Sabtu, 13 Agustus 2016

ide konyol



 ide konyol
Terkadang ide konyol justru malah membuahkan sesuatu yang luar biasa. Tema margasatwa sebetulnya tema sesungguhnya karena tema ini jarang disentuh, belakangan justru berkembang karena ada pengembangan ide konyol itu. Seseorang sms nyindir " Mas itu antologi diganti aja namanya antologi kebon binatang. Ha ha ha itulah pengembangan yang diharapkan olehku.
Doeloe misalnya orang yang beranak banyak disebut 'anak kelinci. Belakangan muntul istilah 'gurita ekonomi dsb.

Dasar penyair itu pinter!, tema margasatwa jadi tema 'margasatwa. Ha ha ha. katanya kalau dipenggal menjadi dua kata ada marga dan satwa kalau dipisah menjadi marga satwa, wah repot aku, tapi tidak mengapa tambah seru. Itulah penyair kadang bilang A sama-sama , bukan A besar dan a kecil tetapi katanya a bagiku berarti lain , Apa itu , a berarti satuan nominal eceran, ada juga a berarti pertanyaan, a berarti orang (si a) atau a berarti keuntungan dsb. Pokoknya pancen pinter pinter semuanya.

Bahkan nama hewan sering dikeluarkan untuk mengumpat orang lain seperti ,'otak udang, otak kerbau, tai anjing, babi loe, kata kata kasar ini terkadang keluardari mereka orang-orang terhormat bahkan anggota DPR atau mentri untuk mengungkapkan kekesalan.

Entah siapa yang pertama menyebut, perilaku manusia dengan sebutan 'kumpul kebo kenapa tidak 'bebek jantan padahal bebek 100 jantannya cuma seekor. Kurang setuju juga ketika memberi ungkapan gadis muda montok dengan sebutan 'ayam sayur.

Sebaliknya ada ungkapan hewan tetapi disukai masyarakat seperti 'Kecil-kecil kuda kuningan, 'Maung Bandung, "Ayam Kinantan, 'Banteng Ketaton, Cendrawasih dari Timur, dan tidak untuk ;Kucing Belang.



Banyak margasatwa kita yang punah. Ketika kapal kapal asing yang nyolong ikan ditembak ditenggelamkan, Anda tidak tahu berbagai jenis kera dari rumpun yang sama Sumatra/Kalimantan di colong juga. Apa yang ditembak apa yang ditenggelamkan. Sebab malingnya tidak kemana-mana masih berada di luar negeri. Orang kitalah yang memperkaya diri.
Beberapa tahun lalu ada bangkai kawanan gajah, tetapi gadingnya sudah tak menempel di kepalanya.

Lalu burung-burung luar negeri yang mungkin bawa penyakit datang dari celah-celah pagar negeri , mengisi sangkar-sangkar hobies burung berkicau.
Dan sungguh luar biasa lagi, ada orang pekerjaannya melawan maut, memburu buaya ganas di sungai-sungai buas.

Sejak doeloe nama hewan menjadi nama kiasan untuk menamai manusia seperti contohnya 'lintah darat (rentenir), 'kuda hitam (sosok tak diduga), 'anjing menggonggong (mereka yang suka usil), 'macan tua ( tokoh tua) , macan ompong (tokoh yang sudah tak punya taring lagi) , 'kupu-kupu malam (lonte) , ular kepala dua (mata-mata) , kura-kura dalam perahu, katak dalam tempurung dan sebagainya. Ini artinya manusia menamai perilaku manusia lagi dengan perumpamaan hewan. Jadi bukan sekarang saja tetapi sejak dulu.

Ternyata margasatwa (binatang) kita penuh filosofi, kelakuan binatang kadang cermin buat falsafah hidup. Bukan berarti lebih baik binatang dari manusia, tetapi manusialah yang mirip perilaku binatang. Atau bisa juga binatang lebih baik perilakunya ketimbang segelintir manusia yang kadang tak memiliki norma. Tetapi pernyataan ini jangan ditafsirkan demikian sebab puisi adalah gambaran , sebuah gambaran yang memiliki ragam apresiasi. Boleh jadi apresiasi itu berbeda dari sebuah puisi. Makna yang sama arti pun berbeda bila dipadukan dengan kata lain, bukan. Nah kalau begitu puisi adalah permainan kata-kata.

Jika puisi adalah permainan kata-kata maka tak perlu mempercayai puisi. Memang. Bukankah puisi itu seni? dan dinikmati? . Jangan salah juga bila apresiasi juga menimbulkan kepercayaan terhadap puisi. Buktinya banyak puisi yang memberikan kenyataan zaman. Sebab penyair menuangkan isi hati dari semua pancaindera yang dirasakan.

Sebegitu dasyatnya puisi melahirkan berbagai tafsir dan perumpamaan. Tetapi sebagai manusia tetap puisi tak perlu didewakan atau dipuja. Puisi adalah puisi yang memiliki jiwa, seni, dan juga hidup.

Dasar penyair itu pinter!, tema margasatwa jadi tema 'margasatwa. Ha ha ha. katanya kalau dipenggal menjadi dua kata ada marga dan satwa kalau dipisah menjadi marga satwa, wah repot aku, tapi tidak mengapa tambah seru. Itulah penyair kadang bilang A sama-sama , bukan A besar dan a kecil tetapi katanya a bagiku berarti lain , Apa itu , a berarti satuan nominal eceran, ada juga a berarti pertanyaan, a berarti orang (si a) atau a berarti keuntungan dsb. Pokoknya pancen pinter pinter semuanya.