Materi : Transisi kurikulum
Sumber : Kemendikbud
Perbedaan Kurikulum KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
Pemberlakuan kurikulum 2013 sudah barang tentu
sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.UU Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 Butir (1),dinyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan
proses pembelajaranagar siswa secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara”. Deskripsi pada Pasal
1 Butir (1) secara eksplisit sudah nampak dalam kurikulum 2013, yakni
pada Kompetensi Inti Satu (KI 1) yang
berkaitan dengan sikap spiritual, Kompetensi Inti Dua (KI 2) berkaiatan sengan sikap sosial,
Kompetensi Inti Tiga (KI 3) tentang
pengetahuan, dan Kompetensi Inti Empat
(KI 4) berdimensi keterampilan.
Kurikulum yang berakar pada budaya lokal dan
bangsa memiliki arti bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai
yang penting. Kurikulum juga harus
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam
mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional, sehingga dapat menjadi
nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dikembangkan, dan dijaga kelestariannya.
Beberapa perbedaan
esensial antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013 dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Perbedaan
Esensial KTSP dengan Kurikulum 2013
KTSP 2006
|
Kurikulum 2013
|
Keterangan
|
Tematik untuk kelas I – III (belum integrasi)
|
Tematik ntegratif untuk kelas I – IV
|
SD
|
TIK mata pelajaran mata pelajaran sendiri
|
TIK merupakan sarana pembelajaran, dipergunakan
sebagai media pembelajaran mata pelajaran lain
|
SMP
|
Bahasa
Indonesia sebagai pengetahuan
|
Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan carrier of knowledge
|
SMP/SMA/SMK
|
Untuk SMA, ada penjurusan sejak kelas XI
|
Tidak ada penjurusan di SMA. Ada mata pelajaran
wajib, peminatan, antar minat, dan pendalaman minat
|
SMA/SMK
|
SMA dan SMK tanpa kesamaan kompetensi
|
SMA dan SMK memiliki mata pelajaran wajib yang
sama terkait dasar–dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap
|
SMA/SMK
|
Penjurusan di SMK sangat detil (sampai kehlian)
|
Penjurusan di SMK tidak terlalu detil (sampai
bidang studi), didalamnya terdapat pengelompokkan peminatan dan pendalaman
|
SMA/SMK
|
Perbedaan yang menonjol dalam kurikulum
2013 khususnya pada jenjang sekolah dasar adalah pendekatan tematik
integratif.Pada KTSP 2006 pembelajaran tematik hanya diterapkan pada kelas I
sampai dengan kelas III, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI masih
menggunakan pendekatan mata pelajaran. Kurikulum 2013 pada dasarnya upaya
penyederhanaan dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Hal ini karena
kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi
masa depan.
Kurikulum 2013 disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan yang penuh tantangan dan memerlukan
penyelesaian masalah secara integratif yang tidak terkotak-kotak dalam disiplin
ilmu tertentu. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik,
mampu lebih baik dalam mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji,
bahkan sampai dengan mencipta sesuai dengan perkembangan kognitif dan
psikologisnya.
Adapun obyek yang menjadi pembelajaran
dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam,
sosial, seni, dan budaya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa, baik yang ada
di lingkungan sekitarnya maupun di tingkat nasional. Melalui pendekatan
itu diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap religius dan sosial,
pengetahuan, serta keterampilan jauh lebih baik. Peserta didik akan lebih
kreatif, inovatif, dan produktif, sehingga ke depan mereka bisa sukses dalam
menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya. Dalam pendekatan
tematik integratif ini dapat dilakukan dan dikembangkan baik daerah perkotaan
maupun pedesaan, karena memberikan peluang yang besar untuk memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Standar
Kompetensi Lulusan jenjang Sekolah Dasar, yakni:
Dimensi sikap: memiliki perilaku yang mencerminkan
sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung
jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di
lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.
Dimensi pengetahuaan: memiliki pengetahuan faktual
dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan,
dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan
tempat bermain.
Dimensi keterampilan: memiliki kemampuan pikir dan
tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan
yang ditugaskan kepadanya (Permendikbud No. 54 tahun 2013).
Pembelajaran tematik integratif merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai
mata pelajaran ke dalam berbagai tema.Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam
dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan, pengetahuan dalam pembelajaran,
dengan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan.Tema merajut makna
berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara
parsial tetapi holistik (menyeluruh).Dengan demikian pembelajaran memberikan
makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang
tersedia.Dalam pembelajaran tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan
dengan alam dan kehidupan manusia.
Pendekatan tematik integratif akan
memberikan makna yang substansial terhadap mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni-Budaya dan Prakarya,
serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Di sinilah Kompetensi Dasar
dari Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial yang diorganisasikan ke
mata pelajaran lain memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang
Kompetensi Dasar mata pelajaran lainnya. Dari sudut pandang psikologis, peserta
didik belum mampu berpikir abstrak untuk memahami konten mata pelajaran yang terpisah
kecuali kelas IV, V, dan VI sudah mulai mampu berpikir abstrak. Dalam
pembelajaran tematik integratif, materi ajar tidak disampaikan berdasarkan mata
pelajaran tertentu, melainkan dalam bentuk tema-tema yang mengintegrasikan
seluruh mata pelajaran. Dalam praktiknya,
pembelajaran tematik integratif ini sudah diterapkan di banyak sekolah
dan menunjukkan hasil yang baik.
Perbedaan untuk Semua Mata Pelajaran antara
Kurikulum KTSP 2006 dengan Kurikulum 2013
Selain perbedaan
esensial antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Kurikulum 2013, ada
perbedaan yang berlaku untuk semua mata pelajaran, seperti terlihat pada Tabel
3.2.
Tabel 3.2. Perubahan untuk Semua Mata Pelajaran
No
|
Kurikulum KTSP 2006
|
Kurikulum 2013
|
1
|
Materi disusun untuk memberikan pengetahuan
kepada siswa
|
Materi disusun seimbang mencakup kompotensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan
|
2
|
Pendekatan pembelajaran adalah siswa diberitahu
tentang materi yang harus dihafal (siswa diberi tahu)
|
Pendekatan pembelajaran berdasarkan pengamatan, pertanyaan, pengumpulan data, penalaran dan
penyajian hasilnya melalui pemanfaatan berbagai sumber-sumber belajar (siswa
mencari tahu)
|
3
|
Penilaian pada pengetahuan melalui ulangan dan
ujian
|
Penilaian otentik pada aspek kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan berdasarkan fortopolio
|
Dalam kurikulum 2013 perubahan yang berlaku untuk
seluruh mata pelajaran dengan menggunakan pendekatan
saintifik.Langkah-langkahnya meliputi mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, bahkan sampai dengan mencipta melalui pemanfaatan berbagai
sumber-sumber belajar.Untuk memperkuat pendekatan saintifik diperlukan adanya
penalaran dan sikap kritis siswa dalam rangka pencarian (penemuan).Agar dapat
disebut ilmiah, metode pencarian (method
of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat
diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang
spesifik (Atsnan dan Ghazali, 2013).Metode ilmiah umumnya memuat rangkaian
kegiatan koleksi data atau fakta melalui observasi dan eksperimen, kemuadian
memformulasi dan menguji hipotesis.
Sebenarnya apa yang dibicarakan dengan metode
ilmiah merujuk pada: (1) adanya fakta, (2) sifat bebas prasangka, (3) sifat
objektif, dan (4) adanya analisa. Dengan metode ilmiah seperti ini diharapkan
kita akan mempunyai sifat kecintaan pada kebenaran yang objektif, tidak gampang
percaya pada hal-hal yang tidak rasional, ingin tahu, tidak mudah membuat
prasangka, selalu optimis (Kemendikbud, 2013: 141). Selanjutnya secara
sederhana pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme untuk
mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode
ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai
non ilmiah. Pendekatan non ilmiah dimaksud meliputi semata-mata berdasarkan
intuisi, akal sehat, prasangka, penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir
kritis (Kemendikbud, 2013: 142). Perubahan proses pembelajaran (dari siswa
diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis
output menjadi berbasis proses dan output).
Penilaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan penilaian otentik (authentic
assesment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara
utuh (Permen No.65 Tahun 2013).Hal lain yang sangat penting dalam kaitannya
dengan seluruh mata pelajaran yakni tentang penilaian. Penilaian dalam
Kurikulum 2013 memiliki karakteristik sebagai berikut.
Belajar Tuntas
Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah
peserta didik dapat mencapai kompetensi yang ditentukan, asalkan mendapat
bantuan yang tepat dan diberi waktu sesuai dengan yang dibutuhkan. Peserta
didik yang belajar lambat perlu diberi waktu lebih lama untuk materi yang sama,
dibandingkan peserta didik pada umumnya. Untuk kompetensi pada kategori
pengetahuan dan keterampilan (KI-3 dan KI-4), peserta didik tidak diperkenankan
mengerjakan pekerjaan atau kompetensi berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan prosedur yang benar dan hasil yang baik.
Otentik
Memandang penilaian dan pembelajaran adalah merupakan
dua hal yang saling berkaitan.Penilaian otentik harus mencerminkan masalah
dunia nyata, bukan dunia sekolah. Menggunakan berbagai cara dan kriteria
holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Penilaian otentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui oleh peserta didik,
tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik.
Berikut contoh-contoh tugas otentik:
Pemecahan masalah matematika
Melaksanakan percobaan
Bercerita
Menulis laporan
Berpidato
Membaca puisi
Membuat peta perjalanan
Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungan dimaksudkan sebagai
penilaian yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan selama
pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan,
dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian roses,dan berbagai
jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester).
Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa
tertulis, lisan, produk, portofolio,unjuk kerja, projek, pengamatan, dan
penilaian diri.
Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap
kelompoknya, tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya
ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
masing-masing.Penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang
ditetapkan. Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya,
tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya Ketuntasan
Belajar Minimal (KKM), yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-masing
dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai, daya
dukung (sarana dan guru), dan karakteristik peserta didik. KKM diperlukan agar
guru mengetahui kompetensi yang sudah dan belum dikuasai secara tuntas. Guru
mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta didik, sehingga pencapaian
kompetensi yang kurang optimal dapat segera diperbaiki. Bila kesulitan dapat
terdeteksi sedini mungkin, peserta didik tidak sempat merasa frustasi,
kehilangan motivasi, dan sebaliknya peserta didik merasa mendapat perhatian
yang optimal dan bantuan yang berharga dalam proses pembelajarannya. Namun
ketuntasan belajar minimal tidak perlu dicantumkan dalam buku rapor, hanya
menjadi catatan guru.
Penilaian dilakukan secara holistik meliputi aspek
sikap, pengetahuan dan keterampilan untuk setiap jenjang pendidikan, baik
selama pembelajaranberlangsung (penilaian proses) maupun setelah pembelajaran
usai dilaksanakan(penilaian hasil belajar).Pada jenjang sekolah dasar, proporsi
pembinaan karakter lebih diutamakan dari pada proporsi pembinaan
akademik.Penilaian di sekolah dasar dilakukan dalam berbagai teknik untuk semua
kompetensi dasar yang dikategorikan dalam tiga aspek, yaitu sikap, pengetahuan,
danketerampilan.
1. Sikap
a. Contoh muatan KI-1 (sikap spiritual) antara
lain:
Ketaatan beribadah
Berperilaku syukur
Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
Toleransi dalam beribadah
b. Contoh muatan KI-2 (sikap sosial) antara lain:
Jujur
Disiplin
Tanggung jawab
Santun
Peduli
Percaya diri
Bisa ditambahkan lagi sikap-sikap yang lain sesuai
kompetensi dalampembelajaran, misal : kerja sama, ketelitian, ketekunan, dan
lain-lain.
2. Pengetahuan
Aspek Pengetahuan dapat dinilai dengan cara
berikut:
a.Tes tulis
Tes tulis adalah tes yang soal dan jawabannya
tertulis berupa pilihan ganda,isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
b. Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan- pertanyaan yang
diberikan guru secara ucap(oral) sehingga peserta didik merespon pertanyaan
tersebut secara ucapjuga, sehingga menimbulkan keberanian. Jawaban dapat berupa
kata, frase,kalimat maupun faragraf yang diucapkan.
c. Penugasan
Penugasan adalah penilaian yang dilakukan oleh
pendidik yang dapatberupa pekerjaan rumah baik secara individu ataupun kelompok
sesuaidengan karakteristik tugasnya.
3. Keterampilan
Aspek keterampilan dapat dinilai dengan cara
berikut.
a. Kinerja atau Performance
Kinerja atau Performance
adalah suatu penilaian yang meminta siswa untuk
melakukan suatu tugas pada situasi yang sesungguhnya yang mengaplikasikan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.Misalnya tugas memainkan alat
musik,menggunakan mikroskop, menyanyi, bermain peran, menari.
b. Projek
Penilaian Projek merupakan penilaian terhadap
tugas yang mengandunginvestigasi dan harus diselesaikan dalam periode/waktu
tertentu.Projek tersebut dapat dilakukan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan. Projek juga akan memberikan informasi tentang pemahaman
dan pengetahuan siswa pada pembelajaran tertentu, kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan pengetahuan, dan kemampuan siswa untuk mengomunikasikan
informasi. Penilaian projek sangat dianjurkan karena membantu mengembangkan
ketrampilan berpikir tinggi (berpikir kritis, pemecahan masalah, berpikir
kreatif) peserta didik. Misalnya, membuat laporan pemanfaatan energi dalam kehidupan, membuat laporan hasil
pengamatan pertumbuhan tanaman.
c. Portofolio
Penilaian dengan memanfaatkan Portofolio merupakan
penilaian melaluisekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis
danterorganisasi yang dilakukan selama kurun waktu tertentu.Portofoliodigunakan
oleh guru dan peserta didik untuk memantau secara terusmenerus perkembangan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalambidang tertentu.Dengan demikian
penilaian portofolio memberikangambaran secara menyeluruh tentang proses &
pencapaian hasil belajarpeserta didik.
Portofolio merupakan bagian terpadu dari
pembelajaran sehingga guru mengetahui sedini mungkin kekuatan dan kelemahan
peserta didik dalam menguasai kompetensi pada suatu tema.Misalnya, kompetensi
pada tema “selalu berhemat energi”.Contoh, kompetensi membuat laporan hasil
percobaan. Kemampuan membuat laporan hasil percobaan tentu tidakseketika
dikuasai peserta didik, tetapi membutuhkan proses panjang, dimulaidari
penulisan draf, perbaikan draf, sampai laporan akhir yang siapdisajikan. Selama
proses ini diperlukan bimbingan guru melalui catatan-catatan tentang karya
peserta didik sebagai masukan perbaikan lebih lanjut.
Kumpulan karya anak sejak draf sampai laporan
akhir berserta catatan-catatan sebagai masukan guru inilah, yang menjadi
potofolio. Di samping memuat karya-karya anak beserta catatan guru, terkait
kompetensi membuat laporan hasil percobaan tersebut di atas, portofolio juga
bisa memuat catatan hasil penilaian diri dan teman sejawat tentang kompetensi
yang sama serta sikap dan perilaku sehari hari peserta didik yang bersangkutan.
Agar penilaian portofolio berjalan efektif guru beserta peserta didik
perlumenentuan hal-hal yang harus dilakukan dalam menggunakan portofolio
sebagai berikut.
masing-masing peserta didik memiliki porto folio
sendiri yang didalamnya memuat hasil belajar siswa setiap muatan pelajaran
atausetiap kompetensi.
menentukan hasil kerja apa yang perlu
dikumpulan/disimpan.
sewaktu-waktu peserta didik diharuskan membaca
catatan guru yang berisi komentar, masukkan, dan tindakan lebih lanjut yang harus
dilakukan peserta didik dalam rangka memperbaiki hasil kerja dan sikapnya.
peserta didik dengan kesadaran sendiri
menindaklanjuti catatan guru.
catatan guru dan perbaikan hasil kerja yang
dilakukan peserta didikperlu diberi tanggal, sehingga perkembangan kemajuan
belajar pesertadidik dapat terlihat.
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dalam
Kurikulum 2013
Hal
yang penting lagi dalam kegiatan pembelajaran di kelas-kelas SD,
selainpenerapan berbagai pendekatan, model, dan metode pembelajaran tersebut, guruharus
melatihkan kepada peserta didik berupa kemampuan atau ketrampilan
berpikirtingkat tinggi atau Higher Order Thinking (HOT), dengan tujuan
meningkatkankemampuan siswa berpikir dan bernalar untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang lebih rumit dan atau memecahkan suatu kasus atau
masalah. Hal ini perlu dilatihkan sejak usia sekolah dasar agar pada saat
memasuki jenjang pendidikan berikutnya dan di masa depan mereka tidak asing dan
tidak takut jika dihadapkan pada pertanyaan atau permasalahan yang lebih rumit.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi juga melatih menyampaikan gagasan secara
argumentatif, logis, dan percaya diri, baik secara tertulis, lisan, dan
tindakan.
Disinyalir
selama ini peserta didik di SD lebih banyak dilatih pada kemampuan berpikir
tingkat rendah atau Lower Order Thinking (LOT), sehingga hanya mampu
memecahkan pertanyaan dan atau permasalahan yang relatif sederhana, yang
ditandai dengan hanya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan atau soal dalam
bentuk objective test (pilihan ganda, menjodohkan, isian singkat) yang
alternatif jawabannya hanya satu. Dalam melatihkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi kepada peserta didik, guru harus kreatif dan mampu membuat
pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya variatif atau lebih dari satu jawaban
yang benar atau berupa uraian. Kata kunci pertanyaan untukmelatih berpikir
tingkat tingi antara lain: mengapa?, bagaimana caranya?, berikanalasan!, dengan
cara apa?, harus bertindak bagaimana?, seandainya?, dan lain-lain. Berbeda
dengan melatihkan berpikir tingkat rendah, guru hanya mengajukanpertanyaan
pertanyaan tertutup, seperti sebutkan!, pilih!, tunjukan!, siapa penemunya?,
dimana?, dan lain-lain. Melatihkan berpikir tingkat rendah tidak dilarang,
dengan syarat kemampuan berpikir tingkat rendah tesebut hanya sebagai dasar
atau perantara untuk ditindaklanjuti ke tingkat kemampuan berfikir yang lebih
tinggi.Untuk itu maka yangperlu dihindari adalah guru cenderung hanya melatihkan
berfikir tingkat rendah kepada peserta didik, tanpa ditindaklanjuti untuk
merangsang ke arah berpikir tingkat tinggi.
4. Transisi Kurikulum KTSP 2006
ke Kurikulum 2013
Paradigma yang Harus Dimiliki Guru
Setidaknya terdapat tiga paradigma yang dimiliki
guru untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013, yakni:
Growth Mindset, yakni setiap guru harus
menyadari betul tugas dan fungsinya sebagai katalisator dalam mengembangkan
potensi peserta didik untuk sukses, dan tumbuh secara mandiri melalui
bimbingannya.
Action Mindset, dukungan penuh terhadap setiap
peserta didik dalam mencapai cita-citanya dengan penuh semangat dan komitmen
dalam mengajar.
Objective Mindset, guru memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan peserta didik dan menjadi pribadi yang
menyenangkan dalam mendisiplinkan peserta didik.
Mindset guru harus diubah menjadi lebih baik, karena guru
dilihat oleh seluruh peserta didik, kemampuan untuk ingin senantiasa
mengembangkan kemampuan dirinya bersama para peserta didik, menjadikan dirinya mampu
untuk beradaptasi dengan jenis kurikulum apapun yang dikembangkan.
Peran guru
sebagai pembelajar sangat bermanfaat bagi dirinya, terlebih bagi peserta didik.
Ketika mengajar, guru banyak mendapat masukan, baik dari bahan-bahan mata
pelajaran yang diajarkan maupun dari topik-topik yang berhubungan dengan itu.
Sebagai pelajar, seorang guru jangan sampai mudah merasa puas. Salah satu
faktor terpenting dalam mengajar ialah perasaan belum puas akan kecakapan dan
pengetahuan yang sudah dimiliki secara terus-menerus. Seorang guru harus
mempunyai keinginan untuk berusaha mencapai kemahiran yang lebih tinggi lagi.
Dengan begitu, untuk meningkatkan profesionalitas guru, dia harus terus-menerus
belajar.
Ada manfaat lain
yang akan diterima anak didik dari guru yang dinamis dan berkembang karena
senang belajar. Mereka akan senantiasa mendapat hal-hal baru yang segar karena
gurunya juga selalu menyajikan hal- hal baru yang didapatkannya. Dengan
demikian, anak didik secara otomatis juga akan lebih berkembang karena masukan
yang didapatkan bukanlah barang lama, tetapi yang baru dan segar. Agar
pengajaran menjadi sangat dinamis, seorang guru yang berkembang hendaknya
selalu mencari saran-saran untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan
kegairahan yang sedang dirasakannya. Cara yang terbaik untuk guru tersebut
ialah dengan selalu belajar lagi dan menggabungkan pelajaran yang baru itu
dengan pengetahuan lama yang telah ia ajarkan. Dengan demikian materi yang
diajarkan akan selalu mengikuti perkembangan.
Ada beberapa cara
yang dapat menolong dan menunjang peran guru sebagai pembelajar. Upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian tentang mata pelajaran yang
sedang diajarkan. Penelitian ini dapat dilakukan pada saat melakukan persiapan
pelajaran. Dalam persiapan itu, ia dapat mengumpulkan data dari buku-buku teks
penunjang pedoman pengajaran. Penelitian juga dapat dilakukan dari buku-buku di
luar buku penunjang. Dari penelitian terhadap sumber-sumber di luar pelajaran
yang diajarkannya itu, ia dapat melihat hubungan antara mata pelajarannya
dengan pengetahuan lain sehingga ia perlu mencari dan meneliti pengetahuan yang
lain itu, ini tentunya akan sangat menunjang kemajuan profesinya.
Oleh karena itu sudah
waktunya peserta didik diberikan ruang berkreasi dan tidak lagi dibebani oleh
tumpukan mata pelajaran yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan minat dan
bakat mereka.
Tuntutan
Profesionalisme Guru dalamKurikulum 2013
Kurikulum 2013 menuntut
profesionlisme guru yang baik, mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang
dapat menstimulasi peserta didik untuk belajar lebih aktif yang berbasis discovery learning disertai penambahan
jam belajar di sekolah agar peserta didik mencapai kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.Setidaknya ada 4 (empat) kompetensi dasar yang harus dimiliki yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial (Pasal 28 (3), PP
No. 19 tahun 2005). Komptensi ini merupakan satu kesatuan utuh yang
menggambarkan keprofesionalan seorang guru. Kompetensi pedagogik adalah kemampaun
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimiliki. Sedangkan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berahklak mulia. Sementara kompetensi profesioanal diartikan sebagai
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memnuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Kompetensi sosial adalah
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Jika kompetensi pedagogik
dijabarkan ke dalam sub komptensi yang lebih terperinci, paling tidak memiliki:
(1) kemampuan mengidentifikasi potensi umum peserta didik yang perlu
dikembangkan, (2) kemampuan melakukan inferensi mengenai karakteristik potensi
peserta didik, (3) komitmen terhadap hak dan kewajiban peserta didik, (4) mampu
memanfaatkan lingkungan peserta didik dalam pembelajaran, (5) kemampuan
mengklasifikasi cara dan belajar peserta didik, (6) kemampuan bersikap dan
berperilaku empati terhadap peserta didik, (7) kemampuan membimbing
pengembangan karir peserta didik.
Kompetensi pedagogik menjadi
sangat penting dalam rangka mengembangkan peserta didik agar dapat berkembang
dengan maksimal sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Aktualisasi
kompetensi pedagogik secara sederhana adalah, pertama, mengajarkan penekanan keterampilan berpikir. Sejak usia prasekolah anak seharusnya dilatih
oleh guru untuk berpikir tidak hanya secara linier tapi juga secara
lateral. Dengan demikian belajar melalui
hafalan (rote learning) yang banyak
mendasari cara belajar anak-anak dapat dihindari. Untuk mencapai keterampilan berpikir harus
menjadi bagian yang integral dari setiap kegiatan belajar. Di beberapa negara, seperti Singapura, Thinking Program telah diimplementasikan
mulai dari sekolah dasar, seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan Singapura We need ‘thingking schools’ and a ‘learning
nation’ (Tesoro, 1997). Berbagai
metode mengajar yang melatih anak berpikir secara kritis, kreatif dan
sistematis perlu dipakai oleh guru dalam kegiatan belajar di kelas. Metode-metode ini dapat dipakai secara bersamaan
dan terintegrasi dengan materi yang disampaikan, misalnya metode penemuan,
inkuiri, pemecahan masalah, dan tanya jawab.
Dalam hal ini guru yang menjadi ujung tombak dalam proses pembelajaran
harus dilatih untuk menggunakan metode-metode tersebut.
Kompetensi kepribadian, bila
dideskripsikan ke dalam sub kompetensi yang lebih terperinci, terdiri dari (1)
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, (2) mampu menilai kinerjanya
sendiri sebagai guru, (3) mampu bekerja mandiri dan bekerjasama dengan orang
lain, (4) mampu mencari sumber-sumber baru dalam bidang studinya, (5) memiliki
komitmen terhadap profesi dan tugas profesional, (6) mampu meningkatkan diri
dalam kinerja profesi, (7) mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan
guru-guru yang lain, dan (8) memamtuhi peraturan perundangan yang berlaku.
Kompetensi profesional
(penguasaan akademik), jika dideskripsikan ke dalam sub kompetensi yang lebih
kecil, terdiri dari (1) menguasai substansi keilmuan bidang studi, (2)
mengkaitkan substansi keilmuan bidang studi pendidikan dengan materi kurikulum
di sekolah secara kontekstual, (3) menguasai kerangka dasar, struktur, dan
materi kurikulum di sekolah. Penguasaan profesional ini menjadi bagian yang tak
terpisahkan karena pada dasarnya seorang guru adalah sebagai pengajar. Artinya
guru mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Untuk mengajarkan ilmu
pengetahuan diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap substansi bidang studi
yang ditekuni.
Kompetensi sosial, terdiri
dari (1) mampu berkomunikasi dengan baik dan benar dengan lingkungan, sejawat
dan atasan, (2) mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungan sekitar,
(3) mampu berperilaku yang baik di tengah masyarakat dengan memperhatikan
budaya, tradisi, kebiasaan, adat istiadat yang dijunjung tinggi masyarakat
setempat, (4) menampilkan sikap peduli, saling memahami, menghargai, dan
menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa, (5) menunjukan sikap
toleransi di tengah masyarakt Indonesia yang majemuk/plural.
Pola
Pelatihan dan Pendampingan Guru
Pelatihan guru dilakukan lebih banyak menggunakan berbagai
metode yaitu simulasi, praktik, dan analisis. Saat pelatihan guru juga
diberikan buku pegangan untuk mengajar di kelas. Pelatihan guru telah dilakukan
tidak hanya mengedepankan teoritik saja akan tetapi sampai dengan praktiknya.
Khusus di Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar telah dikembangkan berbagai
Panduan Teknis Implementasi kurikulum 2013.
Pendampingan dilakukan
saat kurikulum 2013 diterapkan di sekolah. Pendamping melakukan evaluasi dan
melihat apa yang kurang dari implementasi kurikulum 2013, sehingga dapat
dilakukan perbaikan. Pola pendampingan yang dikembangkan melalui gugus, SD
inti, maupun guru inti.
Penyediaan
Buku Siswa dan Buku Guru
Pada prinsipnya pemerintah
tidak akan membebani guru, orang tua, dan siswa, karena itu buku pegangan guru
maupun buku siswa akan disediakan oleh pemerintah. Buku pegangan guru berisi
tentang berbagai panduan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang disesuikan
dengan buku pegangan siswa.