Sajian nasional informasi ilmu pengetahuan dan teknologi ,informasi umum, informasi pendidikan dan budaya.
Laman
- REDAKSI
- Berita Hari Ini
- Daftar Propinsi di Indonesia
- Daftar Negara-negara di Dunia
- Sastrawan Indonesia
- Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
- Kumpulan Syair Lagu Keroncong
- Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
- Perguruan Tinggi Kedinasan di bawah Kementerian
- Daftar Penerima Nobel
- Daftar Gunung di Indonsia
- Daftar Juara All England
- Daftar Juara Thomas Cup
- Daftar Presiden Amerika Serikat
- Daftar Lagu Nasional
- Daftar Sastrawan
- Penyair Tadarus Puisi
Kamis, 28 Juni 2018
Jumat, 22 Juni 2018
Sabtu, 12 Mei 2018
“ Mbohlah” , Sastra Latar dalam Kelesuan Kreativitas
“ Mbohlah” , Sastra Latar dalam Kelesuan Kreativitas
Seperti dikatakan Corrie Layun Rampan sastra adalah tonggak. Yakni sebuah perubahan dari sastra kemarin. Karena itu judul puisi, judul antologi atau judul kegiatan agar dapat dikenang haruslah memiliki kekuatan pertama dan belum ada sebelumnya agar memiliki pembeda dari hari kemarin. Seperti event sastra Mbohlah yang diselenggrakan oleh para penyair Semarang patut mendapat apresiasi .
Ada kesamaan dan perbedaan antara dunia intertaint dan dunia sastra. Ahli-ahli promosi menganggap menjual kemewahan adalah hal jitu untuk mendapatkan rating penonton. Itu di tv atau intertaint panggung. Di sastra, buku bersampul indah belum tentu di rangsang pembaca. Begitu pula event sastra. Kenyataan banyak panggung megah tanpa penonton. Namun apa yang dilakukan para penyair Semarang yang dengan kesederhanaannya mampu membuat gebrakan kecil yang cukup berarti. Mereka menyebut sebagai sastra Pelataran. Seperti dilakukan oleh Slamet Unggul, Bayu Aji Anwari, Didiek WS, Agung Wibowo, Gunung Gus Tinoeng, Nawi Aan, Kang Ujang dengan karya berjudul “Mbohlah” sebuah musikalisasi bertahta drama monolog puisi yang apik untuk diapresiasi, yang disutradarai Lukni Maulana.
Judulnya, ‘ Embohlah patut mendapat apresiasi dari kalangan sastra karena baru pertama dan pertama dilakukan di dunia sastra. Mbohlah bagi penulis sendiri memiliki makna sagat luas diera zaman now sekarang ini. Mbohlah yang berarti : enggak taulah atau tak ambil pusing ini sebuah satir yang bermakna luas.
Demikian seperti memilih jajanan di pasar pagi. Yang enak akan dibeli lagi pada esok harinya. Makanan itu seperti nogosari, lapis, onde, cikak, koci, dan sebagainya. Jika membuat jajanan baru tentu harus beda dari sebelumnya misalnya kue pipis isi pisang , kemudian diberi nama, apakah bertahan atau dilupakan . Namun jajanan baru tetap terkenal seperti bakwan walaupun hanya terigu dicampur sayuran kol.
Sastra demikian banyaknya, bagi penulis tak begitu sulit menentukan puisi bernas dari sekian ribu puisi. Juga menentukan buku, atau sebuah acara berkualitas. Meskipun banyak faktor mempengaruhi tetapi sudut pandang seseorang yg memiliki pemahaman cepat, akan dapat menentukan pilihannya tanpa keliru.
Namun terdapat juga peristiwa dimana ide cemerang justru hinggap pada pegiat sastra yg memiliki keterbatasan duniawi. Harapan itu pasti ada dimana stake holder sastra memiliki kejujuran pandang. Sebab ketika ada sesuatu proses ada disediakan dananya oleh lembaga atau pemerintah . Pandang memandang terhadap objek sastra sudah dikotori perasaan . Pilihan akhirnya subyektif dan ber kepentingan pribafi dan kelompok.
Menurut Buanergis Muryono, sastrawan sekaligus Seniman , mengatakan bahwa Dunia Sastra terbelenggu keangkuhan, dan jagad Entertainment mengkultuskan eforia bila di tangan tak tepat. Mapingnya nyaris fully pembohongan publik serta pengabdinya miskin riset development. Waton maton. Ini artinya kita tidak harus bermewah-mewah menyelenggarakan kegiatan sastra, sebab memelihara sastra itu dapat dengan kesederhanaan dan niat yang tulus.
(Rg Bagus Warsono, sastrawan tinggal di Indramayu, 8-5-18)
Seperti dikatakan Corrie Layun Rampan sastra adalah tonggak. Yakni sebuah perubahan dari sastra kemarin. Karena itu judul puisi, judul antologi atau judul kegiatan agar dapat dikenang haruslah memiliki kekuatan pertama dan belum ada sebelumnya agar memiliki pembeda dari hari kemarin. Seperti event sastra Mbohlah yang diselenggrakan oleh para penyair Semarang patut mendapat apresiasi .
Ada kesamaan dan perbedaan antara dunia intertaint dan dunia sastra. Ahli-ahli promosi menganggap menjual kemewahan adalah hal jitu untuk mendapatkan rating penonton. Itu di tv atau intertaint panggung. Di sastra, buku bersampul indah belum tentu di rangsang pembaca. Begitu pula event sastra. Kenyataan banyak panggung megah tanpa penonton. Namun apa yang dilakukan para penyair Semarang yang dengan kesederhanaannya mampu membuat gebrakan kecil yang cukup berarti. Mereka menyebut sebagai sastra Pelataran. Seperti dilakukan oleh Slamet Unggul, Bayu Aji Anwari, Didiek WS, Agung Wibowo, Gunung Gus Tinoeng, Nawi Aan, Kang Ujang dengan karya berjudul “Mbohlah” sebuah musikalisasi bertahta drama monolog puisi yang apik untuk diapresiasi, yang disutradarai Lukni Maulana.
Judulnya, ‘ Embohlah patut mendapat apresiasi dari kalangan sastra karena baru pertama dan pertama dilakukan di dunia sastra. Mbohlah bagi penulis sendiri memiliki makna sagat luas diera zaman now sekarang ini. Mbohlah yang berarti : enggak taulah atau tak ambil pusing ini sebuah satir yang bermakna luas.
Demikian seperti memilih jajanan di pasar pagi. Yang enak akan dibeli lagi pada esok harinya. Makanan itu seperti nogosari, lapis, onde, cikak, koci, dan sebagainya. Jika membuat jajanan baru tentu harus beda dari sebelumnya misalnya kue pipis isi pisang , kemudian diberi nama, apakah bertahan atau dilupakan . Namun jajanan baru tetap terkenal seperti bakwan walaupun hanya terigu dicampur sayuran kol.
Sastra demikian banyaknya, bagi penulis tak begitu sulit menentukan puisi bernas dari sekian ribu puisi. Juga menentukan buku, atau sebuah acara berkualitas. Meskipun banyak faktor mempengaruhi tetapi sudut pandang seseorang yg memiliki pemahaman cepat, akan dapat menentukan pilihannya tanpa keliru.
Namun terdapat juga peristiwa dimana ide cemerang justru hinggap pada pegiat sastra yg memiliki keterbatasan duniawi. Harapan itu pasti ada dimana stake holder sastra memiliki kejujuran pandang. Sebab ketika ada sesuatu proses ada disediakan dananya oleh lembaga atau pemerintah . Pandang memandang terhadap objek sastra sudah dikotori perasaan . Pilihan akhirnya subyektif dan ber kepentingan pribafi dan kelompok.
Menurut Buanergis Muryono, sastrawan sekaligus Seniman , mengatakan bahwa Dunia Sastra terbelenggu keangkuhan, dan jagad Entertainment mengkultuskan eforia bila di tangan tak tepat. Mapingnya nyaris fully pembohongan publik serta pengabdinya miskin riset development. Waton maton. Ini artinya kita tidak harus bermewah-mewah menyelenggarakan kegiatan sastra, sebab memelihara sastra itu dapat dengan kesederhanaan dan niat yang tulus.
(Rg Bagus Warsono, sastrawan tinggal di Indramayu, 8-5-18)
Minggu, 06 Mei 2018
Puisi Indah di Indonesia Lucu
Puisi Indah di Indonesia Lucu
Ada yang sangat apik dari penyair yang juga seniman Arya Setra yang berjudul Opera Cicak.
Syahriannur Khaidir, penyair yang mulai menanjak namanya memberikan pusi yang bagus dengan judul Njentit.
Penyair muda berbakat Adelia Dwi Cahyani tampil memukau dengan berjudul Ayahku dan Mamahku.
Begitu juga Funuun A.B.M dengan puisi Negeri Tuyul menambah kelucuan Indonesia.
Penyair lain Khoerun Nisa memberi puisi apik dalam Cinta zaman New.
Di lain penyair Raditya Andung Susanto dalam judul Menonton Televisi :
Penyair Roni Nugraha Syafroni dalam puisi berjudul Racun juga menggambarkan lucunya Indonesia.
Nurholis dalam puisi Pusingan Secangkir Kopi katanya seperti nonton jangan dilewat untuk dinikmati senyum.
Judul yang bagus juga disugugkan oleh Tarni Kusprawiro seperti Rebutan Piring.
Judul yang bagus juga disuguhkan Dicky Armando, S.E berjudul Menukar Nasib.
Berikut Puisi pendek karya Arya Setra berjudul Opera Cicak:
//Pertunjukan opera cicak
Para pemainnya sungguh kocak
Ada peran berpura pura sakit
Ada peran teraniaya diskriminalisasi
Ada peran merasa paling hebat
Mengangap yg lain tidak ada apa apanya..
Sementara para penonton teriak menjerit karena harga-harga yang selangit
Ada pula yang mencibir karena tidak puas atas pertunjukan nya
Dan ada juga yang terdiam seakan pasrah akan akhir cerita..
Sementara diriku....
Haruskah aku tertawa, menangis atau terdiam melihat kenyataan yang ada ??? //
Syahriannur Khaidir dalam Njentit:
//.…/Indonesia kan asik
Maling ayam ditendang jungkir-balik
Koruptor dikondang banding bolak-balik
Hukum peceklik
Orang luar cekikak-cekikik//.
Adelia Dwi Cahyani dalam puisio pendek yang sederhana namun cukup membuat senyum pembacanya. Ia menulis dalam Ayahku:
//Suaminya mamaku
Ayahnya kakakku
Ayahnya adikku
/Ayahku..................
Anaknya kakekku
Anaknya nenekku
/Ayahku
Kaulah ayahku//.
Funuun A.B.M dalam Negeri Tuyul:
//Tugas negara kini jadi bisnis keluarga
Memudahkan komunikasi, lagaknya.
Ada yang diusung jadi bupatinya
ininya jadi tangan kanannya
itunya jadi penasehatnya,
anunya jadi entah siapanya
Belum lagi lain-lainnya. ….//
Khoerun Nisa di puisinya Cinta zaman New.
//…..Cinta dalam pegangan layar
Jadikan pendamping hati
Dalam sisi keadaan
Layar yang terfokuskan
Tersenyum geli
Rasa salahmengartikan
Cinta bertemu dalam layar
Pertemuan sebelah bagian
Hanya luar yang terpandang
Dengan rayuan gombal…//
Di lain penyair Raditya Andung Susanto dalam judul Menonton Televisi :
//Bumi sudah tampak ramai
Kabarnya ;
akan ada sinetron baru
yang diputar di stasiun swasta
nasional hingga mancanegara
Ada guyonannya, seriusannya
ada juga yang cuma banyak bicara
saat adegannya…//
Penyair Roni Nugraha Syafroni dalam puisi berjudul Racun juga menggambarkan lucunya Indonesia.
//Kursi seringkali menjadi saksi,
Pada nafas-nafas deru kedudukan.
Sering bersitegang hingga renggang mati,
Tiadalah lagi puing-puing peradaban/…
…/Melingkar tiada guna,
Walau rupiah terbang melayang.
Kami di sini hanya menyeringai,
Senang senang ha ha ha .//
Demikian tampak dalam puisi Nurholis berjudul Pusingan Secangkir Kopi :
//…./Ampas kopi adalah hak wajah
Dibalurkan sebagai cat wajah ala tentara
Bukan untuk gerilya
Tapi sembunyi dari kejaran tikus-tikus penguasa/
/Cangkir kosong adalah hak sunyi
Kasihan! Kursi goyang mengayun tubuhnya sendiri
Sudah lama sekali mulut-mulut dibungkam rapat
Maka biar cangkir dibanting saja, biar ramai//
Sigar Aji Poerana dalam puisi pendek cukup membuat lucunya Indonesia. Demikian puisi Mudahnya Cari Makan dan Jabatan:
//Kau mau yang cepat?
Ada/
/Kau mau yang mudah?
Tentu ada!/
/Di negeri ini banyak yang instan
Dari mulai panganmu sehari-hari
Sampai pejabat di Senayan kini //.
Penyair Dicky Armando dalam puisi
Menukar Nasib menyuguhkan puisi yang juga lucu dan menarik:
//Jangan jadi orang miskin, Kawan!
Karena fakir dilarang sakit,
disuruh diet pula.
Jangan pula mengeluh soal listrik.
Tak sanggup bayar, cabut saja meterannya!
Perihal makanan apalagi,
daging sapi mahal, telan saja keong sawah.
Selesai urusan./…//
(Rg Bagus Warsono, penyair tinggal di Indramayu)
Ada yang sangat apik dari penyair yang juga seniman Arya Setra yang berjudul Opera Cicak.
Syahriannur Khaidir, penyair yang mulai menanjak namanya memberikan pusi yang bagus dengan judul Njentit.
Penyair muda berbakat Adelia Dwi Cahyani tampil memukau dengan berjudul Ayahku dan Mamahku.
Begitu juga Funuun A.B.M dengan puisi Negeri Tuyul menambah kelucuan Indonesia.
Penyair lain Khoerun Nisa memberi puisi apik dalam Cinta zaman New.
Di lain penyair Raditya Andung Susanto dalam judul Menonton Televisi :
Penyair Roni Nugraha Syafroni dalam puisi berjudul Racun juga menggambarkan lucunya Indonesia.
Nurholis dalam puisi Pusingan Secangkir Kopi katanya seperti nonton jangan dilewat untuk dinikmati senyum.
Judul yang bagus juga disugugkan oleh Tarni Kusprawiro seperti Rebutan Piring.
Judul yang bagus juga disuguhkan Dicky Armando, S.E berjudul Menukar Nasib.
Berikut Puisi pendek karya Arya Setra berjudul Opera Cicak:
//Pertunjukan opera cicak
Para pemainnya sungguh kocak
Ada peran berpura pura sakit
Ada peran teraniaya diskriminalisasi
Ada peran merasa paling hebat
Mengangap yg lain tidak ada apa apanya..
Sementara para penonton teriak menjerit karena harga-harga yang selangit
Ada pula yang mencibir karena tidak puas atas pertunjukan nya
Dan ada juga yang terdiam seakan pasrah akan akhir cerita..
Sementara diriku....
Haruskah aku tertawa, menangis atau terdiam melihat kenyataan yang ada ??? //
Syahriannur Khaidir dalam Njentit:
//.…/Indonesia kan asik
Maling ayam ditendang jungkir-balik
Koruptor dikondang banding bolak-balik
Hukum peceklik
Orang luar cekikak-cekikik//.
Adelia Dwi Cahyani dalam puisio pendek yang sederhana namun cukup membuat senyum pembacanya. Ia menulis dalam Ayahku:
//Suaminya mamaku
Ayahnya kakakku
Ayahnya adikku
/Ayahku..................
Anaknya kakekku
Anaknya nenekku
/Ayahku
Kaulah ayahku//.
Funuun A.B.M dalam Negeri Tuyul:
//Tugas negara kini jadi bisnis keluarga
Memudahkan komunikasi, lagaknya.
Ada yang diusung jadi bupatinya
ininya jadi tangan kanannya
itunya jadi penasehatnya,
anunya jadi entah siapanya
Belum lagi lain-lainnya. ….//
Khoerun Nisa di puisinya Cinta zaman New.
//…..Cinta dalam pegangan layar
Jadikan pendamping hati
Dalam sisi keadaan
Layar yang terfokuskan
Tersenyum geli
Rasa salahmengartikan
Cinta bertemu dalam layar
Pertemuan sebelah bagian
Hanya luar yang terpandang
Dengan rayuan gombal…//
Di lain penyair Raditya Andung Susanto dalam judul Menonton Televisi :
//Bumi sudah tampak ramai
Kabarnya ;
akan ada sinetron baru
yang diputar di stasiun swasta
nasional hingga mancanegara
Ada guyonannya, seriusannya
ada juga yang cuma banyak bicara
saat adegannya…//
Penyair Roni Nugraha Syafroni dalam puisi berjudul Racun juga menggambarkan lucunya Indonesia.
//Kursi seringkali menjadi saksi,
Pada nafas-nafas deru kedudukan.
Sering bersitegang hingga renggang mati,
Tiadalah lagi puing-puing peradaban/…
…/Melingkar tiada guna,
Walau rupiah terbang melayang.
Kami di sini hanya menyeringai,
Senang senang ha ha ha .//
Demikian tampak dalam puisi Nurholis berjudul Pusingan Secangkir Kopi :
//…./Ampas kopi adalah hak wajah
Dibalurkan sebagai cat wajah ala tentara
Bukan untuk gerilya
Tapi sembunyi dari kejaran tikus-tikus penguasa/
/Cangkir kosong adalah hak sunyi
Kasihan! Kursi goyang mengayun tubuhnya sendiri
Sudah lama sekali mulut-mulut dibungkam rapat
Maka biar cangkir dibanting saja, biar ramai//
Sigar Aji Poerana dalam puisi pendek cukup membuat lucunya Indonesia. Demikian puisi Mudahnya Cari Makan dan Jabatan:
//Kau mau yang cepat?
Ada/
/Kau mau yang mudah?
Tentu ada!/
/Di negeri ini banyak yang instan
Dari mulai panganmu sehari-hari
Sampai pejabat di Senayan kini //.
Penyair Dicky Armando dalam puisi
Menukar Nasib menyuguhkan puisi yang juga lucu dan menarik:
//Jangan jadi orang miskin, Kawan!
Karena fakir dilarang sakit,
disuruh diet pula.
Jangan pula mengeluh soal listrik.
Tak sanggup bayar, cabut saja meterannya!
Perihal makanan apalagi,
daging sapi mahal, telan saja keong sawah.
Selesai urusan./…//
(Rg Bagus Warsono, penyair tinggal di Indramayu)
Senin, 30 April 2018
Hasan Bisri BFC dalam Alangkah Damai Negeriku
Hasan Bisri BFC
Alangkah Damai Negeriku
Alangkah damainya negeriku
Pohon-pohon nyiur indah melambai
Lautan dengan ombak tenang membiru
Dan kokoh gunung-gunung menghijau
Dibungkus selimut awan tipis
O, begitu manis
Betapa damainya negeriku
Berton-ton narkoba datang
Masuk dari pintu-pintu terbuka pelabuhan dan bandara
Sebagian jadi barang haram selundupan yang dilena
Sebagian lagi jadi tangkapan sempurna
Siapa penyelundup, siapa pengimpornya
Tentu bukan orang kita
Alangkah damainya negeriku
Pabrik-pabrik narkoba tegak berdiri
Tumbuh di negeriku seolah-olah sembunyi
Sebentar dibongkar, sebentar kemudian tak ada kabar
Mungkin saja pemiliknya ditangkap dan dipenjara
Bisa jadi benar adanya
Bisa juga akal-akalan saja
Sebagian jadi barang bukti
Sebagian banyak lagi tak tahu rimbanya
Alangkah damainya negeriku
Banyak penyelundup narkoba
Tapi mereka bukan orang kita
Banyak pemilik pabrik narkoba
Tapi mereka bukan orang kita
Tapi lihatlah korban-korbannya
Bahkan sebagian banyaknya generasi muda
Mereka pasti orang kita!
Bogor, 21 April 2018
Hasan Bisri BFC
Ganti Presiden
Selaksa meme terpampang di media sosial
#2019
Ganti
Presiden
Lalu para petani menyisihkan sebagian uang pupuknya
Lalu para nelayan menyisihkan sebagian uang solarnya
Lalu para ibu menyisihkan sebagian uang belanjanya
Lalu para kiai menyisihkan sebagian uang transpornya
Lalu para eksekutif menyisihkan sebagian kecil gajinya
Lalu para pedagang membuka lebar-lebar mulutnya:
“pakailah kaos ini
Kaos yang akan menyingkap selubung duka sejarah bangsa
Taruhlah tumbler ini di meja kerja
Kelak anda menjadi bagian penting dari coretan sejarah bangsa
Pakailah gelang kesayangan ini
Kelak……..”
Sebuah truk lewat dengan bak yang terbuka
Di pantatnya meme yang begitu menggoda:
#2019
Ganti
Rakyat
Si pedagang terpana
Di pikiran nakalnya berkata
Kelak, bisa saja rakyat diekspor besar-besaran ke Malaysia
Ke Brunei dan Singapura
Ke Hongkong, Taiwan dan Timur Tengah tentu saja
Maka, rumah-rumah jadi kosong
Tanah-tanah jadi lapang
Lalu berdatanganlah orang-orang jangkung berkulit warna udang
Berbondong-bondonglah orang-orang berkulit warna mentega
Hingga penuh sesak udara
Oleh napas-napas busuk dari negeri tetangga
Hingga #2030
kita bakal ternganga
Bogor, 21 April 2018
Hasan Bisri BFC tahu dari kakaknya, bahwa kelahirannya 18 Agustus 1964, karena sehari sebelumnya ada perayaan 17-an. Tapi oleh pejabat desa, kelahirannya dicatat sebagai 1 Desember 1963. Lahir di Karang Jompo, Tirto, Pekalongan. Kesukaannya menggambar kartun, menulis humor dan wayang mbeling, membuat skenario komedi. Pernah nekad jadi pelawak bersama cewe Ausie berkulit putih bersih, cantik dan berambut blondie panjang, di negeri Kanguru, tepatnya Brisbane (1994 ). Namanya Debra Surman. Beberapa kali memperoleh penghargaan dalam penulisan naskah humor dan skenario. Bersama seorang istri dan keempat anaknya yang lucu-lucu tinggal di Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor, tempat yang apabila hujan deras tidak banjir, tapi dalam keadaan berawan bisa seleher banjirnya karena kiriman dari hulu sungai Cikeas dan Cileungsi.
Alangkah Damai Negeriku
Alangkah damainya negeriku
Pohon-pohon nyiur indah melambai
Lautan dengan ombak tenang membiru
Dan kokoh gunung-gunung menghijau
Dibungkus selimut awan tipis
O, begitu manis
Betapa damainya negeriku
Berton-ton narkoba datang
Masuk dari pintu-pintu terbuka pelabuhan dan bandara
Sebagian jadi barang haram selundupan yang dilena
Sebagian lagi jadi tangkapan sempurna
Siapa penyelundup, siapa pengimpornya
Tentu bukan orang kita
Alangkah damainya negeriku
Pabrik-pabrik narkoba tegak berdiri
Tumbuh di negeriku seolah-olah sembunyi
Sebentar dibongkar, sebentar kemudian tak ada kabar
Mungkin saja pemiliknya ditangkap dan dipenjara
Bisa jadi benar adanya
Bisa juga akal-akalan saja
Sebagian jadi barang bukti
Sebagian banyak lagi tak tahu rimbanya
Alangkah damainya negeriku
Banyak penyelundup narkoba
Tapi mereka bukan orang kita
Banyak pemilik pabrik narkoba
Tapi mereka bukan orang kita
Tapi lihatlah korban-korbannya
Bahkan sebagian banyaknya generasi muda
Mereka pasti orang kita!
Bogor, 21 April 2018
Hasan Bisri BFC
Ganti Presiden
Selaksa meme terpampang di media sosial
#2019
Ganti
Presiden
Lalu para petani menyisihkan sebagian uang pupuknya
Lalu para nelayan menyisihkan sebagian uang solarnya
Lalu para ibu menyisihkan sebagian uang belanjanya
Lalu para kiai menyisihkan sebagian uang transpornya
Lalu para eksekutif menyisihkan sebagian kecil gajinya
Lalu para pedagang membuka lebar-lebar mulutnya:
“pakailah kaos ini
Kaos yang akan menyingkap selubung duka sejarah bangsa
Taruhlah tumbler ini di meja kerja
Kelak anda menjadi bagian penting dari coretan sejarah bangsa
Pakailah gelang kesayangan ini
Kelak……..”
Sebuah truk lewat dengan bak yang terbuka
Di pantatnya meme yang begitu menggoda:
#2019
Ganti
Rakyat
Si pedagang terpana
Di pikiran nakalnya berkata
Kelak, bisa saja rakyat diekspor besar-besaran ke Malaysia
Ke Brunei dan Singapura
Ke Hongkong, Taiwan dan Timur Tengah tentu saja
Maka, rumah-rumah jadi kosong
Tanah-tanah jadi lapang
Lalu berdatanganlah orang-orang jangkung berkulit warna udang
Berbondong-bondonglah orang-orang berkulit warna mentega
Hingga penuh sesak udara
Oleh napas-napas busuk dari negeri tetangga
Hingga #2030
kita bakal ternganga
Bogor, 21 April 2018
Hasan Bisri BFC tahu dari kakaknya, bahwa kelahirannya 18 Agustus 1964, karena sehari sebelumnya ada perayaan 17-an. Tapi oleh pejabat desa, kelahirannya dicatat sebagai 1 Desember 1963. Lahir di Karang Jompo, Tirto, Pekalongan. Kesukaannya menggambar kartun, menulis humor dan wayang mbeling, membuat skenario komedi. Pernah nekad jadi pelawak bersama cewe Ausie berkulit putih bersih, cantik dan berambut blondie panjang, di negeri Kanguru, tepatnya Brisbane (1994 ). Namanya Debra Surman. Beberapa kali memperoleh penghargaan dalam penulisan naskah humor dan skenario. Bersama seorang istri dan keempat anaknya yang lucu-lucu tinggal di Bojong Kulur, Gunung Putri, Bogor, tempat yang apabila hujan deras tidak banjir, tapi dalam keadaan berawan bisa seleher banjirnya karena kiriman dari hulu sungai Cikeas dan Cileungsi.
Fathurossi dalam Negeriku
Fathurossi
Negeriku
Tertawalah Saat kau
Menatap negeriku
Dan menangislah
Saat kau melihat pelawak negeriku
Fathurossi
Lucunya Negeriku
Tertawalah ,
Tersenyumlah,
Bersenanglah,
Selagi masih bisa
Menatap Indonesia
Fathurossi , lahir tanggal 24 juli, di desa Jadung Dungkek Sumenep. Berproses di Lubselia sejak 29-07-2015, hingga kini. Aktif di perpustakaan sekolah . Penyair ini adalah siswa kelas akhir SMA Annuqayah, Sumenep.
Negeriku
Tertawalah Saat kau
Menatap negeriku
Dan menangislah
Saat kau melihat pelawak negeriku
Fathurossi
Lucunya Negeriku
Tertawalah ,
Tersenyumlah,
Bersenanglah,
Selagi masih bisa
Menatap Indonesia
Fathurossi , lahir tanggal 24 juli, di desa Jadung Dungkek Sumenep. Berproses di Lubselia sejak 29-07-2015, hingga kini. Aktif di perpustakaan sekolah . Penyair ini adalah siswa kelas akhir SMA Annuqayah, Sumenep.
Iskandar Zulkarnain dalam Negeri Tua
Iskandar Zulkarnain
Negeri Tua
Negeriku sudah tua
Penyair disangka
pesulap oleh pemerintah
Sebagai terdakwah
penggelapan negro
Mahasiswa berdemo
tadi pagi sebelum pak tinggi datang
Polisi main petak
umpet di balik layar
Tentara nembak layar
Negeriku kian matang
usianya
Hingga kerutan
dahinya berwarna pelangi
Merah kuning hijau
kombinasi yang sempurna
Pak tinggi mulai
mengaduk warna itu
Hingga belepotan
pada mata dan sebagian masuk kedalam jidat
Otak merah
Mata biru
Campuran dari
pelangi itu ada pada mulut
Merah kuning hijau
di mulut yang baru
Janji bau pesing
sebabkan wanita
bunting.
Annuqayah
2018
Iskandar Zulkarnain, kelahiran
Sumenep, merupakan pembaca dan penulis yang aktif di LPM Institut Ilmu Keislaman
Annuqayah (INSTIKA) dan anak asuh Sanggar Basmalah. Sekarang sedang menetap di
Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Selatan Blok B /08. Sebagian karyanya sudah
banyak yang dimuat di media, utamanya koran lokal.
Ancis Mura dalam Bersetubuh
Ancis Mura
Bersetubuh
(Ranjang Demokrasi yang Acak-acakan)
Sajakku bergerilya
Menjelajahi lekuk lekuk tubuhmu
Dan aromamu tak perna menyudahi
Birahi yang membuncah
Meletup letup
Ingin
Inginku taklukan sendi-sendimu, dengan tombaku
yang selalu kau anggap tumpul tuk lubangi
nikmatmu
kau tak jua ambruk.
Berbagai gaya dan posisi telah ku coba
Tetapi kau terlalu kokoh tuk ku taklukan
Birahimu meletup lagi
tiada henti
hingga tiang listrikpun kau gagahi
kali ini ku yakin kau tersengat racun
yang ku oles di ujung tombakku
kau mengerang
merintih sakit di pojok ranjang yang acak acakan
aku tersenyum puas
melihat kedua bola matamu nyaris terbalik
akhhhh...
kita sama sama mengerang
kau kesakitan
aku kenikmatan
di pojok ranjang yang acak acakan
melihatmu meratapi diri yang tidak suci lagi
seperti belia lepas perawan
kau menangis
Meski ku tahu
Air matamu lebih didominasi
Air mata buaya
( Maumere , November 2017)
Ancis Mura, merupakan nama pena dari Fransiskus Mura. Lahir di Diawatu, Nagekeo-Flores 13 April 1993.Menulis puisi di beberapa media lokal yakni Harian Pagi Pos Kupang dan beberapa media online seperti Floressastra.com, Vox NTT, Flores Post dan lain-lain. Saat ini berstatus sebagai Mahasiswa aktif di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik – Ledalero- Flores, NTT. Berdiam di Maumere-Flores-NTT.
Bersetubuh
(Ranjang Demokrasi yang Acak-acakan)
Sajakku bergerilya
Menjelajahi lekuk lekuk tubuhmu
Dan aromamu tak perna menyudahi
Birahi yang membuncah
Meletup letup
Ingin
Inginku taklukan sendi-sendimu, dengan tombaku
yang selalu kau anggap tumpul tuk lubangi
nikmatmu
kau tak jua ambruk.
Berbagai gaya dan posisi telah ku coba
Tetapi kau terlalu kokoh tuk ku taklukan
Birahimu meletup lagi
tiada henti
hingga tiang listrikpun kau gagahi
kali ini ku yakin kau tersengat racun
yang ku oles di ujung tombakku
kau mengerang
merintih sakit di pojok ranjang yang acak acakan
aku tersenyum puas
melihat kedua bola matamu nyaris terbalik
akhhhh...
kita sama sama mengerang
kau kesakitan
aku kenikmatan
di pojok ranjang yang acak acakan
melihatmu meratapi diri yang tidak suci lagi
seperti belia lepas perawan
kau menangis
Meski ku tahu
Air matamu lebih didominasi
Air mata buaya
( Maumere , November 2017)
Ancis Mura, merupakan nama pena dari Fransiskus Mura. Lahir di Diawatu, Nagekeo-Flores 13 April 1993.Menulis puisi di beberapa media lokal yakni Harian Pagi Pos Kupang dan beberapa media online seperti Floressastra.com, Vox NTT, Flores Post dan lain-lain. Saat ini berstatus sebagai Mahasiswa aktif di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik – Ledalero- Flores, NTT. Berdiam di Maumere-Flores-NTT.
M. Rofiqi Fahmi HR dalam Sebatas Mimpi
M. Rofiqi Fahmi HR
Sebatas Mimpi
Bangsaku sungguh indah nan elok
Yang telah diciptakan oleh-Nya
Tapi membuatku tertawa
Dengan bangsaku
Lenyaplah
Seperti daun malam
Belum terhembus angin suci
Yang menyeruap pada samudra
Untuk mngelurkan amarahnya
Mabuklah
Seperti capung malam
Yang belum terampung hidupnya
Susah dipandang
Tapi rindu di pandang
Tehembuslah oleh waktu
Terlelaplah oleh jiwa
Bangsaku hanya dijadikan guyonan bersama
Yang tak menghasilkan apa-apa
Mari kita penerus bangsa
Tanamkan keadilan dulu
Sehingga kita dapat menemukan mutiara kehidupan
Sumenep, 0-04-2018
M. Rofiqi Fahmi HR-Penulis kelahiran Lombang Gili Genting Sumenep. Ia pembaca dan penulis yang masih menginjak bangku siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah dan merupakan anak asuh Sanggar Basmalah.
Sebatas Mimpi
Bangsaku sungguh indah nan elok
Yang telah diciptakan oleh-Nya
Tapi membuatku tertawa
Dengan bangsaku
Lenyaplah
Seperti daun malam
Belum terhembus angin suci
Yang menyeruap pada samudra
Untuk mngelurkan amarahnya
Mabuklah
Seperti capung malam
Yang belum terampung hidupnya
Susah dipandang
Tapi rindu di pandang
Tehembuslah oleh waktu
Terlelaplah oleh jiwa
Bangsaku hanya dijadikan guyonan bersama
Yang tak menghasilkan apa-apa
Mari kita penerus bangsa
Tanamkan keadilan dulu
Sehingga kita dapat menemukan mutiara kehidupan
Sumenep, 0-04-2018
M. Rofiqi Fahmi HR-Penulis kelahiran Lombang Gili Genting Sumenep. Ia pembaca dan penulis yang masih menginjak bangku siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah dan merupakan anak asuh Sanggar Basmalah.
Rahmat Akbar dalam Di Negeri Seribu Wajah
Rahmat Akbar
Di Negeri Seribu
Wajah
Bila kau ingin
melihat Negeri seribu wajah
Tidak perlu harus
jalan-jalan ke luar Negeri
Sebab kau tidak akan
melihat tikus dan kadal pemuas diri
Di Negeri seribu
wajah orangnya lucu berpakaian rapi
Mereka duduk di
kursi dan malam-malamnya terus mencuri
Bila kau ingin
berjalan di Negeri seribu wajah
Maka kau akan
melihat tikus dan kadal ramai di televisi
Mulutnya manis tapi
berbau terasi
Mereka umbar
senyum-senyum penuh pasti
Padahal, sebenarnya
itu hanya sebuah amunisi
Di Negeri seribu
wajah
Manusia bermata
merah bersuka ria
Demokrasi memang
benar terjadi
Tapi mereka tidak
pernah perduli
Sebab di Negeri
seribu wajah tikus dan kadal hanya mementingkan diri sendiri
Di Negeri seribu
wajah derai air mata berpesta pora
Di kolong jembatan
Di emperan toko
Di diskotik
Di jalan-jalan kota
sampai pelosok desa
Lalu ada seorang
yang tertawa ria: yaitu’
Tikus dan kadal yang
menggambil hak saudaranya sendiri
Di Negeri seribu
wajah
Istana bertrali besi
bagai rumah sendiri
Bebas keluar ke sana
ke mari
Bahkan ada yang bisa
jalan-jalan ke Bali
Makanya tikus dan
kadal hanya senyum
Sebab hukum hanya
dijadikan sebuah ilustrasi
Di Negeri seribu
wajah ada anak-anak Negeri
yang masih setia
berorasi
Berdoa agar tikus
dan kadal yang berpakaian rapi
Menggingat tentang
amanah yang suci
Kotabaru,
Maret 2018
Rahmat Akbar,lahir
di Kotabaru 04 Juli 1993 tepatnya di Kalimantan Selatan. Puisinya, pernah
menggisi media Tribun Bali, Media Kalimantan, puisinya “Hitammu Di Tanahku”
antologi puisi ASKS Ke 13 KALSEL 2016, puisinya di antologi “ Gemuruh1001 Kuda
Padang Sabana, antologi puisi “ Empat Ekor Belatung Bersarang di Ubun-Ubunku,
antologi puisi “Tadarus Puisi Kalsel 2017”, antologi puisi ASKS ke 14 KALSEL
2017, antologi puisi “Puputan Melawan Korupsi” Bali.
Penyair ini
kesehariannya adalah guru Bahasa Indonesia di SMA Garuda Kotabaru dan aktiv
tergabung di komunitas Taman Sastra SMA Garuda Kotabaru.
Rahel Tambun dalam “Kerinduan akan Pembebasan”
Rahel Tambun
“Kerinduan akan Pembebasan”
Kita adalah anak-anak bangsa yang ditirikan,
Pembangunan di Negeri ini tidak tumbuh untuk anak-anak tiri Negeri
Tapi berdiri atas industri pengusaha asing yang berinvestasi untuk meraup kekayaan alam ibu pertiwi
Kitalah bangsa yang ditendang menjadi gelandangan
Kita bersama telah menjadi pengungsi di tanah leluhur sendiri
Orang-orang tiri di desa
Berhamburan mengejar mimpi-mimpi di kota
Menjadi tenaga pekerja oleh orang asing yang semena-mena hanya untuk meraup kekayaan di Negeri sendiri
Sampai kapan..
Aku, kamu dan kita
Bisa merasakan kedamaian, kenyamanan dan tidak adanya lagi kesenjangan sosial dalam Negeri kita ini
Siapa yang kita salahkan?
Siapa yang kita tuntut?
Siapa yang akan bertanggungjawab?
Kawan..
Kita siap tergilas jika kita terpaku dengan kondisi.
Bogor, 21 April 2018
Rahel Tambun S.Pd, lahir di Silombu Bagasan, 27 Agustus 1995, menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 173660, SMP Negeri 2 Lumban Julu, SMA Negeri 1 Pardinggaran dan melanjutkan pendidikan Ke perguruan Tinggi Negeri Medan (UNiMED) dan menamatkan kuliahnya pada tahun 2017.
“Kerinduan akan Pembebasan”
Kita adalah anak-anak bangsa yang ditirikan,
Pembangunan di Negeri ini tidak tumbuh untuk anak-anak tiri Negeri
Tapi berdiri atas industri pengusaha asing yang berinvestasi untuk meraup kekayaan alam ibu pertiwi
Kitalah bangsa yang ditendang menjadi gelandangan
Kita bersama telah menjadi pengungsi di tanah leluhur sendiri
Orang-orang tiri di desa
Berhamburan mengejar mimpi-mimpi di kota
Menjadi tenaga pekerja oleh orang asing yang semena-mena hanya untuk meraup kekayaan di Negeri sendiri
Sampai kapan..
Aku, kamu dan kita
Bisa merasakan kedamaian, kenyamanan dan tidak adanya lagi kesenjangan sosial dalam Negeri kita ini
Siapa yang kita salahkan?
Siapa yang kita tuntut?
Siapa yang akan bertanggungjawab?
Kawan..
Kita siap tergilas jika kita terpaku dengan kondisi.
Bogor, 21 April 2018
Rahel Tambun S.Pd, lahir di Silombu Bagasan, 27 Agustus 1995, menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 173660, SMP Negeri 2 Lumban Julu, SMA Negeri 1 Pardinggaran dan melanjutkan pendidikan Ke perguruan Tinggi Negeri Medan (UNiMED) dan menamatkan kuliahnya pada tahun 2017.
Yemi alfiani dalam Negeri Para Pendongeng
Yemi alfiani
Negeri Para Pendongeng
Telah dikisahkan
dahulu
Kala aku masih dalam
buaian ibu
Tentang saktinya
negeri pertiwi
Menjadi buah bibir
banyak orang
Apabila ditancapkan
kayu di tanah
Maka akan tumbuh
Apabila dibasahi
rintik-rintik hujan
Akan subur tanaman
Tatkala terik
mentari menyerang
Tetap ditemukan rasa
nyaman bersandar di bawah pohon menjulang
Kini, negeriku
terlelap pulas
Telah terlena dengan
dongeng-dongeng
Dalam buaian
Mimpi-mimpi hanya omongan
Jagad pertiwi terasa
hanya persinggahan
Tidak ada lagi damai
Tanah sudah
berlumpur api
Rintik hujan bisa
menjadi bencana
Terik mentari terasa
membakar
Seiring waktu
saktinya pun memudar
Seiring waktu tanah
surga yang dulu dipuja, lambat laun menjelma neraka.
KRC,
April 2018
Yemi Alfiani
Syurga yang Membuat Sengsara
Konon, segumpal
tanah dari syurga
Telah dicampak ke
bumi
Segumpal itu menjadi
negeri
Negeri yang asri
Sejuk dan menghijau
alamnya
Teramat indah
pantainya
Menjulang kokoh gunung-gunungnya
Membuat mata
memandang tanpa henti bersyukur
Keindahannya pula
Menjadi awal
sengsara
Berdatanganlah
penghuni asing
Untuk melihat
indahnya negeri lintasan khatulistiwa
Lama waktu berlalu
Kini.
Aku lapar, aku tidak
bisa makan nasi ataupun ubi
Aku haus, aku tidak
bisa minum air bersih
Aku ingin melihat
langit yang membiru
Aku ingin berlari di
bibir pantai
Tapi aku tidak bisa
Gunung-gunung sampah
telah menjamur
Air bersih sangat
langka
Ketika mengadah
menggumpal awan hitam
Limbah pabrik ikut
serta memberi warna
Yang katanya tanah
syurga telah tiada
Telah lenyap bersama
guliran waktu
KRC,
April 2018
Yemi Alfiani ,
lahir di Koto Rendah, 15 Juni 1993. Kerinci Profinsi Jambi. Tinggal di Kab.
Kerinci.
Najibul Mahbub dalam Maafkan Kartini
Najibul Mahbub
Maafkan Kartini
Maafkan Kartini
Sementara ber
ibu-ibu
Berkebaya
bernostalgia
Kami masih
mengerjakan
Soal-soal ujian yang
semakin tak jelas arahnya
Sementara membaca sangatlah
asing
Bagi kami
Sedang menonton
lebih asyik
Mengunggah rasa
Menjadi baper
bukannya pinter
Maafkan kami Kartini
Jika kebaya yang kau
sandingkan
"Dihujat"
dan " dikafirkan"
Oleh sebagian suara
Sedang
"ninja" menjadi "idola"
"Pengkapling
surga"
Suratmu kepada
abandenon kembali
Bertebaran
Memenuhi serambi
grup WhatsApp ku
Suratmu kembali
Mengingat kepada
kearifan
Dalam beragama dan
berbudaya
Karena Eropa
bukanlah menjadi idola
Tapi negeri inilah
Moncer luar biasa
Maafkan kami Kartini
Hari lahirnya
Kugunakan mencuci
baju
Yang telah dipakai
istriku
Menyambut miladmu
Pekalongan, 21 April 2018
Najibul Mahbub, mengikuti beberapa antologi bersama : Antologi 105
Penyair, Semanggi Surabaya, Indonesia dalam Titik 13, Penyair Menolak Korupsi jilid
I, Penyair Menolak Korupsi Jilid II, Menuju Jalan Cahaya, Antologi tentang Gus
Dur, Habituasi Wajah Semesta, Daun Bersayap Awan, Ziarah Batin, Antologi
Puisi 2 Koma 7, Puisi Menolak Korupsi Jilid I, Puisi menolak korupsi jilid 2,
Antologi Wakil Rakyat, Memo Wakil Rakyat, Memo Anti terorisme, Memo Anti
Kekerasan Anak, Memo untuk Presiden, AntologiPuisi Kampungan, Antologi Puisi
“Ayo Goyang”,Antologi Puisi 122 Penyair “Cinta Rindu Damai dan Kematian”, Rasa
Sejati (Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia), Memo Kepala Daerah, Kumpulan Esai
PMK “Bungai Rampai PMK”, Antologi “Madah Merdu Kamadhatu” Magelang 2017,
Antologi puisi religi “Tadarus Puisi” 2017, antologi kita dijajah lagi,
antologimerawat kebhinekaan,dan antologi
jendela Pekalongan.
Penulis juga adalah guru
Bahasa Indonesia dan juga pendiri teater Bayang di MAN 2 Pekalongan merupakan
Pria kelahiran 13 Maret 1981. Ia tinggal di Gubuk kecil di Jalan Nusa
indah 11 Perumahan Taman Seruni Gamer Pekalongan.
Lina Kus Dwi Sukesi dalam Padiku Menguning di Atas Klakson Angin
Lina Kus Dwi Sukesi
Padiku Menguning di
Atas Klakson Angin
Pertiwiku adalah
lumbung yang hijau
Di mana bulir-bulir
padi telah menguning
Bermanja di atas
pucuk-pucuk daun kering
Goyang tangkainnya,
bagai gemulai penari
Menanti petani untuk
menuai panen hari ini
Di sudut petak yang
lain
Sawah telah dibajak,
untuk ditanami kembali
Begitu cepat,
laksana peredaran matahari
Berjuta-juta ton
gabah dihasilkan dari sawah
Menjelma butir-butir
Kristal putih
Mewangikan tungku di
dapur yang sunyi
Di sisi lain, pada
titik nadi
Aliran darahku
berhenti
Biji pepadi yang
tumbuh begitu rimbun
Tiada cukup untuk
membuat kenyang negeri ini
Hingga dating hasil
panen
Dengan kapal-kapal
laut
Bukan dari
gerobak-gerobak tua
Yang ditarik kerbau
jantan dan betina
Di antara redup dan
terang matahari
Sejumput asa
mengetuk nurani
Inikah gemah ripah
loh jinawi ?
Madiun,21-04-2018
Lina Kus Dwi Sukesi,
lahir di Madiun, 9 Juni 1983. Tinggal di Madiun.
Muttaqin Haqiqi dalam Senandung Palu
Muttaqin Haqiqi
Senandung Palu
Palu beradu dengan landas kayu
Ramai deru gemuruh
Beraneka ragam
Berbeda lagu
Pelan bak belaian angin pada untaian rambut
Pun menggelegar menggetar
Menggertak relung sedalam palung
Ada kala seirama senada
Juga sumbang tak beratur
Palu beradu dengan landas kayu
Senandung sumbang palu
Menggebuk seru ranting rapuh
Meremuk debu
Mengguncang batin kalbu
Ranting bingung sedih dan kalut
Seru haru sedan tak bertalun
Datang diundang diserbu serdadu
Komandan palu dingin dan acuh
Tak peduli ranting hancur mendebu
Palu beradu dengan landas kayu
Terketuk ria, lenggok merayu
Senandung merdu palu
Menyambut cabang bertamu
Cabang riang tertawa
Berdendang bersama berseru
Sungguh pun Palu suka melucu
Bercerita jenaka dagel
Menghibur negeri ini
Menggelitik akal
Mengocok perut
Sampai kapan palu terus bersenandung
Sampai kapan terus melucu
Muttaqin Haqiqi, lahir di Pemalang, 1 Mei 1998.Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif semester 4 pada Universitas Negeri Semarang, jurusan Teknik Mesin.
Senandung Palu
Palu beradu dengan landas kayu
Ramai deru gemuruh
Beraneka ragam
Berbeda lagu
Pelan bak belaian angin pada untaian rambut
Pun menggelegar menggetar
Menggertak relung sedalam palung
Ada kala seirama senada
Juga sumbang tak beratur
Palu beradu dengan landas kayu
Senandung sumbang palu
Menggebuk seru ranting rapuh
Meremuk debu
Mengguncang batin kalbu
Ranting bingung sedih dan kalut
Seru haru sedan tak bertalun
Datang diundang diserbu serdadu
Komandan palu dingin dan acuh
Tak peduli ranting hancur mendebu
Palu beradu dengan landas kayu
Terketuk ria, lenggok merayu
Senandung merdu palu
Menyambut cabang bertamu
Cabang riang tertawa
Berdendang bersama berseru
Sungguh pun Palu suka melucu
Bercerita jenaka dagel
Menghibur negeri ini
Menggelitik akal
Mengocok perut
Sampai kapan palu terus bersenandung
Sampai kapan terus melucu
Muttaqin Haqiqi, lahir di Pemalang, 1 Mei 1998.Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif semester 4 pada Universitas Negeri Semarang, jurusan Teknik Mesin.
Rizki Andika dalam Indonesia Menonton Bioskop
Rizki Andika
Indonesia Menonton Bioskop
sepuluh ribu untuk tiket
masuk tanpa alas kaki
kursi kayu didapatnya
kisah mendatar dimulai
tak ada serius kali ini
layar makan tawa kering
perut buncit berisi kenyang
sisa jabat piring di bawah meja
kenal pemain dan sutradara
di layar adalah nikmat alur
sembunyi bukan tak kuat
biar cerita jadi menarik
pejabat kuasa main
jadi pemeran utama
indonesia menonton
di bioskop monoton
Karawang, April 2018
Rizki Andika
Warisan
sekarang sudah sampai kepala tujuh
dan sebentar akan jadi delapan
maaf aku harus begini bung
ini ada yang tak waras
sekarang orang sakit mimpin negara
mereka buang hajat kok di gunung
sungai jadi tempat cuci bokong
orang miskin dibikin kursi
agama dilelang murah
rakyat kecil simpan harapan
di sela pantat bandit politik
betapa kotornya posisi asa
di antara kelamin dan lubang
begini maksudku
bung warisanmu:
pancasila
hanya syarat upacara
Karawang, April 2018
Rizki Andika, lahir di Karawang, April 1997. Belajar menulis di Rumah Seni Lunar sejak 2017. Berkegiatan di Perpustakaan Jalanan Karawang dan menjadi mahasiswa di Universitas Singaperbangsa Karawang. Mengikuti antologi bersama The First Drop of Rain (2017), Anggrainim, Tugu dan Rindu (2018).
Indonesia Menonton Bioskop
sepuluh ribu untuk tiket
masuk tanpa alas kaki
kursi kayu didapatnya
kisah mendatar dimulai
tak ada serius kali ini
layar makan tawa kering
perut buncit berisi kenyang
sisa jabat piring di bawah meja
kenal pemain dan sutradara
di layar adalah nikmat alur
sembunyi bukan tak kuat
biar cerita jadi menarik
pejabat kuasa main
jadi pemeran utama
indonesia menonton
di bioskop monoton
Karawang, April 2018
Rizki Andika
Warisan
sekarang sudah sampai kepala tujuh
dan sebentar akan jadi delapan
maaf aku harus begini bung
ini ada yang tak waras
sekarang orang sakit mimpin negara
mereka buang hajat kok di gunung
sungai jadi tempat cuci bokong
orang miskin dibikin kursi
agama dilelang murah
rakyat kecil simpan harapan
di sela pantat bandit politik
betapa kotornya posisi asa
di antara kelamin dan lubang
begini maksudku
bung warisanmu:
pancasila
hanya syarat upacara
Karawang, April 2018
Rizki Andika, lahir di Karawang, April 1997. Belajar menulis di Rumah Seni Lunar sejak 2017. Berkegiatan di Perpustakaan Jalanan Karawang dan menjadi mahasiswa di Universitas Singaperbangsa Karawang. Mengikuti antologi bersama The First Drop of Rain (2017), Anggrainim, Tugu dan Rindu (2018).
Nita Pujiasih dalam Pendidikan Indonesiaku
Nita Pujiasih
Pendidikan Indonesiaku
Alam berbisik
Mengalunkan melodi
tentang rindu
Rindu akan
sosok-sosok pemerhati ilmu
Rindu akan gairah
semangat pemuda-pemudi
Pejuang sejati
laksana Bacharuddin Jusuf Habibie
Alam pun merayu
Menatap awan yang
berarak menyambut langit biru
Seraya berdoa kepada
Sang Kholik
Wahai Tuhanku
Dengan sifat
pemurahmu
Ciptakanlah Einstein
dalam diri setiap makhluk yang paling mulia di muka bumi ini
Alam pun bergeming
Tanpa melantunkan
gelora semangat
Menyapu pandangan
seluruh angkasa raya
Mengintai dan
meratap
Inikah wajah-wajah
pahlawan ilmu masa depan?
Penyuapan ilmu telah
membuncah di belahan negeri ini
Tidak terjadi hanya
sekali saja
Namun berulang kali
dan tak terhitung
Menyapa kepada
setiap pejabat kaya
Merayu kepada setiap
konglomerat
Menghampiri kepada
setiap mereka yang berlimpah harta
Mendekati mereka
yang mudah tergoyah imannya
Demi menempatkan
anak-anaknya ke sekolah-sekolah ternama
Demi mendapatkan
mawar kebanggaan dalam diri mereka
Lalu bagaimanakah
nasib pemuda-pemudi bangsa yang mumpuni itu?
Mau dibawa kemanakah
sosok cerdas seperti Habibie itu?
Bagaimana dengan
sosok-sosok cemerlang seperti Einstein?
Jika kursi-kursi
telah direbut oleh mereka yang senantiasa bangga dengan penyuapan ilmu
Padahal di negeri
ini banyak kali pemuda-pemudi cerdas, cemerlang, dan juga inovatif
Yang kelak mampu
menjunjung negeri ini dihadapan dunia
Inikah wajah budaya
pendidikan kita?
Asa yang menggebu
dalam diri setiap pemuda-pemudi berprestasi seakan tertutupi oleh debu yang
menempel di ujung pena mereka
Menghapus jejak
mimpi-mimpi mereka
Berserakan tak pasti
dan terombang ambing
Mereka hanya bisa
berbisik
Adakah tempat bagiku
untuk terus melangkah?
Saat ku hanya ingin
melaju melanjutkan semua mimpiku
Meratap dalam
kegelapan
Seorang anak miskin
mengadu diri
Tuhan kemanakah aku
harus melangkah
Bisakah daku
bersaing mendapatkan tiket pendidikan?
Setelah pintu
gerbang seakan tertutup oleh mereka yang tak takut dosa
Tidakkah mereka
memikirkan nasib saudaranya di dunia ini
Tidakkah mereka
memberiku kesempatan untuk terus berkarya dalam setiap mimpiku
Aku pun ingin
berjuang membanggakan negeri ini
Tidakkah mereka
melihat kemampuanku
Tidakkah mereka
memberiku kesempatan untuk terus berjuang
Melanjutkan mimpi
besarku, meraih cita-citaku
Wahai kalian yang
berlimpah harta
Bagaimana aku bisa
turut membanggakan Indonesia
Bila kursi-kursi
sekolah telah engkau beli demi putra-putrimu yang belum bisa mendapatkan
almamater ternama
Bahkan yang pesimis
dengan kemampuannya
Tidak bisakah
anak-anakmu bertindak sportif
Berjuang bersama
meraih kursi impian
Tidakkah kau tahu?
Memetik bintang tak
semudah kita dalam mengedipkan kedua mata
Segala sesuatu juga
membutuhkan perjuangan dan proses
Wahai kalian yang
berlimpah harta
Aku hanya ingin
kalian mendengar bisikan hati kami yang begitu bergelora meraih mimpi
Aku hanya ingin
kalian memandang kemampuan kami
Aku hanya ingin
kalian mengetahui prestasi kami
Bahwa kami pantas
bersanding menuntut ilmu seperti Habibie atau bahkan Insinyur Soekarno
Izinkanlah kami
untuk membangun Indonesia Emas 2045
Wujudkanlah pintaku
ini
Hapuslah penyuapan
ilmu dalam diri kalian demi generasi penerus bangsa ini
Bimbinglah
putra-putimu untuk dapat mengukir prestasi
Agar kelak mampu
bersanding dengan kami
Mewujudkan Indonesia
Emas 2045 Satu Nusa Satu Bangsa
Untuk negeri Garuda
Indonesia
Nita Pujiasih
Siapakah dikau?
Aku bertanya pada dikau
Siapakah dikau?
Gayus Tambunan kah?
Neneng Sri Wahyuni kah?
Atau justru Yahya Fuad?
Siapapun kamu yang jelas kau bukanlah Dilan
Hey dikau
Masih sajakah kau begitu?
Janji-janjimu pada rakyatmu dulu
Hah…itu sudah menjadi janji palsu
Lalu masih sajakah kau mengelak?
Jika iya itu sungguh memalukan
Administrasi negara berantakan
Pembangunan tak terselesaikan
Rakyat kecil terabaikan
Lalu masih sajakah kau mengelak?
Jika iya sungguh itu tidaklah adil
Sadarlah dikau para penggelap uang negara
Akan kau kemanakan para rakyatmu
Mau dibawa kemana kemajuan Indonesiamu
Jangan biarkan bangsa ini mati karakter karenamu
Ingatlah
Bukanlah kita meminta Indonesia untuk bisa memberi kita keuntungan
Namun apa yang bisa kita berikan untuk Indonesiaku
Camkan kata-kata Soekarno itu
MUHAMMAD Fawaz" dalam Topeng
"MUHAMMAD
Fawaz"
Topeng
Sembunyikan agar tak tahu
Menggunakan wajah wajah palsu
Menari bak angin baru
Terbang tinggi hidupkan lucu
Indonesiaku........
Denganmu ku lestarikan
Tari,lagu,dan keajaiban
Topengmu.....
Mempunyai aneka gaya bahasa
Membuat mereka semua tertawa
Indah budaya indah tiada tara
Sembunyikan agar tak tahu
Menggunakan wajah wajah palsu
Menari bak angin baru
Terbang tinggi hidupkan lucu
Indonesiaku........
Denganmu ku lestarikan
Tari,lagu,dan keajaiban
Topengmu.....
Mempunyai aneka gaya bahasa
Membuat mereka semua tertawa
Indah budaya indah tiada tara
Memangku warisan
dengan tawa
Bangga akan mengawalmu
Bahagia karena kayamu
Topeng memberi cerita legenda
Dan memberi warna indonesia
Bangga akan mengawalmu
Bahagia karena kayamu
Topeng memberi cerita legenda
Dan memberi warna indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)