INDRAMAYU, angka melanjutkan dari SD ke SMPN sangat tinggi, bahkan hampi seratus prosen, tapi guru sekolah dasar mengharapkan di tahun pelajaran 2011/2012 yad. siswa kelas 7 baru, tidak dibebani biaya yang tinggi untuk pembelian buku atau uang gedung. Meski buku pelajaran guna pegangan sebagai pengayaan siswa merupakan tanggung jawab orang tua siswa, tapi dapat merupakan beban siswa tidak mampu.
Banyak SMPN menawarkan penerimaan siswa baru dengan menyebut tidak memungut uang gedung, DSP bulanan, uang pendaftaran, namun ketika anak-anak duduk di SMP negeri selang beberapa bulan mulailah pihak sekolah menjual buku melalui koperasi sekolah, meski tidak merupakan keharusan tatapi berdampak pada psikologis siswa tidak mampu. Jadilah tak jarang siswa tidak berangkat-berangkat sekolah dan akhirnuya terancam DO.
Kejadian yang klasik ini, perlu dikaji agar pemerintah memperhatikan pada siswa tidak mampu di awal tahun pelajaran.
Jika dimungkinkan minimal di setiap kemcamatan memiliki sekolah negeri yang betul-betul menyelenggrakan sekolah gratis. Namun ini berlawanan dengan konsep umum bahwa "pendidikan itu mahal", atau konsep umum lainnya "tak ada yang tidak pakai uang". Kedua konsep umum ini memang ada benarnya, namun penduduk Indonesia itu heterogen, tak bisa dikatakan mampu semuanya. Bukankah tak ada orang disebut kaya jika tak ada orang miskin, tak ada orang disebut mampu jika tak ada orang tidak mampu. Indi berarti ada diantara saudara kita yang sangat membutuhkan.
Jika demikian tidaklah harus dipukul rata semua siswa baru SMP. Apalagi sampai melakukan tindakaan tegas bahwa kalau mau sekolah di sini harus menanggung resikonya.
Dialektika ini diharapkan dapat direspon oleh pemerintah agar memberi perhatian kepada siswa dari keluarga tidak mampu.
Kegairahan masyarakat yang tinggi disebabkan oleh semangat pemerintah kabupaten indramayu untuk memajukan pendidikan masyarakat tentu harus di upayakan berbagai hambatan seperti siswa baru dari keluarga tidak mampu. Mudah-mudahan tahun pelajaran 2011/2012 ini saudara-saudara kita yang tidak mampu dapat duduk tenang belajar di sekolah. Tentu ada kearifan diantara praktisi pendidikan.
Banyak SMPN menawarkan penerimaan siswa baru dengan menyebut tidak memungut uang gedung, DSP bulanan, uang pendaftaran, namun ketika anak-anak duduk di SMP negeri selang beberapa bulan mulailah pihak sekolah menjual buku melalui koperasi sekolah, meski tidak merupakan keharusan tatapi berdampak pada psikologis siswa tidak mampu. Jadilah tak jarang siswa tidak berangkat-berangkat sekolah dan akhirnuya terancam DO.
Kejadian yang klasik ini, perlu dikaji agar pemerintah memperhatikan pada siswa tidak mampu di awal tahun pelajaran.
Jika dimungkinkan minimal di setiap kemcamatan memiliki sekolah negeri yang betul-betul menyelenggrakan sekolah gratis. Namun ini berlawanan dengan konsep umum bahwa "pendidikan itu mahal", atau konsep umum lainnya "tak ada yang tidak pakai uang". Kedua konsep umum ini memang ada benarnya, namun penduduk Indonesia itu heterogen, tak bisa dikatakan mampu semuanya. Bukankah tak ada orang disebut kaya jika tak ada orang miskin, tak ada orang disebut mampu jika tak ada orang tidak mampu. Indi berarti ada diantara saudara kita yang sangat membutuhkan.
Jika demikian tidaklah harus dipukul rata semua siswa baru SMP. Apalagi sampai melakukan tindakaan tegas bahwa kalau mau sekolah di sini harus menanggung resikonya.
Dialektika ini diharapkan dapat direspon oleh pemerintah agar memberi perhatian kepada siswa dari keluarga tidak mampu.
Kegairahan masyarakat yang tinggi disebabkan oleh semangat pemerintah kabupaten indramayu untuk memajukan pendidikan masyarakat tentu harus di upayakan berbagai hambatan seperti siswa baru dari keluarga tidak mampu. Mudah-mudahan tahun pelajaran 2011/2012 ini saudara-saudara kita yang tidak mampu dapat duduk tenang belajar di sekolah. Tentu ada kearifan diantara praktisi pendidikan.