Senin, 05 Agustus 2019

Marlin Dinamikanto GAGAL PABRIK

Marlin Dinamikanto

GAGAL PABRIK

Setelah belut hanyut di lobang tikus

ular sawah menjadi asing bertatap

tembok pabrik yang mengangkang

hamparan kering coklat gersang

Entah berapa petani terkubur

derap batako yang terus memanjang

tak menyisa ketika ular sawah

hidup sebatang kara berteman tikus

di pemakaman belut

Ikan wader yang biasa mider-mider

mematuk plankton di kaki jerami

lama menghilang sebelum berpindah

ke buku gambar anak-anak sekolah

Sawah yang terkucil kian mengering

terhimpit batako - anak petani lebih suka

berharap kerja di pabrik. Tak ada padi

bisa dipanen empat bulan lagi

sedangkan gaji bisa dipanen

sebelum uritan pindah ke sawah

hamparan hijau yang kadang menguning

kini tersekat tembok-tembok pabrik

ular sawah yang hidup menyendiri

mati - bangkainya dimainkan anak kucing

di celah runtuhan tembok pabrik

gagal dibangun setelah ekonomi lesu

tak ada padi dipanen esok hari

tak pula gaji bulanan. Hanya terlihat

tikus berloncatan di celah batako rapuh

berserak di hamparan coklat gersang

Ngagel, 31 Juli 2019




Penyair Nasional Marlin Dinamikanto pancen jempolan dalam menulis puisi. Diksinya pilihan, untaian baitnya kaya makna . Pembaca akan mendapat aneka tafsir puisi di atas .

Telah menarik perhatian saya ketika puisinya ditemukan 5 tahun lalu yang berjudul "Pok Ame-ame." Kali ini ia tampil dalam "Gagal Pabrik" sebuah judul yang sangat kaya makna. Baitnya tampak tak beraturan runtut namun secara keseluruhan dapat ditangkap pesan oleh pembacanya bahwa ada perubahan di masa ini. Di alam yang semakin modern ini betapa ada penyebab dari apa yang diceritakan puisi di atas.

Bait yang kedua itu mulai memperjelas makna bahwa ternyata ada yang mengenaskan dimasa ini. Petani tanpa ladang! sedang bait yg lain :

....//hamparan hijau yang kadang menguning

kini tersekat tembok-tembok pabrik

ular sawah yang hidup menyendiri

mati - bangkainya dimainkan anak kucing

di celah runtuhan tembok pabrik

gagal dibangun setelah ekonomi lesu//...

menekan maksud. Marlin Dinamikanto memang megerigisi dalam membuat puisi. Selamat untukmu sang penyair . (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Gunawan : AYO SAUDARAKU

 Ivan Gunawan

AYO SAUDARAKU


Aku hidup di antara orang-orang beda bahasa

Aku hidup di antara orang-orang beda pandangan

Aku hidup di antara orang-orang beda budaya

Aku hidup di tengah-tengah metropolitan Gajah Putih

Di antara deretan gedung menjulang angkasa

Di antara kuil-kuil yang begitu megah

Di antara padatnya lalulalang kendaraan dan orang-orang

Sayup-sayup selalu terdengar adzan

yang begitu merdu nan khidmat

Allohu Akbar Allohu Akbar, La ilahailalloh

Luluh hati merasakannya

Rindu rasa mendengarnya

Menetes airmata dibuatnya

Negara yang mayoritas beragama Budha

Memberi ruang kepada setiap orang yang berbeda pandangan

Bebas hidup dan berbaur bersama

Itulah kemerdekaan yang sesungguhnya

Setiap orang bebas melakukan aktifitas

sesuai dengan keyakinan dirinya

setiap orang bebas bergerak

sesuai dengan nuraninya

selama ini kita sering dengar tentang toleransi

selama ini kita sering dengar tentang hak azasi

namun apa terjadi ?

kita semua dikebiri ilmu-ilmu yang tidak pasti

tanpa peduli dengan yang hakiki, ilahirobbi

Ayo saudaraku, mari berbagi

Ayu sahabatku mari bersatu

Bergandeng tangan bersama

Jaga kesatuan dan keutuhan bangsa

Menuju cita-cita sejahtera lahir bathin


Kacamata itu memperbesar atau mendekatkan, tergantung dari mana sudut pandangan. Jauh tidak selalu jauh dan dekat tak enak jika tak kerasan. Ivan Gunawan memberi puisi jelas tersurat, agar enak dibaca dan dicerna. Tentu ia bicara pada saat ia jauh dari kampung halaman. Ia memberi pesan dalam bait-bait puisi itu. Betapa di negeri orang lebih damai.

Namun semua itu gambaran ia berbagi salah satu yang dimaksud dalam puisi itu yakni keberagaman itu tak menjadi halang untuk persatuan.

Tampak jelas Ivan Gunawan menulis dalam bait penutupnya:

...//selama ini kita sering dengar tentang toleransi

selama ini kita sering dengar tentang hak azasi

namun apa terjadi ?

kita semua dikebiri ilmu-ilmu yang tidak pasti

tanpa peduli dengan yang hakiki, ilahirobbi//

//Ayo saudaraku, mari berbagi

Ayu sahabatku mari bersatu

Bergandeng tangan bersama

Jaga kesatuan dan keutuhan bangsa

Menuju cita-cita sejahtera lahir bathin//

puisi yang cukup manis penuh harap dan diamini pembaca di Tanah air. Sebuah pesan indah dari negeri sebrang. (Rg Bagus Warsono, Kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Sabtu, 03 Agustus 2019

SESAAT, SEBELUM AKU PERGI : Naning Scheid

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional berikut tika tampilkan :

SESAAT, SEBELUM AKU PERGI

: Naning Scheid

Senja ini, kusandar damai di bidang dadamu

Mencuri dengar denyut bersahut

di antara gundukan rindu

Tubuh cemas, damai dalam rengkuh

Nafas kita teratur, menanggal riuh

Lolong malam kian tegas

Degup jantung makin beringas

Menjelajah perjalanan merdeka

Menjulang hasrat serigala

Keringat menanda peluh

Cintaku padamu tetap teguh

Kasih, cinta ada di sepanjang musim

Risaukan jangan, hatiku telah kau gengam

Brussel, 2019.

Sepintas tampak sederhana Naning Scheid menulis, namun ia pandai memberi tekanan penekanan pada baris yang tampak sederhana itu. Seakan stakato pada lagu baca yang membuat puisi ini bermakna.

Pada baitnya kelihatan mengisi pesan, mula ia maknai sebuah perjalanan merdeka itu, agak runtut hingga bait selanjutnya agar sampai pada saat ini. Betapa sebagai pemilik nusantara ini menyimpan rasa. Cinta akan Tanah Airnya, seakan roh Indonesia itu menggegam hati pemiliknya.

Pilihan kata Naning Scheid sangat piawai. ..../Menjulang hasrat serigala// .... sebuah contoh baris puisi yang kaya makna betapa hasrat diumpamakan srigala yang lapar .

(Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Dewa Putu Sahadewa, Perjalanan

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional , berikut karya Dedari Rsia , seorang penyair Bali yang menetap di Kupang.

Dewa Putu Sahadewa

Perjalanan

Berkali-kali menggali

diri

kutemui sumber suara

di mana matahari menyembunyikan panasnya

dan hujan menemukan sarangnya.

“Di tengah ladang darah

Kau pancang bendera

Kau lagukan Indonesia.”

Semakin jauh aku berjalan

suara berubah ratapan

dan angin mengikis bukit-bukit

tempat anak-anak menarikan tarian merdeka.

“Di tengah ladang darah

Kau pancang bendera

Kau lagukan Indonesia”

Aku akan tetap berjalan

puluhan tahun lagi

namun suara itu

akan abadi.

Kupang, Agustus 2019

Puisi indah karya Dedari Rsia ini layak sebagai puisi Internasional . Judul yang sederhana dengan bait-bait sederhana mudah dibaca dari anak-anak hingga kakek nenek. Dedari sungguh melekat cinta Tanah Airnya. Nasionalis tampak dalam karya ini. Baitnya sedikit bercerita tentang masa merdeka yang diperjuangkan pendahulu kita. Ia menekan pada bait : ...// Ditengah ladang darah, Kau pancang bendera, Kaui lagukan Indonesia//....// sebuah bait tersirat bahwa kita apa susahnya hanya menaikan bendera dan menyanyikan lagu, Ia menikmati merdeka dan yakin akan tetap abadi. Salut untukmu Dedari Rsia (Rg Bagus Warsono, kurator sastra di Himpunan Masyarakat Gemar membaca)


Roymon Lemosol, Di Tanah Yang Sudah Merdeka

Mari kita ulas puisi-puisi Internasional berikut karya :

Roymon Lemosol,

Di Tanah Yang Sudah Merdeka

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kulihat rakyatnya masih angkat senjata

mempertahankan hak-hak ulayat atas tanah-tanah adat

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kudengar suara rakyatnya mengerang kesakitan

terbelit hutang

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kusaksikan rakyatnya gigih berjuang

melawan kemiskinan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

kubuntuti rakyatnya tertatih-tatih

menjacari keadilan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

aku mengeja-eja ke-mer-de-ka-an

Ambon, 1 Agustus 2019

Agaknya penyair kita Reymon Roymon Lemosol ingin mempertegas puisi-puisinya, meski gamblang tersurat dari pada yang tersirat, namun ada nilai plus yang sangat bagus dan layak sebagai puisi Internasional.

Puisi ini menangkap tegas akan perjalanan merdeka, sehingga mungkin ia hendak mengatakan: "Bukankah kemerdekaan yang diperjuangkan oleh pendahulu kita itu untuk memberikan kemerdekaan nyata seperti bumi yang mereka miliki sejak zaman nenek moyangnya. Namun betapa ternyata harapan para pejuang kemerdekaan itu tampak belum bukti banyak terhadap apa yang dirasakan anak-cucunya.

Bait penutupnya memberi keyakinan sebuah puisi yang bagus .....//di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka

aku mengeja-eja ke-mer-de-ka-an//. Ok selamat untukmu Roymon Lemosol (Rg Bagus Warsono, kurator di Himpunan Masyarakat Gemar Membaca)

Senin, 29 Juli 2019

Hadir di Tengah Pancaroba, Soeharto yang Dikenang karya Rg Bagus Warsono

Banyak kerinduan pengagum Soeharto di masa ini. Tatkala masyarakat tengah mencari dan mencari keindahan di Indonesia. Namun tak sedikit yg mencibir karena merasakan pahit getirnya hidup dimasa Soeharto.
Di buku ini adalah wawancaraku bersama Soeharto dalam imajener yang khusuk. Ternyata apa yang dipandang tak sesuai dengan padang ilalang, yang dilihat tak sesuai dengan tanah liat , yang di sawang ternyata bukan sawang laba-laba,
Mari menjadi demokratis, agar kita pandai memilah dan menghargai siapa pun dan apa pun karya orang lain. Termasuk apa yang diperbuat Bapak Pembangunan kita Soeharto.

Wawancara Imajener Soeharto
Tentang Gerilya

Rg Bagus Warsono

Soeharto dan Gerilya

Zaman berlalu
Hingga lupa gerilya
Menelusuri tanggul
Hulu sungai angker
Melintas lembah
Memanggul senjata
Di sana
Diantara Menoreh dan Merbabu
Mengintip negeri dari lubang senapan
Laras panjang
Zaman berlalu
Cerita gerilya
dengan bumbu pedas
dan sayur lompong ala desa
serta nasi padi tumbuk
dan senyum perawan desa
karena tak tahu
dimana gerilya.
Kini zaman keliru
Gerilyamu mengisi perutmu.

Jogyakarta,Maret 2018

Rabu, 24 Juli 2019

Menjumpai Bapak Agus Mulyana Tokoh Masyarakat Cigalontang.

Menjumpai Bapak Agus Mulyana Tokoh Masyarakat Cigalontang.

Jauh-jauh saya datang ke Cigalontang, sebuah kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya, kabupaten yang menghasilkan putra daerah menjadi Wakil Guberbur Jawa Barat yaitu Uu Ruzhanul Ulum.
Di sebuah kecamatan ujung barat kabupaten Tasikmalaya ini khusus penulis menjumpai Bapak Agus Mulyana (Agus Satria Sunda), seorang Kepala Sekolah Dasar di Cigalontang. Dan ternyata Bapak Agus Mulyana ini adalah putra tokoh sesepuh pendidikan Tasikmalaya Bapak Suriat Permana.
Agus Mulyana yang merupakan putra Tasik kelahiran 14 Juli 1967 ini adalah tokoh masyarakat yang berpengaruh di kecamatan Cigalontang. Bukan berarti ini karena Agus Mulyana itu putra Bapak Suriat Permana tetapi karena peranan Agus Mulyana yang cukup besar di daerah.
Salah satu prestasi Agus Mulyana itu ditunjukan ketika dalam pelaksanaan Pilkada Jawa Baratn 2018 dan Pilpres 2019 lalu mengajak masyarakat untuk mensukseskan kegiatan hajat Daerah dan nasional itu dengan aman dan damai.

Ketokohan Agus Mulyana yang besar ini oleh masyarakat Cigalontang didorong untuk lebih maju lagi, tidak hanya sebagai kepala sekolah dasar tetapi diharapkan dapat meningkat agar lebih luas peranannya pada masyarakat khususnya di Cigalontang. (Rg Bagus Warsono)

Kamis, 18 Juli 2019

Suriat Permana (90 Th) Mengabdi Pendidikan sepanjang Hayat

Tokoh pendidikan Tasikmalaya Bapak Suriat Permana , (90 th) Mengabdi pendidikan sepanjang hayat.

Menjumpai sosok tokoh tua Tasikmalaya, Bapak Suriat Permana di rumahnya desa Kersamaju kecamatan Cigontang kabupaten Tasikmalaya  seorang pensiunan guru yang masih hidup dan menjadi saksi hidup perjalanan pendidikan di kabupaten tasikmalaya khususnya di Kecamatan Cigalontang.
Bapak guru yang memiliki 7 putra ini adalah sesepuh PGRI Tasikmalaya yang lahir tahun 1938. Pak Suriat  begitu panggilannya kondisi saat ini masih tetap sehat dan tegas. Bahkan dalam usia 90 th masih membatu sekolah senagai komite sekolah SDN Kersamaju kec. Cigalontang. Pak Surian ini selain dikenal senagai tokoh pendidikan juga sebagai tokoh masyarakat yang berpengaruh di Cigalontang.

Pesan beliau kepada generasi muda adalah : Guru jangan sampai menjadi buruh pendidikan. Tetap dalam jati diri gurju yang sebenarnya sesuai dengan ajaran Ki Hajar dewantara.
                                       Bapak Suriat Permana , Sesepuh Pendidikan di Tasikmalaya.
                                       (foto Rg Bagus warsono) 

Jumat, 12 Juli 2019

Mengenal Naning Scheid


Naning Scheid atau Madame Gokil atau  Sri Nurnaningrum
Adalah Pengajar di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris UPGRIS sebelum berpindah ke Belgia tahun 2006, Penulis di media dan portal online, Mama dari 3 bule jadi-jadian, Sukarelawan di beberapa Organisasi Sosial Kemanusiaan di Belgia, Pecinta Teater, Hobby Travelling, dan Bermimpi menjadi Novelist.
Berikut puisi-puisi penyair Naning Scheid :dalam  Puisi Satire :

Jangan Ada Angelina Diantara Kita
Suatu ketika siang romantis mempertemukan kita
Aku tersipu saat kerlingan matamu mengarah padaku
Oh suasana, berperan utama
Dekatnya hatiku hatimu
Terbaca isyarat seolah inilah kali pertama
Kau jatuh cinta penuh gelora
Ah setidaknya, penuh hikmat ku yakini itu
Aku, di mabuk cinta terbang ke langit ketujuh
Waktupun berlalu penuh asmara
Tak kusangka tak kuduga
Kau menyimpan Angelina
Bahkan janda-janda muda
Betapa koleksimu tak terhingga
Duh Kang Japritt…
Mengapa tak kau katakan sejujurnya, dari awal kasih kita ?
Kang, ….
Kutak butuh Lamborghini
Limousine pun Ferrari
Yang ku mau tak ada dusta diantara kita.
Naning Scheid
Semarang 20.7.18
MEONG MEONG SI KUCING GARONG
Meong, WA di buka
Kucing garong menyapa
Dengan imoji cinta
Meong, Inbox berbunyi
Kucing garong berpuisi
Merayu membuai hati
Di dinding publik bermartabat
Di ruang gelap, ber-patgulipat
Meong Si Kucing Garong
Meresahkan istri-istri serong
Membuai janda-janda kinclong
Memperdaya perawan tong-tong
Brussel, 2.2.19
Rayuan Playboy Kecamatan
Beribu pulau kan kulalui
Seribu lautan kan kuseberangi
Puncak gunung kan kudaki
Petir menggelegar kan ku sambar
Demi kamu dewi asmaraku….
Bohong !!!
Menuju kotaku, pengorbanan terbesarmu.
Matamu sendu kurindu
Bibirmu merekah mawar merah
Senyumu manis legit hangat
Tak bosan ku memandang
Selalu terbayang-bayang
Adinda paling tersayang….
Mbelll !!!
Berdua denganmu, situ WA melulu.
Duhai wanita istimewa…
Engkaulah satu-satunya
Tiada duanya di dunia
Semua perasaanku
Hatiku
Cintaku
Perhatianku hanya padamu…
Prettt !!!
Menyebut nama lengkap ku pun kau tak mampu.
Wahai Mas Playboy Kecamatan,
Rayuanmu pulau kelapa
Hanya lebay melambai lambai
Nyiur di pantai
Sudah ah, aku dengan Mafia Mercon saja.
Naning Scheid
Mojokerto 18.7.18
(Dipubklikasikan oleh : Rg Bagus Warsono 12-07-19 dari kliksolo.com)

Sabtu, 29 Juni 2019

Akim Camara

Camara was born in Berlin to a Nigerian father and a German mother In May 2003, at two and a half years of age, Akim was given violin lessons by instructor Birgit Thiele at the Marzahn-Hellersdorf School of Music. Akim was at this point still in diapers and speaking gibberish, like any toddler but he could remember parts of music heard and the names of all orchestral instruments. Moved by his memory and natural "ear for music", Akim's teacher began instructing the toddler twice a week in 45 minute sessions.Akim participated enthusiastically and, due in part to his memory, the toddler was learning fast. After six months of this fairly light training regimen, Akim had his debut performance in December 2003 at the age of three in a Christmas concert "Schneeflöckchen, Weissröckchen" put on by the Marzahn-Hellersdorf School of Music.

Birgit Thiele and the music school principal, Gudrun Mueller, told André Rieu, through the celebrity Dutch violinist's website, about Akim's prodigious talent. Rieu responded swiftly. He sent a camera crew to Berlin to film Akim on the violin. What he saw astounded him. He hastily took action and invited the parents and grandmother of the boy to his studio in Kerkrade, Netherlands along with Akim. Three-year-old Akim's performance at the studio was apparently so impressive that it left all of the orchestra members in astonishment and disbelief.

Within two weeks, in July 2004, Akim was performing with Rieu in concert at Kerkrade's Parkstad Limburg Stadion filled to near max capacity with an audience of 18,000 people on a toddler-size violin and wearing a tiny custom-made concert tuxedo and dress shoes. After amusing the crowd with a "water trick" toddler Akim then performed Ferdinand Kuchler's violin concertino in G, opus 11 followed by a brief encore performance. Akim exited stage right after two massive standing ovations and roaring cheers.

Following the success of Akim's performance he had to be essentially hidden from the public eye as many German television stations began pursuing him for appearances. Rieu took Akim under his wing, paying for his musical lessons on both violin and piano and overseeing his instruction (both musical and otherwise) so that Akim will remain "a nice boy" and not become "an insufferable child prodigy" as Rieu fears would be a possibility without his influence.

With his ability to memorize a musical piece after hearing it, Akim's talent developed fast and his youthful enthusiasm and passion for the violin only grew. After an interview and appearance on a Danish TV show the young prodigy performed once again with André Rieu. This time Akim was performing more demanding pieces, Felix Mendelssohn's Dance of the Fairies and at New York City's Radio City Music Hall, and with an appropriately bigger violin. He also sang "Pie Jesu" with Carla Maffioletti.

Akim has since performed on television with the likes of Wolfgang Fischer and Richard Clayderman.

Now he is part of the orchestra „Deutsche Streicherphillharmonie“

André Rieu & 3 year old Akim Camara

Aku Anak Indonesia-"Anak Indonesia"

Kamis, 27 Juni 2019

BINTANG TERANG TAHUN 2019 INI : Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH M.Hum

Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH M.Hum atau yang lebih dikenal dengan nama Eddy Hiariej (lahir di Ambon, Maluku, 10 April 1973; umur 46 tahun) adalah seorang guru besar dalam ilmu Hukum Pidana di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Eddy meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut dalam usia yang terbilang masih muda yaitu pada usia 37 tahun dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)

Segera Hadir Bacaan Antologi Puisi Menandai Zaman : Endas Manyung karya Rg Bagus Warsono


Rg Bagus Warsono

Endas Manyung

Endas manyung wis pirang-pirang
Unggal pesisir
Pangananne wong sugih
Ngomong blenak tapi dipangan
Endas manyung
Genae belatung
Mambu bacin ora karuan
Sedalan-dalan
Tapi geger endas manyung
Endas manyung
endas dibuang dibomboni
Isyarat zaman diwolak walik
wong salah diambungi tangane
Karyawan tukang mbebodo di kembuli
Penjabat tukang nyolong disembah
Pimpinan korup dipuja-puja
Endas manyung
Ngaku suci kupluk ora kari-kari
Sebayang tapi nlakoni korupsi
Due kiyai nganggo nutupi
Supaya pernah Mondok santri
endase manyung
Maling ditiliki ning bui
Dudu sanak dudu sadulur
Supaya diaku endas manyung
Ning kana
Sedulur dewek lara ora ditiliki
Endas manyung nganggo panutan.



Rg Bagus Warsono

Taleni Sekarepe Sampean

Taleni prau sekarepe sampean
Karo tambang sing pepet sambungan
Jorna alam ngadili prau
Mesine mati kebek oli
Kudanan kanginan karatan
Kayu akeh tritipe drawesan tieng paku papan
Benderane wis pada sowek
Kanggo dilanan bocah-bocah pesisir
Mapag musim udan baratan.
Dermayu , 2004

Selasa, 25 Juni 2019

Dalam Tadarus Puisimu Kutemukan Hati


Dalam Tadarus Puisimu Kutemukan Hati

   Keindahan bulan Suci Ramadhan begitu memiliki perbedaan dengan hari-hari di bulan lain. Terutama di masyarakat Indonesia. Bukan karena alam pada bulan itu berubah, namun suasanalah yang membuat indahnya Ramadhan.
   Keindahan itu direkam oleh para penyair Indonesia demikian beraneka keindahan. Bahkan di satu tempat terdapat berbagai keindahan yang tiada ditemukan di bulan selain Ramadhan. Sebuah bukti nyata betapa Allah memberi kenikmatan di bulan ini.
   Keindahan semakin bertambah indah manakala hati tersentuh, ada bagian di sisi lain Ramadhan . Ketika ada saudara - saudara kita ikut menikmati keindahan itu dikala sakit, dikala ditimpa kemiskinan, kemalangan dan ditimpa kehilangan orang tua atau suami mereka. Sebuah bingkisan rekaman sahabat penyair dalam catatan berupa Tadarus Puisi Ramadan 1440 yang istimewa ini.
   Bingkisan itu tiada lain ungkapan-ungkapan  kegembiraan kemenangan keiklasan dan juga keindahan lainnya terutama dalam berbagi kebahagiaan kepada mereka yang membutuhkan. Meski gambaran itu lewat puisi, tetapi dalam potret itu gambaran nyata bahwa betapa Islam itu memiliki rasa saling berbagi terhadap sesamanya.
Tadarus puisi di bulan Ramadhan 1440 H ini memang mengesankan dimana penyair Indonesia turut memberi sumbangsihnya berupa puisi dalam buku ini. Selamat menikmati.
(Rg Bagus Warsono, sastrawan tinggal di Indramayu.)

Puisi 1-5 Tadarus Puisi Ramadhan

1.
Firman Wally

Bulan suci

lahir kembali ramadan
bulannya berbagi tawa dan takwa
doa doa suci dilantunkan
menyejukan gersang dalam jiwa

ramadan bulan yang mulia
bulan istimewa pembawa berkah
bulan pengampunan segala dosa
pintu neraka ditutup, pintu surga pun dibuka

ramadan bulan suci
bulan pembersihan noda dan dosa di hati
inilah bulannnya untuk menyucikan diri
sebelum kita tinggalkan bumi

Ambon, 15 Mei 2019






Firman Wally
Tadarus

syair-syair suci dilantuntan seusai tarawi
tuk menyirami setiap hati yang dilanda kekeringan iman

surat demi surat riuh di telinga
sejuk di hati para pemuja asma Allah
tadarus terus meramaikan ramadan yang penuh keistimewaan
disertai lampu-lampu takwa menerangi kegelapan di lorong-lorong hati
memberi cahaya pada jiwa yang percaya atas kebesaran Allah

ramadan tiba
tadarus tak lagi asing di telinga
Ambon, 16 Mei 2019














2.
Sugeng Joko Utomo

"Mak tunggu sebentar
Duduklah dengan sabar"

Lantas Ilham kecil menggendong adiknya
Melangkah pasti menuju mushola
Mencoba mencari takjil sekedarnya
Untuk nanti berbuka puasa

Emak sedikit jengah
Menunggu dengan gelisah
Terbatuk-batuk menahan resah
Menyimak nasib teramat gundah

Nampak tertatih perlahan
Kakak beradik membawa bungkusan
Tentu berisi makanan
Yang berhasil mereka dapatkan

Emak mengusap mata
Menyusut air menetes darinya
Dirundung duka menangis iba
Menampak ketegaran ananda

Larat akrab menyertai hidup
Menahan beban nyaris tak sanggup
Namun teringat ke dua buah hati
Pahit getir pun harus dijalani

Dalam usia belumlah renta
Namun rapuh robohkan raga
Digerogoti penyakit tak kunjung reda
Sementara suami hilang entah ke mana

Sesaat bunyi bedug bertalu
Penanda untuk membatalkan puasa
Diawali dengan do'a nan khusyu
Menyantap hidangan dalam sahaja

Tasikmalaya, 20 Mei 2019


























Sugeng Joko Utomo

Raport Merah Ibadah
Memasuki bulan ramadhan
Sepertinya tak jauh dari kebiasaan
Es buah dan kolak pisang
Pembuka puasa wajib terhidang
Magrib dinanti suara adzan
Bukan untuk berjama'ah sholat
Lebih mendahulukan bersantap makan
Menghabiskan hidangan yang telah siap
Menjelang waktu isya
Berduyun-duyun ke masjid dan mushola
Selayak tahun-tahun sebelumnya
Berulang kembali ritual yang sama
Dan ramadhan kali ini
Masih saja tak berganti
Lebih menonjolkan berbagai aksi
Mengumpulkan makanan untuk berbuka nanti
Sementara ibadah yang utama
Terabaikan begitu saja
Gunjing ghibah antar tetangga
Masih riuh di mulut kita
Berniat hawa nafsu dikunci
Membuang jauh tabiat dengki
Ternyata hanya haus lapar kita dapati
Karena kewajiban tak lurus dijalani
Masih saja seperti dahulu
Tak nampak perbaikan perilaku
Jangankan bertambah bersih
Nilai iman kian hilang tersisih
Tasikmalaya, 31 Mei 2019


Sugeng Joko Utomo
Kumandang Kidung Surga
Berita lebaran semakin menggema
Gaungnya memantul kemana-mana
Baju koko gamis sarung dan mukena
Setiap toko menawarkan diskonnya
Roti kering telah penuh di meja
Berjajar dalam toples mika
Nak, tak usah bersedih Cukuplah kita berpakaian bersih
Tidak harus berbaju baru
Simpan saja air matamu
Kumandangkan takbir penggetar sukma
Dendangkan indah nyanyian surga
Nak, lebaran itu merayakan kemenangan
Atas perjuanan berpuasa sebulan
Bersihkan hati memupuk iman
Tunaikan dengan ikhlas semua kewajiban
Meski hidup dalam kemiskinan
Bukan berarti kalah dalam pertempuran
Yang penting puasa kita
Utuh sebulan tanpa jeda Tadarus tiada dilupa
Berprasangka baik pada sesama
Tidak berkeluh kesah meminta
Allah lebih faham padda kebutuhan kita
Mari nak berangkat ke masjid
Untuk melaksanakan sholat Ied
Buang rasa sedih di dada
Songsong karunia dari-Nya
Yakinlah tanpa baju baru
Allah pun tetap sayang padamu
Tasik 1 Juni 2019

Sugeng Joko Utomo

Ngalap Berkah

Tumapake sasi puasa wis tekan likuran
Biasane mesjid mushola akeh jaburan
Tur wiwit rame swara jethoran
Mbrebegi kuping njalari ati trataban
Itungan likuran tiba ganjil
Wis mesthi ora mung takjil
Bocah-bocah padha antri ndlidir
Tampa sega selawuhe diwadhahi takir
Sing piyayi sepuh lenggah jenak
Sinambi ngedhapi dhaharan enak
Tumpeng ingkung sakomplite
Dirubung bebarengan rame-rame
Sepuluh dina sing pungkasan
Sengsaya khusyu' anggone ngibadah
Tumekane mengko pucuking wulan
Adoh saka grundel gresula pangresah
Tekan titimangsa lebaran
Diwiwiti kanthi sawengi takbiran
Esuk-esuk sholat Ied bebarengan
Banjur ngapura-ingapura sesalaman
Bocah-bocah katon sumringah
Klambi anyar ayu lan gagah
Mesam-mesem sugih polah
Rumangsa tampa sagunung barokah
Tasikmalaya, 29 Mei 2019 #ramadhan





Sugeng Joko Utomo
Lebaran Sebatas Khayalan
Lebaran segera tiba
Saat untuk bergembira
Bebas makan apa saja
Berhura-hura suka-suka
Kekang ramadhan dilepas segera
Kembali mengumbar riang ria

Tapi lihatlah ke sana kawan
Di kolong-kolong kotor jembatan
Di lantai dingin emper pertokoan
Di trafic light perempatan jalan
Atau di sudut kumuh pasar-pasar
Atau di sela gemuruh hingar bingar
Atau di bangku-bangku terminal
Puasa masih tetap saja menjagal

Sungguh bukan karena taqwa
Bukan pula taat beragama
Barangkali Tuhan pun telah dilupa
Tenggelam di lumpur kubangan sengsara

Kenyang perut jarang didapat
Tidur nyenyak tiada sempat
Mengais nasib dalam melarat
Menoreh hidup nyaris sekarat

Tak tahu lagi sampai kapan
Getir hari akan ditinggalkan
Ingin larut dalam riuh lebaran
Teramat bosan puasa berkepanjangan
Tasikmalaya, 3 Juni 2019

3.

Zaeni Boli
Lailatul Qadar

Malam yang lebih bintang
Malam yang lebih mulia

Diturunkannya engkau
Wahai petunjuk kehidupan
Jika aku tersesat
Ijinkan aku memelukmu kembali

Bunga-bunga yang mewangi
Hasrat manusia
Yang bertobat
Rinduku
Berjumpa
Oh cahaya langit dan bumi
2019














Zaeni Boli

Berbuka dengan yang manis

Seperti senyummu
Buah keikhlasanmu
Cintaku
Ramadhan yang manis
Ada bersamamu
Istriku
2019