Selasa, 25 Juni 2019

Puisi 16-21 Tadarus Puisi Ramadhan 1440 H (2019)

16.

Siti Khodijah Nasution

Salam Perpisahan

Aku akan pergi
mungkin kembali
atau bisa jadi
engkau masih yang sama
Tak pernah mengasihiku
Tamu luah maghfirah
Beruntai ampunan
Akulah ramadan
Betulkah dirimu rindu?
Malam lalilatulqodar
Dapatkah menghidu
Malam seribu bulan
dari pendoa yang baru menyadari
aku sudah akan sampaikan salam perpisahan
Ramadan
Baru kusadari
engkau akan pergi
masih banyak yang tertinggal
Kiranya kasihi aku
Kekasihku
Jakarta 21 Ramadan 1440H







Siti Khodijah Nasution

Malam Agung

Berkumandang takbir
Aku menangis
Betapa lumpur
Masih
Melekat

Berkumandang takbir
Tak sesiapa
Berbaju debu
Semakin
Kecil

Berkumandang takbir
Padanya saja
Lurus
Di malam agung
Aku mengharu
Jakarta, 30 Ramadan 1440 H












Siti Khodijah Nasution

Jalan Pencarinya

Inikah tanda
Ketukan pintu terkuak
Didatangkan anak bermata sayu
Lapar terpancar


Inikah tanda
Jalan pencarinya
Rupa-rupa larat
Hampir jatuh
Mengutuk


Inikah tanda
Di titik nadir
Dihadapkan rumahnya
Aku bertahmid
Aku bertasbih
Aku bertakbir
Memeluknya dalam sujud
Tak terbangun lagi
Jakarta, 4 Juni 2019








17.

Suyitno Ethex

Malam Seribu Bulan

Bulan
Malam seribu bulan
Hanya semalam
Malam itu sebuah malam
Tak ada di malam lain
Selain di bulan ramadan
Malam yang penuh keistimewaan
Malam yang penuh kerahmatan
Bagi yang beriman
Malam itu selalu ditunggu
Malam itu selalu diharap
Malam itu selalu dirindu
Malam itu ingin didekap
Bulan
Malam seribu bulan
Hanya semalam
Di bulan ramadan
2752019










18.

Syahriannur Khaidir

Tentang Hikmah

Dia menyapaku dalam dahaga demokrasi
Saat dalil centil politik berkumandang
Lalu benang kusut coba menekuk persada
Melilitkan petaka cinta karena coba
Kikuk karena pilah pilih wajah bertuah
Sentimentil prokontra adalah kesadaran dinamika
Ditiupkannya keindahan hijabi kesabaran
Aku terdiam dalam seteguk hikmah
Ramadhan membusungkan berkah
Torehan pasrah menuju fitrah

Sampang,  22 Mei 2019

















Syahriannur Khaidir

Daulat-Mu

Jika kemenangan itu
Hanya pembelotan atas haus dan lapar
Takkan usailah sesalku
Dalam syair cinta berselendang
Takbir Tahlil dan Tahmid
Sambil tersipu kukan merayu
Di pintupintu Ramadhan
Atas segala daulat-Mu

Sampang, 20 Mei 2019



















19.
Asro al Murthawy

Saat Ramadhan Pamit
Malam beku
detak jam melambat
ada yang begitu lekat mendekat
kaukah itu Ramadhan, mengapa tersedu sebalik pintu?
Tiada jawab. Hanya gigil raga serupa gempa
bertambah kuat

malam kian pekat
udara tak juga bergerak
seperti menunggu sesuatu
Tapi siapakah yang barusan lewat
mengedipkan cahaya lampu
membungkam gonggong anjing di kejauhan
mendiamkan riuh kokok ayam dinihari
membalutkan sepi yang kelewat sangat

malam diam
tapi sesuara siapa berbisik pelan di telinga
terdengar karib, mungkin seorang sahabat
“aku mau pergi,  jauh dan lama “

Kita pernah saling menyempurnakan rasa
berbagi setengah belah jiwa. Maka bacalah kembali
sajak-sajak yang pernah kita daraskan bersama
pada riuh masa pada hening waktu
“tunggulah, mungkin aku kan kembali
padamu pada hitungan ke tigaratus limapuluh lima
pertemuan  bulan dan matahari”
Imaji 1440 H
Asro al Murthawy

Di Atas Lembar Juz Amma
melesat dari ayat ke ayat
berkelindan  antara huruf dan mahroj
edari tetiap harakat fatah kasrah dzumah
milyaran cahaya mungkin melesap
berdenyaran meruang di kepala
aku tergeragap
lembar jiwa tak juga tersibak


selalu saja aku gagal menerjemahkan tanda
sesat di labirin logika. Kata-kata gagap
terpilin tak mampu tereja meski sepatah
tak alif tak nun tak wau
menajam mengirisi ulu hati
~ iqra bismi robbikalladziii…........~

terhampar dari juz ke juz
lembar demi lembar membentang kisah
tahun alif yang purba hingga nun di masa depan
berpusar bagai topan mengapung di lelangit dada
aku tergugu
belum terbaca tuntas alifbataku
Imaji 1440 H








20.
Suhendi RI
Wahdatul Wujud

Dari sebelum menjadi ada
Sampai segalanya ada
Dia dahulu ada
Dari sebelum terjadi
Sampai sesuatu jadi lalu menjadi
Dia telah ada, kekal dan abadi
Meniadakan yang ada
Menjadi tidak ada
Dia kuasa atas segala-galanya
Meniadakan yang tidak ada
Menjadikan sesuatu ada
Dia kuasa atas segala-galanya
Dialah awal
Dari sebelum terciptanya awal
Dialah akhir
Dari sesudah semuanya berakhir
Cikarang, 09 April 2019













Suhendi RI


Di Ambang Kepunahan

Kidung Subakhir terlantun tartil
Di tanah nusantara
Bumi berzikir, semesta bertasbih
Gunung-gunung bersujud, samudera bersholawat
Kita, sang pengendara waktu
Terpukau menatap gerbang timur
Melupakan sosok wahdatul wujud
Kunfayakun, kita mengingat-Nya
Membaca doa qunut nazilah
Mendirikan tiang agama di tengah malam
Memohon pengampunan dan kasih sayang-Nya

Cikarang, 17 Oktober 2018
















 Suhendi RI
Sabda Tanah

Sejenak memaknai kata asal
Dari sebuah nyanyian kehidupan
Masihkah lekat dalam palung ingatan
Risalah rusuk sang adam
Sebelum tinggalkan tanah pertama
Memasuki tanah kedua, kompas rusak
Jalan sunyi kehilangan arah jejak
Ada dan tiada-Mu, kembali pulang di kesunyian
Oh Tuhan, di rimba keterasingan
Jiwa jiwa terdahulu menanti kepastian
Dari kebangkitan tanah ketiga
Sambil berdendang senandung kekelaman
Rangkulah kami dalam kasihMu
Cikarang, 23 Maret 2019

















21.

Cuk Ardi

Ramadhan

tiada sasih lebih indah
selain bulan nan suci
digandakan seribu berkah
di setiap ketulusan hati

tiada saat teramat nikmat
dari bulan penuh ampunan
ditumpahkan seluruh rahmat
didetak detik yang berjalan

tiada waktu selalu dirindu
selain bulan seribu bulan
kala cahayanya telah berlalu
berharap bertemu kemudian

310519





Puisi -27-32 Tadarus puisi Ramadhan

27.

M sapto Yuwono
Selepas Ramadhan
Getaran rasa satu
Mengukur ibadah
Selembut hati

Gerakan rasa satu
Mengakar jiwa taqwa
Insani nurani jiwa

Gambaran rasa satu
Mengikat pesona bathin
Nalar raga suci

Gesekan rasa Saturday
Menjiwai jiwa patuh
Pada ingatan tubuh yang tumbuh

Selepas Ramadhan
Ukur hati
Simak jiwa
Samar insan
Ibadah tak luluh
Taqwa tak luntur

 Muara Bungo, 4 Juni 2019






28. Syaiful B. Harun.

Kembali Dari Kembara

Pernah kita kembara bersama di sebuah dunia
Menapaki jalan berhutan tipis
Di balik kabut asap pagi yang telah lalu
: Ada yang terantuk di ujung gerimis
Jatuh di dahi tinggi lantas turun berurai air mata

Di mata itu kubaca tentang doa-doa
Tertera pada kitab-kitab tua
Terhenyak dalam genggaman di bibir mata

Sebagaimana mayapada :
Sebuah kisah mengukuhkan harap dan damba
Sempat kita titipkan di sebuah kereta senja
Sembari sesekali memandang ke luar kaca jendela
Melayangkan kenangan di masa  kanak-kanak
Memanjat pohon mangga tetangga
Atau berlarian di tepi kubangan
Mengejar kerumunan kerbau berlarian

Mengingatmu, kini!
Aku seperti memasuki sebuah dunia :
Dengan lamur kuserahkaan kegelisahanku kepadamu
Menuliskan cinta platonik
Pada dawai-dawai kecapi dan kendang
Kerapkali regang-meregang
Membawa jantung terpacu kencang
Dan, berada di balik kabut asap senja hari ini
Sebatang pohon salam nan rimbun telah meranggas
Sekalipun kini memasuki musim penghujan
Aku tercenung tetapi terlihat juga biji-biji merah itu
Menghitam di atas tanah membasah
Tiadalah sempat kupikir sesuatu
Terhadap biji yang siap tumbuh itu
Sebab melintas unggas kecil dengan tanduk di kepalanya
Melompat-lompat pendek dan sesekali mematuki tanah gembur
Mencari serangga kecil yang lepas dari iring-iringan
Telah mengalihkan perhatianku

Membacamu, kini!
Pikiranku berkelebatan
Sesekali kupandang engkau seperti batang salam yang rimbun
Terkadang engkau kulihat pula bagaikan
Semut yang lepas dari iring-iringan

Sementara aroma tanah basah di sini
Dirindu peri-peri dari puri-puri yang tersembunyi
Seperti memanggili ke dalam perigi
Tetapi gemanya akan kembali ke dalam diri

Agar kita kembali dari kembara
Kembali ke sebuah rumah milik kita
Tempat berbagi kebahagiaan bersama
Kembali ke pangkuan bunda

Palembang, 01/06/2019
Arie Png Adadua




29.

Lela Hayati
Itikaf Ramadhan

Karpet hijau menghampar
Dzikir-dzikir bertutur
Duduk sila arah kiblat
Sepanjang malam doa serta taubat

Teraweh
Tadarus
Kitab-kitab
Air mata dosa

Khusu menikmati
Mendekap pada karimNYA
Malam sunyi
Pasrah malam mengeja

Mukena lekat
Sujud dekat
Ramadan menggeliat
Syair debu tercatat

Cahaya nan bekah
Larut kian muhasabah
Kabut hingga berembun
Kening subuh, adzan mengalun

Bandung, 03 Juni 2019



30.

Muhammad Jayadi

Yang Kutangkap di Ramadhan Ini

Semilir  ias   keindahan
menghembuskan pengertian dalam dada
pada wajah bulan mulia ini
kutatap bening nilai kasih  ias   Tuhan
karena masih kudapatkan pertemuan dengannya
ramadhan dalam lingkaran rahmat-Nya

Lalu, detik yang berlalu
berjalan dengan mengikut helaan nafas
kiranya adalah bagian kita menerapkan nilai-nilai
menabur kasih  ias   di jalan perjuangan
merobohkan segala keegoan dalam diri
karena ia adalah musuh terbesar dalam hidup ini

Setidaknya, itulah yang terbesit dalam batinku
bahwa kita harus lebih menyelami relung fikir dan zikir 
menggandeng nilai-nilai dalam harmoni kehidupan
untuk menjadi lebih mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki Tuhan pada diri kita
dalam kehidupan ini.

Halong-Kalsel, 2 Juni 2019





31.
Sukma Putra Permana

Doa Lebaran Dari Panti Asuhan

Terima kasih, Tuhan… Ramadhan tahun ini Kau beri kami kekuatan. Berpuasa penuh satu bulan. Tahan haus dan lapar dengan kesabaran.

Terima kasih, Tuhan… Idul Fitri kali ini Kau anugrahi kami kegembiraan. Hadiah sarung, celana, dan baju lebaran. Serta sepasang sepatu sandal idaman. Yang dikumpulkan dari tangan para dermawan.

Terima kasih, Tuhan… Kau karuniai kami kebahagiaan. Berhari raya berkumpul bersama. Walau Kakak, Abang, dan Adik-adik taka ada  pertalian darah. Tapi kami semua penuh rasa persaudaraan. Menikmati lezatnya ketupat opor, sayur, dan rendang. Sumbangan dari sebuah Restoran Padang.

Tapi… maafkan kami, Tuhan… Bolehkah kami punya satu lagi permohonan? Yaitu, mesra dan hangatnya pelukan. Dari Ayah-Ibu yang selalu kami dambakan. Namun bertahun-tahun tak pernah kami rasakan. Sejak hari pertama kami ditelantarkan…



Ramadhan 1440 / Juni 2019


Sukma Putra Permana

Kopiah Butut Mbah Dolah

Hampir sembilan tahun sudah. Kopiah butut menutup kepala mbah Dolah. Kini teronggok ia di sudut. Bersama tumpukan sampah. Perlahan terbakar api yang disulut. Taka da yang peduli pada jasanya. Menemani merawat musholla. Tak lupa lantunkan merdu ajakan sholat. Untuk  siapa saja yang tergerak hatinya.

Kopiah hitam lusuh. Habis terbakar menjadi bara kemudian musnah. Bersama barang-barang tua lainnya. Dan hanya tersisa ingatan serta doa. Untuk mbah Dolah merbot musholla. Yang tutup usia di bulan puasa. Pada hari keduapuluh tiga.

Selamat jalan, mbah Dolah. Semoga kau damai dan bahagia di alam baka…

Ramadhan 1440 / Juni 2019












Puisi 25-32 Tadarus Ramadhan 1440 H Berbagi Kebahagiaan

25.
Yono DL

Kumanti Mimpi Pada Bayang-Mu

Masih lamakah musim kan tiba
tanyakau selalu pada setiap jengkal waktu
aku begitu bersemangat
menerjemahkan bayangMu
menulis dan menafsirkannya
pada jadwal mimpi

Kunantikan keajaiban itu
emua kusam bercampur pulas
siang yang kumalamkan
pekat yang kunikmatkan
membaur tercampak di dinding dinding
hati para pengharap

Oh, lama aku terlena
dalam  asyik nya bermain
saat burung layang-layang hinggap
di beranda kekar kudekap
alu menerbangkannya.
Tuhan,   aku lupa

Sanggar IMAJI
Bangko-Muara Bungo 1999-2019







Yono  DL

Di Kusam Sajadah

Di  kusam  sajadah
sungguh lekat, lengket berotasi
sepenuh malam tanpa pejam
terantuk menjelma  terang fajar

Sama kuserahkan rendah tiang
iman tunduk terduduk di kusam sajadah
terbentang semesta
tertumpah segala
muntah
membersihkan serpih-serpih debuku
untukMu
Sanggar IMAJI
Bangko-Muara Bungo 1999-2019















26.

Puisi Abay Viezcanzello

Aku dan Kau Adalah Keriangan

Tiada yang perlu kau kenal sebagai duka
Manakala dadamu sesak oleh luka.
Aku akan setia menyajikanmu teduh
Sampai kau mampu membunuh segala keluh.

Dan seterusnya, aku akan senantiasa riang
Menjelma wadah
Apabila airmatamu tumpah.
Sebab, aku  ias    adalah sepasang keriangan
Tempat terkubur segala yang bernama kesedihan.

Matanair Rubaru, 2019
















27.

M sapto Yuwono
Selepas Ramadhan
Getaran rasa satu
Mengukur ibadah
Selembut hati

Gerakan rasa satu
Mengakar jiwa taqwa
Insani nurani jiwa

Gambaran rasa satu
Mengikat pesona bathin
Nalar raga suci

Gesekan rasa Saturday
Menjiwai jiwa patuh
Pada ingatan tubuh yang tumbuh

Selepas Ramadhan
Ukur hati
Simak jiwa
Samar insan
Ibadah tak luluh
Taqwa tak luntur

 Muara Bungo, 4 Juni 2019






28. Syaiful B. Harun.

Kembali Dari Kembara

Pernah kita kembara bersama di sebuah dunia
Menapaki jalan berhutan tipis
Di balik kabut asap pagi yang telah lalu
: Ada yang terantuk di ujung gerimis
Jatuh di dahi tinggi lantas turun berurai air mata

Di mata itu kubaca tentang doa-doa
Tertera pada kitab-kitab tua
Terhenyak dalam genggaman di bibir mata

Sebagaimana mayapada :
Sebuah kisah mengukuhkan harap dan damba
Sempat kita titipkan di sebuah kereta senja
Sembari sesekali memandang ke luar kaca jendela
Melayangkan kenangan di masa  kanak-kanak
Memanjat pohon mangga tetangga
Atau berlarian di tepi kubangan
Mengejar kerumunan kerbau berlarian

Mengingatmu, kini!
Aku seperti memasuki sebuah dunia :
Dengan lamur kuserahkaan kegelisahanku kepadamu
Menuliskan cinta platonik
Pada dawai-dawai kecapi dan kendang
Kerapkali regang-meregang
Membawa jantung terpacu kencang
Dan, berada di balik kabut asap senja hari ini
Sebatang pohon salam nan rimbun telah meranggas
Sekalipun kini memasuki musim penghujan
Aku tercenung tetapi terlihat juga biji-biji merah itu
Menghitam di atas tanah membasah
Tiadalah sempat kupikir sesuatu
Terhadap biji yang siap tumbuh itu
Sebab melintas unggas kecil dengan tanduk di kepalanya
Melompat-lompat pendek dan sesekali mematuki tanah gembur
Mencari serangga kecil yang lepas dari iring-iringan
Telah mengalihkan perhatianku

Membacamu, kini!
Pikiranku berkelebatan
Sesekali kupandang engkau seperti batang salam yang rimbun
Terkadang engkau kulihat pula bagaikan
Semut yang lepas dari iring-iringan

Sementara aroma tanah basah di sini
Dirindu peri-peri dari puri-puri yang tersembunyi
Seperti memanggili ke dalam perigi
Tetapi gemanya akan kembali ke dalam diri

Agar kita kembali dari kembara
Kembali ke sebuah rumah milik kita
Tempat berbagi kebahagiaan bersama
Kembali ke pangkuan bunda

Palembang, 01/06/2019
Arie Png Adadua




29.

Lela Hayati
Itikaf Ramadhan

Karpet hijau menghampar
Dzikir-dzikir bertutur
Duduk sila arah kiblat
Sepanjang malam doa serta taubat

Teraweh
Tadarus
Kitab-kitab
Air mata dosa

Khusu menikmati
Mendekap pada karimNYA
Malam sunyi
Pasrah malam mengeja

Mukena lekat
Sujud dekat
Ramadan menggeliat
Syair debu tercatat

Cahaya nan bekah
Larut kian muhasabah
Kabut hingga berembun
Kening subuh, adzan mengalun

Bandung, 03 Juni 2019



30.

Muhammad Jayadi

Yang Kutangkap di Ramadhan Ini

Semilir  ias   keindahan
menghembuskan pengertian dalam dada
pada wajah bulan mulia ini
kutatap bening nilai kasih  ias   Tuhan
karena masih kudapatkan pertemuan dengannya
ramadhan dalam lingkaran rahmat-Nya

Lalu, detik yang berlalu
berjalan dengan mengikut helaan nafas
kiranya adalah bagian kita menerapkan nilai-nilai
menabur kasih  ias   di jalan perjuangan
merobohkan segala keegoan dalam diri
karena ia adalah musuh terbesar dalam hidup ini

Setidaknya, itulah yang terbesit dalam batinku
bahwa kita harus lebih menyelami relung fikir dan zikir 
menggandeng nilai-nilai dalam harmoni kehidupan
untuk menjadi lebih mengerti apa yang sebenarnya dikehendaki Tuhan pada diri kita
dalam kehidupan ini.

Halong-Kalsel, 2 Juni 2019





31.
Sukma Putra Permana

Doa Lebaran Dari Panti Asuhan

Terima kasih, Tuhan… Ramadhan tahun ini Kau beri kami kekuatan. Berpuasa penuh satu bulan. Tahan haus dan lapar dengan kesabaran.

Terima kasih, Tuhan… Idul Fitri kali ini Kau anugrahi kami kegembiraan. Hadiah sarung, celana, dan baju lebaran. Serta sepasang sepatu sandal idaman. Yang dikumpulkan dari tangan para dermawan.

Terima kasih, Tuhan… Kau karuniai kami kebahagiaan. Berhari raya berkumpul bersama. Walau Kakak, Abang, dan Adik-adik taka ada  pertalian darah. Tapi kami semua penuh rasa persaudaraan. Menikmati lezatnya ketupat opor, sayur, dan rendang. Sumbangan dari sebuah Restoran Padang.

Tapi… maafkan kami, Tuhan… Bolehkah kami punya satu lagi permohonan? Yaitu, mesra dan hangatnya pelukan. Dari Ayah-Ibu yang selalu kami dambakan. Namun bertahun-tahun tak pernah kami rasakan. Sejak hari pertama kami ditelantarkan…



Ramadhan 1440 / Juni 2019


Sukma Putra Permana

Kopiah Butut Mbah Dolah

Hampir sembilan tahun sudah. Kopiah butut menutup kepala mbah Dolah. Kini teronggok ia di sudut. Bersama tumpukan sampah. Perlahan terbakar api yang disulut. Taka da yang peduli pada jasanya. Menemani merawat musholla. Tak lupa lantunkan merdu ajakan sholat. Untuk  siapa saja yang tergerak hatinya.

Kopiah hitam lusuh. Habis terbakar menjadi bara kemudian musnah. Bersama barang-barang tua lainnya. Dan hanya tersisa ingatan serta doa. Untuk mbah Dolah merbot musholla. Yang tutup usia di bulan puasa. Pada hari keduapuluh tiga.

Selamat jalan, mbah Dolah. Semoga kau damai dan bahagia di alam baka…

Ramadhan 1440 / Juni 2019












Puisi karya 37-41 Tadarus Puisi 1440 H (2019) Berbagi Kebahagiaan

37.
Kaliktus Ure Maran
Kamu dan Bundaku

Aku menemukannya
Aku bangga pada-Mu Ibu
ketika kawanku
si dia berjilbab merah
seingatku lima menit yang lalu
mereka tak ragu
bersila dan mengabadikan, cantiknya
 sejenak ku tercengang, namun itu nyata adanya
“ohh.. mungkin?”
ku menyebutnya
“berbuka dipelukan Bundaku”

Tiba-tiba mereka diusik
oleh botol plastik milik Bapak
dia diusir
aku marah
namun, kupikir
jangan rumitkan pandanganmu
ku tepuk bahunya
“haii.. kawan”
jangan resah
mungkin dia sedang mabuk
ku tau senyum itu kembali
sambil ku buka pintu pagar
“silahkan..”
“masuklah dalam hati kita”
Ibuku menunggu sapamu kawan

Larantuka, 2019
Kaliktus Ure Maran

Enam jam dibawa lentera

Bagaimana ku menyatukan hati kita?
Aku takut kita saling cemburu selepas maghrib
padahal jari kita sama saat menunduk
memintah cinta di bawa lentera
yang terangnya seperti bulan
hingga terangnya pun aku tahu
engkau ada disisiku, sayang
kita saling menghitung
detak perut ketika lapar
dan harum menggoda warung depan jalan
jangan padamkan lentera
ketika sore belum tiba

Larantuka, 2019















38.

Sami’an Adib

Menyelami Rahasia Puasa
di antara fajar dan ambang maghrib
ada kejujuran yang tak pernah raib
setiap diri sabar memelihara diri
agar terhindar dari iri dan dengki
kelak berharap meraih kemenangan
menjadi satu dari sekian insan pilihan

di antara lapar dan dahaga
konon ada semerbak aroma  ias
setiap orang tiada henti mencari
gerangan di mana bidadari sembunyi
belum seorang pun yang menemukan
meski denyut kerinduan tak tertahankan

di antara letih dan tabah
konon ada sebongkah berkah
banyak orang yang masih tekun berburu
meski jalan yang ditempuh penuh liku
entah sesiapa berhasil merengkuhnya
hingga kini abadi sebagai rahasia

di antara bening embun dan hening
ada ketulusan dari jiwa-jiwa yang tenang
mereka tidak mengharap kenikmatan semata
juga tidak takut terperangkap dalam kubang derita
hanya ridho ilahi yang mereka dambakan
hiasan terindah saat menebar senyum kegembiraan
Jember, Juni 2019

Sami’an Adib

Kidung Kerinduan
: ayah

Telah kami tenun serat-serat kasih
menjadi helai-helai kerinduan, Ayah
ijinkan kami membawanya sebagai oleh-oleh
untuk kita gelar sebagai panggung melantunkan madah
:kidung kagum pada Sang Khaliq Yang Mahaindah

Ayah, jarak yang merentangkan dua Ramadhan
telah menorehkan rangkaian kronika keharuan dan keriangan
sesekali kukabarkan celoteh cucu-cucumu penuh keceriaan
meski kami sadar rindumu tak mungkin tertunaikan
tapi, setidaknya ungkapan kasih tetap terjalin

Ramadhan kali ini kami akan pulang, Ayah
biarkan kami (aku, menantumu, dan cucu-cucumu) bersimpuh
pada kedua kakimu yang kian hari kian merapuh
kami pendam cita agar seluruh ridhomu luruh
sebagai bekal terbaik untuk terus melangkah

Ayah, maafkan bila celoteh cucu-cucumu menimbulkan keriuhan
sejatinya mereka hanya menumpahkan segala keriangan
setelah menemukan suasana baru yang penuh keakraban
seakan terbebas dari jebakan mesin mainan
yang nyaris menjauhkan mereka dari jalan Tuhan

Bukan takjil kelapa muda yang kami rindukan, Ayah
tapi lembut belaian tanganmu yang penuh kasih
juga doa-doa tulus dalam setangkup tanganmu yang tengadah
demi hidup kami berlimpah berkah
terbebas dari jerat melankolia keluh kesah

Jember, Juni 2019
























39.
Arya Setra

Malam Penghujung Ramadhan

Gemuruh takbir dari tiap sudut
MengagungkanMU menyayat kalbu.
Gemeretak beduk bertalu membuat hati pilu,
Pilu karena rasa rindu akan diri MU setelah satu bulan berperang melawan nafsu..
Wahai kekasihku akankah aku meraih kemenangan
Atas RidhoMU..?
Akankah aku mendapat tempat bersama orang2 yg KAU rahmati dan KAU cintai ??
Aku hanya  ias sujud dan tunduk padaMU.
Aku tidak berani berharap akan SorgaMU
Dan aku tIdak akan pernah takut atas nerakaMU
Asal aku berada dalam Ridho dan Rahmat MU….
Ya Rabb ku maafkan atas ocehan sang pungguk yang sedang merindukan indahnya rembulan …

4 Juni 2019












40.

Mim A. Mursyid
Resonasi


Barangkali
Nikmat paling surga
Adalah menjadi
Delapan tangga nada;

Kubawa engkau
Ke puncak pejam paling tajam
Semesta bunyi gemuruh dalam ruh
Kita pun manunggal sebagai rindu.

Madura, 2019

















41.
Supianoor
Aku dan Sang Yatim Piatu

Hanya beberapa lembar rupiah lusuh
yang dapat kuulurkaan padamu sang yatim piatu
yang malang
Denan tangan gemetar dan mata berbibar
kau sambut dengan pandangan tajam raut genbira
kau raih tanganku
kau cium seperti kau sedaang berhalusinasi
itu adalah tangan orang tuamu
yang sudah puluhan tahun tak kau dapatkan
kau tersenyum dengan mata sendu tanpa irama
seperti senyum untuk orang tuamu
yang telah berlalu puluhan tahun yang lalu

Hanya usapan lembut di ubun-ubunmu
menyertai renyuhan hatiku untukmu
semoga ini dapat membangkitkan ingaatanmu
akaan usapaan orang tuamu sepuluh tahun yang lalu
semoga usapan lembut ini
mampu pula mengikis sedikit kesedihanmu
daalam menjalani kehidupanmu
untuk menyongsong masa depan yang lebih baik

Tanah bumbu 2019







Supianoor

Takbirmu di Hari Lebaran

Ketika lebaran tiba
Dengan penuh semangat
Kau berperanserta kumandangkan takbir dan tahmit
Dengan khusu dan kadang tersenyum semringah
Kau mampu melebur dan berbaur dalam alam gembira
Tak tampak kau memikul beban hidup
Walaupun hidup dalam naungan asrama yatim piatu
Makan bukan masakan ibumu
Minum bukan air rebusan orang tuamu
Namun senyum itu masih bisa kau lakukan
Di tengah-tengah rasa rindu akan kehangatan masa lalu
2019



Sabtu, 08 Juni 2019

NYANYIAN SEMESTARAYA Karya Bunergis Muryono

NYANYIAN SEMESTARAYA

Ketika semua sibuk berparadok
Aku bertahan dalam sahaja
agar legawaningtyas dadi ikhlas
Bersinar bagai Surya pada Teratai Tunjung kolamku
Aku berkisah tentang taburan bintang-bintang
Teman tiap malam selama Ramadhan
Juga di saat gelap tiba
Menyapa Bulan dari berbagai pandang.
Diam
Tanpa syair
Tidak berpuisi
Semestaraya telah mengidungkannya
Merdu
Di jiwaku
Dalam hidupku
Hingga kaca danau
Cermin laut
Percikan air menjadi biasan diri kecil ini.
Angin membelaiku
Seusap dua usap sebelum menghantar kabut jadi awan.
Burung-burung berkicau
Ayam jantan menyahut dari berbagai penjuru
Bunga-bunga bermekaran di lahan tandus
Menebar wangi dan harum dalam kemewahan busana aneka warna....
Bumi sesekali bergetar
adalah ibundaku menimang dengan kasih cinta.
"Nak...setinggi apa pun engkau berdiri...tetaplah ingat...engkau berpijak di perut ibumu. Bumi Pertiwi nan tulus hati
Harapku...tetaplah tulus bersyukur...jangan sedikit pun membuatmu angkuh.... Engkau anakku.... Anak lapang jiwa...."


 Mbahkung Buanergis Muryono Renungan Zaman 8 Juni 2019 09:35 at Titian Moksa Ashram Character Building Education Bungkulan Buleleng Bali

Senin, 27 Mei 2019

Retno Marsudi Mentri Luar Negeri Hebat dalam sejarah Indonesia

 Retno Lestari Priansari Marsudi (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 27 November 1962; umur 56 tahun adalah Menteri Luar Negeri perempuan pertamaIndonesia yang menjabat dari 27 Oktober 2014 dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo. Sebelumnya dia menjabat sebagai Duta besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda di Den Haag.

Retno Marsudi yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, pada 27 November 1962 itu menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3 Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1985.Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda.
Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda.Pada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan Amerika.Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003.

Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut.Selain itu, ia juga sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas Oslo. Sebelum masa baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika.

Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012. Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation).

Pada 2017, Retno mendapatkan penghargaan sebagai agen perubahan di bidang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Penghargaan tersebut diberikan oleh UN Women dan Partnership Global Forum (PGF). UN Women adalah lembaga PBB yang bertugas memajukan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sementara PGF adalah lembaga non-profit yang bertujuan memajukan kemitraan inovatif bagi pembangunan. Penghargaan ini diserahkan oleh Asisten Sekretaris Jenderal PBB yang juga selaku Deputi Direktur Eksekutif UN Women Lakhsmi Puri pada acara jamuan makan siang di sela pelaksanaan Sidang Majelis Umum PBB ke-72 di Markas Besar PBB, New York.Retno menikah dengan Agus Marsudi, seorang arsitek, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi.

Rabu, 08 Mei 2019

Puisi-puisi di Antologi Anak Cucu Pujangga (ACP)


Daftar Isi :

1.Raeditya Andung Susanto, Tidur dengan Celana Jokpin
2.Carmad, Merak di Ufuk Senja
3.Anisah, Sang Api Buat: Gus Warsono
4. Ure Maran, Kembang Sajak Bulan Desember;
    Ketika Semesta Dalam Kebingungan
5. Zaeni Boli, Rindu Baang
6. Sarwo Darmono,  Aku Cucu Pujangga
7.Gilang Teguh Pambudi, Aku Cerita Lewat Pertanyaan
8. Bd'oel Santri Bangor, Anak Pujangga
9. Mohd Zainal Bin Abdul Karim, Serpihan Cahaya Ane Matahari
10.Teguh Ari Prianto, Kurir Kata-kata Emha
11.Rg Bagus Warsono, Celana Pendek Leak
12. Pensil Kajoe, Semalam Kubertemu Rendra
13.Heru Mugiarso, Aku Ingin
14.Emby B. Metha, * Tuhan Ku Dimana
15.Sami’an Adib, Pewaris Celurit Emas
16. M. Sapto Yuwono, Kepada Zara Zetira ZR dan Putriku
17. Arie Png Adadua  (Syaiful B. Harun), Tapi Aku
18.Agus Mursalin, Omongan Tanpa Naskah (kau yang selalu bergejolak)
19. Sugeng Joko Utomo, Ode Buat Rendra
20.M Dhaun El Firdaus, Setelah Pertemuan Itu (Teruntuk Gus Candra Malik)
21.Karan Figo, Aku Pengagummu Ki Ronggo Warsito
22.Anom Triwiyanto, Rebel Anwar
23.Buanergis Muryono, Sulaiman As Salomo
24. Lela Hayati,Manteramu Candu Cintaku
25.Barokah Nawawi, Kepada Toto Sudarto Bachtiar
26.Sukma Putra Permana, Catatan untuk Chairil di Batu Kilometer
     Terakhir Antara Krawang –Bekasi
27. Fian N,Dalam Waktu: Kita Abadi
28.Wanto Tirta: Di Ruang Tamu





Puisi-puisi Raeditya Andung Susanto dalam ACP

1.Raeditya Andung Susanto

Tidur dengan Celana Jokpin

Semalam, saya tidur dengan Jokpin
Diajari olehnya bagaimana cara menenangkan malam
Menimang kata-kata
Kemudian latihan tidur berselimut puisi
Dia memberikan celananya yang tua dan kedodoran
saya kenakan, kemudian dibungkus sarung
Yang pernah berkibar gagah
Di pantai; bersama pacar senjanya
Bekasi, 2019


Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dan sebisanya
Supaya kelak tak menjadi duka yang abadi
Pada suatu hari nanti
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dan sebisanya
menjadi selembar daun yang terbang ke kotamu
Untuk melipat jarak dari waktu yang fana
Kemudian menyepi di pinggir telaga
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dan sebisanya
Lalu bercermin di matahari
Mencipta baying-bayang
Hingga angin meniup hujan bulan juni
Dan kasih kata-kata : abadi
Bekasi, 2019



Raeditya Andung Susanto, penulis muda kelahiran Bumiayu Brebes yang sedang menempuh pendidikan S1 di Bekasi.Anggota Komunitas Bumiayu Creative City Forum (BCCF). Karya-karyanya pernah dimuat dalam antologi Senyum Lembah Ijen, Indonesia Lucu Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia jilid VI, Menjemput Rindu di Taman Maluku, Abu-abu Merah Jambu, Mblekethek. Puisinya tayang di redaksi Tembi Rumah Budaya Jogja, Penulis RUAS Indonesia-Malaysia 2017, Di tahun 2019 ia sedang menyelesaikan buku pertamanya.



Puisi Carmad dalam ACP

2.Carmad.

Merak di Ufuk Senja

Ku dengar sirine sunyi
Di antara berisik di sebalik tembok kaca
Di sana, burung merak merontokkan mahkota

Engkau, merak yang menerjang angin
Setelah kabut  menyapa pagimu
Dan mentari membakar dadamu

Aku tak faham tentang siangmu
Tentang dua ekor lain di belakangmu
Aku pun tak mengerti
Jalan cahaya yang terangi langkahmu

Aku hanya menjumpamu senja ini
Saat tabir malam jelas terpampang
Masih ku saksikan jua
Indah ukiran tanganmu,
Jejak-jejak wasiatmu

Apa yang harus ku suguhkan
Di antara nisan-nisanmu yang agung?

Ya, kelak aku akan membelai nisanmu saja
Engkau, Willi, sang burung merak
Hanya menyisa petuah indah
Jejak perjuangan, bayang-bayang siangmu

Tenanglah bersama malam
Izinkan anak-cucumu melantun kidung
Bersama syair barzanji
Bersama tengadah telapak tangan
Indramayu, 16 Maret 2019
(Mengenang peristiwa 6 Agustus 2009)

Carmad, lahir di Indramayu 21Agustus 1986. Menulis puisi untuk beberapa antologi bersama di Lumbung Puisi sastrawan Indonesia. Entahlah, apakah ada garis keturunan penyair atau tidak. Yang jelas, ibu-ayahku kuli tani. Lulus dari SMA N 1 Kandanghaur – Indramayu (2006), mencoba kuliah tiga tahun kemudian, namun gagal meraih strata 1 karena kekurangan dana. Sekarang lebih fokus menjadi manager, koki, marketing, juga bendahara di balik gerobak Mielor dan batagor.



Puisi Anisah dalam ACP

3.Anisah

Sang Api
Buat: Gus Warsono

Kau pengusung kata-kata bijak
Berbondong penyair dan tidak lupa calon penyair
Mendatangimu, mengomentarimu, menilaimu
Awal kubaca peraturan-peraturan
Tak juga kumengerti, terlalu jauh pengalaman
Sangat rumit kucari arti sebuah kesempatan
Hingga berhari-hari kutunggu julukan, jawaban, apresiasi
darimu Gus Warsono

Apa ya mungkin ada jawaban
Mengingat
Jauhnya
Pengetahuan
Pengalaman

Tetap kutunggu
Walau
Sampai di ujung waktu








Selasa, 07 Mei 2019

Puisi Ure Maran dalam ACP

4. Ure Maran

Kembang Sajak Bulan Desember

Mega membumbung bak tenda hitam
musim kuncup menyambut rintik
kembang sajak tersembul malu
berkiprah, ku petik syair
namun getir menyapa peluh
sejenak terdiam
"ragu"

Di cipta langit biru
dan lekuk awan menabarak gunung
ku bagai bianglala tanpa warna
sejenak terdiam
"lunglai"

diam-diam ia menjawabku
"tak ada mimipi, ini nyata"
kembang sajak bulan desember
putik-putik larik bergumam, gugup
aroma?..
lahak membekap
mencekik imaji, inspirasi hilang
"pergi"

lihat.. disana
berpinar menari gemulai
sang kirana memamerkan megahnya
hangatkan yang kedinginnan
mengusir embun keresahan

ahhkk..bising
mengobrak-abrik ketenangan
panorama mengerikan dunia pagi
"hilang.. hilang entah kemana"

kembang sajak bulan desember
ku tunggu kau di tepian
di lereng-lereng bukit
"cepat beranjak"
Lewolere, 01 Desember 2018






Ure Maran

Ketika Semesta Dalam Kebingungan

Ku ingin memeluk semesta
"apa bumi tak irikan itu?"
ku ingin memeluk semesta
"apa lautan hanya terdiam?"
ku ingin memeluk semesta
"apa aku hanya penyejukmu?", dengung sang sepoi
dan batuan menaruh dendam, senja kau sunyikan remang
di langit ku hanya menghayal

ketika semesta dalam kebingungan
jangan mencari cakrawala di pijak
di kebun kau petik
warna-warni pelangi adalah janji yang hilang di surat kabar

ketika semesta dalam kebingungan
kejauhan adalah mimpi
di belakang dapur umum dan sisa-sisa makan mewah

ketika semesta dalam kebingungan
" itu.. dia di depan matamu"
cukup kamu katakan yang sebenarnya terjadi..
"tolong aku!!"
katakan iya..

Lewolere, 10 desember 2018




Kaliktus Ure Maran, mahasiswa di Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka (IKTL)


Puisi-puisi Zaeni Boli dalam ACP

5. Zaeni Boli

Rindu Baang

Guruku mengajarkan ku jalan kesetiaan 
Kan ku tempuh ia meski sunyi dan berbatu
2016


Banyak Cinta

Terlalu banyak cinta yang kau tebar 
Ia berbunga di mana mana
Menjadi ajakan 
Untuk memberi warna 
Pada dunia yang kasar dan kotor
Ia tumbuh menjadi nasehat dan ingatan
Cinta seorang ayah
Cinta abang pada adik adiknya yang nakal
Cinta pada orang orang terpinggir
Pada pedagang kaki lima
Pada para santri
Bahkan pada preman
Inilah kesenian
Yang di katakan Sutardji
Di atas panggung terapung pertama
Kesenian tak sebatas kulit
Bang Ane Matahari
2016



















Zaeni Boli

Jalan sunyi

ijinkan aku melebur dalam cinta yang sama 
jalan sunyi yang kau pilih 
seorang ibu menulis puisi sambil memasak 
ia yang memilih kata jatuh cinta pada kata 
kau yang ajarkan itu padaku 
sastra bukan dilangit 
bahkan pada wajah Pao kita temukan puisi bang
2016

Doa untukmu

seperti yang kau pinta 
akhirnya hujan turun jua 
gerimis turun seperti ingatanku pada mu 
kesetiaan itu mahal 
tapi kau ajarkan kami dengan jalan yang sederhana
silahturahmi batin guru 
terimalah doa kami
2016
Singgasana kecil
Jangan kau hidangkan untukku dunia
Aku rindu guruku
Disini manusia mencabik cabik daging saudara 
Sambil terus berdoa berharap Tuhan menonton televisi 
Boli jangan nyanyi fals 
Itu yang ku ingat tentang guru 
Tak ada lagi cita cita 
Hanya harapan ingin bertemu dia 
Guru jiwaku
Guru kehidupan 
Singgah sana kecil 
Saung Perpus pinggir kali
Taman Ane Matahari
Negeri tatih tayang 
Tempat bocah ,penyamun ,pemabuk tidur pulas di gigit nyamuk

2016








Zaeni Boli

Mencari kata

Bener bang susah sekali menemukan kata .
Pagi ini aku coba merenungkan kata kata
Puisi adalah sukma kata mutiara bahasa begitu katamu suatu kali.
Kau ajak semua orang menulis puisi itu bukan puisi
Paling tidak di dasar hati mereka akan memilih kata yang tepat atau mereka telah bersungguh sungguh menulis.
Kau suruh anak Cibarusah menuliskan apa saja tentang masjid yang baru kita rapihkan 
Kau minta anak anak jalanan menulis puisi
Puisi terbaik lahir dari sel tikus 
Ya kita selalu merasa pantas paling benar 
Tapi lalai memilih kata yang tepat untuk di sampaikan

Sastra Kalimalang 2016

Kehilangan

Berapa kali 
Nyala rokok padam
Nyala kembali
Akhirnya aku rasakan juga
Hati Rumi
Saat kehilangan Matahari
2016
Semua tulisan ini aku dedikasi untuk mengenang Guruku Alm Ane Matahari.
Ane Matahari Pendiri sekaligus ketua Sastra Kalimalang 2011-2016

Moh Zaini Ratuloli (Zaeni Boli), Tempat tgl lahir: Flores,29-08-1982
Belajar membaca puisi sejak 1989 ,belajar menulis puisi sejak 2002 biasa menulis dihalaman facebook ,tapi beberapa karyanya juga pernah ikut di Antologi Puisi menolak korupsi (Jilid 2b dan jilid 4),Memandang Bekasi 2015,Sakarepmu 2015,Capruk Soul jilid 2,Antologi Puisi Klukung 2016,Memo Anti  Kekerasan terhadap  anak,Lumbung Puisi jiid 5 “Rasa Sejati”(antologi) 2017 ,Negeri Bahari 2018 dan Koran maupun bulletin lokal di Bekasi .sejak 2013 –sekarang tergabung dalam komunitas Sastra Kalimalang(Bekasi) .Sempat tampil di ajang Internasional “Asean Literary Festival “ tahun 2015 membawakan puisi Widji Thukul  “Lawan” .
Juga aktif bergiat di literasi dan teater.Sekarang tinggal di Flores aktif di Nara Teater ,mendirikan TBM Lautan Ilmu dan mengajar di SMK SURA DEWA Flores Timur sekaligus mendirikan Bengkel Seni Milenial sebagai wadah eskul kesenian di sekolah tempat mengajar ,tergabung juga dalam Agupena Flotim .

Puisi Sarwo Darmono dalam ACP

6. Sarwo Darmono
                                                          Aku Cucu Pujangga
Embuh aku ora weruh
Apa aku anak putune Pujangga
Apa aku anak putune Pandito
Apa aku anak putune Raja
Ngunu kuwi mung tetenger
Tetenger kang ora tinulis
Tetenger hamung jruning Lisan
Tetenger kang sinebut jruning bebrayan
Aku iki hamung titah
Titah kang seneng nata Aksara
Sanajan aku ora pirsa
Sapa sing nyipta aksara
Aksara ditata kanthi prayoga
Nuwuhke rasa suka
Nuwuhke rasa Tresno
Nuwuhke rasa bagya mulya jruning Nala
Kanggo sing gelem maca lan Ngrasa
Embuh aku ora weruh
Apa aku anak putune Pujangga
Apa aku sing diarani Pujangga
Aku hamung titah
Kang lagi nglakoni jatah
Jatah gesang ing alam nyata
Gesang kanthi laku prayoga
Gesang tansah Syukuri parenge Gusti
Gesang kang tansah Pasrah lan Mbudi daya     
                                                 
Lumajang Rebo Pon 23 – 1 – 2019 Pangripto Sarwo Darmono


Sarwo Darmono, lahir , Magetan 27 Oktober 1963 Pekerjaan Penyiar Radio. Dikenal sebagai penyair yang menulis geguritan, Puisinya mengisi Lumbung Puisi Jilid VI, Penebar Pustaka 2018,Sedekah Puisi Tadarus Puisi 2, Penebar Pustaka

Puisi Gilang Teguh Pambudi dalam ACP

7.Gilang Teguh Pambudi

Aku Cerita Lewat Pertanyaan

apakah yang menari janger di Bali
adalah gubernur Bali?
Apakah yang azan tiap tiba waktu sholat
adalah pak RW setempat?
apakah presiden kita
suka menyanyi pake rok seksi?
apakah ustad pesantren
ada yang merasa MC dangdutan?
apakah yang mengasah keramik Plered
adalah bupati Purwakarta?
apakah ketika polisi terpaksa menembak penjahat,
Ibu Aisah boleh merasa sebagai sang penembak
sebagai musuh kejahatan?
siapakah yang menanam pohon
menyelamatkan tanah tandus?
siapa menari ularkan korupsi?
siapa pula yang menanam ganja
menyemai maksiat
lewat gambar pada topi dan ikat pinggang?
apakah Bung Karno adalah Chairil?
apakah Hamka juga mengajar
di suatu sekolah di Papua atau Madura?
lalu siapakah pelacur itu
kalau di suatu kota ada lokalisasi
dan lorong remang-remang?
maka bagaimana mestinya jadi pribadi,
jadi orang,
jadi pejabat publik
supaya tidak hina dan hianat?
kalau perbuatan pejuang yang humanis kau sebut Aku,
maka siapa kamu supaya dia juga menyebutmu Aku?
bagaimana kalau kita menemukan hikmah 
di dalam Al-Qur'an dan As-Sunah, bahwa Rosulullah
berkata, semua perbuatan mulia hamba Allah
adalah umur dan perbuatanku!
Kemayoran, 05 02 2019







Gilang Teguh Pambudi sesungguhnya memiliki nama KTP, Prihana Teguh Pambudi. Nama Gilang dipergunakan sejak memulai jadi Orang Radio Indonesia, dengan alasan nama radio dengan dua suku kata sangat mudah diucapkan dan diingat oleh para penggemar. Nama Gilang dipilih karena memiliki makna, pemersatu yang sukses. Penyair ini berdomisili di Kemayoran, DKI Jakarta. Putra dari alm. Soetoyo Madyo Saputro (Bogor-Kendal) dan Siti Djalaliyah (Jogja). Ayah dari Nurulita Canna Pambudi (Bandung) dan Findra Adirama Pambudi (Purwakarta), buah pernikahannya dengan Wihelmina Mangkang (Manado). Menulis sejak SMP dan mulai dimuat koran kelas 1 SMA/SPGN. Beberapa puisinya sudah dimuat dalam berbagai antologi puisi bersama dan antologi puisi pribadi. Antologi puisi pribadinya yang terbaru adalah, JALAK (Jakarta Dalam Karung).





Puisi Bd'oel Santri Bango dalam ACP

8. Bd'oel Santri Bangor

Anak Pujangga

Hanya Coretan Puisi Yang Menghiasi Benak Ini
Hanya Uraian Kata Yang Selalu Membayangi Benak Ini
Coretan Puisi Seorang Anak Penyair
Coretan Kata Yang Menjadikan Sebuah Karya

Aku Terlahir Dari Rahim Sebuah Kata
Aku Di Besarkan Dari Untaian Kalimat
Sebuah Kata Yang Menjadikan Ku Seorang Penyair
Sebuah Untaian Kalimat Yang Membesarkan Seorang Penyair

Alam Dan Isinya Yang Menjadi Jiwaku
Angin, Sinar Mentari Menjadi Nyawaku
Jiwa Seorang Penyair Berkawan Alam
Nyawa Seorang Penyair Bagaikan Angin












Puisi Mohd Zainal Bin Abdul Karim (Detektifsenja) dalam ACP

9. Mohd Zainal Bin Abdul Karim (Detektifsenja)

Serpihan Cahaya Ane Matahari

Dipenghujung masa
Serpihan logika harap ada canda tawa
Belum kita bercerita sudah ada anunggra menyapa
Cukup menyebut namamu terobati lapar dan dahaga

Namamu merasuk, merangsang, mematangkan logika yang sempat tak ku percaya
Menebar cahaya tak pilih pilah selera
Tingkah mu sepadan namamu
Beri cahaya meski pada yang tak punya logika
Meski tanpa imbalan pendukung realita

Saat pertama bertatap mata, cahaya mu melekat di jiwa
Tak sempat bercanda tawa, hanya nikmati masa yang tersisah, untuk mengisi lubang yg tak berpelita dengan cahaya sang pujangga
Diluar duga ....
Pertemuan ini ternyata dipenghujung masanya didunia
Raga mu kini tinggal nama, namun tulusnya jiwa sisahkan berjuta cahaya

Dipenghujung masa...
Kau tak memberi tanda
Setelah semalaman kita bercerita tanpa suara, hanya terjaga
Dipagi buta, aku membuta sedikit lelah
Yang ternyata penghujung kisah
Serpihan cahaya mu mengisi jiwa ku yg penuh tanya
Meski sekedar serpihan, namun sudah cukup membuat aku dijuluki anak cucu pujangga

Baras 4, 11/01/19.




Mohd Zainal Bin Abdul Karim (Detektifsenja)

Sastra Genetika Dunia

Mari meluruskan cerita
Teori tentang genetika dan sastra
Meski tak merdu saat bersuara
Namun tak ada manusia tak bisa bermuka dua

Dari lembah ku merangka
Bermodal suara dan tingkah gila
Mengikuti angin apa adanya
Lewati dunia tak sengaja temukan petunjuk arah

2 manusia yang hanya menjalankan sumpah dan hobinya, 'tak sengaja'
Berikan ku arah, menjelaskan makna genetika yang sebenarnya
Kini ku tau benar adanya malaikat dalam dunia nyata
Kini ku tau makna biologis dan ideologis benar adanya

Dia NASIR menanam benih saat ku dibangku SMA
Dia ANE MATAHARI memupuk ku hingga benih berkelopak bunga
Kini aku tak lagi miris akan pepatah yang berbunyi garis lurus genetika dari "dari'sononya"
Kini aku juga bisa dijuluki "Anak Cucu Pujangga"

Baras, 06/01/19.