Diantara Menoreh dan Merbabu
Mengintip negeri dari lubang senapan
Laras panjang
Zaman berlalu
Cerita gerilya
dengan bumbu pedas
dan sayur lompong ala desa
serta nasi padi tumbuk
dan senyum perawan desa
karena tak tahu
dimana gerilya.
Kini zaman keliru
Gerilyamu mengisi perutmu.

Jogyakarta,Maret 2018

Rabu, 24 Juli 2019

Menjumpai Bapak Agus Mulyana Tokoh Masyarakat Cigalontang.

Menjumpai Bapak Agus Mulyana Tokoh Masyarakat Cigalontang.

Jauh-jauh saya datang ke Cigalontang, sebuah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, kabupaten yang menghasilkan putra daerah menjadi Wakil Guberbur Jawa Barat yaitu Uu Ruzhanul Ulum.
Di sebuah kecamatan ujung barat kabupaten Tasikmalaya ini khusus penulis menjumpai Bapak Agus Mulyana (Agus Satria Sunda), seorang Kepala Sekolah Dasar di Cigalontang. Dan ternyata Bapak Agus Mulyana ini adalah putra tokoh sesepuh pendidikan Tasikmalaya Bapak Suriat Permana.
Agus Mulyana yang merupakan putra Tasik kelahiran 14 Juli 1967 ini adalah tokoh masyarakat yang berpengaruh di kecamatan Cigalontang. Bukan berarti ini karena Agus Mulyana itu putra Bapak Suriat Permana tetapi karena peranan Agus Mulyana yang cukup besar di daerah.
Salah satu prestasi Agus Mulyana itu ditunjukan ketika dalam pelaksanaan Pilkada Jawa Baratn 2018 dan Pilpres 2019 lalu mengajak masyarakat untuk mensukseskan kegiatan hajat Daerah dan nasional itu dengan aman dan damai.

Ketokohan Agus Mulyana yang besar ini oleh masyarakat Cigalontang didorong untuk lebih maju lagi, tidak hanya sebagai kepala sekolah dasar tetapi diharapkan dapat meningkat agar lebih luas peranannya pada masyarakat khususnya di Cigalontang. (Rg Bagus Warsono)

Kamis, 18 Juli 2019

Suriat Permana (90 Th) Mengabdi Pendidikan sepanjang Hayat

Tokoh pendidikan Tasikmalaya Bapak Suriat Permana , (90 th) Mengabdi pendidikan sepanjang hayat.

Menjumpai sosok tokoh tua Tasikmalaya, Bapak Suriat Permana di rumahnya desa Kersamaju kecamatan Cigontang kabupaten Tasikmalaya  seorang pensiunan guru yang masih hidup dan menjadi saksi hidup perjalanan pendidikan di kabupaten tasikmalaya khususnya di Kecamatan Cigalontang.
Bapak guru yang memiliki 7 putra ini adalah sesepuh PGRI Tasikmalaya yang lahir tahun 1938. Pak Suriat  begitu panggilannya kondisi saat ini masih tetap sehat dan tegas. Bahkan dalam usia 90 th masih membatu sekolah senagai komite sekolah SDN Kersamaju kec. Cigalontang. Pak Surian ini selain dikenal senagai tokoh pendidikan juga sebagai tokoh masyarakat yang berpengaruh di Cigalontang.

Pesan beliau kepada generasi muda adalah : Guru jangan sampai menjadi buruh pendidikan. Tetap dalam jati diri gurju yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Ki Hajar dewantara.
                                       Bapak Suriat Permana , Sesepuh Pendidikan di Tasikmalaya.
                                       (foto Rg Bagus warsono) 

Jumat, 12 Juli 2019

Mengenal Naning Scheid


Naning Scheid atau Madame Gokil atau  Sri Nurnaningrum
Adalah Pengajar di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris UPGRIS sebelum berpindah ke Belgia tahun 2006, Penulis di media dan portal online, Mama dari 3 bule jadi-jadian, Sukarelawan di beberapa Organisasi Sosial Kemanusiaan di Belgia, Pecinta Teater, Hobby Travelling, dan Bermimpi menjadi Novelist.
Berikut puisi-puisi penyair Naning Scheid :dalam  Puisi Satire :

Jangan Ada Angelina Diantara Kita
Suatu ketika siang romantis mempertemukan kita
Aku tersipu saat kerlingan matamu mengarah padaku
Oh suasana, berperan utama
Dekatnya hatiku hatimu
Terbaca isyarat seolah inilah kali pertama
Kau jatuh cinta penuh gelora
Ah setidaknya, penuh hikmat ku yakini itu
Aku, di mabuk cinta terbang ke langit ketujuh
Waktupun berlalu penuh asmara
Tak kusangka tak kuduga
Kau menyimpan Angelina
Bahkan janda-janda muda
Betapa koleksimu tak terhingga
Duh Kang Japritt…
Mengapa tak kau katakan sejujurnya, dari awal kasih kita ?
Kang, ….
Kutak butuh Lamborghini
Limousine pun Ferrari
Yang ku mau tak ada dusta diantara kita.
Naning Scheid
Semarang 20.7.18
MEONG MEONG SI KUCING GARONG
Meong, WA di buka
Kucing garong menyapa
Dengan imoji cinta
Meong, Inbox berbunyi
Kucing garong berpuisi
Merayu membuai hati
Di dinding publik bermartabat
Di ruang gelap, ber-patgulipat
Meong Si Kucing Garong
Meresahkan istri-istri serong
Membuai janda-janda kinclong
Memperdaya perawan tong-tong
Brussel, 2.2.19
Rayuan Playboy Kecamatan
Beribu pulau kan kulalui
Seribu lautan kan kuseberangi
Puncak gunung kan kudaki
Petir menggelegar kan ku sambar
Demi kamu dewi asmaraku….
Bohong !!!
Menuju kotaku, pengorbanan terbesarmu.
Matamu sendu kurindu
Bibirmu merekah mawar merah
Senyumu manis legit hangat
Tak bosan ku memandang
Selalu terbayang-bayang
Adinda paling tersayang….
Mbelll !!!
Berdua denganmu, situ WA melulu.
Duhai wanita istimewa…
Engkaulah satu-satunya
Tiada duanya di dunia
Semua perasaanku
Hatiku
Cintaku
Perhatianku hanya padamu…
Prettt !!!
Menyebut nama lengkap ku pun kau tak mampu.
Wahai Mas Playboy Kecamatan,
Rayuanmu pulau kelapa
Hanya lebay melambai lambai
Nyiur di pantai
Sudah ah, aku dengan Mafia Mercon saja.
Naning Scheid
Mojokerto 18.7.18
(Dipubklikasikan oleh : Rg Bagus Warsono 12-07-19 dari kliksolo.com)