Jumat, 03 April 2020

Heru Patria Corona

64.Heru Patria

Corona

diksi kehidupan bungkam

baitnya diberangus kecemasan

sajak hindari kerumunan

puisi jadikan pembelajaran

ingin syair napas terus berlanjut

hiduplah secara patut

hindari berjabatan

selalu cuci tangan

jauhi keramaian

  menjaga jarak

kenakan masker layak

tinggal di rumah saja

agar penyebaran corona

terhenti segera







Blitar, 31 Maret 2020





















CORONA ADALAH TAMPARAN TUHAN

Oleh : Heru Patria





Corona yang menjalar liar

Kepanjangan tangan Tuhan tuk menampar

Pada kita yang sering berbuat ingkar

Bertindak di jalan tak benar



Corona yang telah mewabah

Bisa jadi merupakan teguran Allah

Untuk kita yang bangga berlaku pongah

Tak peduli saudara susah



Corona yang telah menjangkit

Mewakili jemari Tuhan untuk mencubit

Sebab kita sering berbuat pelit

Saat saudara sedang sakit



Corona membatasi silaturahmi

Agar kita lekas berkaca diri

Atas pergaulan bebas yang disanjungi

Tuhan kirim peringatan lewat virus ini



Dalam cengkeraman pandemic

Meri kita berbenah diri

Sadari tamparan Illahi





Blitar, 1 April 2020









ATAS DASAR APA?











64.Heru Patria







Atas dasar apa

Tuan anjurkan kami di rumah saja

Sedang kami hanyalah penjual tenaga

Jika tak keluar dapur tak menyala

Untuk apa Tuan bebaskan bea listrik

Bagi daerah zona merah nan pelik

Yang kami butuhkan hanyalah bahan pangan

Selama kami dilarang bepergian

Buat apa Tuan tangguhkan cicilan kendaraan

Sedang mengkredit saja kami tak punya kesempatan

Upah kami hanya cukup untuk tambal kebutuhan

Atas dasar apa kebijakan itu Tuan keluarkan

Tidakkah Tuan sadari realita

Perjuangan hidup kami lebih ganas dari Corona

Maka jika kami harus tinggal di rumah saja

Siapa sudi memberi jatah makan keluarga

Kami tak pernah berpelancong ke luar negeri

Seperti yang Tuan lakukan selama ini

Waktu kami habis untuk kejar kebutuhan

Saat Tuan sibuk berbagi kekuasaan

Atas dasar apa Corona menjamah kami

Silaturahmi kami terbatas persoalan ekonomi

Sering cuci tangan hanyalah falsafah

Agar Tuan tak cuci tangan dari masalah





Blitar, 2 April 2020





PAGEBLUG

Oleh : Heru Patria







Jika kita mau jujur pada diri sendiri

Tentang hokum sebab akibat di muka bumi

Virus Covid 19 tidak akan pernah bereaksi

Bila manusia tak semaunya pamer aksi

Kini bumi berselimut duka

Terkungkung pandemi korbankan banyak nyawa

Ekonomi lumpuh silaturahmi dari jarak jauh

Berdiam diri dalam rumah tentu akan jenuh

Jika saja kita bisa bersikap mawas

Tak akan ada ancaman dari virus ganas

Tapi karena keserakahan kita tak terbatas

Kini harus dibayar mahal dengan was-was

Andai saja kita bisa bersikap dewasa

Bisa menjaga jarak untuk sementara

Tapi dengan alasan harus tetap kerja

Kalian korbankan keselamatan keluarga

Bila kita bisa telaah kitab suci

Tauhan sudah tulis peringatan sejak dini

Bahwa Tuhan akan turunkan cobaan

Berupa sakit dan rasa ketakutan

Berserah dirilah pada pangkuan Illahi

Agar pageblug cepat diakhiri

Sirna dari bumi Pertiwi

Amin amin amin

Ya robbal alamin.





Blitar, 3 April 2020









PROFIL  PENULIS




HERU PATRIA. Adalah seorang guru Sekolah Dasar di Kecamatan Wlingi yang telah menerbitkan 21 novel, 15 kumpulan cerpen, 1 kumpulan puisi. Novel terbarunya berjudul Jangan Mimpi Jadi Jokowi. Penulis yang beralamat di Bogangin RT.01 RW,06 Kel. Bajang Kec. Talun ini juga sebagai editor di IA Publisher. Untuk komunikasi silakan kontak di nomor 0857 8414 5106

Rut Retno Astuty DOA KAMI DARI KLINIK INI

Rut Retno Astuty

DOA KAMI DARI KLINIK INI



Ya Tuhan, dari ruang periksa, kami berdoa

Jauhkan kiranya kami dari keganasan Corona

Dari sergap maut dan ketiadaan tersia-sia

Agar banyak orang yang tertolong kesehatannya



Meski telah banyak tokoh baik, menjadi korbannya

Kondisi klinik dan pasien panik, merubah suasana

Alat pelindung diri dan pencegahan, apa adanya

Kami tetap melayani dalam doa sepenuh jiwa



Anugerahi kami keberanian dan iklas tak terbatas

Agar kami tangguh dan bungkam nyinyir tak jelas

Kami amini, badai ini cepat berlalu, tak berbias

Agar kami pulih, hidup tulus tanpa luka berbekas



*)Sanggar Griya Prima,  Sumedang,  30 Maret 2020
CORONA
RUT RETNO ASTUTI, lahir di Kota Tegal, tanggal 22 Pebruari. Dokter lulusan FK UNDIP Semarang ini, menulis dengan konsep Puisi Terapistiknya yang terangkum dalam antologi,antara lain : Dawai Jantung Hati, Ritme Wanita Kita, Tapak Ibu Pemberdaya. Pegiat literasi yang tergabung dalam AWWA (Asean Women Writers Association) ini karyanya termuat dalam Selendang Mayang (2017) Sketsa Wajah Ibu (2017). Antologi bersama lainya : PMK - 6 / Puisi Menolak Korupsi (2017), Indonesia Masih Ada Matahari (2017). Antologi “Semangkuk Sup di Malam Kudus” (2017), Haiku Melawan Korupsi & Pameran Haiga HAKI (2017), “Pesona Ranah Bundo” - HPN (2018), KDNP Negeri Bahari (2018), Hati Rembulan (2018), Wanita Guru Bangsa (2019), RHERAJIN (2019). Selain sebagai redaktur kesehatan dan budaya, GBJC Ministry, juga aktif membina Kastaf THB Sanggar Griya prima & Studio Alam Asri Sumedang. (RRA) ***


HERISANTO BOAZ LUSASTRA MELAWAN CORONA

62.HERISANTO BOAZ



LUSASTRA MELAWAN CORONA



peperangan ini telah dibentangkan

tanpa senjata, tanpa musuh kelihatan

tapi mencekam, para korban bergelimpangan

tanpa pandang muka, semua bisa diserang

dikepung kematian, keyakinan dipertaruhkan



ini bukan perang antar negara di bumi

juga bukan serangan planet antar galaksi

ini ciptaan terhebat lawan yang nano mini

tapi bisa menyusup, dan tak mudah diketahui

menyergap nafas, dan paru-paru pun terinfeksi

ini perang senyap, tapi bisa terekam dalam puisi



markas perang ini di rumah sakit bertanda siaga

hidup dan maut berkecamuk, dalam takut fana

semua wajib taat dan patuh pada protokol negara

anggaran besar digelontorkan, tangani bencana

di sudut rumahnya, Lusastra doa melawan Corona



@Teater Holistik,  Bandung, 27 Maret 2020







ELEGI MEMBACA PANDEMIK



dengan huruf kecil melambangkan nurani

kutulis kembali, elegiku membaca pandemik

catatan tragedi banyak bangsa di muka bumi



di Wuhan, China, wabah itu berasal, kota dikunci

meski tak religi, rakyatnya tertib mengatur diri

pemulihan dan kesembuhan masal cepat terjadi



di Iran, Inggris, India, Belanda, USA, Arab dan Itali

dan banyak negara lainnya, korban tiada henti

meski katanya religi atau modern dan teruji



di Indonesia, religi berwarna, komen merajalela

mulai si mulut zonk, yang banci dungu jika bicara

hingga stasiun tv serak, debat berak sok kuasa

semuanya dan pengikutnya, hanya nyinyir berbusa

mereka akan ditagih nyawa oleh korban kelak di sana



di bait seni ini, di sudut kota tak punya tradisi puisi ini

sajakku mencatat, rakyat banyak, dan pemimpin, sehati

menghadang pandemik, dengan kerja, doa, dan nurani



@Bait Seni Hereditas,  Bandung,  28 Maret 2020

ditya Majong Rindu Dendam Dikala Pandemi

61.Aditya Majong

Rindu Dendam Dikala Pandemi

Rindu ini sudah seperti dendam
Menghujam
Pilu, Termakan realita yang kejam
Dan lebih gelap dari langit malam

Menumpuk, bagai bibit
Menusuk, bagai arit
Memburuk, bagai parasit
Terpuruk, terkutuk bagai dedemit

Kita merasakan rasa yang sama
Kau menahan rasa jauh disana
Aku menahan rindu
Tentang segala sesuatu tentang-mu

Sayang, segera setelah pandemi ini berakhir kita pasti meluapkan rasa
Yang telah kita tumpuk sedari awal hingga akhir.

Ketika status merah dicabut, aku berjanji akan memelukmu erat.

Akan kuceritakan segala baik buruk hal yang aku lewati dalam waktu dekat.

Tentu setelah aku melepas rindu denganmu tepat pada pukul empat.

Sampai saat itu tiba, mari kita sama-sama sabar untuk sesaat.
Depok, 1 April 2020.

Sami’an Adib, Narasi Kebahagiaan

60.Sami’an Adib,

Narasi Kebahagiaan
Bayangan hari kiamat serasa telah tiba
lenyap segala hiruk-pikuk kesibukan kota
sementara di desa-desa kepanikan melanda
jalan-jalan sepi tanpa lalu-lalang pengembara
bahkan jejak-jejak para tetua nyaris tak terbaca

tinggal senandung duka
tembang paling nestapa
berirama derai air mata:
balada orang-orang terluka

bayangan hari kiamat terasa demikian nyata
kecanggihan rekayasa manusia seakan sia-sia
terjebak dalam rantai siklus wabah yang mendunia
masing-masing para jenius menawarkan formula:
rahasia agar terbebas dari belenggu malapetaka

kembali ke keagungan cita
berlomba menelurkan karya
demi hidup lebih bermakna
bekal meraih piala bahagia

di bawah bayang-bayang kehancuran semesta
tersebab amukan makhluk kecil virus korona
orang-orang kehilangan pesona rasa dan peka
sendiri terkurung di balik tembok-tembok hampa
tanpa kawan yang biasanya kerap bertegur sapa

tapi gairah mesti terpelihara
menyiangi gulma prasangka
agar subur benih-benih bahagia
dalam rinai doa dan limburan kasih-Nya
Jember, 2020
Karena Korona Karina Terkarantina
ia perempuan tangguh
energik, tak kenal lelah
stamina selalu terjaga
peduli pada sesama

entah apa sebab
tiba-tiba matanya sembab
membaca hasil laboratorium
di ruang pavilium rumah sakit umum

vonis dokter harus ia terima
masuk ruang spesial: karantina
sebab virus telah menjarah tubuhnya
: korona, selebritas yang mengguncang dunia

tetapi ia tetap perempuan tangguh
karena ia selalu berpegang teguh
bahwa hidup adalah fana
sebatas ujung kelana

ketika belum ada obat mujarab
ia peram tabah dan harap
di balik sekulum senyum
dari bibirnya yang ranum

seakan tak ada derita di raut wajahnya
walau sepi dan kesendirian mendera
dalam karantina tanpa sanak tetangga
 ia lantang menolak seruan putus asa

ia kemas semua cemas yang menyesaki dadanya
menggantinya dengan sebuncah harapan dan doa
demi bisa kembali berbagi bahagia pada sesama
mengarungi samudera keanggunan Yang Kuasa
Jember, 2020
Sami’an Adib, lahir di Bangkalan tanggal 15 Agustus 1971. Lulus Strata I pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember (Unej).  Puisi-puisinya terpublikasikan di beberapa media cetak dan on line. Antologi puisi bersama antara lain: Menuju Jalan Cahaya (Javakarsa Media, Jogjakarta, 2013),  Kata Cookies pada Musim (Rumah Budaya Kalimasada Blitar, 2015), Lumbung Puisi V: Rasa Sejati (2017), PMK 6 (2017), Negeri Bahari (DNP 8, 2018), Gus Punk (Pelataran Sastra Kaliwungu, 2019), Negeri Pesisiran (DNP 8, 2019), Risalah Api (Ziarah Kesenian, Jakarta, 2019), When The Days Were Raining (Tahura Media, Banjarmasin, 2019), Risalah Tubuh di Ladang Kemarau (Forum Sastra Timur Jawa, Jember, 2019), Perjalanan Merdeka (Penebar Media Pustaka, 2020), Setangkai Bunga Padi (FAM Bublishing , 2020), Wong Kenthir (Penebar Media Pustaka, 2020), dan lain-lain. Aktivitas sekarang selain sebagai tenaga pendidik di sebuah Madrasah di Jember, bergiat juga di Forum Sastra Pendalungan.

Sarwo Darmono GAWE MIRIS MANUNGSA ( Puisi Bahasa Jawa )

59.Sarwo Darmono

GAWE MIRIS MANUNGSA
( Puisi Bahasa Jawa )

Wujudmu cilik
Ora katon nyata
Ora bisa di delok netra blaka
Mlakumu ginawa tirta
Tirta kang metu saka grana
Metumu wujud mala
Mala tumpraping manungsa
Mala kang nggegirisi wong sak Bawana
Sapa kena bisa seda
Sak wetara manungsa pada endha
Sumingkir saja kempaling para kanca
Meneng jroning wisma
Murih ora kena mala
Tan kendat tansah dedonga
Nyuwun marang Kang Maha Kawasa
Duh.. Gusti kang murbeng jagat
Sedaya kang gumelar ing Jagat punika
Sampun dados kodratipun Panjenengan
Kados dene sumebaring Mala Corona
Ingkang ndadosaken Miris para Manungsa
Pramila punika kawula tansah hanyenyuwun
Dateng ngarsa Paduka
Mala Corona enggal Panjenengan Jabel sakit Jagat padang punika
Mliginipun ing Bumi Nuswantara
Mala Corona ilang musna tanpa tilas
Saking kersaning Gusti Kang Maha Kuwasa.
Amin
Lumajang , Sabtu Pon 28 Maret 2020

Brigita Neny Anggraeni CORONA

58.Brigita Neny Anggraeni

CORONA

Ujian hidup dari corona
panik,menggila
tak berdaya,
meski takdir telah ditulisNya
sisanya kita merubah

Saat masker menghilang
antiseptik pun jarang
susul sembako yang berkurang
setan pedangang mengambil untung
di pusaran panik tak terbendung
berita hoax ikut nimbung

Oh manusia dengar pesan semesta
nasehat elemen udara
yang dibawa corona

Penyelamatan diri sendiri
menumpuk kebutuhan diri
lupa sekitar juga mencari
menekan yang tak berdaya ,tak berarti
sungguh tinggi ego diri!!

Mari intropeksi diri
dari ketakutan diri sendiri
akhlakmu dipertanyakan
keimananmu dipertaruhkan
masihkah peduli yang membutuhkan

Dunia sedang membersihkan
dari jiwa-jiwa kerakusan
ketamakan
berani katakan kebenaran
lepaskan kebimbangan, keresahan
bukan cari pembenaran

Brigita Neny Anggraeni, Tgl lahir: Semarang, 02 Februari 1979, Pendidikan terakhir: S1 Psikologi, Universitas Diponegoro Semarang








Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi WABAH CORONA

57.Abidi Al-Ba'arifi Al-Farlaqi

WABAH CORONA

Wabah corona
mengembara di bawah qudrah dan iradah-Nya
menertawakan dosa-dosa manusia

Kuku Izrail mencengkeram di semesta sudut
mencekik leher waktu
menggali liang istirah

Mati
mati
mati
BIREUEN, 28 Maret 2020

PARA TAMU DAN ISI CAWAN TAKDIR

Izrail melayani para tamunya di wisma waktu
menyuguhkan beberapa cawan takdir
yang berisi wabah corona

Perlahan para tamu mengangkat cawan takdir itu
menyeruput isinya dan sambil bercerita tentang masa depan
namun tiba-tiba dadanya sesak
matanya nanar
nadinya membeku
usianya berhenti
mati

Akhirnya
debu memeluk para tamu
BIREUEN, 31 Maret 2020

AL-KHALIQ MENEGUR KITA


Al-Khaliq menegur kita
karena kita mencintai dunia sampai ke tulang sumsum
menggandakan cinta-Nya

Al-Khaliq menegur kita
karena kita begitu angkuh memanen dosa
mengkhianati cinta-Nya

Al-Khaliq murka
karena kita menggandakan dan mengkhianati cinta-Nya
lalu menegur kita melalui ayat-Nya yang bernama wabah corona

Fafirru ilallah
BIREUEN, 31 Maret 2020



jaha Kum DUNIA BISU

56.Tjaha Kum
DUNIA BISU


Dunia tak punya Ibu, tempat mengadu
Melampiaskan hawa nafsu, serakah menguasai tubuh
Manusia yang rapuh tata buku pengetahuan


Dunia tak punya Ayah, tempat melepas keluh
Ketika sesuatu menguasai alam dan akal budi
Keringat dan air mata dijadikan santapan
Singa yang berkeliaran pagi-pagi buta
Hingga malam menjelang
Terlelaplah tanpa kata-kata
Ayah tolong aku....

Yatim piatu dunia ini
Ketika Corona menghampiri
Gelap segalanya
Tak bernilai
Apakah dunia durhaka?
Hoelea, 28 Maret 2020


CORONA

Langit suram
Mata manusia tak melihat
Rupa-rupa gaya dan rasa
Penuhi kenikmatan alam
Tubuh dan segalanya


Kadang akal tak berdaya
Pelaku
Di antara yang berkecimpung
Di dalamnya
Tapi, hanya sedikit air yang basah di pagi buta
Menyirami setiap jejak
Yang hampir tertinggal


Of nafsu
Abu-abu aku memandangnya
Dari bilik orang buta
Pengetahuan

Adalah aku
Tak punya mata
Tak punya apa-apa
Hoelea, 28 Maret 2020



Ambigu


Wuhan Kota kecil negeri
Tirai bambu melerai
Lepas wabah terperangkap anak-anak
Orang tua, orang buta, orang miskin, orang terpinggirkan tanpa kemanusiaan
Tanpa kemurahan

Orang kaya, orang sombong, orang binasa harta dan jabatan menggoda lampiaskan naluri kepemimpinan
Demi kemajuan dan cara pandang
Lupa keselamatan teguran Maha Rahmah

Reproduksi manusia menggoda jiwa
Tumbuhkan setitik detik kuasa
Denyut nadi berlapis habis terkikis ambisi
Krisis moralitas
Istri-istri menjerit terbirit-birit ke kiri hingga pelipis tertindis arloji angkuh


Ideologi merah putih, hitam putih, putih biru warna beraneka
Bebas berkuasa antar benua
Siapa yang berdiri di atas singgasana

Agama dipertaruhkan akal gelagat, gerak pikiran
Condong kebiadaban
Murka-nya segera datang
Ketika sajadah enggan digunakan


Ekonomi marah
Masker melonjak
Penangkal dibungkam
Diam membatu
Seribu

Kapankah berakhir?
Hoelea, 29 Maret 2020

Nama : Tjaha Kum adalah seorang tabib yang menginspirasi, kemudian dijadikan  nama penanya. Nama aslinya adalah Ramadhan Abdullah. Dilahirkan di Hoelea, pada tanggal 10 bulan Februari.

Buku kumpulan puisi duetnya telah terbit pada tahun 2019 di Guepedia berjudul pecinta barisan kata. Kini ia hendak belajar berPusai (Puisi Bonsai). Sekarang ia berencana menerbitkan kumpulan puisi tunggalnya pada tahun 2020 ini

Teguh Ari Prianto: Poros Keberbalikan

55.Teguh Ari Prianto:

Poros Keberbalikan


Ketika dunia dalam pertentangan nilai karena paradok,
Virus Corona menunjukan keberbalikan

Bersatu ternyata hanya memupuk keburukan, tak lagi menyeru teguh karena memicu virus  semakin pandemi

Pulang mudik tak lagi membawa nikmat
Selebihnya hanya membawa wabah sampai ke kampung halaman

Apakah Virus Corona bak setan penolong atau malaikat pembawa bencana?

Corona memperdaya keyakinan-keyakinan absurd
yang menopang narasi-narasi dominan

Pertentangan telah menjadi masalah berkepanjangan
yang kau anggap baik pun maknanya kini  terpatahkan
karena corona

Tanda-tanda realitas semesta kembali kepada keselarasannya.
mengusung kebenaran entitas

Tuhan menyelaraskannya
bersama lahirnya pemuja-pemuja baru
Membunuh dikotomi
Bandung, 30 Maret 2020


Nurinawati Kurnianingsih JUM’AT BERPUISI

54.Nurinawati Kurnianingsih

JUM’AT BERPUISI

Hari ini-bagi kami memujaNya dengan Puisi
Membawa do’a bersemayam dalam hati
Suaranya meminta kami datang memantaskan diri
Berseragam putih bersarung dan berpeci
Memulai wudhu untuk bersuci
Dan kami memulai percakapan dengan Ilahi
Terimalah sujud permohonan kami jum’at ini
Cilacap, 8 Maret 2020

MENJAGA RINDU

Dik, masihkah engkau menjaga rindu ini
Lama sekali waktu terus meminta begini
Aku juga ingin bertemu pagi dan berkisah malam hari
Ditempat bersama mencintai

Dik, namamu bahkan ku jadikan sebutan untuk memintaNya
Merindukan pertemuan ditempat abadi
Lalu ku bacakan sajak yang pernah kau berikan aku janji
Untuk tak pernah pergi
Dan kau tetap bersama rindu yang harus ku temui
Cilacap, 8 Maret 2020

BONSAI
Gelora silaturahim jabatan tangan di bangsa ini
Menumbuhkan daun-daun berbentuk pancasila sejati
Dipuja sila pertama kami berakhir sila terakhir
Hidup diantara keadilan duniawi
Kebumen, 9 Maret 2020


SURAT TUHAN

Langkah-langkahku seakan berdansa ditempat berduri
Lalu diberi garis lengkung oleh Tuhan
Dan aku masih menikmati kesunyian duka surat kemarin
Bahwa tuhan telah membawa kekasihku di azali
Aku masih belum tahu mengapa Tuhan melakukanya
Belum cukup setahun rumah kita berdiri
Bersama ketawa bayi kecil ini
Menangis memintamu kembali
Tuhan bawa kami menemuinya
Selepas ini aku hanya ingin keabadian
Dari kekalahan hati untuk mencoba bertahan diri
Supaya nafasku dan bayi ini tak menangis malam hari
Tuhan engkau masih membawaku pada hati yang sendiri
Cilacap, 10 Maret 2020

KAMU TAK BERSAMAKU LAGI

Aku bisa tidur menikmati dekapan airmata
Yang aku tak bisa ketika menahan rindu kita telah tiada
Kemarin aku menemui senja
Bahwa, aku hanya tahu kau bukan miliku lagi
Tetapi kita pernah merajut waktu seindah ini

Membicarakan mimpi yang gagal
Dan janji yang telah diingkari
Kini kamu tak bersamaku lagi
Cilacap, 10 Maret 2020


Asro al Murthawy KOTAKU DALAM BINGKAI HANTU

53.Asro al Murthawy

KOTAKU  DALAM  BINGKAI  HANTU

biru lebam kotaku
maut mengintai dari atap-atap seng
dan udara yang berjerebu
menghitung nyawa sesiapa yang akan dijemput waktu
persimpangan, jalan dan trotoar mengelabu
orang-orang bergegas seperti ada yang memburu
susah payah memungut nafas
satu – satu
dalam seminggu kotaku menjelma lorong sunyi
pasar, mall dan toko-toko rata dalam pandang
datar gelap berbalut kabut
aku tak mengenali sesiapa
dileher tangan-tangan gaib mencekik-cekik
dari dalam dan luar raga
dari dalam dan luar jiwa
aku serasa dituba

Corona!  Corona!
entah siapa berteriak entah siapa yang merutuk
Nyanyikan lagu Tuhan!  Nyanyikan lagu Tuhan!...”
suara siapa pula memekik di lengang jalan
seperti biasa kita lantas sibuk mencari-cari
ayat-ayat pertobatan dan pintu ampunan
tapi, bukankah kita telah lama lupa cara mendoa?

Imaji 1441 H






Asro al Murthawy.  Lahir Temanggung, pada tanggal 6 November. Adalah Ketua Umum Dewan Kesenian Merangin dan Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jambi. Karya-karyanya terhimpun dalam Syahadat Senggama (k.puisi, 2017) Equabilibrium Retak (2007), Lagu Bocah Kubu (puisi, tanpa tahun),  Kunun Kuda Lumping (k.Cerpen, 2016)  dan berbagai antologi bersama sastrawan Indonesia lainnya. Karyanya yang lain: Pangeran Sutan Galumat (2017), Pengedum Si Anak Rimba (2018), Mengenal Lima Sastrawan Jambi (2018), Katan dan Jubah Sang Raja Hutan (2019) Bujang Peniduk (2019) dan Ujung Tanjung Muara Masumai (2019) diterbitkan oleh Kantor Bahasa Jambi sebagai Pemenang Sayembara.. Hadir dalam Temu Sastra Indonesia I (2008), Pertemuan Penyair Nusantara VI (2012) Jambi,  MUNSI II (2017) Jakarta,  Pertemuan Penyair Asia Tenggara (2018) Padang Panjang,dan Borobudur Writter And Cultural Festival (BWCF) (2019)
Nomor HP/WA  081274837162   Email: almurthawy@gmail.com



Minggu, 29 Maret 2020

Puisi Corona , I Made Suantha Duka Itu Bernama Corona

50.I Made Suantha

Duka Itu Bernama Corona

Siapakah namamu? Terbang sangat rendah
Di udara. Kecil di luar tubuh
Namun kuasa dalam hidup
Menghantam seberat martir
Bagaimana bertahan!

Dimanakah rumahmu? Beranakpinak dalam ruang tunggu
Untuk menjadi liar : Jabat tangan
Suara yang tidak berduka
Membentangkan jarak
Bagaimana cara menakar demam!

Bersenyawa di udara. Menetak hembusan nafas
Bumi serasa sempit untuk melangkah
Tidak ada cerita bagi tempat
Untuk basabasi
Tentang cinta dan kasih yang tulus.

Hidup di tera oleh zat yang lebih halus dari angin
Covid-19. Lemah di udara
Perkasa dalam tubuh
Menghantam tanpa mampu menangkis
Oi, bagaimana cara mempergunakan tameng?

Siapakah namamu? Menolong diri sendiri
Puputan untuk tidak keras kepala
Berkerumun, membentangkan tangan
Untuk membuat jarak
Iman untuk melawan. Setia untuk berjuang
Siapa bertugas untuk menolong?
Diri sendiri.
Awal dan akhir saling silang di udara
Menusuk diamdiam
( Bagi yang tidak setia
Yang berdusta)
Virus yang menebas tanpa berduka!
Maret’ 2020



Menanam Pedih di Bening Airmata

(Burung dengan paruh terluka
 Terbang rendah di telempap tangan
 Yang tak mampu menggenggam
 Dan menggelepar hanya karena desiran angin)

Duka itu dating. Sesenyap hembusan/ tarikan nafas
Dan langsung menghujam
Tanpa peralihan musim
Tibatiba saja tubuh menjadi limbung
Karena kau beranakpinak dengan sempurna.

Siapakah kau? Wujud kasat mata
Namun mampu menanam pedih di bening airmata
(Di airmata itu kau tanam jasad
Yang tak berdosa. Rintih yang telah kehilangan sedu
Demam yang tak tertera dalam temperature
Tinggal gigil yang menahun).
Kau, makhluk tanpa silsilah. Lahir premature

Tanpa ariary + nenk moyang
Kau, makhluk yang menjadi kuasa
Karena kelengahan & keacuhtakacuhan manusia
Kekurangwaspadaan. Barangkali sedingkih angkuh.
Makhluk yang begitu perkasa dalam tubuh.

Siapakah kau?
-Corona yang mampu menipu
Dan bersenyawa dengan sempurna
Dalam setiap tarikan nafas-

Pertanyaan yang tertahan pada rasa sedih itu.
Maka, jawabannya berpeluang pada asa
Diri sendiri. Kesetiaan untuk berjarak.
Kesadaran jasmani + rokhani
Kau yang mengajari untuk berperang dengan
Diri sendiri
Berdiam diri. ( Tata laku mengolah diri )
Maret 2020






I Made Suantha,  Lahir di Sanur, 24 Juni 1967
Kumpulan puisi tunggalnya : PENIUP ANGIN (1989), TOGOG YEH (2002) dan  PASTORAL KUPUKUPU (2008).Sajaksajak juga terhimpun dalam antologi puisi a.i. Jejak Tak Berpasar (2015), Tancep Kayon (2016), CINCIN API ( 2019), TUTUR BATUR (2019), NEGERI BAHARI(2018), BANDARA DAN LABA-LABA(2019)
Tahun 1987, diundang Dewan Kesenian Jakarta dalam Forum PUISI Indonesia 1987 di Taman Ismail Marzuki.
Tahun 2008, menerima penghargaan Widya Pataka dari Gu





Puisi Corona , M. Muchdlorul Faroh Dipaksa Libur

51.M. Muchdlorul Faroh

Dipaksa Libur

dilihat sekilas kau nampak garam
pemerintahpun kau buat
ketar ketir ketakutan
wabahmu sempat getarkan dunia
sekolah sekolahpun ikut jadi dampak
kau paksa kami berpisah dengan guru
kau buat jeda antara aku dan teman bertemu
dan harus menunggu selama 2 pekan
tuk melebur rindu
pagiku sekarang hanyalah antara aku, jalan sepi, dan kopi yang mulai mendingin
sudah tak ada lagi teman yang membuat riuh
tak ada lagi guru yang bersenandung lama
dan tak ada lagi papan tulis yang belepotan oleh tinta
darimu aku harus berpisah dengan sekolah
dan dipaksa libur tuk ngangsu kaweruh






Puisi Corona, Supriyadi Bro Kasih Tuhan Pada Hambanya

52.Karya : Supriyadi Bro

Kasih Tuhan Pada Hambanya

Kasih Tuhan pada hambanya?
Sebuah tanya, kesucian membimbing diri
Berlimpah nada Tuhan mengasihi hambanya, tapi tafsir mengaburkannya
Dunia berguncang, wabah virus corona merajalela
Masihkah ada kasih Tuhan untuk hambanya?
Mari kita merenung dalam keheningan hati
Mari kita menjernihkan jiwa, menjawab tanya
Sekelebat tafsir menyisir pikir
Tuhan, inikah pesan di akhir jaman
Putaran thawab di kiblat sejenak terhentikan
Kau jauhkan hambamu dari rumah-rumahmu
Sudah sehina itukah hambamu ini?
Kuterima pesanmu, teguranmu
Kuterima caramu mengasihi hambamu, agar kembali menghamba sepenuh jiwa
Ya Rab,
Hamba-hambamu ini terlalu bebal terima nasihatmu
Kemaksiatan, kepalsuan sumpah merajalela di mana-mana
Keduniaan telah melupakan akhiratnya
Ya Rab,
Atas kuasamu, kau hentikan tempat-tempat kemaksiatan
Atas kuasamu, kau hentikan prilaku kesia-siaan
Atas kuasamu, kau ingatkan kerinduan hadir di rumah yang kau muliakan
Ya Rab,
Takdirmu saat ini adalah kasihmu,
sucikan dunia atas ulah hambamu agar terhindar dari kehancuran akhir jaman
Kasih Tuhan pada hambanya, membumi sepanjang masa

Mojokerto, 29/3/2020
52.Karya : Supriyadi Bro


GETARAN PESAN KERINDUAN
Karya : Supriyadi Bro

Pesan kerinduan menggetarkan kalbu
Menurunkan mahluknya yang kasat mata, Corona namanya
Lahir di sebuah negeri bernama Wuhan
Hadir memporak porandakan sendi kehidupan insan
Ketakutan di mana-mana
Kematian menerpa sekejab mata
Bertanya diantara pesan kerinduan
Apakah engkau rindu getaran peluk kasih hambamu, Rabb-ku ?
Rindu peluk kasih hambamu yang kini kian semu
Masjid-masjid megah dalam kesepian
Musholla bertebaran, merana dan berdebu
Ya Rabb.....
Saat hambamu tak lagi bebas bersujud di rumahmu yang suci,
Saat sekat memisah jamaah saudara seiman
Baru hamba sadar makna kehilangan dari yang ada
Betapa terasa saat semua kebebasan beribadah, kini jadi keterbatasan
Nikmat tercerabut, menggerogoti relung kedamaian
Ya Rabb,
Pesan kerinduan kasih apa yang ingin Kau sampaikan?
Atau memang sudah tak pantas,
Engkau melihat wajah kami, mendengar keluh kesah, tangis, senyum bahagia kami di rumah sucimu ?
Pesan kuterima diantara getaran rindu peluk kasihmu
Ya Rabb, kami sadar arti malas menuju masjid yang hanya beberapa langkah dengan aman dan nyaman
Ya Rabb kini kami sadar arti silahturahmi yang kini berjeruji
Ya Rabb,
Jangan Kau cabut nikmat berpuluh tahun, yang telah kami abaikan
Ya Rabb..
Hidup dan mati mahluk Corona adalah kehendakmu.
Engkau yang menghidupkan segalanya..
Engkaupun yang mematikan segalanya..
Ya Rabb
Panggil kembali corona, cukupkan tugas mereka mengingatkan kami
Ya Rabb,
Pertemukan kami dengan ramadhan penuh berkah, dikala jumpa tanpa Corona

Mojokerto, 24/3/2020

TEROR CORONA
Karya : Supriyadi Bro

Teror Corona... Corona... Corona
Bagai malaikat pencabut nyawa, mengintai berputar-putar
Bagai begal bengis siap merajam
Bagai badai dan bingar  petir mengguncang isi bumi
Bagai lava panas meluncur dari pusaranya, datang melibas jiwa raga
Peradaban berjungkir balik, mainkan atraksinya
Teror... Teror... Teror virus corona
Melumat diplomasi, ekonomi, dan birokrasi
Mencabik-cabik keimanan insan
Takut teror virus corona, sampai lupa takut Tuhan sang penciptanya
Luluh lantak rajutan humanis
Insan jadi terpojok, bersembunyi di antara keramaian
Teror virus corona menghantui rasa
Teror virus corona merambah di mana-mana, di tiap sudut dan luasnya hamparan kehidupan
Di antara keresahan jiwa mendera
Kembalilah menghamba, bersujud memohon pertolongan-Nya

Mojokerto, 9 Maret 2020

Sabtu, 28 Maret 2020

Harkoni Madura ORANG-ORANG JELATA DAN KORONA


49.Harkoni Madura

ORANG-ORANG JELATA DAN KORONA

orang-orang jelata itu
masih saja menggegas lagu
padahal dia engah dan tahu
korona mengintai sewaktu-waktu
tanpa pemberitahuan lebih dahulu

orang-orang jelata itu ibarat menyantap simalakama
lantaran dia tulang punggung keluarga
yang menanggung degup sekian jiwa
dari balita hingga manula
sebab lewat asin keringatnya
dia menebar suluh matahari dengan cinta
berpengiring kayuhan doa dan nadham airmata

orang-orang jelata itu menabuh bahasa lembah
di hatinya yang menyampir sulur-sulur ibrah
tanpa gerutu,cemas dan gundah
karena kediriannya bercokol di palung tabah
dikawal silir rancak irama burdah

Banyuates, 26 Maret 2020



Anisah Effendi CORONA VIRUS

47.Anisah Effendi

CORONA VIRUS



Sudahilah permainan ini
Berhentilah menakut-nakuti kami
Pergilah sejauh-jauhnya
Jangan dekati kami lagi

Kami tak sanggup
Kehilangan orang-orang yang kami cintai
Sungguh pilu kami rasa
Dan berat kami tanggung

Corona virus
Kami memintamu sepenuh hati sepenuh harap
Sudahilah tingkahmu yang mengesalkan itu
Enyahlah dari sini
Musnahkan saja dirimu sendiri
Tanpa membawa-bawa kami
Kau dengar itu Corona virus?

Indramayu, 26 Maret 2020











HANTU CORONA



Tak terbayangkan
Bencana kemanusiaan ini
Kupikir hanya ada
Dalam dongeng-dongeng
Dalam cerita-cerita

Entah itu..
Bencana banjir besar di masa Nuh
Bencana gempa di masa Luth
Bencana kekeringan di masa Yusuf
Ataupun bencana wabah penyakit di masa prabu Airlangga dalam dongeng Calon Arang

Bencana..
Kita alami juga
Hari-hari ini
Saat-saat ini

Corona mengintai kita
Corona menghantui langkah-langkah kita
Corona menyerang kehidupan kita
Indramayu, 26 maret 2020










TERSEBAB CORONA

 Duka ini begitu keras
Bagai badai menghantam pepohonan
Lalu menimpa tubuh-tubuh di jalanan

Jerit tangis
Hiruk pikuk
Beradu pilu

Anak-anak tak tahu lagi kepada siapa memanggil ayah
Karena ayah mereka telah tiada
Anak-anak tak tahu lagi kepada siapa memanggil ibu
Karena ibu mereka telah pergi

Para pedagang di pinggir jalan tak tau lagi kepada siapa jajakan dagangan
Karena pembeli tak lagi datang
Sepi

Pesta pora bubar
Dari diskotik dan klub-klub malam
Dan di kuil-kuil doa-doa tak lagi terdengar
Wajah-wajah terlihat muram
Senyap

Di rumah, orang-orang kehilangan tangan dan hangat pelukan
Di mana-mana, mata menatap kosong tak mengerti
Kapankah prahara ini berakhir
Harapan sirna
Mimpi-mimpi lenyap




Cemas hinggapi siapa saja
Corona mengambil nyawa tanpa menyapa
Hening berbisik di telingaku
Diamlah di tempatmu
Dia akan datang tanpa kau tahu
Diamlah..
Jangan sampai dia menjamahmu

Indramayu, 26 Maret 2020

Anisah Effendi, menyukai puisi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Beberapa kali mengikuti antologi puisi bersama. Dua di antaranya yaitu Puisi Menolak Korupsi 5 dan Antologi Puisi 1000 Guru. Bisa ditemui di alamat: blok Lor, desa Tugu, Sliyeg, Indramayu, atau blok Kajengan, desa Danawinangun, Klangenan, Cirebon.


Arya Setra DIBALIK CORONA

46.Arya Setra

DIBALIK CORONA

Jauh dari sebrang sana
kau membawa pesan kepada dunia...
mengabarkan bahwa kau lah yg berkuasa ...
bagai sang pencabut nyawa...
Kau sungguh luar biasa
namamu dalam sekejap
menjadi trending dunia
dan momok yang sangat menakutkan
memenggal siapa saja yang lengah...
Tua,,,muda,,, laki-laki ataupun wanita
tidak ada prioritas menjadi sasaran amarahmu yang membabi buta....
Corona oh corona....
dibalik amarahmu
kau mengajarkan beberapa hal pada dunia...
kau mengajarkan arti kesehatan..
kau mengajarkan arti kebersamaan..
kau mengajarkan arti keimanan...
sehingga kita semua harus bersih-bersih dan me-lockdown diri masing-masing..
agar tidak keluar dari maqom nya...
dan selalu diam di dalam....didalam....didalam...
diri yang selama ini selalu mengembara tiada batas...
Corona oh...corona
ketakutan yang kau ciptakan...
mendorong diriku mungkin juga kita semua..untuk kembali padaNYA......
Jakarta 26 maret 2020




Sahaya Santayana SURAT JARAK JAUH

45.Sahaya Santayana

SURAT JARAK JAUH

kalimat-kalimat peringatan menggema
melalui pengeras suara di perempatan jalan
terdengar saat pagi memandang lampu perhentian
di mana kelengangan singgah di kota waktu

menulis catatan yang dipaparkan jadi puisi
di sini peraturan kian dipertimbangkan perbuatan
akan marka-marka yang membuat kita jeda
di antara sejenak yang was-was dan ragu

begitupun kebiasaan yang tak dapat ditahan
penyesuaian-penyesuaian muncul di hadapan
diri yang mempunyai pintas-pintas penerimaan

kata-kataku dihadapkan bijak yang dalam
demi jaga yang diterjemahkan keselamatanmu
yang sengaja kueja bersama kesunyianku
Tasikmalaya, 2020.














DI STASIUN SEPI

tak biasanya pemberangkatan sukar akan keramaian
selimuti suasana yang semakin murung mendung
sejumlah pembatalan-pembatalan pertemuan terpaksa
harus diurungkan sejenak waktu yang berputar

lokomotif-lokomotif datang lalu pergi menarik
gerbong yang berisi kekosongan lain dari kemarin
yang disaksikan bersama penantian di persilangan
lebih dulu pamit menuju perhentianmu

telah kubongkar barang yang sudah terkemas rapi
menyepi di kediaman hatimu yang kembali menulis puisi
khawatir menggaris pada kertas hari bersama kejadian ini

pada jadwal yang telah termaktub dan menyanubari
di satu jalur yang tak dapat kembali pada badan
adalah kalimat perpisahanku yang berkabung berulangkali
Tasikmalaya, 2020.














DISINFEKTAN HUJAN

kupandang endapan rinai-rinai
pada tanah di musim baru yang bertamu
setelah menjalar dan diarak perjalanan angin
betapa mendung mengitari selimut langkah

angka-angka yang melonjak kian hari termaktub
di kepala hingga basah bercampur keringat
sudah hafal akan menanti kembali harapan
yang berteduh di bawah jantung doamu

di mana ketakutan dan keselamatan
adalah kabar yang melayang di sudut ketegangan
apa hendak dilaku selain arif dalam ketenangan

di sini aku tak bisa menghitung rintik yang pelan
dialirkan tuhan yang jatuh membasuh usap sepenuh
serap yang dekat mendekap lalu dirapalkan bumi
Tasikmalaya, 2020.















Sahaya Santayana, Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Desember 1995. Menulis sejak Tahun 2014. Aktif Bergiat Satu Jam Sastra di Alun-alun Kota Tasikmalaya. Salahsatu puisinya masuk Antologi Bersama a.l : Jejak Cinta Di Bumi Raflesia, (2018), Jejak Hang Tuah Dalam Puisi, (2018), Bulu Waktu, (2018), Bulan-Bulan Dalam Sajak, (2018), Sajadah, (2019), Risalah Api, (2019), Dari Negeri Poci 9 : Pesisiran, (2019), Membaca Asap, (2019), Segara Sakti Rantau Bertuah, (2019), Antologi Sajak Juara KORSABARA, (2019), Suara dari Jiwa, (2019), Negeri Penyair, (2019), Puisi Sayur Mayur, (2020). Dan beberapa karyanya pernah dimuat Di H.U Kabar Priangan 2017, Radar Tasikmalaya 2017, H.U Rakyat Sultra 2018, Kuluwung.com 2018, Koran Merapi 2019, Magelang Ekspress 2019, Solopos 2019, Radar Banyuwangi 2019, sastra-indonesia.com 2019, tembi.net 2019, Radar Bekasi 2019, travesia.co.id 2019, kataberita.id 2020. Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya.



Wardjito Soeharso Japa Mantra

44.Wardjito Soeharso

Japa Mantra

Bolading!
Klambi abang
Bendho gowang.
Jalitheng!
Jun jilijijethot
Wong Tapang asli
Cempe-cempe!
Undangna barat gede
Tak opahi duduh tape
Weerrr.....weeeerrrr....
Weeeeeerrrrrr....
Setan ora doyan
Penyakit ora ndulit
Wabah ora temah
Amung kersane Gusti Allah
Corona...
Minggaaaaaatttt!


Semarang, 27 Maret 2020