Sajian nasional informasi ilmu pengetahuan dan teknologi ,informasi umum, informasi pendidikan dan budaya.
Laman
- REDAKSI
- Berita Hari Ini
- Daftar Propinsi di Indonesia
- Daftar Negara-negara di Dunia
- Sastrawan Indonesia
- Daftar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
- Kumpulan Syair Lagu Keroncong
- Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
- Perguruan Tinggi Kedinasan di bawah Kementerian
- Daftar Penerima Nobel
- Daftar Gunung di Indonsia
- Daftar Juara All England
- Daftar Juara Thomas Cup
- Daftar Presiden Amerika Serikat
- Daftar Lagu Nasional
- Daftar Sastrawan
- Penyair Tadarus Puisi
Rabu, 07 Oktober 2020
Kamis, 28 Mei 2020
76/Agustav Triono DI PENGHUJUNG RAMADHAN
76/Agustav Triono
DI PENGHUJUNG RAMADHAN
Agustav Triono
Di penghujung Ramadhan
Tak ingin segera lepaskan
Segala reroncean bunga bermekaran
Yang dikirim tuk kita hayati
Setiap warna-warni serta wangi
Namun kadang silap oleh hempasan
Rayu semu keindahan luar semata
Memabukkan hanya lapis luar
Padahal yang paling getar
Makna di dalamnya
Di penghujung Ramadhan
Doa-doa terasa berat
Tersebab masih banyak asa
Permohonan belum tersampaikan
Dahaga tertahan di padang gurun
Merindu oase namun pandang bulan
Segera berganti bergulir Syawal
Dan bulan-bulan berikutnya
Semoga kita tak jadi bulan-bulanan
Nafsu sendiri
Di penghujung Ramadhan
Menjelang lebaran raih kemenangan
Setelah tiga puluh hari arungi medan
Pertempuran melawan goda, rayu, dan nafsu
Doa-doa tergumam sepanjang malam
Akankah bertahan merawat iman
Menyiram kesalehan agar tumbuh kembang
Menjelma pepohonan rindang
Naungi hidup kini dan nanti
Mei 2020
Biodata:
Agustav Triono. Lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980. Alamat Perum. Puri Boja Bojanegara,Padamara, Purbalingga. Bergiat di Komunitas KATASAPA Purbalingga, LESBUMI Purbalingga, Dewan Kesenian Kab.Purbalingga, Majalah Ancas dll. Karya sastranya termuat di beberapa media massa dan di buku antologi antara lain Balada Seorang Lengger, Jejak Sajak, Puisi Menolak Korupsi 2a, Lumbung Puisi, Tifa Nusantara, Teras Puisi, Kembang Glepang, Sesapa Mesra Selinting Cinta,PPN XI, Jazirah 2 dll. Antologi puisi tunggalnya Seperti Mata Malam (2008). Alamat email: agustavtriono@gmail.com
75.Asep Muhlis Penasehat Tak Bersertifikat
75.Asep Muhlis
Penasehat Tak Bersertifikat
Ramadhan kali ini
tak ada suara petasan
anak-anak tak lagi main meriam dari karbit di waktu sore
keriuhan beralih ke dalam gawai
anak-anak mengejakan tugas sekolah
membaca Al qur’an dan hapalan do’a-do’a
lalu mengirimkan laporan harian kepada guru
virus corona telah menjadi penasehat paling berhasil
Jalanan lengang
pohonan dan tiang listrik menunjuk
toko dan warung telah lama murung
dalam bungkaman sunyi dan gigil
Di dalam mesjid
orang-orang masih terlihat ber tadarus, berdzikir, bershalawat
di atas lantai bersih, tanpa karpet tebal, tanpa sajadah lembut
tanpa pengeras suara
virus corona layaknya pembersih ibadah dari sipat riya
Biarlah, Ramadhan kali ini
tak perlu merindukan kerlip lampu hias
di jalan , di mesjid atau di rumah
karena do’a mendo’akan di ruang hati masing-masing
lebih gemerlap dari lampu termewah
Pada Ramadhan yang langka ini
jeritan do’a dari ribuan orang yang kehilangan pekerjaan
tangisan ratusan lelaki yang merasa gagal mencukupi makan anak-istri
keringat petugas kemanusiaan menumpahkan keiklasannya
menggumpal menjadi bongkahan kristal di langit
dan akan turun menjadi kemakmuran penghuni bumi
di waktu yang ditentukan Tuhan
Serang, 23 Mei 2020
Asep Muhlis
JAHIDIN DAN SORE HARI
Jika menjelang waktu asyar tiba
teringat masa kecil
menimba air untuk bak wudhu
ember karet yang meluncur ke gelap sumur
bagai bongkah hati yang tak ragu
menyelami kerumitan dalam keterbatasan.
Tak pernah dihitung berapa kali timbaan
aku begitu bersemangat , sarung dililitkan di atas bak
peci hitam di kepala
dalam rongga mulut terhimpun do’a
semoga air baik yang dipakai orang-orang berwudhu
pahala sholat, pahala bacaan Al Qur’an, atau
ibadah lain dari berudhu, mengalir kepadaku
dan kepada ibu-bapakku
hanya itu yang ada di kepala Jahidin kecil
Selepas shalat asyar
Jahidin menuju stasiun kerta api
melintasi jalan desa, melintasi sawah,
melintasi jembatan, melintasi jalan raya
Di stasiun kecil itu
puluhan anak bermain, hingga menjelang berbuka puasa
jahidin lebih menyukai main serodotan
ketimbang main damdaman atau main karet gelang
karena serodotan di atas tembok yang licin
adalah barang mewah saat itu
Sore hari di stasiun kecil
bersiuran pedagang asongan
dengan nampan kayu di kepala
rebus biji nangka, rebus kacang tanah,
rebus pisang mengkel, dan rebus umbi-umbian
dibungkus daun pisang seukuran kepal
subur hasil bumi penebar rejeki bagi orang desa
benteng ketahanan tubuh bagi anak-anak
Ada juga yang menjajakan mangga, nangka,
manggis, sirsak dan rambutan
keharuman yang terbit dari hasil bumi
mengambarkan cita rasa alami
kemolekan warna dari hasil bumi
adalah pesona yang tak menipu
Sesekali Jahidin melihat jam gantung di ruangan masinis
bandul jam itu berayun ke kanan ke kiri
seperti cita-citanya yang tetap berdetak
di redam dalam dada.
Dengan menggenggam sepincuk nangka kupas
ia pulang, menusuri jalan raya, melintasi jembatan
menembus perkampungan kecil, menapaki pematang
ibunya cemas, bedug magrib usai, anaknya belum tiba
dan Jahidin melaporkan bahwa ia telah berbuka puasa di tengah sawah
dengan sepincuk nangka yang harum dan ramum
diciuminya Jahidin kecil bertubi-tubi
air mata ibunya jatuh
bak mesjid yang selalu penuh menjelang shalat asyar
adalah hasil anaknya yang tekun dan sabar
Serang, 23 Mei 2020
walau selalu begitu, stasiun tempat yang tak pernah membosankan
Ternyata rindu pada masa kanak gemerincing
Bagai musik penggugah
74.BChalim Puspita Bissmillahirrohmanirrohim
74.BChalim Puspita
Bissmillahirrohmanirrohim
Ahlan Wa sahlan terucap sapa Rosululloh
Menghampiri bulan suci yang dinanti
Engkau hadir menghampiri sanubari
Insan nan berlumuran dosa
Berharap dekapan ampunaMu
Alloh Akbar Alloh Akbar
Alloh Akbar Alloh Akbar
Romadhon panggilan amanahMu
Agungkan suara indah takbir tahmid
Bangkitkan jiwa imanku disetiap waktu
Engkau bimbing hati ini penuh rahmah
Ku susuri jalan menuju rumahMu
Bimbing aku tuk hadir menghadapMu
Bersimpuh diri pasrahkan jiwa
Terimalah sujud ku ya Alloh
Nikmati sholat berjaamah walau berjarak
Begitu berat ujianMu hadirkan…Ya Alloh
Namun hambamu yaqin dibalik semua ini
Kasih sayangMu hadirkan kepada insan yang bertaqwa
BChalim Puspita
Tadarus Tarawih
Hari demi hari waktu berlalu menyapaMu
Kutahan diri dari rasa perih hati
Berharap tetesan air penyejuk jiwa ini
Dari kotornya kemunafikan diri
Jelanglah sore petang hari yang sunyi
Terpaan angin malam nan spoi dingin
Menghalau rasa kantuk tuk menemuiMu
Bersujud Tarawih kehadiratMu
Usai sudah ku bersimpuh kepadaMu
Kuraih Kitab suci yang Engkau wahyukan
Kubaca WahyuMu yang indah
Tuntunan, peringatan larangan, dan jaminan hidup
Tadarus seorang diri ditengah resahnya jiwa ini
Lembar demi lembar terbaca sudah
Tak terasa waktu segera meninggalkan kita
Penuh harapan kepada Mu, Ya Alloh…..
Rindu ampunan, keberkahan dan kemenangan
Bissmillahirrohmanirrohim
Ahlan Wa sahlan terucap sapa Rosululloh
Menghampiri bulan suci yang dinanti
Engkau hadir menghampiri sanubari
Insan nan berlumuran dosa
Berharap dekapan ampunaMu
Alloh Akbar Alloh Akbar
Alloh Akbar Alloh Akbar
Romadhon panggilan amanahMu
Agungkan suara indah takbir tahmid
Bangkitkan jiwa imanku disetiap waktu
Engkau bimbing hati ini penuh rahmah
Ku susuri jalan menuju rumahMu
Bimbing aku tuk hadir menghadapMu
Bersimpuh diri pasrahkan jiwa
Terimalah sujud ku ya Alloh
Nikmati sholat berjaamah walau berjarak
Begitu berat ujianMu hadirkan…Ya Alloh
Namun hambamu yaqin dibalik semua ini
Kasih sayangMu hadirkan kepada insan yang bertaqwa
BChalim Puspita
Tadarus Tarawih
Hari demi hari waktu berlalu menyapaMu
Kutahan diri dari rasa perih hati
Berharap tetesan air penyejuk jiwa ini
Dari kotornya kemunafikan diri
Jelanglah sore petang hari yang sunyi
Terpaan angin malam nan spoi dingin
Menghalau rasa kantuk tuk menemuiMu
Bersujud Tarawih kehadiratMu
Usai sudah ku bersimpuh kepadaMu
Kuraih Kitab suci yang Engkau wahyukan
Kubaca WahyuMu yang indah
Tuntunan, peringatan larangan, dan jaminan hidup
Tadarus seorang diri ditengah resahnya jiwa ini
Lembar demi lembar terbaca sudah
Tak terasa waktu segera meninggalkan kita
Penuh harapan kepada Mu, Ya Alloh…..
Rindu ampunan, keberkahan dan kemenangan
73.Azka Shadam Tentang Kota Ini
73.Azka Shadam
Tentang Kota Ini
Tentang kota ini
yang menyimpan kebahagiaan
di etalase bangunannya
ada banyak kenangan indah berserakan
yang tidak bisa diungkap oleh kata perpisahan
Tentang kota ini
yang melahirkan hubungan kejiwaan
di antara lukisan pemandangan alamnya
ada banyak percakapan cinta
yang tidak bisa ditafsirkan oleh lembayung senja
Tentang kota ini
yang sebentar lagi menanggalkan rindunya
dalam degup nadi hidupku
dan di manapun aku pergi
kota ini tidak pernah meninggalkanku sendiri
Pati, 23 Mei 2020
Azka Shadam
Waktu Indonesia Bercerita
Jarum jam menandakan kehadiran
mereka berbondong menapak kesunyian
imaji merebah di paha kasih sayang
menunggu diputarnya cerita lama ibu
tentang keindahan negeri ini
Ia selalu mengawali kata
dengan kelahiran kita
di rumah bernama “Indonesia”
Di tempat ini kita punya tanah surga
benih yang ditanam tumbuh subur
lalu kita makan menjadi segumpal daging
mata air tidak henti mengucurkan segarnya nikmat
lalu kita minum menjadi aliran darah
rumah kita adalah Indonesia
serta alam rayanya menjadi ibunda
yang setiap saat mengasuh kita
bahkan hingga mata terpejam selamanya
raga kita masih tetap dipeluk penuh cinta
Sebagai penutup waktu Indonesia bercerita
ibu selalu menyematkan pesan
“Jagalah rumahmu sampai ia berbalik menjagamu”
Pati, 23 Mei 2020
Azka Shadam atau biasa dipanggil Shadam, merupakan pemuda kelahiran Pati, 23 Juni 2002 yang saat ini masih mengeyam pendidikan di SMA Negeri 1 Batangan. Ia beranggapan bahwa menulis merupakan media mengungkapkan isi hatinya. Beberapa karya puisi dan esainya yang masuk dalam antologi, yaitu puisi berjudul “Tanda Kehadiran” (Antologi PROGO 6) dan esai berjudul “Pergeseran Makna Tradisi Buwuhan” (Antologi Sayembara Esai Remaja BBJT 2019). Pembaca dapat menyapa Shadam melalui poselnya shadamajha@gmail.com, Instagram : shadam_123, Facebook : Azka Shadam, Line : azka.shadam, dan nomor telepon/Whatsapp : 085290401387/081393819950.
72.Indri Yuswandari Kesempatan
72.Indri Yuswandari
Kesempatan
Kesempatan datang, saat aku lupa menyematkan
Kesempatan datang, saat aku tak mendengar apa-apa
Kemudian kesempatan berlalu, meninggalkan goresan tinta emas
Dan di saat itu, kesempatan pergi entah kemana
Kesempatan, dimanakah sekarang engkau berada
Saat puasa baru saja meninggalkan pintu masjid
Setiap tahun engkau datang mengunjungiku
Namun kehadiranmu membuatku bertanya-tanya
Apakah aku dapat melekat bersamamu
Apakah aku bisa lebur ke dalam ramadhanmu
Ataukah kesempatan itu akan berlalu
Seperti waktu-waktu yang telah lalu
24.05.2020
71.Meinar Safari Yani Di Bawah Kubah Kuning Biru
71.Meinar Safari Yani
Di Bawah Kubah Kuning Biru
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
Di Bilik Kecil
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop
Senin, 25 Mei 2020
Sabtu, 23 Mei 2020
Meinar Safari Yani DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
DI BILIK KECIL
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop 2012 ,pendamping lomba seni kriya FLS2N tgk prop 2014 ,pendamping lomba cipta puisi tgk kota dan prop FLS2N 2019 .
DI BAWAH KUBAH KUNING BIRU
Meinar Safari Yani
Sembilu itu hadir
di Ramadhan kali ini
Manakala rumahMU yang berkubah kuning biru
Melela mata ...menawan jiwa
Jelas dalam ingatan
Saat tubuh menuaku bersimpuh di altar penghambaan
semilir angin laut di bentang selat Makasar
Mengucup lembut ujung mukena
di antara khusyuk jamaah sholat Azhar
seakan membawa jiwa ini jauh berlayar
ke samudra damba tuk menuju dermaga kasihNYA
dan diripun tersadar ....
betapa lumuran khilaf dan dosa berpadu dengan berjuta ingkar
sungguh tak sebanding dengan sejumlah bekal
tuk nanti berkumpul di padang Mahsyar
Balikpapan ,12 Mei 2020
Meinar Safari Yani
DI BILIK KECIL
Meinar Safari Yani
Menepi dalam sunyi
Butiran tasbih coklat tua menari di jemari
Kusebut KeMahaRahimanMU
Sadari...betapa tiada batas cinta kasih putih itu
Bagi segenap makhluk
Lalu kusebut KeMahaBesaranMU
Berasa diri ini hanya butiran debu
Tak ayal ....pilu menggedor jiwaku
Terlintas sepotong ayat adz- Dzariyat
wa ma khalaqtul –jinna wal insa illa liya’budun
diri di cipta sebagai kholifah dibumi
Tapi acapkali mabuk urusan duniawi
Aaaaahhhhh .. tasbihpun terkoyak dalam genggaman ..
Menukikkan linang airmata bercampur getar sesalan
Pelan dan perlahan asmaMU tetap bergulir
Bergema di bilik kecil..... ruang sujudku
Balikpapan ,21 Mei 2020
Meinar Safari Yani ,lahir dan besar di Klaten ,profesi guru SMA swasta di Balikpapan.hobby menyanyi dan menulis puisi .karyanya pernah dimuat di MOP “Omongan Dua Bocah Desa” ,Potret I dan Potret II (harian Manuntung sekarang harian Kaltim Pos ).Antologi Puisi Guru th 2018 ,Antologi Puisi Mleketek th 2019,Antologi Puisi Kasih Ibu th 2019 ,Antologi Puisi Corona 2020 .Menjadi Guru Pendamping: lomba cipta dan baca puisi SD Kartika se Indonesia di Mabes Cilangkap 2006,pendamping lomba Nasyid SMA tingkat nasional 2008,pendamping lomba cipta puisi FLS2N tgk kota dan prop 2012 ,pendamping lomba seni kriya FLS2N tgk prop 2014 ,pendamping lomba cipta puisi tgk kota dan prop FLS2N 2019 .
70-Wyaz Ibn Sinentang Ramadhan Memuncak Syawal
70-Wyaz Ibn Sinentang
Ramadhan Memuncak Syawal
Ramadhan hampir memuncak syawal
rinduku mengalir mencari makna terkandung
lantaran kali ini suasana sungguh tak lazim
mesjidku hening lapang tak bersajadah
berdiri kukuh di antara keramaian mall
Rinduku menyesak dada tiada berakhir
memandang pelataran sunyi
dan tiang empat penjuru termangu
tabuh bedug yang lama tak bergema
tautkan adzan waktu ke waktu shalat
Ramadhan berlalu terkenang nan lalu
wajah-wajah uzur tersenyum ramah
berisik bocah-bocah kecil menggemaskan
tumpah ruah padati megahnya rumah Allah
: ada rindu saling menanti
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wyaz Ibn Sinentang
Jumat Terakhir di Bulan Ramadhan
Penghujung waktu tinggal asa membludak
lapar dahaga masih bisa ditahan
lima waktu jalani sendiri
ada yang hilang batin tertekan
kebersamaan wajib tiba-tiba terabaikan
bukan salah tak juga membenarkan
: habluminallah
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wahyudi Abdurrahman Zaenal IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran, dan online.Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).
Ramadhan Memuncak Syawal
Ramadhan hampir memuncak syawal
rinduku mengalir mencari makna terkandung
lantaran kali ini suasana sungguh tak lazim
mesjidku hening lapang tak bersajadah
berdiri kukuh di antara keramaian mall
Rinduku menyesak dada tiada berakhir
memandang pelataran sunyi
dan tiang empat penjuru termangu
tabuh bedug yang lama tak bergema
tautkan adzan waktu ke waktu shalat
Ramadhan berlalu terkenang nan lalu
wajah-wajah uzur tersenyum ramah
berisik bocah-bocah kecil menggemaskan
tumpah ruah padati megahnya rumah Allah
: ada rindu saling menanti
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wyaz Ibn Sinentang
Jumat Terakhir di Bulan Ramadhan
Penghujung waktu tinggal asa membludak
lapar dahaga masih bisa ditahan
lima waktu jalani sendiri
ada yang hilang batin tertekan
kebersamaan wajib tiba-tiba terabaikan
bukan salah tak juga membenarkan
: habluminallah
Bumi Ale-Ale, 22 Mei 2020
Wahyudi Abdurrahman Zaenal IBN SINENTANG lahir di kota Pontianak tanggal 24 April 1966. Mulai menulis puisi sejak tahun 1980. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media lokal, Nasional/luar pulau, Negeri Jiran, dan online.Karyanya juga terangkum dalam beberapa kumpulan puisi dan cerpen bersama. Antologi Puisi tunggalnya BERSAMA HUJAN (Kelompok Empat Kreatif, 2011), HIJRAH (Kelopak Poedjangge/SEC, 2012), NYANYIAN LILIN PUTIH (Shell-Jagad Tempurung, 2012), PERJALANAN SAJAK BULAN KOSONG (Kelopak Poedjangge/SEC, 2013), REKAH CAMELIA DI LANGIT DESEMBER (Kelopak Poedjangge/SEC, 2014), TIGA IBU (Guepedia, 2016), Kumpulan Cerpen tunggalnya PUING (Jentera Pustaka, 2014).
69.Barokah Nawawi Pintu Langit Ramadhan
69.Barokah Nawawi
Pintu Langit Ramadhan
Ya Allah, di ujung malam ini aku bersimpuh
Mengetuk pintu langit ampunan Mu
Dengan air mata sesal yang mengalir tanpa henti.
Kusadari betapa tebal kerak-kerak dosa
Yang telah kutoreh sepanjang perjalanan waktu
Adakah penyesalan masih bermakna bagi-Mu
Bagi diri ini yang selalu mengulang dosa dan maksiat
Meneriakkan kebohongan demi kebohongan
Yang tak pernah jelas ujung pangkalnya
Selain hanya sekedar mengipasi selera massa yang riuh.
Dan kini bumiku dilanda bencana
Yang meluluh lantakkan seluruh sendi kehidupan.
Hingga akhirnya Ramadhan tahun ini hanya di rumah saja
Merenungi dan menyesali yang tak mungkin kembali.
Dan malam ini kembali aku bersimpuh
Terus mengetuk pintu langit Ramadhan tanpa henti
Berharap anugerah akan kesempatan baru yang Kau berikan
Untuk memperbaiki kembali bumi ini
Demi anak cucu kami
Ampuni kami, Tuhanku.
Semarang, Mei 2020
Barokah, lahir di Pacitan 18 Agustus 1954.
Menulis puisi sejak remaja di berbagai media massa.
Buku antologi puisi tunggalnya, Bunga bunga semak, diterbitkan Pustaka Haikuku 2017.Buku haiku tunggal, Serampai Haiku Pancaran Hati, diterbitkan Pustaka Haikuku 2019.Ikut antologi puisi bersama dengan Lumbung Puisi, antara lain, Mblekethek, Anak Cucu Pujangga, dan Perjalanan Merdeka.Saat ini berdomisili di Semarang sebagai seorang pensiunan dari PT Telkom.
Pintu Langit Ramadhan
Ya Allah, di ujung malam ini aku bersimpuh
Mengetuk pintu langit ampunan Mu
Dengan air mata sesal yang mengalir tanpa henti.
Kusadari betapa tebal kerak-kerak dosa
Yang telah kutoreh sepanjang perjalanan waktu
Adakah penyesalan masih bermakna bagi-Mu
Bagi diri ini yang selalu mengulang dosa dan maksiat
Meneriakkan kebohongan demi kebohongan
Yang tak pernah jelas ujung pangkalnya
Selain hanya sekedar mengipasi selera massa yang riuh.
Dan kini bumiku dilanda bencana
Yang meluluh lantakkan seluruh sendi kehidupan.
Hingga akhirnya Ramadhan tahun ini hanya di rumah saja
Merenungi dan menyesali yang tak mungkin kembali.
Dan malam ini kembali aku bersimpuh
Terus mengetuk pintu langit Ramadhan tanpa henti
Berharap anugerah akan kesempatan baru yang Kau berikan
Untuk memperbaiki kembali bumi ini
Demi anak cucu kami
Ampuni kami, Tuhanku.
Semarang, Mei 2020
Barokah, lahir di Pacitan 18 Agustus 1954.
Menulis puisi sejak remaja di berbagai media massa.
Buku antologi puisi tunggalnya, Bunga bunga semak, diterbitkan Pustaka Haikuku 2017.Buku haiku tunggal, Serampai Haiku Pancaran Hati, diterbitkan Pustaka Haikuku 2019.Ikut antologi puisi bersama dengan Lumbung Puisi, antara lain, Mblekethek, Anak Cucu Pujangga, dan Perjalanan Merdeka.Saat ini berdomisili di Semarang sebagai seorang pensiunan dari PT Telkom.
Di rumah Saja Pegantar Antologi Tadarus Puisi IV
Di rumah Saja Pegantar Antologi Tadarus Puisi IV:
Istimewanya Tadarus Puisi Ramadhan IV itu penyairnya dirumah, sehingga kesan di rumah saja terdapat dalam beberapa puisi penyair kita. Ternyata puisi [uisi itu seperti tema dalam Antologi Tadarus Puisi ini yakni Rumah Kita yang Indah/
Keindahan rumah iru dipotret dalam syair-syair penyair dalam berbagai sudut pandangnya yang kaya hayal itu.
Ternyata di rumah kita yang indah adalah tempat dimana produk kebaikan berasal.
Kenapa di rumah? jawannya adalah pada masa antologi ini dibuat Indonesia tengah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dikarenakan terjadinya pandemi yaitu epidemi dalam skala besar yang mempengaruhi beberapa kelompok penduduk di lokasi yang berbeda atas berkembangnya virus yang dapat mematikan manusia.
Keadaan demikian itu tidak mengurangi kegairahan penyair dalam menulis puisi bahkan di rumah saja itu tetap produksi.
Wajah Puisi Tadarus Puisi Ramadhan IV juga dipengaruhi oleh situasi dirumah saja masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya aktifitas kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Dampak itu tak luput dari bidikan penyair penyair kita yang walau dirumah saja tetapi mampu meneropong dunia luar. (bersambung)
Istimewanya Tadarus Puisi Ramadhan IV itu penyairnya dirumah, sehingga kesan di rumah saja terdapat dalam beberapa puisi penyair kita. Ternyata puisi [uisi itu seperti tema dalam Antologi Tadarus Puisi ini yakni Rumah Kita yang Indah/
Keindahan rumah iru dipotret dalam syair-syair penyair dalam berbagai sudut pandangnya yang kaya hayal itu.
Ternyata di rumah kita yang indah adalah tempat dimana produk kebaikan berasal.
Kenapa di rumah? jawannya adalah pada masa antologi ini dibuat Indonesia tengah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dikarenakan terjadinya pandemi yaitu epidemi dalam skala besar yang mempengaruhi beberapa kelompok penduduk di lokasi yang berbeda atas berkembangnya virus yang dapat mematikan manusia.
Keadaan demikian itu tidak mengurangi kegairahan penyair dalam menulis puisi bahkan di rumah saja itu tetap produksi.
Wajah Puisi Tadarus Puisi Ramadhan IV juga dipengaruhi oleh situasi dirumah saja masyarakat yang mengakibatkan berkurangnya aktifitas kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Dampak itu tak luput dari bidikan penyair penyair kita yang walau dirumah saja tetapi mampu meneropong dunia luar. (bersambung)
68.Salimi Ahmad Ramadhan dan Corona
68.Salimi Ahmad
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa
Apa itu penyair : 1 Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Apa itu penyair :
Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang penyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.
Tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca
Salah satu pengakuan bahwa Anda seorang penyair adalah karya Anda itu dibaca orang lain. Semakin banyak pembaca karya Anda maka semakin banyak orang tahu penulisnya, Semakin banyak lagi karya Anda dibaca orang lain maka tubuh pengakuan publik. Kemudian semakin bayak lagi oang membaca maka semakin yakin Anda seorang penyair dengan karya yang nyata. Karena itu peran pembaca karya syair yang Anda tulis sangat penting bagi seseorang yang terjun ke dunia kepenyairan. Hal membaca tentu terdapat berbagai tingkatannya hinga membaca apresiatif dengan kemudian si pembaca melakukan aktifitas setelah membaca tulisan tadi. Tulisan Anda kelak setelah dibaca akan memunculkan resensi, kritik, esai, ulasan, tinjauan, atau tulisan itu menjadi rujukan referensi yang mengkokohkan kepenyairan itu. Lambat laun publik akan menilai sebuah karya dan penulisnya apakah layak atau tidak disebut sebuah karya seni dan penulisnya disebut seorang penyair. Oleh karena itu untuk memberikan respon baik bagi pembaca sebaiknya penyair membuat tulisan yang membuat gairah pembaca untuk dibaca. Ini jelas berarti sebuat tulisan harus menarik bagi sasaran (pembaca) yang dikehendakinya.
68.Salimi Ahmad Ramadhan dan Corona
68.Salimi Ahmad
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.
Ramadhan dan Corona
sebelum ini, sudah jarang aku mampir ke rumahmu
di samping suka menggampangkan, tapak kakiku ini
lebih mudah melangkah ke kerumunan orang
mengikuti matahari yang datang, melengkapi
malam yang melenggang sepi
terkadang saja, jika kebetulan lewat, aku mampir,
misalnya sepekan sekali ketika orang-orang
berombongan datang, meramaikan shaf-shafmu,
menunggu waktu, menjenguk teduhmu di tengah simpuh
di khutbah yang memuji dan mengagungkan namamu
ketika virus corona datang menyebar, mendatangi
ke tiap-tiap orang, memporakporandakan tatanan,
juga negeri ini, kota ini, desa ini, seantero dunia
dilanda kepanikan bertubi-tubi, aku makin tak pasti
menjaga silaturahmi
dunia seperti hendak meredam penyebarannya
mengambil tindakan dan himbauan; jaga jarak
dengan sesama orang, dan hindari kerumunan,
diam di rumah lebih baik untuk mencegah terjadi kontak
; aku semakin merasa menjauhi rumahmu
sungguh semua kerja, aktivitas gerak jadi kian terbatas.
pagi berjemur membuat imun tubuh dengan hangat matahari
makan-minum di ruang ke ruang membikin tambah bosan
kembali dari itu ke itu lagi. seluruh ruang kujelajahi
dengan cara yang sama, dengan pikiran hampir tak berubah
lalu ramadhanmu datang, diri ini kian merasa disiksa ulang
shalat tarawih bersama ditiadakan, riuh kangen suara
anak-anak yang bercanda di belakang, kini tak terdengar
masjid sudah kosong melompong, yang terdengar tinggal azan,
karpet dan sajadah tergulung sudah, tersimpan di sudut menara.
inikah kutukan seperti yang sudah kau firmankan
seperti yang telah diurai dalam sabda rasul akhir jaman,
“pada suatu hari nanti, masjid-masjid akan dibangun megah
tapi para jamaah meninggalkannya, tiada lagi ada yang ingin
memakmurkannya.”
sungguh takut, akukah orang yang kausebut dalam riwayat itu.
akukah orang yang termasuk telah mendustakan kalimatmu
o, begitu asing diriku. begitu semakin terasingnya aku
duka corona bertambah-tambah mengacaukan diriku.
kuakui, aku telah banyak berbuat dhalim kepada diriku
telah banyak melakukan ingkar kepada pikiranku
ya Allah, ya Rabb, betapa banyak aku diserang keraguan
dari berbagai arah, dari simulasi bencana ini
ampunilah aku atas semua kedhalimanku
ampunilah aku atas banyak perbuatan ingkarku
Jakarta, 22 Mei 2020
Salimi Ahmad
Doa Tutup Ramadhan
1
biarkan nafsu jadi bagian yang membawa langkahmu
seperti laut bagi kapalmu, jalani bentangan luas samudera
berlayar di permukaannya begitu menyenangkan senantiasa
ia boleh berombak, memain-mainkan pesonanya saat melaju
namun jangan biarkan ia masuk mengisi lambung kapalmu
nanti kau tenggelam, dan terkubur hingga ke dasar debur.
2
apa yang telah kau suguhkan pada mereka untuk puasamu
padahal setiap berbuka, kau telah banyak menerima suguhannya?
apa yang telah kau sampaikan pada mereka dengan puasamu
padahal dalam puasamu kau telah banyak menerima pesan-pesannya?
terpujilah rasa lapar dan dahaga
yang bersamanya, kau wangikan bau mulutmu untuk sesama
3
kita hanya tumpukan airmata
yang disimpan awan mengelilingi luasnya angkasa
pada waktunya, kita akan dibuatnya terperangah
ketika ia tumpah, menggenapi tugasnya
menghidupi mereka yang didera kering dan hampa
4
akankah kau biarkan diriku menjadi kota
tempat anak bermain dengan segala gemerlap cahaya
tiada bisakah diriku menjadi padang rumput belantara
tempat berlarian mereka, nikmati basah embun
juga hakekat wewangian daun, saat rebah-lelah mencium
5
beban yang berat, kita pikul untuk diantar ke pemiliknya
sedikit bagian kita terima sebagai upah angkutnya
memahami lahir dan hidup, bukanlah sia-sia
kecuali kita bermain memainkan diri sendiri
dan melupakan lainnya
Jakarta. 27 Juli 2014 – 22 Mei 2020.
Salimi Ahmad, lahir di Jakarta 22 Mei 1956. Buku puisinya ‘Di Antara Kita’ (2009), dan beberapa puisinya tersebar di beberapa antologi puisi lainnya yang terbit sejak tahun 2010 – 2020.
67.Dwi Wahyu Candra Dewi Berbeda
67.Dwi Wahyu Candra Dewi
Berbeda
Suka cita tatkala Ramadan hendak menyapa,
apa daya harapan sirna ketika datang korona.
Seketika dunia menjadi berbeda,
Tak lagi ada jemaah menuju rumah ibadah
Tak lagi ada ‘dok der’ keramaian penggugah semangat sahur
Tak lagi ada tadarus generasi penerus di rumah-Mu.
Kebencian demi kebencian kian marak
Saling salah hingga terisak.
Kami hampir hilang iman
Kami hampir hilang sabar
Kami hampir hilang syukur
Jangan lagi Engkau turunkan ujian tuk menyadarkan
Alhamdulillah
Nama-Mu salalu menggema dalam hati, pikiran, tindakan
Sajadah tetap digelar
Takbir tetap diucapkan
Doa tetap dilangitkan
Dan ayat Qur’an tetap dilafalkan.
Blora, 23 Mei 2020
Dwi Wahyu Candra Dewi
Mengetuk Pintu-Mu
Ya Allah ya Rahman
Ramadan kan berlalu masihkan ada waktu tuk bertemu
Ramadan kan meninggalkan masihkah ada kesempatan.
Kami yang masih kerdil akan iman akankah Kau luluskan
Tak tahu kami akan berkah-Mu
Tak tahu kami akan ujian-Mu
Tak tahu kami karena kami terkadang lalai akan kemudahan
Ya Allah ya Karim
Petunjuk-Mu lah penguat kami
Karunia-Mu lah penenang kami
Berkah-Mu lah harapan kami
Ampunan selalu kami pinta karena dosa tak tahu batasnya.
Di ujung sujudku
Di setiap tengadahku
hanya pada-Mu lah ku bersimpuh.
Blora, 23 Mei 2020
Berbeda
Suka cita tatkala Ramadan hendak menyapa,
apa daya harapan sirna ketika datang korona.
Seketika dunia menjadi berbeda,
Tak lagi ada jemaah menuju rumah ibadah
Tak lagi ada ‘dok der’ keramaian penggugah semangat sahur
Tak lagi ada tadarus generasi penerus di rumah-Mu.
Kebencian demi kebencian kian marak
Saling salah hingga terisak.
Kami hampir hilang iman
Kami hampir hilang sabar
Kami hampir hilang syukur
Jangan lagi Engkau turunkan ujian tuk menyadarkan
Alhamdulillah
Nama-Mu salalu menggema dalam hati, pikiran, tindakan
Sajadah tetap digelar
Takbir tetap diucapkan
Doa tetap dilangitkan
Dan ayat Qur’an tetap dilafalkan.
Blora, 23 Mei 2020
Dwi Wahyu Candra Dewi
Mengetuk Pintu-Mu
Ya Allah ya Rahman
Ramadan kan berlalu masihkan ada waktu tuk bertemu
Ramadan kan meninggalkan masihkah ada kesempatan.
Kami yang masih kerdil akan iman akankah Kau luluskan
Tak tahu kami akan berkah-Mu
Tak tahu kami akan ujian-Mu
Tak tahu kami karena kami terkadang lalai akan kemudahan
Ya Allah ya Karim
Petunjuk-Mu lah penguat kami
Karunia-Mu lah penenang kami
Berkah-Mu lah harapan kami
Ampunan selalu kami pinta karena dosa tak tahu batasnya.
Di ujung sujudku
Di setiap tengadahku
hanya pada-Mu lah ku bersimpuh.
Blora, 23 Mei 2020
Jumat, 22 Mei 2020
Tinjauan Puisi Rofiah Ross dalam karyanya : Ramadhan di Kampung Kami, Oleh Rg Bagus Warsono
Puisi yang ditulis Rofiah Ross sungguh indah mengambarkan suasana desa. Pilihan kata yang bagus menyebabkan puisi pendek dalam Tadarus Puisi ini semakin kaya makna.
//Ramadhan di kampung kami
dari tengah malam ke tengah malam... //
pembukaan yang menarik yang memberikan makna bahwa puisi ini sebulan masanya : Ramadhan.
//.../gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa/...//
Ia hendak menceritakan banyak tetang kampung dalam satu baris. Ribut yang menggembirakan :
//.../Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.//
Tampaknya Rofiah Ross berhasil memberi gambaran sangat luas suasana Ramadhan dikampungnya. Bidikan tetang dapur keluarga yang ribut mengembirakan dapat mengundang daya hayal pembaca . Disini rofiah memberi makna kesibukan dan nyala api pawon mereka yang memasak untuk keluarganya. Puisi yang sederhana namun kuat menyimpan makna. Berikut Puisinya :
dari tengah malam ke tengah malam
gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa
dan pemuda membangunkan sahur dengan musik jalanan
sesekali mereka melantunkan tembang khasidah populair
Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.
Rg Bagus Warsono, Penyair dan Kritikus sastra
//Ramadhan di kampung kami
dari tengah malam ke tengah malam... //
pembukaan yang menarik yang memberikan makna bahwa puisi ini sebulan masanya : Ramadhan.
//.../gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa/...//
Ia hendak menceritakan banyak tetang kampung dalam satu baris. Ribut yang menggembirakan :
//.../Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.//
Tampaknya Rofiah Ross berhasil memberi gambaran sangat luas suasana Ramadhan dikampungnya. Bidikan tetang dapur keluarga yang ribut mengembirakan dapat mengundang daya hayal pembaca . Disini rofiah memberi makna kesibukan dan nyala api pawon mereka yang memasak untuk keluarganya. Puisi yang sederhana namun kuat menyimpan makna. Berikut Puisinya :
Ramadhan di kampung kami
gema Islami bercampur suasana klasik budaya desa
Malam thadarus mengumandang di corong masjid desa
dan pemuda membangunkan sahur dengan musik jalanan
sesekali mereka melantunkan tembang khasidah populair
Di dapur tempat masak keluarga, blandongan ala desa
Satu dapur empat keluarga
keluarga kakak beradik
Masak ala desa sambil dan suara ibu-ibu meramu masak
ribut yang menggembirakan
di bawah terang lampu dan nyala api pawon.
Rg Bagus Warsono, Penyair dan Kritikus sastra
Langganan:
Postingan (Atom)