Senin, 13 April 2020

Sumrohadi CORONA

96. Sumrohadi


CORONA

Dia yang mengendap - endap
Hinggap
Merayap
Menghadirkan pengap
Membunuh dalam senyap
Membuat kita kalap

Dia tak terlihat
Dalam gawat
Memaksa semua manusia berobat
Melalui tobat
Menjauhi maksiat

Mengunci segala laku diri
Membuka hati
Mengetuk nurani
Mengajak berbagi

Dia begitu perkasa
Mengombang ambingkan asa
Hingga tiada tersisa
Kecuali berserah segalanya
Kepada Yang Maha Kuasa

JAKARTA 12042020

Minggu, 12 April 2020

ARSIL ARPIN

           Wedi Langka Padane
Bentuk rupane ora jelas
Geger anjer kabeh menusa
Memuja ning masjid ora bisa
Corona sakti mandraguna

Jaluk tulung kabeh menusa
Maring Gusti sing kuasa
Sesambat ning jero umah
Gage taubat durung terlambat

Corona aja  den wedeni
Hayu pada diadepi
Waspada sesuci den lakoni
Bersih dhohir lan batine
Corona sirna pitulung Gusti
                                          11-03-2020

H.ARSIL ARIPIN

            Kudu nurut ning pitutur
Bokat wis kudune dilala kersane Gusti
Cocoba maring badane
Corona nempel ora pandang bulu
Rakyat,pejabat,pangkat di dekemi
Manggon kang ora dikarepi

Hayu bareng bareng diladeni
Aja metu sing panggonan
Memuji kang ni suci
Dedonga mugiya corona sirna
Nurut manut pitutur wong tua

Corona  luruh batur jalma susah diatur
Aja sombong lan takabur
Dikongkon meneng pada kabur
Pada kumpul kaya jamur
Elinga kita lagi kenang panggebug

                      12 - 02 -2020

[14:30, 4/11/2020] h asril: H.Arsil Aripin


      Kelingan
Bocah cilik wedi ning culik
Wong macule pada mendelik
Majikan sinjange lurik
Manggul ceting,iwake betik

Guru nulis masih ning  blagbag
mangkat  sekolah ceplekan  bae
Blibisa,maca nulis disetraf
Ngadeg ning arep ora iyeg

Pit ontel tunggangane mantri
Wibawah kaya pa mentri
Ora ana wong kang pada wani
Murid nurut  pada ngerteni dawuh

  Desa Duwur 10-03-2020

H.ARSIL ARIPIN lahir di Indramayu 10-02-1963
 Pendidikan :
SDN Diponegoro Pusakaratu Subang 1976'
SMP Yaker Kertasemaya 1980
SPG Gunungjati Cirebon 1984
STAIC Cirebon 2004
Pekerjaan
Guru SD Sukalila I Jatibarang 1986-1992 mutasi Ke SDN Jambe III Larangan jambe Kertasemaya, 1992 -2007 dan  Kepala SDN Jambe I   2007 -2013 dan alih tugas ke Pengawas SD di Kec Sukagumiwang 2013 sampai sekarang
Organisasi semasa di SPG bergabung di Teater NARA Cirebon  asuhan Andrian Harjo



Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang DIAM DALAM DIAM

Puisi-puisi : Wyaz Ibn Sinentang



DIAM DALAM DIAM

(ketika Corona  menggucang bumi)



Berseteru dengan ujud tak berbentuk

tinggalkan seribu tanya tak berujung

ujug-ujug panik menyusupi, akal remuk

sepanjang waktu terus menggelembung



Kata-kata bijak pun tak mampu meredam

lantaran ciut dalam ketakutan duniawi

yang hadir saat nurani tenggelam

diam dalam diam pada jiwa sepi



Bumi Ale-Ale, 4 April 2020





























TENTANG KEMATIAN

( catatan harian sang pemungut kata )



KELAKAR duniawi berbisa undang amarah semesta tak pandang bulu

beton kukuh dengan arogansinya lupa akan tangan-tangan yang kelu

irama kehidupan jelata sayup terdengar janji pun tinggal berlalu



Semena-mena ternyata pemantik dari wabah corona kerdilkan hati manusia

yang tak seharusnya disantap malah dijadikan ajang popularitas semata

yang jelas-jelas dilarang akidah terus dilakukan tanpa timbang rasa



Berbagai teori dan spekulasi bermunculan akhirnya semua terbantahkan juga

perlahan dunia digenggamnya, kematian menanti dalam kecemasan tiada rupa

segala penjuru kelimpungan melawan ganas ujud renik yang menggila



Bumi Ale-Ale, 20 Maret 2020



































BIOGRAFI PENULIS



WYAZ (Wahyudi Abdurrahman Zaenal) IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran,  dan online.

Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).

        Menetap di kota Ketapang (Kalimantan Barat), Jalan Gatot Subroto Gang Hadi No.A6, Payak Kumang. Email: wahyuaz53@yahoo.com. FB : Wahyu Yudi.





Dian Rusdi DISEMINASI VIRUS

Dian Rusdi

DISEMINASI VIRUS



Tak ada yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain sisa kehidupan yang berubah jadi aksara-aksara kematian

Di berita elektronik dan lembaran kertas cetak

Buah bibir di pertengahan musim dingin

Irisan musim paling memilukan



Gedung-gedung kosong jadi pesta debu dan kuman

Rumah-rumah mewah sepi bagai di pekuburan

Pohon dan hewan isyaratkan keras dalam kedukaan

Sepanjang jalan angin berembus terasa begitu sunyi

Memainkan debu dan daun-daun kering

Sejak kehidupan kota ini direnggut virus mematikan



Wanita dan anak-anak pun tak terselamatkan

Burung bangkai mematuk mayat-mayat bergelimpang

Semilir angin menebar virus kematian

Mengirim anyir darah-darah busuk dan segar



Tak ada lagi yang bisa ditemukan di Wuhan

Selain pesta angin dan lalat-lalat yang kelaparan

Dusta mana lagi yang akan kau sembunyikan wahai, Wuhan!

Bandung 2020

SAJAK UNTUK PECUNDANG



Siapakah yang datang mengendap-endap

Lalu diam-diam ia memangsa

Begitu cepat menyerang pernapasan

Mengelabui tanpa berani terlihat

Mungkinkah dia seorang pecundang?



Siapakah yang diam-diam menebar ancam

Kota dan desa kini begitu mencekam

Meneror kami yang tak tahu apa-apa

Kehadirannya isyaratkan semua manusia

Bisakah engkau merevisi takdir Tuhan, wahai Corona



Kau yang datang dengan malu-malu

Sembunyi di balik droplet dan debu

Lalu menyerang tanpa ada perasaan

Satu persatu engkau renggut nyawa manusia

Pecundang! beraninya sembunyi-sembunyi



Kau yang datang tanpa mau permisi

Kenapa tak engkau mangsa saja para koruptor

Para begal sadis dan maling-maling bebal negara

Menari di atas luka rakyat-rakyat kecil

Janganlah menyerang dengan asal



Kepada kau yang selama ini membuat gunjing

Yang memutus keramaian dengan kesepian

Begitu najiskah bekasmu melebihi bangkai binatang

Di sana sini sebagian korban ditolak warga untuk dimakamkan

Pergilah, Corona! jangan pangkas negeri kami yang rentan



Pulang, pulanglah ke tempat asalmu ke alak paul

Ke laut yang dalam atau goa-goa gelap

Ke kerajaan langit atau kastil-kastil sunyi

Neraka mungkin tempat kelahiranmu telah menanti

Ataukah memang benar engkau seekor pecundang



Bandung 2020























Biodata singkat:

Dian Rusdi : lelaki kelahiran Cianjur yang kini tinggal di Bandung. Hobby menulis dan melukis serta traveling. Puisi dan karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak dan online serta pernah tergabung dalam beberapa buku antologi puisi bersama bersama kawan penulis lainnya. Saat ini Dian Rusdi aktif dalam sebuah wadah sastra Yayasan Dapur Sastra Jakarta asuhan Bung Remmy Novaris DM dkk

Naning Scheid > KONTEMPLASI PENGASINGAN

KONTEMPLASI PENGASINGAN

: Naning Scheid



Sepi. Hampa. Menunggu

Kecemasan kutidurkan dengan susah payah

Hari-hari panjang berayun-ayun

Ketidakpastian beraroma getah



Berkelana aku dari satu mimpi ke mimpi

Galau. Galau. Galau



Sampai kapan tubuhku terbekap

di antara udara pengap

di bawah langit-langit atap?



Gusar menjadi liar. Nanar

Kenapa aku menjadi tahanan rumah

tanpa data kriminal?



Tak satu suara menjawab

Ketika gema manusia bertanya

pertanyaan yang sama



Tapi, oh, kubaca kabar

Para pahlawan terkapar

Meregang nyawa. Berjuang tanpa senjata

Melawan tanpa senapan demi kemanusiaan



Lalu, kulihat dari balik jendela

Musang-musang melenggang di jalanan

Burung murai bersenandung kebebasan

Udara bersih menciumi leher jenjang pepohonan



Duhai, pengasingan

Nikmat kerinduan akan perjumpaan

Perenungan diri menuju kedalaman

: Tuhan sedang menyampaikan pesan!



Brussel, April 2020
Naning Scheid, lahir di Semarang, 5 Juni 1980. Penulis dan Pemain Teater. Pengajar di Fakultas Bahasa Inggris UPGRIS sebelum meninggalkan Indonesia. Aktif dalam kegiatan sosial kemanusiaan di Belgia. Sarjana Pendidikan Universitas PGRI Semarang dan Sarjana Manajemen Sumber Daya Manusia CEFORA Belgia. Berkebangsaan Indonesia. Tinggal di Brussel sejak 2006.



Menulis opini, puisi, dan cerpen di Scheid.be, Medium.com, Kliksolo.com, Basabasi.co, Pos Bali, Ideide.id, Wattpad.com, Buletin Pusat Kependudukan Perempuan dan Perlindungan Anak – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas PGRI Semarang.

Eksan Su SAMA


Eksan Su

SAMA


Kalau engkau merasa terpenjara

Itu adalah India dan Rohingya

Yang hidup bergelimang derita

Kalau engkau sulit pergi ke masjid

Itu saudara kita di Uyghur

Yang hak-haknya terhimpit

Kalau engkau merasa di ujung kematian

Itu adalah Afghanistan dan Yaman

Yang selalu bermandikan tangisan

Kalau engkau sulit mendapatkan makanan

Itu sama dengan Afrika

Yang selalu dilanda kelaparan

Kalau orang yang kaucintai telah tiada

Itu nasib saudara kita di Suriah

Yang berusaha berlapang dada

Kalau engkau terisolasi

Itu adalah Palestina

Yang terpenjara di negerinya sendiri

Sekarang

Nasibmu sama saja bukan?







Malang, 05 April 2020









































Engkau Benar

(Karya: Eksan Su)



Engkau sungguh benar

Corona itu tentara Tuhan

Untuk menghukum kezaliman

Termasuk dirimu sendiri

Yang pandai berkutbah

Di mimbar-mimbar megah

Demi selembar rupiah

Sedangkan di sana

Saudaramu menderita

Tanpa pernah kauhiraukan

Kini

Bersiap-siap saja

Tentara-tentara Tuhan itu

Merajammu



Malang, 07 April 2020











































Salimi Ahmad PANDEMI COVID 19

Salimi Ahmad





PANDEMI COVID 19



otakku ini sepertinya harus dicuci

bukan dengan rinso atau bayclean

yang konon terbukti ampuh

membersihkan kotoran,

menghilangkan noda dan bercak

yang melekat



aku harus mencuci otakku, kukira

dari wabah virus corona ini

yang sedang gencar-gencarnya

memporanporandakan dunia

dunia nyata maupun dunia imajinasi

dari penduduknya yang gelisah



aku harus mencuci otakku, kukira

dari segenap kesalahan yang mungkin saja

telah diperbuatnya

dari penderitaan masyarakat bawah

yang terpangkas rejekinya akibat social distancing

dari kepanikan masyarakat menengah - atas

membayangkan akan kelaparannya

yang bakal membuat hidup kian susah lagi merana

dari pikiran membebaskan 30.000 napi kriminal

di penjara-penjara, hanya untuk maksud

yang sangat mudah dibaca: ketakutan para koruptor

mati terasing di kandang mewahnya - jeruji

yang tak bakal membawa kehormatan dirinya.



aku harus mencuci otakku, kukira

untuk tegar membelah semangat

para pejuang yang menjaga nyawa banyak orang

dan menebar kebangggaan

di tengah peralatan serba kekurangan

dokter, perawat, para relawan medika,

orang-orang yang mengasihi dan

berjuang menjaga hidup kemanusiaan



aku harus mencuci otakku, kukira

menjaga semangat dan bersemangat berjaga

jarak yang tak menimbulkan fitnah yang telah begitu

gencar mengisi banyak informasi, bertebaran,

kalap memahami “makna” wabah



aku harus mencuci otakku, kukira

bukan dengan segala benda-benda itu, bukan

sebagai pengetahuan, perselisihan, perdebatan

yang mengandung pembenaran takliq,

pengutipan doktrin manusia



aku akan bergembira mencuci otakku

bukankah shalat dan cinta, takkan terterima

ketika suci jadi permainan mata.





Jakarta, 8 April 2020










Biodata:

Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.





Wadie Maharief > Virus Corona

Virus Corona

begitu mencekam
begitu mencemaskan
begitu khawatir
takut, panik
kau sebut virus corona
serupa teror kematian
bahkan mengerikan
semua mengurung diri bingung
dunia pun menjadi kecil dan senyap
semua lunglai tak berdaya
sementara Tuhan pun dijauhi
lalu siapa pelindungmu dari teror kematian ini?

oh corona
virus kecil yang perkasa
kau buat dunia porak poranda
antar saudara tak bisa saling sapa
oh corona celaka
pergilah ke musim panas yang bara
musnahkanlah penyakitmu perusak raga
kami bisa mati kapan saja
atas kehendakNya
bukan atas kehendakmu makhluk pembawa wabah...

- Yogya 12 April 2020
Nanang R Supriyatin

SEMBAKO

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

Ribuan orang ikhlas memberi
Jutaan orang siap menerima

Ada anak berteriak lapar
Ada ibu berkata sabar

Ada ibu bertanya pada bapak:
"Kapan kita terima sembako?"
Ada bapak menjawab
"Sabar, semua sedang diatur."

"Kita di rumah saja," ucapnya
Berharap ada kiriman sembako
Sabar, sabar...
"Masih ada Ojol lain yang lewat."

Ribuan sembako menggantung di udara
Jutaan orang tengadah ke langit

"Kapan sembako sampai ke rumah kita, Ayah?"
"Sebentar lagi, Nak, sebentar lagi. Sudah ada sinyal itu... Kita tak akan lapar."

Jutaan orang tengadah ke langit
Ribuan sembako menggantung di udara

11/04/2020


TERKARANTINA

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Aku tak sakit
Aku percaya pada pemerintah
Dan barangkali ini tujuanMu juga
Agar aku lebih khusyuk
Menjaga diriku dari ancaman-ancaman
Menjaga anak-anakku dari pergaulan
Menjaga orang lain dari virus-virus mematikan

Lebih enak begini, Tuhan
Karantina mandiri
Dari pada masuk penjara
Dalam ruang yang sempit dan mungkin padat
Sementara di rumah aku bebas memilih duniaku
Belajar sejarah dari buku-buku
Belajar dan mengajari anak-anak tentang
Bagaimana beretika dan bercengkerama
Dengan televisi, gadget bahkan laptop

Dalam rumahku sudah Kau sediakan
Masker, sarung tangan dan hand sanitizer
Sudah tersedia juga makanan siap saji
Beras, telor, roti, minyak goreng serta bumbu-bumbu dapur
Menurutku, rumahku sudah bersih
Steril dari virus-virus
Karena aku rutin membersihkan pintu, jendela, lantai dan barang pecah belah

Mungkin ini sudah jalanmu, Tuhan
Agar aku betah di rumah
Menjaga tubuhku dari serangan-serangan
Mungkin ini sudah kehendakmu, Tuhan
Mengajari anak-anakku tentang tata tertib
Mengolah hidup dan kehidupan
Mungkin ini maumu, Tuhan
Menghindar aku dari dunia yang gaduh

Tuhan,
Saat ini aku terkarantina
Tapi aku dapat menari dan menyanyi
Menari tarianMu
Menyanyi nyanyianMu
Jika Kau pinta aku mati
Matilah aku dalam pangkuanMu

06/04/2020


CORONA

Corona, Corona
Kau datang tanpa di undang
Memeluk tubuh musim
Hingga dunia meradang
Menangisi garangmu

Corona, Corona
Virus dalam tubuhmu telah memecah
Bersama angin dan gerak batin
Hidungku mampat
Mulutku merapat
Telapak tanganku kejang
Katakan Corona apa maumu

Corona, Corona
Setiap saat kematian datang
Orang-orang panik
Negara gelisah
Para medis bekerja
Ulama dan pendeta terus berdoa
Tempat ibadah ditutup
Kantor-kantor diliburkan
Oleh karena virusmu, Corona
Kami selalu jaga jarak

Corona, Corona
Telah kami manfaatkan masker
Penutup wajah
Telah kami manfaatkan sarung tangan
Penutup tangan
Disinfektan telah kami buat dan semprotkan
Kami saling menjaga
Buat keamanan kami

Tuhan sudah menegur kita
Dengan cara yang tak biasa
Kumpul dengan keluarga
Bekerja di rumah
Beribadah bersama
Meskipun berjarak
Tapi kami khusyuk

Corona, Corona
Kota kami kini bersih
Gunung dan bukit kian tampak
Tak ada polusi
Tak ada bising mesin
Tak ada hiruk pikuk manusia

Corona, Corona
Sudahlah kita akhiri saja rindu ini
Sebentar lagi datang Ramadan
Pergi kau, Corona
Ini bukan rumahmu
Rumahmu bukan di sini
Pergi jauh Corona
Ke dunia yang tak kusinggahi

11/04/2020
Nanang R. Supriyatin kelahiran Jakarta, 6 Agustus. Menulis puisi, cerita pendek dan esai sastra sejak tahun 1980-an dan dimuat lebih dari 50 media massa. Sudah memiliki buku 7 Antologi Puisi tunggal. Saat ini dipercaya menjadi Dewan Redaksi Tabloid Alinea Baru, di samping itu masih aktif sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).***

Rayako Dekar King, SY Kopi Corona

Rayako Dekar King, SY

Kopi Corona

Baris berbaris seperti polisi
Bercabang dan beranting
Buah-buah merah bergantungan
Di kebun kopi
Kami nikmati malam dengan bulan
Mencintai kebun kopi
Menjauhi virus korona

Vilar Wih Ilang, April 2020


Rayako Dekar King, SY adalah putra Gayo kelahiran tahun 2010. Masih tercatat sebagai siswa di MIN No. 2 Kota Takengon – Aceh Tengah. Mempunyai hobi sebagai fotografer, menulis dan membaca puisi.

Jumat, 10 April 2020

Rosmita PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Rosmita

PEMBUNUH BERDARAH DINGIN

Si kecil viral ,tak kasat mata
Manusia di dunia ini engkau sambangi satu persatu
Gugur seketika ,akibat ulahmu
begitu kejam
Hingga semua lumpuh tanpa ampun
belum puaskah ?

Atau kau ingin ambil semua napas
yang hanya tinggal satu satu ini ?
Lihatlah sayang !
Dunia ini sudah begitu mencekam Tak tahu lagi akan sanak saudara
Mereka semua berlari sembunyikan diri menghindari sapamu

Lihat di sana-sini
Anak-anak kami menangis menahan rasa paling tersiksa dalam kerinduan
Paling dalam,kami ingin bahagia seperti dulu saat engkau tertidur tidakkah engkau merindukan tempat asalmu ?

Pulanglah !
Kasihanlah,jangan menambah beban lagi ,pundak ini sudah begitu penat memanggulnya
Pulanglah ,wahai si kecil pembunuh berdarah dingin

Wahai Rabku jangan biarkan dia menjadi sang pengusa ,membuat kami tak mampu bertahan hingga beribadah di rumah-Mu semua
di larang .
Rabb mohon bebaskan umatmu yang telah lemah untuk bertahan

Jambi 2020

Rosmita, Lahir di Provinsi Nangroe Aceh 20 April menetap di Jambi
Pernah kuliah di UNJA dan UT Jambi selesai 2010
Bekerja sebagai Kepala Sekolah
di salah satu sekolah yang berada
di lingkungan
Kabupaten Muaro Jambi
Provinsi Jambi
Anggota ASPI 2017
Pembaca dan penulis Puisi.
Penggagas Antologi
Admin bengkel puisi perruas Asnur
Anggota grup pantun Perruas Asnur
Penulis 5 judul Antologi dan
40 judul antologi bersama

Kamis, 09 April 2020

Syahriannur Khaidir Corona atau Coro-Nya


85.Syahriannur Khaidir


Corona atau Coro-Nya

Gelap dalam sedikit bintang di langit
Dia menyapa sunyiku termenung
Lidah Wuhan memanjangkan kabar duka
Menerobos rontok tembok Cina
Berlayar hingga menyusupi Nusantara

Di televisi para praktisi berkomentar seperti ayam aduan
Mungkin Corona
Mungkin coro-Nya
Mereka berargumen asik menggelitik
Sambil meraba-raba menduga-duga
Teori wacana suka-suka
Obat atau tobat
Ciat atau sekarat
Meluluhkan batu hati
Menggetarkan congkak penguasa
Memutar otak piawai para penyambung nyawa
Membuka sipit mata dunia
Centang gentayang Covid-19
Di langit-langit waktu
Di awang-awang kegelisahan
Di ruang-ruang perenungan
Diguman gamang ketakberdayaan

Luka pun mencekik tenggorokan
Nafas pun tersengal-sengal
Curiga pun semakin meninggikan wabah
Mereka tutup hidung kemana-mana
Dalam masker ketakutan
wahing dan batuk dijadikan simbol kutukan
Atas dasar ini itu anu yang tercerai-berai
Menunggu genting jawaban demi jawaban
Kapan Corona
Kapan coro-Nya
Bergulir mengukir jalan akhir

Kini
Aku yang tersudut di pojok-pojok harapan
Sambil mencuci tangan dengan air mata
Sudahi bala ini pintaku menengadah ke langit
Saat gerimis menutup tirai senja

Sampang,  Maret 2020


Giyanto Subagio (Jakarta). Virus Corona Realitas 2020

81.Giyanto Subagio (Jakarta).


Virus Corona Realitas 2020

Copid 19 mengetuk pintu rumahmu bagai hantu kelam yang begitu menakutkan.


Di ujung gang tak ada tanda
 kabung, kecuali jalan setapak yang sunyi dan mencekam.

Malam bulan kehilangan cahaya kehidupan. Sebab, lampu-lampu kota pucat pasi serupa tarian mayat-mayat.

Sirine ambulance meraung-raung membelah kota Jakarta yang sepi bak kota mati.


Indri Yuswandari SIAPA BISA MENERKA

82.Indri Yuswandari


SIAPA BISA MENERKA

Siapa bisa menerka
Kejadian yang akan datang
Langit sejuta misteri
Jawaban takbisa sekedar cari
Arak-arakan angin menyebar virus
Corona! Jangan mendekat!

Sang penjaga masih bertapa
Jurubicaranya belum bersuara
Mungkin sedang menunggu isyarat
Kursi-kursi telanjur dilempar
Wajah-wajahnya mencipta perang
Sewarna bendera berebut stempel

Menyepi di kamarnya yang sepi
Penyair tua menatap cakrawala
Senyumnya getir memilin bibir
Memanggil rindunya yang tawar
Kepada binarmata serupa mawar
Ilham puisi menggigil mimpi

11.02.2020

SILIVESTER KIIK CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

83.SILIVESTER KIIK

CORONA DAN SEBUAH RITUAL DI PERKAMPUNGAN PARA LELUHUR

Dari sudut perkampungan para leluhur

Sebuah ritual bermantra doa kepada Sang Pencipta

Melalui tetesan darah ayam merah

Tembok penahan membentang dari pantai ke gunung

Dari lembah-lembah yang menganga

Dan dari tanah ke cakrawala saling menatap

Melenyapkan penderitaan (Corona) di tempat kehidupan ini

Naiklah nakhodamu untuk pulang pada ketiadaan

Sebab kami tak lagi sanggup menatap kehadiranmu

Jangan lingkar persahabatan ini menjadi renggang

Dan jangan merampas hak Tuhan untuk mencabut nyawa kami

Sebab tiada pengampunan bagimu di kerajaanNya

Apa kesalahan dunia ini hingga kau begitu egois?

Membuat semuanya harus berdiam diri

Tanpa genggaman tangan

Dan kami bagai anak yatim piatu yang berdiam diri dalam kesedihan

Lepaskan kami untuk terus bernapas

Biarkan anak-anak kami kembali menatap jejak perjalanannya

Biarkan pergumulan kami di tempat-tempat ibadah terjadi lagi

Sebab kami telah berseru dengan damai

Untukmu pulanglah

Atambua, 07 April 2020







MENGENANG TUHAN DALAM TANGAN CORONA

Tuhan, pada keagunganMu

Lilin-lilin kecil ini tetap bernyala dalam kamar

Untuk mengenangMu dalam sebait doa yang sederhana dan tetesan air mata

Aku berseru padaMu: berilah kekuatan kepada hamba-hambaMu

Untuk selamat dari ancaman Corona ini

Sebab aku tidak paham maksudnya

Dan hanya padaMu aku berharap

Tuhan, ribuan nyawa telah tiada

Apa salah dan dosa mereka?

Sebab aku tidak mampu menjelaskannya padaMu

Bagaimana dengan jiwa mereka?

Semoga ada kediaman yang tenang dalam kerajaanMu

Tuhan, Engkau sendiri yang mengetahuinya

Ke dalam tanganMu yang mulia aku serahkan peristiwa yang sedang terjadi ini

Atambua, 07 April 2020

TANGISAN IBU PERTIWI

Ibu pertiwi dalam pangkuan pilu

Menatap ruang-ruang yang kini menjadi hampa

Di isi oleh penderitaan

Air mata

Kelaparan

Dan masih banyak lagi yang mengantri

Wajahmu kini mengerut oleh amarah-amarah duniawi

Atap rumahmu diganti dengan berbagai dosa

Bahkan yang lainnya sedang sibuk menenun ketidakpedulian padamu

Jika peristiwa-peristiwa yang terjadi saat ini adalah teguranmu

Beri kami waktu untuk membenah diri

Sebab air matamu adalah sebuah anugerah terindah

Atambua, 07 April 2020


Silivester Kiik, lahir di sebuah Desa terpencil yang jauh dari pusat hiruk-pikuk suara keramain yakni Bani-Bani (Tunmat) Kecamatan Io Kufeu Kabupaten Malaka pada tanggal 14 September 1987. Saat ini tinggal di Kota Perbatasan RI-RDTL (Atambua-Belu-NTT). Beberapa buku antologi yang telah hadir di tangan para pembaca yakni: Antologi Puisi: “Sepotong Hati yang Terluka, Tetes Embun Masa Lalu, Seutas Memori dalam Aksara, Warna-Warni Aksara (Jilid II), Laki-Laki Perkasa yang Tak Pernah Menangis, Diam yang Bersuara, Prelude, Romantisme Perahu Kertas, Montase Kenangan, Berapi, Pucuk-Pucuk Harapan, Bercengkerama di Musim Rindu, Topeng Jiwa, Sepasang Tangan yang Terpasung, Sajak-Sajak Penaku dan yang Bersemayam dalam Diri, Segelintir Kesucian, Selamat Datang Mas Nadiem: Gagasan Literasi Maju untuk Menteri Baru), dan Amor”. Karya-karya lain juga hadir melalui media cetak maupun online. Selain itu, penulis bersama teman-teman penggiat Relawan Literasi Belu mendirikan sebuah komunitas yang dinamakan dengan “Komunitas Pensil”. Komunitas ini terbentuk dengan tujuan memberikan nuansa baru dalam menumbuh dan mengembangkan kreativitas dan minat baca anak-anak di wilayah perbatasan Kabupaten Belu-NTT dengan menyediakan bahan-bahan bacaan. Penulis dapat dihubungi melalui via Email: kiiksilivester@gmail.com; Instagram: @silivester_kiik; Facebook: @Silivester Kiik, @Pecinta Sastra dan Budaya Lokal; Twitter: @kiik_silivester; dan Handphone/WA: +6285239940460.

Iie Alie (Yusriani) PANDEMI

84.Iie Alie (Yusriani)


PANDEMI

Aku rindu,
hari dimana kita bebas bicara
Tanpa jarak
Tanpa masker
Dan tanpa rasa curiga



Dini hari pada satu purnama kemaren
Masih terdengar kerontang bunyi gerobak lewat depan beranda
Dan riuh percakapan hingga tauran pun kerap terdengar



Kini,
Hanya sesekali deru kendaraan melintas
Walau sepanjang hari
Tiada yang berniat untuk tinggal di rumah



Gaung himbauan tetap di rumah tak dihiraukan
Spanduk dan selebaran pandemi pun dianggap angin lalu



Lantas,
Kapan kita akan pulih
Dari ketakutan dan kepanikan



Memerangi makhluk tak kasat mata itu bukan hal yang gampang

Menjauhkan diri dari keterpaparan hingga merubah pola hidup bersih sudah kita coba lakukan
Namun, makhluk bernama Corona itu tetap bebas berkeliling dunia



Masihkah perilaku tak perduli akan sesama terus dipegang
Masihkah pola pikir jumawa hingga stigma akan terus berlanjut dipertahankan

Ataukah,
kita sama-sama menjaga kesehatan diri dan keluarga
Hingga makhluk itu lenyap karena tak ada lagi inang untuk tempat dia bertahan



Jogja, 07042020











Please Stay Until All This Clears
(teriring doa untuk Prof terbaikku)



Separuh dunia memeluk sepi dalam keheningan
Separuh lagi seperti tak perduli
Separuh lagi, bukan tak perduli tapi terpaksa



Namun,
Jika tanpa kesadaran kita perlahan akan musnah
Satu demi satu tumbang
Karena makhluk tak kasat mata



Kemudian,
Sebagian akan mulai kalap
Memborong semua peralatan medis
Walau tak paham itu untuk apa dan bagaimana menggunakannya



Selanjutnya, hanya karena segelintir ilmu
Menebarkan berita bahwa antibiotik adalah obat terbaik pembunuh Covid 19
Tahukah kau, antibiotik hanya untuk bakteri
Bukan virus



Lantas,
Apa yang harus kita lakukan?

Jaga dirimu dan keluargamu
Jaga imun tubuhmu
Jaga pola makan mu dan
Jaga kebersihan tanganmu
Tetap tinggallah di rumah
Hanya ini yang bisa kita lakukan saat ini



Harapan terbaik kita
Ramadhan ini kita bisa bersama kembali
Merajut cerita dan tawa
Menatap mentari yang telah bersih dari segala polusi



Jogja, 07042020



Biodata

Iie Alie adalah nama pena dari Yusrianti, kelahiran Bengkulu. Mulai mengenal

dunia puisi sejak tahun 2016. Karya-karyanya bertebaran di facebook. Saat ini menetap di Karawang (Jawa Barat).

Selasa, 07 April 2020

Antologi Bersama oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama

oleh RgBagus Warsono

Antologi Bersama dapat menjadi sebuah dokumen sastra yang bersifat nasional dan memenuhi banyak pembaca serta menjadi bahan rujukan. Sebagai contoh Antologi puisi yang ditulis oleh banyak penyair dari berbagai penjuru Tanah Air akan mampu menembus pembaca hingga jutaan manusia. Buku terkini Antologi puisi Menolak Korupsi 2013 kurang lebih ditulis oleh 260 penyair Indonesia dan Buku Tifa Penyair Nusantara 2013 ditulis oleh 116 penyair Indonesia ditaksir telah menembus angka 500.000 pembaca. Jika setiap penyair memiliki keluarga, teman, fans, dan anak asuh sastra di sanggar saja maka setiap penyair mambawa 200 pembaca buku tersebut. Maka buku antologi-bersama akan menembus puluhan ribu pembaca.
Sengaja penulis tidak menghitung buku yang dicetak. Menghitung pembaca dari buku yang dicetak akan sulit ditaksir. Kecuali buku tersebut telah terjual dan menjadi best seller. Ini juga dengan menggunakan prinsip buku yang terjual pasti dibaca pembelinya meskipun tidak semua pembeli buku membaca buku yang dibelinya sampai tamat.
Keunggulan buku antologi-bersama secara geografis terkadang memenuhi keterwakilan publik di suatu daerah. Hal demikian dikarenakan sastrawan biasanya merupakan tokoh masyarakat di daerahnya. Semakin banyak keterwakilan sastrawan dari berbagai daerah , bahkan daerah terpencil maka semakin banyak jumlah pembacanya.
Antologi bersama sangat menguntungkan nama penyairnya dikarenakan melalui buku itu masing-masing dikenalkan kepada penyair lainnya dalam buku itu. Yang sudah populair akan semakin dikenal masyarakat dan yang baru meniti tangga mulai dikenalkan lewat karya dalam buku itu.
Antologi yang demikian menjadi Antologi puisi yang berstandar nasional pada ukuran pembaca. Demikian karena ukuran kelayakan sebuah buku adalah layak dibaca dan pernah dibaca. Contoh saja misalnya dalam lomba perpustakaan, ukuran keberhasilan adalah pembaca. Terbiasa sekali juri lomba perpustakaan mengukur jumlah pengunjung sebagai faktor utama, bukan gedung dan bukan bukunya yang tebal-tebal dan mahal.
Antologi bersama memerlukan standar isi agar bermutu. Karenanya perlu menampilkan team penyeleksi puisi peserta antologi. Bukan peserta antologi tetapi karya peserta itu. Jadi dua hal penting antologi bersama yakni pembaca dan puisi peserta antologi.
Hal pembaca sastra Indonesia kebanyakan didominasi pelajar dan mahasiswa pada status sosial lain masih demikain rendah. Menempati uriutan kedua adalah pendidik. Pembaca sastra Indonesia banyak dimotori/digelorakan oleh para pendidik itu kepada siswa dan mahasiswanya. Andai saja mereka turut membatu karya sastrawan, maka pembaca sastra Indonesia akan meningkat, sebab sepertiga jumlah penduduk Indonesia adalah anak-anak dan remaja!
rgbaguswarsono, 5-1-14

Soei Rusli PEMUTUS TAKDIR

Soei Rusli


PEMUTUS TAKDIR


Tuhan mereka mati bergelimpangan jalan
Hambamu
Ciptaanmu
Kami bertasbih
Bermohan hampu
Sujud
Dan berdoa

Mereka telah merusak bumimu
Jangan dosanya limpahkan
Jangan kutukkan berikan
kepada kami
Hambamu
Rapuh tak berdaya

#tarianjiwa 2020

Wanto Tirta LAUTAN WAS-WAS

Wanto Tirta

LAUTAN WAS-WAS



Lautan was-was bergelombang meneror warga

Lantara siaran Bupati menyebutkan

Satu warga desa positif korona

Rasa gundah melanda

Dari lorong-lorong desa



Kaget



Menjelma ketakutan massal

Lautan was-was ada di mana-mana

Desaku tercinta gelisah

Orang-orang saling curiga

Membenci dan mengutuk

Kita kehilangan keseimbangan

Kekhasan warga desa gotong royong dan ramah

Adab bertetangga saling membantu menguatkan

Seperti hilang begitu saja

Cinta tercerai-berai



Lautan was-was menyesaki jiwa

Menghantui rumah-rumah warga

Lampu terang seperti buram bahkan gelap

Siang benderang bagai sunyi padang alang

Kerisik angin duka menggoyang sendi-sendi kesetiakawanan



Sedulur ini pageblug

ati-ati lan waspada

Bukan wabah biasa

Harus dihadapi dengan cara luarbiasa

Tidak sekedar waspada dan usaha

Kekuatan dzikir dan doa bagian dari pasrah

Kepada Tuhan pencipta wabah



Lautan was-was jangan dibiarkan merajalela

Perangi dengan iman taqwa

Kedepankan optimis menangkis pedih

Kembalikan cinta pada sesama

Dengan diam di rumah saja

Beri spirit untuk terinfeksi

Mohon doa illahi

Korona minggat warga sehat wal afiat



24032020

sedulur = saudara

pageblug = sakit menular

ati-ati lan waspadha = hati-hati dan waspada







Wanto Tirta

BELAJAR DIAM DI RUMAH



Belajar diam diri di rumah

Menikmati rumah kenangan orang tua

Riuh korona tetap tenang

Bersama istri dan lima anak

Empat di rumah

Satu kuliah di kota



Belajar diam diri di rumah

Semangat ibadah dzikir dan doa

Nikmati waktu sukur alhamdulillah

Mengharap berkah dari segala tingkah

Rejeki datang dari segala arah

Tetap ada tak bakal tertukar



Rasa sepi tentu ada

Tak membuat aku lari

Tetap kuhadapi tak kenal letih



Sekian hari berdiam diri

Memupuk cinta bertubi-tubi

Merenda asa setinggi langit

Meretas rindu cinta sejati



Korona bikin ulah

Korona bikin resah



Belajar diam diri di rumah

Dengan bijak ambil hikmah

Bila Tuhan kehendak

Kun faya kun



29032020





Wanto Tirta

JALAN SUNYI



jalan sunyi

kutemukan rindu di seberang

mudik tak bisa

makan sekedar bertahan

apa hendak mau bilang



jalan sunyi

kutemukan hantu tiap waktu

ketuk hati nasib tak tentu

langit biru menahan rindu

hari-hari terbelenggu



jalan sunyi

tangis keluarga di desa

lantaran hati terbagi dua

ayah merantau di kota

anak istri di desa



jalan sunyi

menanti kabar waktu berakhir

menuai masa biasa lagi

memburu rejeki

demi periuk nasi isi



jalan sunyi

tertuju arah bersaksi

illahi maha segala sunyi

tempat kembali temui



jalan sunyi

mengantar dzikir

ikhtiar hati sisihkan covid19 pergi



04042020






Wanto Tirta

Lahir dan besar di Desa Kracak Kecamatan ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.

Orang biasa saja dari keluarga petani. Ingin mengalir sampai jauh. Dengan menulis, usia tak pernah habis.

Bergiat di Komunitas Orang Pinggiran Indonesia (KOPI), teater Gethek, Paguyuban Kethoprak Kusuma Laras dan pernah main wayang orang. Menulis puisi, guritan, parikan maupun cerpen/cerkak.  (sejenis puisi dalam bahasa Jawa). Pernah menulis naskah drama.

Sebagai penggiat literasi selalu menebarkan semangat menulis pun membaca keepada siapa saja.

Aktif membaca puisi dan guritan di forum apa saja, baik resmi maupun tidak. Aktifitas memopulerkan guritan penginyongan lantas mendapat penghargaan bidang sastra Gatra Budaya dari Pemkab Banyumas (2015) dan menjadi nominator Penghargaan Prasidatama Balai Bahasa Jawa tengah sebagai tokoh Penggiat Sastra dan Bahasa Daerah (2017). Pernah dinobatkan sebagai Penyiar Favorit di Radio Swasta Ajibarang (1997). Mendapat julukan Presiden Guritan Banyumas.

Puisi-puisinya termaktub di beberapa antologi puisi nasional maupun Asean.

Beberapa guritannya masuk di beberapa antologi guritan bersama. Satu guritan judul Nonton Ronggeng menjadi guritan terbaik lomba nulis guritan HUT PGRI Kab. Banyumas (2004)

Sekarang mukim di Desa Kracak RT 3 RW I Gang Tirta No. 024 Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah 53163 dapat di kontak lewat : Email : wantotirta@gmail.com Telf. 085291826565



Minggu, 05 April 2020

.Firman Wally SEMENJAK KORONA MEWABAH

78.Firman Wally

SEMENJAK KORONA MEWABAH


Semenjak korona mewabah
ke seluruh penjuru dunia
tangisan menggema di mana-mana
Balita sampai yang manula
turut merasakan pahitnya air mata

Dari Cina sampai dengan negara kita Indonesia
yang dulu meriah
kini tlah menjadi mati sunyi senyap di mata dunia

Di mana bahagia yang dulu ada
di mana senyuman yang dulu bergelora
Semenjak korona memeluk raga
Serasa bernyawa, namun tak berdaya
Ambon, 05 April 2020

Firman Wally, pria kelahiran Tahoku 03 April 1995, lulusan UNPATTI  jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Ia merupakan alumni SD INPRES HILA, SMP N 1 LEIHITU dan SMA N 1 LEIHITU.  Puisi-puisinya sudah termuat di berbagai antologi  bersama,  seperti "Kitulis Namamu di Batu, Puisi Negeri Sawit, Gus Punk, Sajak-Sajak Pahlawan, Bulan-Bulan Dalam Sajak, Kita Adalah Indonesia Seri 2, Dongeng Nusantara Dalam Puisi, Menenun Rinai Hujan Bersama Eyang Sapardi, Tanah Bari, Pasaman, dll". Sekarang aktifitasnya Berkuliah sembari menulis.