Muatan Lokal
Sumber
: Kemendikbud.
Prinsip
Pengembangan
Pengembangan muatan lokal untuk SD/MI perlu memperhatikan
beberapa prinsip pengembangan sebagai berikut:
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan pendidikan
berbasis kompetensi, kinerja, dan kecakapan hidup.
Pengembangan pendidikan muatan lokal dilakukan berdasarkan budaya,
potensi, dan masalah daerah.
Pendidikan muatan lokal dipadukan dengan lingkungan satuan pendidikan,
termasuk terpadu dengan dunia usaha dan industri.
Hasil-hasil pendidikan muatan lokal dirayakan (dalam bentuk pertunjukan,
lomba-lomba, pemberian penghargaan) di tingkat satuan pendidikan dan daerah.
Jenis muatan lokal yang dipilih oleh satuan pendidikan dan pengaturan
waktunya bersifat fleksibel sesuai dengan kondisi dan karakteristik satuan
pendidikan.
Pendidikan muatan lokal tidak hanya berorientasi pada hasil belajar,
tetapi juga mengupayakan peserta didik untuk belajar secara terus-menerus.
Pendidikan muatan lokal berorientasi pada upaya melestarikan dan
mengembangkan budaya lokal dalam menghadapi tantangan global.
Memperkaya aspek-aspek yang ada dalam
kelompok mata pelajaran kelompok A dengan konten-konten lokal.
Mengintegrasikan konten-konten lokal
dengan aspek-aspek yang ada dalam kelompok mata pelajaran kelompok B.
Sebagai mata pelajaran tersendiri yang
dikembangkan, dikoordinasikan, dan disupervisi oleh daerah (kabupaten/kota).
Muatan lokal dikembangkan oleh daerah
atau sekolah dengan cara sebagai berikut.
Melakukan identifikasi dan analisis
terhadap lingkungan alam, sosial ekonomi, dan sosial budaya sesuai dengan
kebutuhan dan program jangka panjang daerah
Memperkaya mata pelajaran Kelompok A. Melakukan identifikasi dan analisis terhadap Kompetensi Dasar
matapelajaran kelompok A.
Mengintegrasikan ke dalam mata pelajaran Kelompok B. Melakukan
identifikasi dan analisis terhadap Kompetensi Dasar
matapelajaran kelompok B.
Jenis muatan lokal meliputi
empat rumpun muatan lokal yang merupakan persinggungan antara budaya
lokal (dimensi sosio-budaya-politik), kewirausahaan, pra-vokasional (dimensi
ekonomi), pendidikan lingkungan, dan kekhususan lokal lainnya (dimensi fisik).
Budaya lokal mencakup
pandangan-pandangan yang mendasar, nilai-nilai sosial, dan artifak-artifak
(material dan perilaku) yang luhur yang bersifat lokal.
Kewirausahaan dan pra-vokasional adalah
muatan lokal yang mencakup pendidikan yang tertuju pada pengembangan potensi
jiwa usaha dan kecakapannya.
Pendidikan lingkungan dan kekhususan
lokal lainnya adalah mata pelajaran muatan lokal yang bertujuan untuk mengenal
lingkungan lebih baik, mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan, dan
mengembangkan potensi lingkungan.
Perpaduan antara budaya lokal,
kewirausahaan, pra-vokasional, lingkungan hidup, dan kekhususan lokal lainnya
yang dapat menumbuhkan suatu kecakapan hidup.
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan
muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan
keadaan dan kebutuhan satuan pendidikan. Penentuan bahan kajian muatan lokal
didasarkan pada kriteria berikut:
kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
tersedianya sarana dan prasarana;
tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
kelayakan yang berkaitan dengan pelaksanaan di satuan pendidikan;
karakteristik yang sesuai dengan kondisi dan situasi daerah;
komponen analisis kebutuhan muatan lokal (ciri khas, potensi, keunggulan,
dan kebutuhan/tuntutan);
mengembangkan kompetensi dasar yang mengacu pada
kompetensi inti;
menyusun silabus muatan lokal.
Menyusun buku muatan local
Pengadaan buku muatan lokal
Berikut ini rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam pengembangan muatan lokal.
Daerah maupun satuan pendidikan
diharapkan mengembangkan muatan lokal diawali dengan menetapkan kompetensi
dasar dari kompetensi inti yang sudah ada, selanjutnya satuan pendidikan
mengembangkan silabus dan RPP.
Bahan kajian disesuaikan dengan
tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan serta pembelajarannya diatur agar tidak memberatkan peserta didik.
Program pengajaran dikembangkan
dengan melihat kedekatannya dengan peserta didik yang meliputi kedekatan secara
fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik berarti bahwa terdapat dalam
lingkungan tempat tinggal dan sekolah peserta didik, sedangkan dekat secara
psikis berarti bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan
berpikir dan mencerna informasi sesuai dengan usia peserta didik. Untuk itu,
bahan pengajaran perlu disusun berdasarkan prinsip belajar, yaitu: (1) bertitik
tolak dari hal-hal konkret ke abstrak; (2) dikembangkan dari yang diketahui ke
yang belum diketahui; (3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru; (4) dari
yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Selain itu, bahan
kajian/pelajaran diharapkan bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena
dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.Bahan kajian/pelajaran
diharapkan dapat memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar
dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber
belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan
memanfaatkan potensi di lingkungan satuan pendidikan, misalnya dengan
memanfaatkan tanah/kebun satuan pendidikan, meminta bantuan dari instansi
terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat.
Selain itu, guru diharapkan dapat memilih dan menggunakan strategi yang
melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara
mental, fisik, maupun sosial.
Bahan kajian muatan lokal yang
diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran
yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian
muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari
kelas I sampai dengan kelas VI. Bahan
kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu
satu semester, dua semester, atau satu tahun ajaran.
Alokasi waktu untuk bahan
kajian/pelajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah hari/minggu dan minggu
efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester.Beban belajar/waktu
yang dialokasikan untuk mata pelajaran muatan lokal baik berupa pengayaan
kelompok mata pelajaran wajib B, mata pelajaran hasil pengembangan daerah, dan
atau mata pelajaran hasil pengembangan satuan pendidikan sebanyak 2 jam/minggu.
Daerah/satuan pendidikan dapat mengembangkan dan melaksanakan lebih banyak
dengan mempertimbangkan kemampuan daerah/satuan pendidikan.
Berikut adalah langkah-langkah
pelaksanaan pendidikan muatan lokal di satuan pendidikan.Muatan lokal diajarkan
pada setiap jenjang kelas mulai dari tingkat pra satuan pendidikan hingga
satuan pendidikan menengah. Khusus pada jenjang pra satuan pendidikan, muatan
lokal tidak berbentuk sebagai mata pelajaran.
Muatan lokal dapat dilaksanakan sebagai
mata pelajaran tersendiri dan/atau bahan kajian yang memperkaya kelompok mata
pelajaran B.
Satuan pendidikan dapat menentukan satu
atau lebih aspek bahan kajian mata pelajaran muatan lokal.
Daya dukung pelaksanaan muatan lokal meliputi segala hal
yang dianggap perlu dan penting untuk mendukung keterlaksanaan muatan lokal di
satuan pendidikan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah
kebijakan mengenai muatan lokal, guru, sarana
dan prasarana, dan manajemen sekolah.
Kebijakan Muatan Lokal Pelaksanaan muatan lokal harus
didukung kebijakan, baik pada level pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan
pendidikan. Kebijakan diperlukan dalam hal:
kerja sama dengan lembaga lain, baik pemerintah maupun
swasta;
pemenuhan kebutuhan sumber daya (ahli, peralatan, dana,
sarana dan lain-lain); dan
penentuan jenis muatan lokal pada level provinsi
dan kabupaten/kota sebagai muatan lokal
wajib yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik daerah.
Guru yang ditugaskan sebagai pengampu muatan lokal
adalah yang memiliki:
Latar belakang pendidikan yang sesuai. Apabila tidak terpenuhi maka satuan
pendidikan harus mengusahakan guru yang akan mengampu memperoleh sertifikat
pelatihan pada aspek mata pelajaran yang sesuai.
Bagi Satuan pendidikan yang tidak memiliki tenaga khusus untuk muatan
lokal dapat bekerja sama atau menggunakan tenaga dengan pihak lain.
Penambahan jumlah jam yang dilaksanakan melampaui jumlah yang ada di struktur
kurikulum nasional menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Mata pelajaran yang dikembangkan sendiri oleh daerah menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah. Apabila mata pelajaran tersebut dianggap sudah tidak
relevan, maka pemerintah daerah mengusahakan guru untuk memperoleh sertifikat
untuk mengampu mata pelajaran lainnya.Mata pelajaran yang dikembangkan sendiri
oleh satuan pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan. Apabila
matapelajaran tersebut dianggap sudah tidak relevan, maka satuan pendidikan
mengusahakan guru untuk memperoleh sertifikat untuk mengampu mata pelajaran
lainnya.Guru muatan lokal mendapatkan penghargaan yang sama dengan guru mata
pelajaran lainnya.Guru muatan lokal
dapat berasal dari luar satuan pendidikan, seperti: satuan pendidikan terdekat,
tokoh masyarakat, pelaku sosial-budaya, dan lain-lain.
Kebutuhan sarana dan prasarana muatan lokal harus
dipenuhi oleh satuan pendidikan. Jika satuan pendidikan belum mampu memenuhi
kebutuhan sarana dan prasarana, maka pemenuhannya dapat dibantu melalui kerja
sama dengan pihak tertentu atau bantuan dari pihak lain.
Untuk memfasilitasi implementasi muatan lokal, kepala
sekolah:
menugaskan guru, menjadwalkan, dan menyediakan sumber
daya secara khusus untuk muatan lokal;menjaga konsistensi pembelajaran sesuai
dengan prinsip-prinsip pembelajaran umum dan muatan lokal khususnya; dan
mencantumkan kegiatan pameran atau sejenisnya dalam
kalender akademik satuan pendidikan.
------------------