Minggu, 05 April 2020

RYAN ARIA ARIZONA PESAN TERSEMBUNYI DI BALIK COVID - 19

77.RYAN  ARIA  ARIZONA 

PESAN TERSEMBUNYI DI BALIK COVID - 19

 Udara di bumi memang sudah tercemar
Bukan wuhan penyebabnya namun manusia serakah
Penghuni bumi itu sendiri
Corona!covid-19 itu Cuma sebagai media peringatan
Kau lihat ikan – ikan di sungai tak bisa bernafas
Gara – gara habitatnya kau racun dengan limbah – limbah industri
Dan cairan kimia obat batik
Kau lihat mereka mati makan sampah plastik yang kau buang
Seenak udelmu
Kau lihat kau biarkan kucing – kucing jalanan kelaparan kemudian
Mati kau hinakan di jalan
Mana sosialmu sebagai penjaga alam!
Kau malah perusak alam
Apa kau dengar burung – burung kesakitan mati kau tembaki
Dengan senapan sambil tertawa pamer di facebook
Kau ini manusia atau keturunan dajjal
Kau biarkan keturunanmu bermain dengan itik – itik ayam
Yang kau warnai kemudian sayapnya di patahkan oleh keturunanmu
Dan kau Cuma diam
Sungguh bajingan
Kau lihat tikus – tikus mati dalam kesakitan kau pasang perangkap penjepit
Coba bayangkan kau yang di posisi mereka
Kini CORONA datang kalian memborong masker,hand sanitiezer,alkohol dan
Semua bahan pelindung sampai para dokter dan perawat menangis tak dapat bagian
Dokter,perawat mereka berjuang antara hidup dan mati
Mendatangi virus untuk melenyapkannya
Kalian menjauh namun kufur,serakah,ingin selamat sendiri
Dokter TIRTA berjuang sekuat tenaga menangani virus corona
Dia bangun rumah sakit bareng dompet dhuafa
Anne Avantie Produksi APD untuk Tenaga Medis Lawan Corona
Yang dia berikan secara Cuma – Cuma
Dokter – dokter,perawat yang berjuang menangani virus corona
Sampai tidur Cuma 3 jam
Banyak diantara mereka yang mati karena terpapar corona
Karena kelelahan, Tapi mati mereka syahid
Coba lihat apa yang kita berikan atau sumbangkan dalam
Keadaan segenting ini!
Malah teriak – teriak minta gaji,gara – gara lock down
Ayolah berpikir,jangan berdiam diri,lawan corona
Dengan saling berbagi kebaikan kepada sesama
Kepada mahluk – mahluk ciptaan ALLAH swt
Ambilah hikmah dari semua ini
Agar kita cinta kebersihan,agar kita peduli
Bukan menyelamatkan diri sendiri saja
Ada yang mati di kampungmu malah kalian
Halang – halangi untuk dimakamkan karena pengidap corona
Coba mikir,kalau itu nasib kalian!
Berpikir rasional,bahwa kita sebagai mahluk sosial
Bahwa kita sebagai mahluk ciptaan ALLAH swt
Semoga corona cepat berlalu
SOMBRERONET , 5 APRIL 2020


RYAN  ARIA  ARIZONA  atau yang kerap dipanggil ARYA.merupakan lulusan  KPC PKBM BENDAN JAYA PEKALONGAN tahun 2008,saat ini sedang melanjutkan study di IndonesiaX dalam jurusan PENGANTAR PENYIARAN UNTUK PERTELEVISIAN
Selain suka menulis,dia juga seorang pencipta lagu dan gitaris dari grup band WILHELMINA.
Bersama WILHELMINA Pernah mengeluarkan album di tahun 2013 yang bertajuk MENERUSKAN PERJALANAN dengan single andalan yang berjudul MENGHARAPKANMU,bisa juga dilihat di youtube







Gampang Prawoto RUANG RINDU

76.Gampang Prawoto

RUANG RINDU

ruh
tak kasat
ruh tak berjasad
dulu bernana dhemit gendruwo wewe  banaspati kemamang jrangkong thethekan engklekengklek, lalu berasmak iblis jin setan, dan kemarin menjadi kuman juga virus
ruh
ruh tersesat
dari keji bengis biadab perbuatanmu
kini menjelma hantuhantu gentayangan mengejar detak langkah langkahmu seperti pagi memburu malam menghisap gelap
"urip ning mati, mati ning urip"
ruh
tak kasat
ruh tersesat
ruh tak berjasad
memburu
"hidup tak berkehidupan", "kehidupan tanpa kehidupan".
sesungguhnya hidup ruang rindu kehidupan.

Sastrowidjojo,20032020









PIKUN

detik
detik mengalir darah
memerah wajah penghuni bumi
menghargai dan menghormati
seolah saling membenci
tegur sapa saling menanti
cadar memberangus senyum
teguk tegukan tawarkan haus
udara asing dari hiruk hirup pikuk
raba rasa terlahir pikun
tanpa nadi nadi kehidupan.

detik
detik memenjarakan berahi
jalan pertokoan perkantoran tanpa penghuni
langgar tiada a,i,u, sekoalah tiada itu, dan ini
kampus oh yes oh no sepi
virus mengancammu mati
hati hati membunuh hati.

Sastrowidjojo,24032020













TITIK NOL PERADABAN BARU


rajut benang sesobek kain
membungkam hidung dan mulut
pengap udara sesesak kata memjahit kalimat
musim menanam curiga
riuh angin melempar gemuruh petaka
lembut jemari tanpa saling tegur sapa
ribu misteri berjuta makna
langkah langkah tertatih lumpuh
serupa perang tanpa memilih hidup atau mati 
mana kawan dan mana lawan
serapah kisah kasih cinta rama dan sinta
namun rahwana tetap mengulun memakannya 
lubang lubang terkatup menahan hawa
menunggu hingga hujan reda
kelamin kelamin terkebiri
sisa sisa nyali
mati suri
kembali
semua umur seluruh nyawa pertaruhan
menuju
titik nol
detik dimulai
gerimis merintik membasah bumi
semai sisa masa lalu
benih peradaban baru.

Sastrowidjojo,28032020






VIBRASI HATI
masih
mampukah jazad membedakan
riuh lantunan angin dan suara napas
napas napasmu dengan napsu napsumu
suara
daun luruh terus berbisik
lirih desah luka membalut duka
desir angin mewujud bayang bayang
seperti tutur leluhur ruh jahat memedi menghantui
fisik alam masih pada daya persinggungan frekwensi
dunia medis berkutat firus kuman dan bakteri
jagad samadi energi negatif labuh ruang media ekspresi
Vibrasi rasa kata petualang
dalam pengembaraannya masih mencari virus cinta
yang menyelinap bersemayam di hati.
Sastrowidjojo,16032020
Gampang PrawotoMenulis dalam bahasa Jawa dan Indonesia dan sering menggunakan nama samaran Sastrowidjojo. Pria kelahiran 23 Oktober 1971 di Bojonegoro ini pernah kuliah jurusan Bahasa dan Sastra Universitas Adi Buana Surabaya dan  UMM Universitas Muhammadiyah Malang. Sehari-hari aktif mengajar di SDN Pejambon Sumberrejo Bojonegoro. Carik di Sanggar Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB), anggota Kostela Lamongan, Among di “Sanggar  Sastrowidjojo" dan ketua LKD “Lembaga Kebudayaan Desa Pejambon”. Antologi tunggalnya mendapat penghargaan Balai Bahasa Jawa Timur 2014 selain Puser Bumi (2013) yang pernah terbit adalah Babat Windu (1997) dan Suluk Berahi (2017).Puisi dan geguritannya terbit di sejumlah media, seperti Majalah Sastra Indhupati, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Damar Jati, Pujangga Anom, Radar Bojonegoro, Jurnal Tempe Bosok Solo, Tabloit Serapo, Majalah Panji, dan media cetak  lainya.

PENYAIR INDONESIA MENCACAT PERISTIWA NEGERI


Sabtu, 04 April 2020

Diantara Penyair penyair Corona





Gilang Teguh Pambudi. STAY AT HOME

Gilang Teguh Pambudi.

STAY AT HOME

aku naiki piring
dengan sendok dan garpu
mendayung laju
pulau beribu
mengarungi lautan berita
"Hati-hati virus corona!"

setelah minum vitamin harian
sembunyi dalam masker
yang membekap lagu-lagu

maaf, dalam wangi sabun tangan
aku juga jaga jarak
seperti pada kesepakatan
yang sudah diumumkan negara

di dalam piring aku terombang-ambing
mengikuti liukan kain bendera
juga saat hujan badai 
sendirian, juga tanpa kekasih
memetik sebanyak mungkin buah zikir
memahami lagi prinsip orang baik
selamat lahirbatin dimulai dari diri sendiri

Kemayoran, 29032020
------

CORONA DAN ALKOHOL

menggigit dingin begini
hangat tubuh flu dan kuyub
seperti sisa daya tahan
yang terlempar dari taksi ke dalam hujan

tetap memakai masker
yang harganya merambat menaiki deras

memasuki gedung dan kerumunan
tanganku basah
oleh antiseptik dengan aroma alkohol
yang merebak dunia
bunga tujuh rupa 
tidak sekadar upacara terkenang korban corona
sebab memang kita mau menang
sehat segala suasana

amin

Kemayoran, 11032020
-----

JAKARTA MASKER

tidak cuma karena Jakarta
ini info ibu kota
Jakarta Masker, populernya
dari Jakarta ke seluruh peta Indonesia
sebab negara sedang kerja
anti corona

lalu kita mengingat tiga masker Jakarta
pertama, masker kemarau karena takut debu
sebagai pesan moral
agar hidup selalu selamat dari parahnya kemarau

kedua masker hujan
agar tubuh yang tenggelam dalam jas hujan
bahkan bajir
masih bisa menemui sisa hangatnya
semacam sentrum anti sesatnya
mengamini nasihat langit untuk waspada
pada sengitnya bumi yang dingin,
basah dan berpenyakit

ketiga masker corona sebagai ancaman suatu ketika
agar hidup terbebas dari amarah yang serba tiba-tiba
menyerang dan menyergap
dalam pengap

Kemayoran, 19032020
------

TENTANG PENULIS
STAY AT HOME
aku naiki piring
dengan sendok dan garpu
mendayung laju
pulau beribu
mengarungi lautan berita
"Hati-hati virus corona!"
setelah minum vitamin harian
sembunyi dalam masker
yang membekap lagu-lagu
maaf, dalam wangi sabun tangan
aku juga jaga jarak
seperti pada kesepakatan
yang sudah diumumkan negara
di dalam piring aku terombang-ambing
mengikuti liukan kain bendera
juga saat hujan badai 
sendirian, juga tanpa kekasih
memetik sebanyak mungkin buah zikir
memahami lagi prinsip orang baik
selamat lahirbatin dimulai dari diri sendiri
Kemayoran, 29032020
------
CORONA DAN ALKOHOL
menggigit dingin begini
hangat tubuh flu dan kuyub
seperti sisa daya tahan
yang terlempar dari taksi ke dalam hujan
tetap memakai masker
yang harganya merambat menaiki deras
memasuki gedung dan kerumunan
tanganku basah
oleh antiseptik dengan aroma alkohol
yang merebak dunia
bunga tujuh rupa 
tidak sekadar upacara terkenang korban corona
sebab memang kita mau menang
sehat segala suasana
amin
Kemayoran, 11032020
-----
JAKARTA MASKER
tidak cuma karena Jakarta
ini info ibu kota
Jakarta Masker, populernya
dari Jakarta ke seluruh peta Indonesia
sebab negara sedang kerja
anti corona
lalu kita mengingat tiga masker Jakarta
pertama, masker kemarau karena takut debu
sebagai pesan moral
agar hidup selalu selamat dari parahnya kemarau
kedua masker hujan
agar tubuh yang tenggelam dalam jas hujan
bahkan bajir
masih bisa menemui sisa hangatnya
semacam sentrum anti sesatnya
mengamini nasihat langit untuk waspada
pada sengitnya bumi yang dingin,
basah dan berpenyakit
ketiga masker corona sebagai ancaman suatu ketika
agar hidup terbebas dari amarah yang serba tiba-tiba
menyerang dan menyergap
dalam pengap
Kemayoran, 19032020
------
TENTANG PENULIS
Gilang Teguh Pambudi. Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya yang telah diterbitkan oleh penerbit J-Maaestro adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com . Dikenal sebagai Seniman Radio, penyair, dan Pembina Komunitas Seni. Setelah meninggalkan bangku mengajar, berbekal bakat seni dan sertifikat peserta terbaik nasional pendidikan jurnalistik FP2M Jakarta (1991), memilih fokus aktif di radio sebagai jurnalis, penyiar, Programmer dan Kepala Studio. Penyair yang pernah aktif sebagai jurnalis radio di LPS PRSSNI Jawa Barat dan beberapa radio ini, juga dikenal sebagai narasumber acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio, terutama karena aktivitasnya sebagai ketua yayasan seni Cannadrama. Menulis di koran sejak kelas 1 SMA/SPGN. Puisi-puisinya telah terbit dalam berbagai buku, baik dalam antologi bersama maupun antologi sendiri. Data diri kepenyairannya bisa dibaca dalam buku Apa Dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia. Empat buku antologi puisi terbarunya yang telah diterbitkan oleh penerbit J-Maaestro adalah JALAK (Jakarta Dalam Karung),TAGAR (Tarian Gapura), Mendaki Langit, 100 Aksi Puisi Pramuka, dan ZIRA (Planetarium Cinta). Satu buku serba-serbi dunia puisi yang telah terbit, Dinding Puisi Indonesia.
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com 

AZTI KINTAMANI K. SIMPONI PELINDUNG DIRI

 AZTI KINTAMANI K.



SIMPONI PELINDUNG DIRI



Dengan pakaian rapat, orang-orang meyakini

hidupnya sehat, taat dan bertiketkan surgawi

Nyatanya para korban ditembus mati pandemi

tanpa ibadah dan tatap famili, pergi kekal sendiri

Pakaian, kekayaan tak kan menjamin hidup abadi



Udara memanas, keringat kerja mengucur deras

Covid-19 mati melemas, tenaga medis terbebas

tapi di muka ada tanda berbekas, hatipun cemas

Semuanya ini peringatan dini, agar orang kembali

pada kesadaran, kesehatan itu hidup berharmoni



Tapi bagaimana itu terjadi, bila saling mendominasi

Tidak seperti apresiasi di studio alam yang jujur ini

walau ada perbedaan tapi kuat dalam kebersamaan

Bukankah itu hakekatnya pakaian saat kedaruratan

menjadi simponi yang melindungi dan menghibur diri



*) Studio Alam Asri, Sumedang,  2 April 2020

 AZTI KINTAMANI KERENHAPUKH, lahir di Sumedang, pada tanggal 19 Mei. Aktif menulis sejak aktif di Kastaf Teater Holistik Bandung. Karya antologi Puisi Fasionastiknya : Simponi Butik Paradewi, Negeri Hilang Puteri, dan Rherajin. Kinta yang pernah Juara Cipta Puisi-FL2SN; Cipta Sastra Disbudpar ini, juga menulis antologi cerpen dan novel : Panpan Langlang Sungai Han, dan Kindasa. Pemenang dalam festival film pendek : Tunas, Tiang, The Bottle, dan Cipta-Baca Puisi APWIA ini, pernah aktif di Saka Dirgantara, Sasasi-Sanggar Sastra Literasi Indonesia, dan GBJC Ministry. Karya antologi bersamanya : Indonesia Masih Ada Matahari (2017); Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019). Selain sebagai jurnalis dan redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Adonaisa, Bintang Pro-Post, Kinta juga aktif melatih di Sanggar Griya Prima, Studio Alam Asri, Rumah Hati Literasi Sumedang. **(AKK) ***














SANUR KEZIANDARI RESEP SAJAK DI RUMAH SAJA

 SANUR KEZIANDARI



RESEP SAJAK DI RUMAH SAJA



Bila kita kini mesti taat mengisolasi diri

bekerja, belajar, ibadah di rumahnya sendiri

Bukankah itu saat indah pemulihan famili

dengan banyak waktu, dan perjumpaan hati

Seperti kami di sini, berliterasi dan berpuisi



Untuk apa wabah dinyinyir dan diperdebatkan

bila tak ada aksi kebaikan dan pertolongan

itu hanya jadi virus baru bagi dungunya pikiran

Sebaiknya kita buat resep di rumah senang

kiat riang agar Corona kecewa pergi menghilang



Tragedi ini dapat membuat kita bijak belajar

menata hidup dalam harmoni dan bekal kekal

Sehingga tak gampang dibodohi dan terpapar

Sehingga kita paham tentang nilai yang besar

rumah dengan puisi, itu resep indah dan benar



*)Studio Wonderfull, Bandung, 29 Maret 2020


SANUR KEZIANDARI, lahir di Bandung, pada tanggal 27 Maret. Aktif menulis sejak aktif di Sanggar KASTAF Teater Holistik Bandung. Karya Antologi Puisi Restorastiknya : Eksodus Milenial, Cermin Ion Enterpraise, Biola Kafe Istana, dan Rherajin. Sanur yang pernah Juara Cipta Monolog, Cipta Cerpen LKBN Kompaxindo, pemenang festival film pendek : Dedaun, Tiang, Hidangan, dan Cipta Skenario-APWIA ini, karya puisinya diterbitkan dalam antologi bersama : Indonesia Masih Ada Matahari (2017); Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019). Sanur yang pernah giat di Saka Dirgantara, GBJC Ministry, Sanggar Sasana (Sastra & Literasi Nasional), ini juga menulis antologi cerpen dan novel : Restonarasika, dan Sankona. Selain aktif sebagai redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Fokus-Transukses, Adonaisa, Sanur juga aktif melatih di Sanggar Hereditas, Studio Wonderfull dan Slisaf Teater Prosesi. **(SK) ***







PROFIJESARINO UBUD DH. LAYAR MERETAS COVID-19


PROFIJESARINO UBUD DH.



LAYAR MERETAS COVID-19



Saat bumi diseliputi wabah Corona

para malaikat menontonnya di angkasa

di layar kisah dunia di bioskop semesta

Mereka tertegun dengan tingkah manusia

masih tak pandai memaknai alur cerita



Padahal skenarionya telah masif dan pasti

Sehebat apapun protagonis bila terinfeksi

perjuangannya berat antara hidup dan mati

Dalam episode ini, antagonis begitu ngeri

mereka seolah terdeteksi tapi tetap misteri



Diiiring hujan Aprll yang tak lazim berjatuhan

Para korban corona telah jatuh dikebumikan

dalam takut dan tanpa ritual akhir penghormatan

Layar meretas Covid-19 semestinya menginsafkan

betapa penyakit dan maut, itu tragedi kemanusiaan

bisa diakhiri dan tak terulang, dengan pertobatan



@Studio Seni Baris Baros, Cimahi,  29 Maret 2020

PROFIJESARINO UBUD Dh., lahir di Kota Bandung, tanggal 7 April. Aktif menulis sejak aktif di Kastaf Teater Holistik Bandung. Karya Antologi Puisi Sinemaslawistik-nya seperti: Genesis Metropolisa, Ekspedisi NugNeg & Pakde Sastra, dan Siluet Layar Emas, dan Rherajin. Ubud yang kini sebagai youth leader redaktur eksekutif di grup media Patrolindo-Asia, Adonaisa, Mika-Magistra, Fokus-Transukses ini, karya literasinya diterbitkan dalam Antologi Bersama : “Semangkuk Sup di Malam Kudus”, Haiku Melawan Korupsi – HAKI, Negeri Bahari, Haiku : Pohon Rasa, Wanita Guru Bangsa, dan RHERAJIN, Selain studi S-1 dan S-2 secara Triple Degree, kini Ubud juga aktif di Studio Teater, Film dan Sastra:  Baris Baros Cimahi, Wakil Sekjen HIPWI, DPP APWIA, serta Director di PH Master Vision 45, Slisaf Teater Prosesi. Pegiat literasi ini karyanya juga sering menjuarai festival film pendek, sastra dan fotografi. (PUD) ***

Azizah Rifada Muhallima Saat ini

71.Azizah Rifada Muhallima


Saat ini

Aku yang seperti napi di negriku sendiri
Aku yang seperti orang asing di negriku sediri
Aku yang seperti terjajah di negriku sendiri
Kedatangan sesuatu asing membuatku terisolasi
Pondok ramaiku berubah sunyi
Sekolah tempatku ngangsu kaweruh berubah sepi
Pasar tempat ramaipun berubah sepi tanpa interaksi
Masjid melompong tertinggal pergi
Gereja gereja hening
Kuil kuil tampak ngeri
Saat ini
Aku asing di negriku sendiri



nama : azizah rifada muhallima



Nama :azizah rifada muhallima , alamat : cendana dawe kudus


Uswatun Khasanah CEPAT PERGI!

67.Uswatun Khasanah

CEPAT PERGI!

Duka terjadi di bumi pertiwi
matahari enggan bersinar lagi
redup sedih meratapi
keluh takut penduduk bumi.

Corona menghampiri, merambat
Menyebar begitu cepat
masyarakat panik sekarat
Seakan bumi digoncang kiamat

Kini;
tidak asing lagi bagi telinga
mendengar tangisan duka saudara,
tidak asing lagi bagi mata
saksikan keranda berjalan tanpa roda,
tidak asing lagi bagi mulut
berbicara maut gampang saja.

Masa ini, terjadi isolasi
aku bak terpenjara di dalam jeruji
perut keroncongan, siapa peduli?
Ekonomi membusuk, hutang melambung tinggi.

Semua orang menggigil
termasuk diriku ini
entah, kedinginan atau kelaparan.

Isolasi diri
sepi rumah Tuhan
apalagi;
pasar-pasar dan sekolahan.



Wahai corona!
Tidakkah puas kau lihat
Tangisan penduduk bumi
melerek air mata tanpa henti
pilu, perih, merintih.

Wahai corona!
Mau berapa nyawa lagi
bukankah sudah banyak kau telan nyawa
sebagian insan di dunia?

Lalu;
mau apa lagi, siapa lagi?
cepat pergi!
tugasmu selesai,
cepat pergilah dari sini.

Gresik, 28 Maret 2020

Uswatun Khasanah. Lahir di Gresik pada 04 Desember 2000. Terdaftar sebagai mahasiswi Universitas Brawijaya Fakultas Ilmu Budaya dengan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain sebagai mahasiswi juga bergiat aktif di Teater DII di fakultasnya dan beberapa komunitas sastra di luar kampus. Menulis puisi, cerpen, novel, dan kata-kata bijak. Puisinya terangkum dalam berbagai antalogi bersama dan termuat di beberapa media massa, salah satunya puisi berjudul Teriakkan Anak Negeri ada dalam antalogi Puisi Menolak Korupsi 7 – Negeri Tanpa Korupsi (Buana Grafika, Nopember 2018). Memiliki hobby membaca puisi dan menulis. Beralamat di Jl. Pelita III Randuboto RT 1 RW 1 Kec. Sidayu Kab. Gresik, 61153. Email :uus.sholihah123@gmail.com

Dwi Wahyu Candra Dewi LANTUNAN DOA PENYEKA AIR MATA

68. Dwi Wahyu Candra Dewi
LANTUNAN DOA PENYEKA AIR MATA


Saat mereka terpapar, kita sempat tertawa
Saat mereka terkapar, kita serasa lega
Apa yang terjadi pada hati dan pikiran kita?
Apa karena beda bangsa, beda negara, hingga kita mati rasa?

Paparan itu kian dekat dengan kita
Mata kita mendadak rabun akan zat-Nya
Hati kita mendadak bergejolak hingga memudarkan percaya pada-Nya
Bahkan tak pelak, saling tuding mencari pembenar hingga lupa siapa kita.

Di sudut lain benar-benar telah mati suatu hati
Tatkala meraup untung dengan harga tinggi pada sebuah alat pelindung diri.
Entah, hilang terkikis rasa manusiawi insan di bumi
Hingga tak terima jasad tuk di kebumi korban pandemi

Sebagian dari kita hilang peduli tanpa takut lara mendera
Mereka tak tahu, bukan ketakutan semata adanya
Kita ini ingin lebih banyak waktu untuk bersyukur.
Mensyukuri dalam ikhtiar dan tawakal di jalan-Nya.

Usia tiada yang tahu selain Maha Penentu
Ketetapan menjadi mutlak bagi Maha Kehendak
Banyak belajar pun renungan dalam setiap gerak
Dalam lantunan doa tuk penyeka air mata
Blora, 3 April 2020



Junaidi Daun

69.Junaidi

Daun

Daun yang hijau dan rimbun
Kenangan dan cinta
Menjadi semesta
Yang tak terhenti meski
Patah hati bumi
Tak lekas membaik
Pupus cinta atau terhianati
Kenangan dan cinta
Tetap berjalan semestinya
Meski banjir air mata bumi
Menggenangi dan cinta tetap
Terjadi
Wabah apa saja terjadi
Efek teknologi
Menggerus canda tawa yang nyata
Lantas kini wabah ketakutan
Framming media menakut-nakuti
Kampus libur
Sekolah libur
Kerja libur
Makan pun libur
Daun hijau dan rimbun
Kini menyayat hati
Menunggu kering
Dan jatuh berkeping-keping


Junaidi keliharan Pati Jawa Tengah
Tergabung dengan kelas menulis Jagong Sastra Kudus bersama Jumari HS

Syamsul Bahri Kaulah Akuku

70.Syamsul Bahri

Kaulah Akuku

/Aku Cinta Padamu/
Kau bukan hanya harus melepas jemalamu
Tapi kau juga harus menghilangkan dirimu dalam ragamu
Dan jangan pernah kau cari kembali
/Kau/
Jangan kau tahan rekah senyummu
Layla
Akulah Majnunmu
Yang kau cari aku
Dipusara ku dekap nisan
Membawaku abadi
Bersamamu
 (2020)

 

Kepada Jarak

Aku adalah jarak
Dan kau adalah waktu

Inginku lipat supaya dekat
Agar tetap teringat di segala yang tenggat
Berada ditempat terhangat dan ku tunaikan segala hajat bersama surat
Yang dikirim angin sampai di tangan seorang perindu yang taat
 (2020)



Sengaja kulebur rindu itu

I/
Melebur bersama rindu
Di puncak kesunyian
Terasa gaduh
Dalam jemala, penuh ceracau si gila

II/
Kau panggil teman terbaikmu; kesedihan
Didekapnya, diiringi perpisahan
Sayang sekali, aku tak bias mengusir waktu
Yang telah lama kau pendam dalam suaka nestapa

III/
Seperti desir, mengalir seperti air, menjelma seperti api
Sampai ke hilir

IV/
Akulah nyala itu
Memberangus setiap yang puus
Menghapus setia yang tulus
Akulah kayu itu
Menjadi abu bukanlah ihwal yang tabuh
Namun, rekahku sampai keujung bibirmu
Menggurat surat darimu
Aku terpelanting jauh
Sampai ke langitlangit sudut kamarmu
 (2020)






Syamsul bahri, lahir di Subang 12 Juli 1995. Seorang guru dan penulis puisi di salah satu lembaga Yogyakarta. Telah menempuh studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alumni Bengkel Teater Rendra dan sekarang sedang menjadi pegiat Komunitas Seni Budaya (KSB) UNY di Yogyakarta. Sedang menyelesaikan buku pertamanya yang berjudul Siklus Rindu. Surel : syamsulb725@gmail.com. IG: syamsulbahri_1922


Jumat, 03 April 2020

Agus Mursalin Lockdown

66.Agus Mursalin

Lockdown


Tuhan tak ada dalam masjid
Tuhan tak ada di Ka'bah
Pahala bisa dicari tanpa melibatkan Tuhan di tempat suci

Murtirejo 22 Maret 2020
#Agus Mursalin



Lockdown #2

sayang, tidurlah sendiri. Sprei  bantal kasur selimut handuk sabun mandi gelas minum mangkuk sayur punyamu pisahkanlah. jangan kau pakai milikku lagi

batal sumpah pernikahan kita untuk sehidup semati
mati bersama itu tragedi, jadi pilihlah aku atau kamu mati lebih dulu
Sisanya lanjutkan menjaga anak cucu dan peradaban bertahan dari semua kemungkinan pemusnahan

atau pilihan kedua
kita lawan memakai kekebalan
bikin sendiri dalam sunyi

Kedungwinangun, 1 April 2020
#Agus Mursalin



Dyah Setyawati UNTUKMU RINDU


65.Dyah Setyawati

UNTUKMU RINDU

untukmu rindu;kucari sampai sudut ulu
belum juga kutemu
padahal telah lama kuseru
diantara muram langit
tangis tetangga
kehilangan anaknya yang mati tiba tiba
aku mencarimu
didiri,dirumah,dihati
ketika musholla sepi

oooh kekasih
akankah kita gali kubur sendiri
sementara pelayat cuma bisa dihitung jari
masih kugamit cemas dan kulangitkan
doa bertubi
kalaupun ini sebuah peringatan
segeralah usai
ampunkan hambamu
alam telah lelah istirah
pagi yang rona hilang pesona

aku takdimi ranggas siang
murung langit
nyanyian kedasih
kota sunyi
hati tak mati

(Asahmanah 28/03 /2020



KOTA SUNYI
jalanan lengang
langkahku melenggang
mencoba menangkap matahari yang sembunyi
celoteh anak anakpun tak kudengar
ketika semua diliburkan
pasar nyasar entah kemana
penyemprotan virus setan
masker jadi maskot
melangit harga
adakadabra
rakyat jelata sengsara

sementara tempat wisata dahaga pengunjung
alam istirah nikmati rinai hujan yang belum usai
hati serasa membelati
masih menyusuri pagi gelisah
ini kota sunyi
mirip tempat para zombi

sesuap nasi untuk hari ini
setumpuk inspirasi
geliat pagi
mari saling introspeksi
agar semua kembali seksi
jangan biarkan tuhan geleng kepala
saksikan ulah manusia
kesombongan macam apalagi
yang kalian banggakan

selamat pagi kota sunyi...
(Asahmanah aprl2020)

Heru Patria Corona

64.Heru Patria

Corona

diksi kehidupan bungkam

baitnya diberangus kecemasan

sajak hindari kerumunan

puisi jadikan pembelajaran

ingin syair napas terus berlanjut

hiduplah secara patut

hindari berjabatan

selalu cuci tangan

jauhi keramaian

  menjaga jarak

kenakan masker layak

tinggal di rumah saja

agar penyebaran corona

terhenti segera







Blitar, 31 Maret 2020





















CORONA ADALAH TAMPARAN TUHAN

Oleh : Heru Patria





Corona yang menjalar liar

Kepanjangan tangan Tuhan tuk menampar

Pada kita yang sering berbuat ingkar

Bertindak di jalan tak benar



Corona yang telah mewabah

Bisa jadi merupakan teguran Allah

Untuk kita yang bangga berlaku pongah

Tak peduli saudara susah



Corona yang telah menjangkit

Mewakili jemari Tuhan untuk mencubit

Sebab kita sering berbuat pelit

Saat saudara sedang sakit



Corona membatasi silaturahmi

Agar kita lekas berkaca diri

Atas pergaulan bebas yang disanjungi

Tuhan kirim peringatan lewat virus ini



Dalam cengkeraman pandemic

Meri kita berbenah diri

Sadari tamparan Illahi





Blitar, 1 April 2020









ATAS DASAR APA?











64.Heru Patria







Atas dasar apa

Tuan anjurkan kami di rumah saja

Sedang kami hanyalah penjual tenaga

Jika tak keluar dapur tak menyala

Untuk apa Tuan bebaskan bea listrik

Bagi daerah zona merah nan pelik

Yang kami butuhkan hanyalah bahan pangan

Selama kami dilarang bepergian

Buat apa Tuan tangguhkan cicilan kendaraan

Sedang mengkredit saja kami tak punya kesempatan

Upah kami hanya cukup untuk tambal kebutuhan

Atas dasar apa kebijakan itu Tuan keluarkan

Tidakkah Tuan sadari realita

Perjuangan hidup kami lebih ganas dari Corona

Maka jika kami harus tinggal di rumah saja

Siapa sudi memberi jatah makan keluarga

Kami tak pernah berpelancong ke luar negeri

Seperti yang Tuan lakukan selama ini

Waktu kami habis untuk kejar kebutuhan

Saat Tuan sibuk berbagi kekuasaan

Atas dasar apa Corona menjamah kami

Silaturahmi kami terbatas persoalan ekonomi

Sering cuci tangan hanyalah falsafah

Agar Tuan tak cuci tangan dari masalah





Blitar, 2 April 2020





PAGEBLUG

Oleh : Heru Patria







Jika kita mau jujur pada diri sendiri

Tentang hokum sebab akibat di muka bumi

Virus Covid 19 tidak akan pernah bereaksi

Bila manusia tak semaunya pamer aksi

Kini bumi berselimut duka

Terkungkung pandemi korbankan banyak nyawa

Ekonomi lumpuh silaturahmi dari jarak jauh

Berdiam diri dalam rumah tentu akan jenuh

Jika saja kita bisa bersikap mawas

Tak akan ada ancaman dari virus ganas

Tapi karena keserakahan kita tak terbatas

Kini harus dibayar mahal dengan was-was

Andai saja kita bisa bersikap dewasa

Bisa menjaga jarak untuk sementara

Tapi dengan alasan harus tetap kerja

Kalian korbankan keselamatan keluarga

Bila kita bisa telaah kitab suci

Tauhan sudah tulis peringatan sejak dini

Bahwa Tuhan akan turunkan cobaan

Berupa sakit dan rasa ketakutan

Berserah dirilah pada pangkuan Illahi

Agar pageblug cepat diakhiri

Sirna dari bumi Pertiwi

Amin amin amin

Ya robbal alamin.





Blitar, 3 April 2020









PROFIL  PENULIS




HERU PATRIA. Adalah seorang guru Sekolah Dasar di Kecamatan Wlingi yang telah menerbitkan 21 novel, 15 kumpulan cerpen, 1 kumpulan puisi. Novel terbarunya berjudul Jangan Mimpi Jadi Jokowi. Penulis yang beralamat di Bogangin RT.01 RW,06 Kel. Bajang Kec. Talun ini juga sebagai editor di IA Publisher. Untuk komunikasi silakan kontak di nomor 0857 8414 5106

Rut Retno Astuty DOA KAMI DARI KLINIK INI

Rut Retno Astuty

DOA KAMI DARI KLINIK INI



Ya Tuhan, dari ruang periksa, kami berdoa

Jauhkan kiranya kami dari keganasan Corona

Dari sergap maut dan ketiadaan tersia-sia

Agar banyak orang yang tertolong kesehatannya



Meski telah banyak tokoh baik, menjadi korbannya

Kondisi klinik dan pasien panik, merubah suasana

Alat pelindung diri dan pencegahan, apa adanya

Kami tetap melayani dalam doa sepenuh jiwa



Anugerahi kami keberanian dan iklas tak terbatas

Agar kami tangguh dan bungkam nyinyir tak jelas

Kami amini, badai ini cepat berlalu, tak berbias

Agar kami pulih, hidup tulus tanpa luka berbekas



*)Sanggar Griya Prima,  Sumedang,  30 Maret 2020
CORONA
RUT RETNO ASTUTI, lahir di Kota Tegal, tanggal 22 Pebruari. Dokter lulusan FK UNDIP Semarang ini, menulis dengan konsep Puisi Terapistiknya yang terangkum dalam antologi,antara lain : Dawai Jantung Hati, Ritme Wanita Kita, Tapak Ibu Pemberdaya. Pegiat literasi yang tergabung dalam AWWA (Asean Women Writers Association) ini karyanya termuat dalam Selendang Mayang (2017) Sketsa Wajah Ibu (2017). Antologi bersama lainya : PMK - 6 / Puisi Menolak Korupsi (2017), Indonesia Masih Ada Matahari (2017). Antologi “Semangkuk Sup di Malam Kudus” (2017), Haiku Melawan Korupsi & Pameran Haiga HAKI (2017), “Pesona Ranah Bundo” - HPN (2018), KDNP Negeri Bahari (2018), Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019), RHERAJIN (2019). Selain sebagai redaktur kesehatan dan budaya, GBJC Ministry, juga aktif membina Kastaf THB Sanggar Griya prima & Studio Alam Asri Sumedang. (RRA) ***


HERISANTO BOAZ LUSASTRA MELAWAN CORONA

62.HERISANTO BOAZ



LUSASTRA MELAWAN CORONA



peperangan ini telah dibentangkan

tanpa senjata, tanpa musuh kelihatan

tapi mencekam, para korban bergelimpangan

tanpa pandang muka, semua bisa diserang

dikepung kematian, keyakinan dipertaruhkan



ini bukan perang antar negara di bumi

juga bukan serangan planet antar galaksi

ini ciptaan terhebat lawan yang nano mini

tapi bisa menyusup, dan tak mudah diketahui

menyergap nafas, dan paru-paru pun terinfeksi

ini perang senyap, tapi bisa terekam dalam puisi



markas perang ini di rumah sakit bertanda siaga

hidup dan maut berkecamuk, dalam takut fana

semua wajib taat dan patuh pada protokol negara

anggaran besar digelontorkan, tangani bencana

di sudut rumahnya, Lusastra doa melawan Corona



@Teater Holistik,  Bandung, 27 Maret 2020







ELEGI MEMBACA PANDEMIK



dengan huruf kecil melambangkan nurani

kutulis kembali, elegiku membaca pandemik

catatan tragedi banyak bangsa di muka bumi



di Wuhan, China, wabah itu berasal, kota dikunci

meski tak religi, rakyatnya tertib mengatur diri

pemulihan dan kesembuhan masal cepat terjadi



di Iran, Inggris, India, Belanda, USA, Arab dan Itali

dan banyak negara lainnya, korban tiada henti

meski katanya religi atau modern dan teruji



di Indonesia, religi berwarna, komen merajalela

mulai si mulut zonk, yang banci dungu jika bicara

hingga stasiun tv serak, debat berak sok kuasa

semuanya dan pengikutnya, hanya nyinyir berbusa

mereka akan ditagih nyawa oleh korban kelak di sana



di bait seni ini, di sudut kota tak punya tradisi puisi ini

sajakku mencatat, rakyat banyak, dan pemimpin, sehati

menghadang pandemik, dengan kerja, doa, dan nurani



@Bait Seni Hereditas,  Bandung,  28 Maret 2020

ditya Majong Rindu Dendam Dikala Pandemi

61.Aditya Majong

Rindu Dendam Dikala Pandemi

Rindu ini sudah seperti dendam
Menghujam
Pilu, Termakan realita yang kejam
Dan lebih gelap dari langit malam

Menumpuk, bagai bibit
Menusuk, bagai arit
Memburuk, bagai parasit
Terpuruk, terkutuk bagai dedemit

Kita merasakan rasa yang sama
Kau menahan rasa jauh disana
Aku menahan rindu
Tentang segala sesuatu tentang-mu

Sayang, segera setelah pandemi ini berakhir kita pasti meluapkan rasa
Yang telah kita tumpuk sedari awal hingga akhir.

Ketika status merah dicabut, aku berjanji akan memelukmu erat.

Akan kuceritakan segala baik buruk hal yang aku lewati dalam waktu dekat.

Tentu setelah aku melepas rindu denganmu tepat pada pukul empat.

Sampai saat itu tiba, mari kita sama-sama sabar untuk sesaat.
Depok, 1 April 2020.

Sami’an Adib, Narasi Kebahagiaan

60.Sami’an Adib,

Narasi Kebahagiaan
Bayangan hari kiamat serasa telah tiba
lenyap segala hiruk-pikuk kesibukan kota
sementara di desa-desa kepanikan melanda
jalan-jalan sepi tanpa lalu-lalang pengembara
bahkan jejak-jejak para tetua nyaris tak terbaca

tinggal senandung duka
tembang paling nestapa
berirama derai air mata:
balada orang-orang terluka

bayangan hari kiamat terasa demikian nyata
kecanggihan rekayasa manusia seakan sia-sia
terjebak dalam rantai siklus wabah yang mendunia
masing-masing para jenius menawarkan formula:
rahasia agar terbebas dari belenggu malapetaka

kembali ke keagungan cita
berlomba menelurkan karya
demi hidup lebih bermakna
bekal meraih piala bahagia

di bawah bayang-bayang kehancuran semesta
tersebab amukan makhluk kecil virus korona
orang-orang kehilangan pesona rasa dan peka
sendiri terkurung di balik tembok-tembok hampa
tanpa kawan yang biasanya kerap bertegur sapa

tapi gairah mesti terpelihara
menyiangi gulma prasangka
agar subur benih-benih bahagia
dalam rinai doa dan limburan kasih-Nya
Jember, 2020
Karena Korona Karina Terkarantina
ia perempuan tangguh
energik, tak kenal lelah
stamina selalu terjaga
peduli pada sesama

entah apa sebab
tiba-tiba matanya sembab
membaca hasil laboratorium
di ruang pavilium rumah sakit umum

vonis dokter harus ia terima
masuk ruang spesial: karantina
sebab virus telah menjarah tubuhnya
: korona, selebritas yang mengguncang dunia

tetapi ia tetap perempuan tangguh
karena ia selalu berpegang teguh
bahwa hidup adalah fana
sebatas ujung kelana

ketika belum ada obat mujarab
ia peram tabah dan harap
di balik sekulum senyum
dari bibirnya yang ranum

seakan tak ada derita di raut wajahnya
walau sepi dan kesendirian mendera
dalam karantina tanpa sanak tetangga
 ia lantang menolak seruan putus asa

ia kemas semua cemas yang menyesaki dadanya
menggantinya dengan sebuncah harapan dan doa
demi bisa kembali berbagi bahagia pada sesama
mengarungi samudera keanggunan Yang Kuasa
Jember, 2020
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Lulus Strata I pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember (Unej).  Puisi-puisinya terpublikasikan di beberapa media cetak dan on line. Antologi puisi bersama antara lain: Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013),  Kata Cookies pada Musim (Rumah Budaya Kalimasada Blitar, 2015), Lumbung Puisi V: Rasa Sejati (2017), PMK 6 (2017), Negeri Bahari (DNP 8, 2018), Gus Punk (Pelataran Sastra Kaliwungu, 2019), Negeri Pesisiran (DNP 8, 2019), Risalah Api (Ziarah Kesenian, Jakarta, 2019), When The Days Were Raining (Tahura Media, Banjarmasin, 2019), Risalah Tubuh di Ladang Kemarau (Forum Sastra Timur Jawa, Jember, 2019), Perjalanan Merdeka (Penebar Media Pustaka, 2020), Setangkai Bunga Padi (FAM Bublishing , 2020), Wong Kenthir (Penebar Media Pustaka, 2020), dan lain-lain. Aktivitas sekarang selain sebagai tenaga pendidik di sebuah Madrasah di Jember, bergiat juga di Forum Sastra Pendalungan.