53. Charmad
Tarawih di Tepi Jalan
Tarawih di Tepi Jalan
Semburat jingga di ujung puasa
Menyapanya di depan masjid
Tekun menanti bintang menari
Mendendangkan bait-bait tarawih
Namun, ia tak beranjak
Hanya menanti di tepi jalan
Sembari menyalami tangan-tangan rizki
Menempa rupiah di laci
Gema keagungan menyapa
Ia tetap di tepi jalan
Masih tetap bersalaman
Sembari berdendang lantunkan pujian
Tarawihpun meneriakkan syairnya
Ia tarawih, dengan tatapannya
Bersama laci, bersama tetes minyak
Ya, masih di tepi jalan
Desir dadannya berbisik
Bermunajat pada sang Khaliq
Mohon ampunan, mohonkan jalan
Kelak tarawihnya di Masjidil Haram
Mas
Menyapanya di depan masjid
Tekun menanti bintang menari
Mendendangkan bait-bait tarawih
Namun, ia tak beranjak
Hanya menanti di tepi jalan
Sembari menyalami tangan-tangan rizki
Menempa rupiah di laci
Gema keagungan menyapa
Ia tetap di tepi jalan
Masih tetap bersalaman
Sembari berdendang lantunkan pujian
Tarawihpun meneriakkan syairnya
Ia tarawih, dengan tatapannya
Bersama laci, bersama tetes minyak
Ya, masih di tepi jalan
Desir dadannya berbisik
Bermunajat pada sang Khaliq
Mohon ampunan, mohonkan jalan
Kelak tarawihnya di Masjidil Haram
Mas
Hebatnya di antologi Tadarus Puisi Ramadhan ini ada karya dari seorang penjual Batagor bernama Carmad. Ternyata Kang Carmad bukan sembarang pedagang gerobak dorong tetapi dia bisa bersyair berpuisi, mari kita simak puisinya , sangat bagus !
RgBagus Warsono Sisi
Ramadhan dalam kaca mata seorang pedagang yang juga muslim berada
diantara dua kewajiban yakni kewajiban sebagai umat muslim dan kewajiban
yang juga tak dapat ditinggalkan sebagai kepala keluarga yang harus
mencari nafkah. Hanya Allah yang mengetahui hambanya. Pada bait terakhir
ia memasrahkan diri pada Yang Maha Kuasa dan terbesit keinginan yang
juga doa. Semoga terkabul.