Kamis, 21 Juli 2016

Nilai Ketuntasan Belajar Itu Bagaimana?

Memotret Peristiwa Sejarah (Kesaksian Puisi)




   Puisi ibarat rekaman masa lalu. Potret penyair akan peristiwa yang dilihatnya, dialaminya, dimata kepala sendiri. Tangan-tangan penyair mencatat semua itu dengan bahasanya yang penuh pesan. Peristiwa menjadi diingat karna puisi itu dan puisi menjadi prasasti sejarah dari kesaksian penyair.
Anak-anak tidak akan tahu mayat bergelimpangan di jalan antara Kerawang dan Bekasi demi kemerdekaan bangsa ini andai Chairil Anwar tak menulis puisi.

   Begitu juga peristiwa lainnya banyak dicatat penyair dalam puisi. Puisi sejarah ini terkadang menjadi terkenal dikarenakan peristiwa yang dilukiskan dalam puisi itu menggugah apresiasi pembaca. Karena itulah puisi menjadi bernilai sejarah.

   Mungkin saja berpendapat puisi diperuntukan untuk hadiah seseorang, bingkisan moment tertentu, atau mencatat peristiwa sejarah. Seperti puisi 'Kerawang Bekasi' karya Chairil Anwar itu boleh jadi puisi dengan kandungan nilai sejarah bangsa ini.

   Bahasa Chairil tentu beda dengan bahasa Zubidah Djohar, penyair ini juga mencatat sejarah lewat puisi.  Apa yang dilihat dan dicatat Chairil dialami oleh Zubaidah Djohar dalam waktu yang berbeda.  Ia menyaksikan tragedi dengan menulis puisi yang menjadi terkenal seperti halnya Chairil Anwar.  Berikut cuplikan puisinya:


CEROBONG YANG BERKABAR
Zubaidah Djohar*
Entah cerobong mana
Yang mengabarkan
Periukku mengenyangkan
Kaum pemberontak
Cawanku menghilangkan
Dahaga yang sesak.

Aku diambil paksa
Dibawa ke Meunasah
Dibawa ke Kompi.

Dua hari dua malam
Ragaku perih
Perih dalam lumpur luka
Yang bercuka

Tak puas dengan jawabku
Kodim pun menunggu nyata

Tiga belas hari lamanya, tubuhku
Lebur dalam sejarah
Hitam pekat!
 (2008)

*Zubaidah Djohar yang akrab disapa Penyair Zhu (lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat) adalah seorang aktivis kemanusiaan, peneliti dan penyair Indonesia dari Aceh. Ia banyak menyuarakan masalah kekerasan di Aceh dalam syair-syair puisinya, terutama keberpihakan terhadap kaum perempuan korban kekerasan

Dia Membangunkan Alam ,Benda dan Hewan lewat puisi


Puisi sebagai media penyampaian penyair mengungkapkan isi hatinya memiliki cara tersendiri. Kadang tampak jelas tersamar, kadang kamuflase, kadang semu dan kadang menyimpan rahasia.

Adalah Tan Lioe Ie penyair yang pandai membuat pembaca diajak bercengkerama dengan ‘permainan bahasa yang penuh makna sehingga melahirkan puisi yang luas arti dan penuh reka apresiasi. Ia membuat benda , hewan atau alam menjadi hidup seakan bergerak mengiring pikiran pembaca yang sekaligus menemukan makna puisi.

Mari kita lihat puisi dengan penyampaian kata ‘meminjam
Dari objek alam, benda dan hewan atau apa saja lewat puisi tetapi menjadi hidup. Seakan puisi itu bernyawa.
BURUNG PEMATUK BIJI MATA
Tan Lioe Ie*
Burung apa yang bertengger di kepalamu?
Sementara kau terus berdoa
sambil menghitung biji-biji tasbih
dari waktu yang batu.
Tiba-tiba terserap kau ke dalam pintu
Membuka dan menutup diri
Menjadi tua dan lapuk.
Aneh, meski keras kau guncangkan kepalamu
burung itu tak juga pergi
menunggu saat mematuk biji-biji matamu.
Lalu ruh angin datang
menerbangkan
ruhmu ke peniupnya
Dan kau pun tahu
Mata yang padam
Tak menyimpan cahaya
*Tan Lioe Ie (lahir di Denpasar, Bali, 1 Juni 1958; umur 58 tahun) adalah seorang penyair Indonesia terkenal asal Bali. Ia merupakan penyair pertama Indonesia yang melakukan eksplorasi atas ritual dan mitologi Tionghoa dalam puisi bahasa Indonesia. Walaupun bernuansa etnik kental, puisi-puisinya tetap mempunyai daya pikat bagi kalangan luas. Hasil karyanya pernah dimuat di berbagai media massa seperti; Bali Post, Horison, Berita Buana, Suara Merdeka, Kompas, Media Indonesia, CAK, Coast Lines (Australia), dan Bali The Morning (Indonesia–Inggris). Kumpulan puisinya yang lain adalah Kita Bersaudara (diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Dr. Thomas Hunter Jr, We Are All One)

Selasa, 19 Juli 2016

Ada kehidupan yang mengesankan di belahan jiwa lain


Tema yang diangkat penyair seperti juga penyair lain, yakni masalah manusia dan manusia yang masih saja menjadikan masalah tetap aktual. Namun demikian penyair mengetengahkan masalahnya dengan sangat manusiawi dan patut mendapat renungan untuk kita semua agar menjadi bijaksana dan rendah diri. Dari perjalanan pencairian itu ia mendapatkan sesuatu yang sangat berharga yakni pengalaman bathinnya yang ditorehkan dalam puisi.

Puisi adalah rekaman jiwa, rekaman yang dimainkan oleh hati dan jari-jari tangan. Kadang begitu luas membentang, terkadang begitu menfokus menusuk sasaran. Jejak yang menjadi untaian pustaka jiwa pujangga. Getaran hati berasal dari gundah, gelisah, yang terkadang meronta dan menghentak dada. Namun demikian hati penyair padai meredam jiwa naum tak terpisahkan dengan pena-nya.

Demikian seorang penyair pun menjadi dirinya seperti kebanyakan manusia lain yang memiliki cita rasa dalam mengarungi kehidupan. Ia menuangkan nya dalam untaian puisi-puisi yang dapat dinikmati pembaca dimanapun berada . ia tidak saja menyuguhkan pengalaman bathin yang dituangkan dalam puisi tetapi juga sentuhan- sentuhan kesan yang berarti bagi pembaca utuk menjelajah bumi (perasaan) bahwa ada kehidupan yang mengesankan di belahan jiwa lain.

Adalah Dorothea Rosa Herliany yang membiri lebih awal pembaca untuk diajak ke sisi jiwa lain. Puisi yang menuntut pemahaman yang perlu olah pikir untuk dapat diapresiasi dengan baik. Selanjutnya ia (puisi) akan masuk dalam diri kita sebagai pemahaman pengalaman bathin lain yang dirasakan pembaca. Berikut Puisinya :
Dorothea Rosa Herliany
Metamorfose Kekosongan
seperti inilah, aku letakkan ranjang dalam dadamu.
kujadikan ronggarongga sempit itu kamarcintaku.
suatu hari nanti, akan berjejal lagulagu dan tangisan.
rintihan kecil dan jeritan tibatiba. dan kaukirim aku
ke tanahasing: dengan dentum dan suaraangin dari
nafasmu.
seperti inilah, aku letakkan tempat sampah dalam
otakmu. kujadikan gumpalan zat itu suduttakberguna.
suatu hari nanti, akan berjejal entahapa. telah sesak
ruang sempit itu oleh rencanarencana dan bencana.
tadi, kita telah berkhianat dengan cinta. kau ledakkan
aku dengan zakarmu. kuletakkan ulatulat di sana.
sampai
saatnya nanti, siap memangkas daunhatimu.
seperti inilah kita: merenda kemungkinankemungkinan.
suatu hari nanti -dalam otakmu, dalam dadamu,
dalam perutmu- kutanami bangkaibangkaiulat. suatu
hari nanti, akan kaupanen kupukupu.
1993

Kau akan Dibuatnya Terpingkal-pingkal


Siapalagi yang bisa membuat pembaca terpikal-pingkal kalau bukan Aloysius Slamet Widodo . Obat murung, gundah, dan kesepian suguhan baca bagi pecinta humoris dalam bentuk puisi ini menjadikan sebuah karya terapresiasi tanpa sengaja. Begitu puisi dapat memberi sentuhan hati menjadi senang.
Puisi memang tak hanya memberi sentuhan jiwa, tetapi melalui puisi 'glayengan pembaca langsung diajak untuk langsung memberi reaksi apresiasi . Tawa terbahak-bahak.

Aloysius Slamet Widodo memang jempolan dalam mengolah kata bahkan kata yang slalu hangat. Terkadang memberi suguhan khusus unuk dewasa, kadang untuk semua usia. Tentu saja kita harus dapat memilah karya puisi glayengan ini.

Anda akan dibuat terpingkal-pingkal, tertawa, atau hanya tersenyum mesem. Berikut sebuah puisi glayengan yang memberi rasa humor.

Sementara kebutuhan akan rekreasi hati memerlukan biaya, waktu dan tenaga, memberi petunjuk bahwa untuk menjadi gembira itu mahal. Tetapi dengan membaca karya penyair mbeling Aloysius Slamet Widodo Anda akan dibuatnya tepingkal-pingkal.

Mari kita nikmati bersama karyanya :
ZAKAR
satu jengkal dibawah pusar
ada buah namanya zakar
tempat limbah dan racun keluar
tapi juga alat vital keturunan disebar
benda ini memanjang dan mekar
ketika diraba
ketika ngeres pikirnya
atau disengat serangga
benda ini mengecil dan hilang
ketika ketakutan
ketika kedinginan
benda ini
selalu menutupi dirinya
dengan pakaian
maka disebut kemaluan
benda ini bila menyelam
dan butuh keamanan
memakai pakaian selam
namanya kondom
otot raja ini
sumber kesenangan tiada habisnya
alat menikmati surga dunia
tapi juga bisa menjadi neraka
ketika benda ini tak perkasa
otot raja ini
bila dimaki mati
bila dielus berdiri
otot raja ini
bila sunatnya kebeneran
dapat isteri kaya,pinter dan nurut
bila sunatnya salah
dapat isteri mlarat ,galak dan nyebelin
otot raja ini
oleh orang Bali diukir
sebagai bagian dari budaya
agar menjadi barang antik
otot raja ini
oleh orang Belanda ditatto
kalau tidur namanya "adam"
kalau bangun "Amsterdam"
semua wanita anti kekerasan
kecuali kekerasan terhadap benda ini
............didambakan!
benda ini sangat berharga
lihatlah ketika orang main sepak bola
kearah lawan menembak bola
lawan dengan naluri manusia
menyilangkan tangan di kemaluan bukan dikepala !
jakarta,28 oktober 2010

Dialektika Cinta

Cinta adalah puja-puja , pria atau sebaliknya. Cerita-cerita cinta memang segudang buku dari seribu pujangga seakan tiada habisnya digali dari sumur yang kering sekalipun. Puja-puja adalah hal yang wajar dari pemilik cinta. Tetapi kadang nyaris tiada diabai karena tidak mendapat kesamaan pandang.

Puisi-puisi itu seakan warna dari sejenis yang diungkapkan berbeda namun tetap memiliki kekhasan dari penyair ini. Dia potret semua perilaku perempuan dengan kekaguman dari kodratnya yang lemah namun tangguh dan slalu menjadi pelajaran bagi perempuan dan cermin bagi laki-laki.
Puisi ini seperi rindu yang tercecer namun sangat apik kemasannya. Penyair yang memiliki kepiawaian olah pilihan kata. Sehingga rindu yang tercecer itu mampu dijadikan sebuah syair tersendiri yang mampu mengajak dialektika pada pembacanya.

Bicara cinta tanyalah pada Ratna Ayu Budhiarti, penyair yang dapat memberi rasa cinta dengan segala problema yang ada:
Berikut karya penyair cantik ini :

Ratna Ayu Budhiarti dalam :
MATILAH KAU DI DADAKU

matilah kau!
oleh kerinduan yang kuoleskan pada pisau
yang bersarang di dadamu
matilah kau!
oleh kehangatan yang terlambat kau tambat
tanpa sempat menuju dermaga
tempat kita bermain-main dan bertukar kisah
sambil mengulum manis kembang gula bersamaan
matilah kau!
di sudut kerling pecintamu yang kau sembunyikan
pada jarak yang berabad
matilah kau!
ditikam sepi dan rindu berkali-kali.
2012

Senin, 18 Juli 2016

Menuangkan Sejarah di atas Puisi

Menuangkan Sejarah di atas Puisi
Puisi juga adalah penerang sejarah yang punah. Pengarangnya ingin agar generasi selanjutnya memahami sejarah masa lalu di negerinya, di daerahnya, atau di desanya. Ia angkat kembali sepanjang ia ketahui agar dapat abadi. Tentu saja dalam bahasa penyair yang dituangkan dalam puisi.

Bahasa penyair adalah bahasa khas penyair itu. Rangkaian kalimat adalah rangkaian hati penyair yang bersih. Sejarah ketengahkan dalam puisi agar mudah dipahami generasi. Sebuah penyelamatan cerita lewat syair.

Anda pernah membaca Syekh Siti Jenar karya Saini KM? Maka jangan lewatkan membaca karya Tajuddinnoor Ganie . Sebuah karya membagi cerita bagi generasi ini. Bentuk syair itu yang menjadi beda. Agar generasi muda menjadi suka. Tentu ini menjadi istimewa manakala putera memahami masa lalu.

Berikut puisi Tajuddinnoor Ganie itu


Perang Banjar

1596
Cornelis de Houtman
seorang nakhoda Belanda
tiba di Banten mencari lada di pasar bebas
Tapi, gulden Belanda tak laku di Banten
Tak ada pedagang lada
yang mau berdagang dengan mereka
Cornelis de Houtman menjadi murka karenanya.
Kalau begitu, kita rampok saja lada mereka!
Malam, ketika bulan sabit
menyipit di langit Banten
Anak buah Cornelis de Houtman
menyerbu masuk ke sebuah kapal besar
yang sarat dengan muatan lada
Pemiliknya, seorang saudagar Banjar
tak bisa berbuat apa-apa
kecuali mengelus dada
menerima nasib yang buruk.
7 Juni 1607
Koopman Cillis Michelszoon
nakhoda Belanda yang lain
tanpa singgah di Banten
langsung datang ke Banjarmasin.
Aku, Koopman Cillis Michelszoon
datang ke mari sebagai pedagang
Aku orang Belanda
tapi bukan Cornelis de Houtman
Aku bukan perampok
Aku datang ke Banjarmasin
ingin berdagang dengan semangat
saling menguntungkan
Anak saudagar Banjar yang dulu
menjadi korban perampokan
Cornelis de Houtman
juga datang ke pelabuhan
menyambut mesra kedatangan
Koopman Cillis Michelszoon.
Selamat datang di Tanah Banjar
Kisah lama yang kusam
sudah lama aku lupakan”
Tapi, entah bagaimana cerita persisnya
Setelah mereka bersukaria
semalam suntuk bercandaria
Besok pagi terbetik berita
Koopman Cillis Michelszoon
dan semua awak kapalnya
tewas terbunuh bergelimpangan
sebagai korban pembunuhan.
1612
Subuh ketika bulan sabit
mengintip di langit Tanah Banjar
kapal perang Belanda tiba-tiba merapat
ke pulau Kembang, Dari kejauhan mereka
menembaki para pedagang
di pasar terapung muara Kuin
Para pedagang kocar-kacir dibuatnya.
1626
Lada yang panas membuat Belanda tak kenal jera
Kali ini mereka datang dengan kapal Doon
Aneh tapi nyata, niaga lada
kali ini berlangsung mulus
tak ada pistol meletus
tak ada mandau terhunus.
1634
Siang, ketika matahari
mengelupas kulit ari.
Coysbert van Loudestega
datang membawa armada Belanda
Kali ini mereka datang bukan untuk berdagang
tapi untuk mendiktekan kehendak berkuasa
atas monopoli perdagangan lada.
1635
Suksesi yang ricuh di Kerajaan Banjar
memberi peluang bagi masuknya
pengaruh Belanda dalam kancah politik
antarbangsawan Banjar
Ketika yang menang adalah raja Banjar
yang dibantu Belanda, maka terbukalah jalan
untuk menjajah Tanah Banjar.
Diplomasi hutang budi yang mencuat
dalam kemelut yang disulut intrik politik
pecah belah dan hancurkan
membuat raja Banjar yang dibantu Belanda
tak kuasa menolak apapun kehendak
yang didiktekan Belanda.
Mula-mula monopoli perdagangan lada
lalu erakan kerja paksa membangun jalan raya
dan yang paling celaka Belanda
akhirnya juga bisa mendiktekan suksesi.
1 November 1857
Sultan Adam yang mangkat
meninggalkan wasiat keramat
bahwa cucunya Pangeran Hidayatullah
harus dirajakan
Tapi Belanda tak pernah peduli pada
wasiat keramat dan kehendak rakyat.
3 November 1857
Residen Belanda dengan paksa
menobatkan raja boneka Pangeran Tamjid Dillah.
Pangeran Antasari, seorang bangsawan Banjar
tubuhnya gemetar menahan marah.
Ini penghinaan yang tiada tara
bagi kedaulatan Kerajaan Banjar
Orang Belanda sudah terlalu jauh
ikut campur dalam urusan pribadi tanah air kita
Suka atau tidak suka,
masalah suksesi adalah hak
yang paling pribadi dari seorang Raja Banjar
Pangeran Hidayatullah harus dirajakan
barang siapa berani melanggar wasiat itu
terkutuklah dia tujuh turunan.
Hai, rakyat Banjar yang cinta
dan setia pada tanah air tercinta
Ikutlah bersamaku dalam
barisan perang melawan penjajah Belanda
Kita bentuk barisan jihad fii sabilillah
Kita usir Belanda dari Tanah Banjar tercinta.
28 April 1859
Pecahlah Perang Banjar yang dahsyad itu
Seruan jihad Pangeran Antasari
bergema ke mana-mana
disambut di mana-mana
Bergema di Banua Ampat
disambut Temenggung Jalil
Bergema di Margasari
disambut Aling dan Sambang
Dari Margasari mereka berjalan kaki
menyerbu Gunung Jabuk
perkebunan karet milik Belanda.
Bergema di Amandit
disambut Temenggung Antaluddin
dan Panglima Cakrawati
Dari Amandit mereka
berjalan kaki menuju Tambai
menggempur habis pasukan Belanda
yang berjaga di sana.
Bergema di Tanah Laut
disambut Haji Buyasin dan Pembekal Bungur
Di sini mereka menyerbu masuk ke Benteng Tabonio.
Bergema di Tanah Barito
disambut Temenggung Surapati
Di Lontotur mereka berjaya
mencegat kapal Onrust Belanda
Semua awak kapalnya dibantai
dan kapalnya ditenggelamkan
ke dasar sungai Barito.
Bergema di Tanah Kahayan
disambut Mangkusari
Bergema di Tanah Kapuas
disambut Singapati
Perang Banjar
Perang yang dahsyad
Haram manyarah
Pantang mundur
Waja sampai ka puting
Perang Banjar
Perang yang dahsyad
Haram manyarah
Kukuh teguh hingga merdeka
Waja sampai ka putting
Banjarmasin, 5 Agustus 1995

Pandai Menjadi Puisi


Mari kita lihat penyair dengan imajenasi tinggi. Ia bisa menjadi apa saja seperti apa yang dilakukan chairil Anwar. Ia menjadikan dirinya sosok tokoh yang dicipta. Imajenasi yang tinggi membuatnya mampu dirinya masuk kedalam jiwa puisi itu. Sebuah puisi imajener.

Sebelumnya mari kita cermati Kepiawaian Chairil dalam Mencipta puisi. Demikian hebatnya Chairil menjadi Prajurit Jaga Malam, Chairil tak bicara rokok atau kopi penahan kantuk, tak bicara nyamuk , kelelawar ddan embun dini hari. Chairil pandai menjadi puisi, menjadi dirinya seorang prajurit jaga malam, menusuk pikiran si penjaga malam, dan bersembunyi di hati dalam dada prajurit jaga malam. Chairil memang jempolan. (rg bagus warsono 23-8-15)

berikut puisinya:

Prajurit Jaga Malam.
Chairi Anwar.

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Apa yang dilakukan Chairil itu penyair kita mampu menjadi diri puisi itu. Berikut sebuah puisi karya penyair kita yang mampu menjadikan puisi imajener. Dia adalah tak lain Cok Sawitri yang menulis tentang Namaku Dirah.

Berikut Cok Sawitri:
. Namaku Dirah

ketika wanita menjadi janda
mulailah sudah prasangka
melucuti kemurnian rahim
rumah-rumah menanam pandan di pintu-pintu
anak-anak menutup lubang pusar
lelaki menggosok-gosok kumisnya
namaku dirah
aku cangkul tubuhku
hujan telah mengirim hati dan jantung ke tanah
sedang harapan ada di luar kenyataan hidup
pagi itu aku bertanya pada diri: raja mana itu!
Kematian suamiku menjadi aniaya
kesendirian ini menjadi kamar hukuman
tetapi apa kesalahan anakku
namaku dirah
aku hanya seorang janda
sia-sia bila kukirim pertanyaan: apa salahku?kekuasaan telah menasibkan kekhawatiran
tembok-tembok tingii
penjaga-penjaga yang tak lagi miliki mata
siang malam membisukan
Siapa saja yang hendak bicara
apa pun namanya yang dipagari
berlapis-lapis benteng
berbulan-bulan pesta upacara
disuburkan sumpah dan janji kesetiaan
terusik bisikku: namaku dirah
tanah yang telah berakar-buah
siapa diterjang seribu anak panah
tubuh ramping berbalut kain putih itu
luruh tersangga batang pohon kepah
matanya memancarkan hati yang bebas
ketika tubuhnya merosot ke bawah
rumput-rumput menegak menyediakan dirinya
menanti kedatangan tubuh ibunya
namaku dirah
dengan darah usus di leher aku menari sepuas hati
kepedihan ini
kemarin di tengah malam
aku sejenak merasa takut
kandung telurku diserang usikan dingin
menisik bayang ayahmu
andai dia masih
kecengengan senantiasa
menawarkan riwayat luka
aku cangkul tubuhku
kerna namaku dirah
ribuan prajurit terpuruk
membelalak menyambut kematian
seperti tak percaya
kekuasaan tidak melindungi nyawanya
selembar kain putih
leher berkalung usus
rambut gimbal bau amis darah
sampaikan:
semua benteng memiliki celah
begitupun keangkuhan
tak kecuali kekuasaan retak
oleh lirik mataku
kerna namaku dirah
hanya seorang janda
bukan tubuh di atas tahta
di mana senjata adalah kaumnya
1997

Minggu, 17 Juli 2016

Puisi dengan Magnet Baca


   Bagaimana memilih dan membaca puisi dibanyak pilihan buku atau bacaan adalah selera pembaca. Tetapi kenapa di perpustakaan terdapat buku dengan catatan terbanyak dibaca. Kemudian di toko buku didapati buku laris, di percetakan terdapat buku berulang-ulang dicetak. Jika demikian ada selera umum yang sama pada pembaca, atau memang buku atau puisi itu memiliki magnet baca.

Jika memang pilhan puisi terbanyak dibaca adalah selera, maka banyak faktor yang mempengaruhi selera itu, misalnya usia, kebiasaan, kemampuan intelektual dan daya seni seseorang. Di sini berarti kemungkinan sama seleranya mungkin ada namun tidaklah mungkin dalam satu kota memiliki selera yang sama apalagi banyak pilihan baca. Karena itu puisi dengan magnet baca lebih mampu memiliki pancaran baca tinggi ketimbang berkemungkinan 5 orang memiliki selera sama menyukai 1 puisi tertentu.

Lalu apakah puisi pendek atau panjang yang digemari, jawabnya adalah tidak mesti. Puisi pendek dengan dua bait misalnya atau puisi panjang bak paparan cerita dengan banyak bait yang tiap baitnya juga berisi baris lebih dari 4 baris sama-sama memiliki magnet baca. Kekuatan magnet baca itu tergantung dari kemasan sang penyair mengemas puisi itu. Dimulai dari judul, kalimat baris pertama atau bait pertama dan seterusnya yang memiliki kekuatan magnet baca unuk selanjutnya pembaca dapat mengapresiasi puisi itu.

Suguhan kata dan kalimat dengan rangkaian yang apik sebuah kemasan puisi yang dilahirkan dari tangan-tangan penyair apakah menggoda untuk dibaca atau tidak. Bukan pula dari kemunculan kata-kata baru yang kadang salah penempatan. Itulah kepiawaian seorang penyair dengan karya yang menggerigisi yang mampu menembus hati pembacanya. Bukti itu kita simak karya penyair Toto St Radik, judulnya Indonesia pada Sebuah Malam. Judul ini bukan kata baru pada saat puisi dibuat. Kata 'Indonesia, 'Sebuah, dan Malam adalah kata umum yang sering digunakan. Tetapi rangkaian kata itu menjadi kalimat baru ketika menjadi 'Indonesia pada Sbuah Malam. Orang pasti dengan cepat tahu seperti apa malam di Indonesia. Di kota apa di desa, di rumah apa di cafe. Tetapi ketika ini menjadi pusi maka daya magnet itu terpancar dan orang suka membacanya. Berikut puisi Toto St Radik itu :
Indonesia pada Sebuah Malam












Indonesia pada Sebuah Malam

Toto S Radik

indonesia — pada sebuah malam yang jauh
bulan separuh. burung alap-alap memekikkan seluruh
nyanyian kepedihan dan alamat-alamat kematian
sunyi pun tumbuh berkawan ketakutan
menjalar ke setiap rumah, mengetuk pintu-pintu
yang rapuh. dan angin seperti bersekutu
menghunjamkan dingin, tajam bagai tatapan
sepasang mata kucing hitam. kemudian hujan
jatuh, berputar-putar dalam tarian tanpa irama
menderas tak tertahan menuju jantung kegelapan
mengisyaratkan badai

indonesia — pada sebuah malam penuh hujan
bulan tersingkir seperti menegaskan kegelapan sihir
lolong anjing dari bukit-bukit jauh mengarungi
detik amarah yang bergelombang gaduh. bunga-bunga
berganti batu, dendang sayang berganti kibasan parang
semburan peluru dan kobaran api. darah pun tumpah
di setiap jengkal tanah. mengalir ribuan kilometer
bersama airmata yang diam-diam menyimpan kenangan
sejarah negeri hijau. sobekan bendera terbakar
di atas meja perjudian. mantera-mantera, doa-doa, kutukan
seribu kata saling tindih saling cakar di antara
percakapan-percakapan aneh penuh sandi

indonesia — pada sebuah malam huru-hara
aku menundukkan kepala di kamar berdebu
membaca baris demi baris sajak-sajakku yang berlepasan
dari penjara kertas: melangkah di jalan-jalan berbatu!

Serang, 31.12.1996







Sabtu, 16 Juli 2016

Bahasa Puisi

Bahasa puisi tentu bahasa penyairnya gaya dan betuk pola dan ragamnya adalah selera sebebas apa itu puisi. Ini berarti puisi memberikan kebebasan seseorang untuk menulis. Pendek kata terserah mau dibentuk apa, demikian kata Puisi berujar. Dari itu akhirnya muncul kebebasan menulis puisi namun sadar meski tak ada pakem yang baku, penyair slalu menjaga agar karya puisi itu dapat dinikmati dan memberi rasa aprsiasi pada pembaca.

Bahasa penyair bahasa diri yang juga dibaca orang lain. Sejauhmana tepatnya apresiasi dengan maksud yang dikandung penyair sejauh si pengapresiasi itu mampu 'membaca. Mari kita lihat puisi karya Marlin Dinamikanto. Penyair yang memiliki gaya eksentrik dalam karyanya ini harus diakui sebagai karya besar dan menggerigisi yang mampu menggugah penikmat sastra yang membacanya.

Karya yang baik itu terkadang muncul tidak dalam bentuk buku, tetapi juga koran dan majalah dan kini di banyak situs situs di internet. Begitu banyak koran tabloid majalah terbit di daerah dan tentu saja puisi ada didalamnya. Karya-karya pengisi rubrik sastra dan budaya di media di seluruh Tanah Air itu ditemukan banyak karya bagus dengan mutu yang tinggi. Kandungan sastra yang terkadang tak kalah dengan karya penyair sebelumnya.

Berikut puisi penyair Marlin Dinamikanto yang berjudul Pok Ameame Ibu :


Marlin Dinamikanto

pok ameame, Ibu

pok ameame, ibu
hanya kata yang kupunya
menyiram pusaramu jauh di sana
di pekatnya angan yang dingin
selalu melihatku seperti debu
padahal anakmu ini adalah angin
selalu ingin menyayup di matamu
pok ameame, ibu
kini belalang kupukupu
terbang liar, tersipu mengingatmu
di bening matamu indah berbinar
membuatku yang berlari selalu ingin kembali
dari trotoar yang tenggelam oleh lalat liar
sebab hatiku hatimu saling bertali
engkaulah daunan rindang bagi ke-enam anakmu
memberi teduh dari sergapan debu jalanan
yang membatas beranda luar liar
kau telah membesarkan belalang kupu-kupu
sejak di gendongan merangkak dan berkeliaran
tapi tak pernah membiar kami telantar
tapi maafkan anakmu ini ibu
tak punya doa selain puisi
tak pula mahir membaca rambu
kehidupan yang telihat basi
maafkan aku ibu
bila selama ini melihatku
seperti debu, padahal aku angin
ingin menyayup di matamu yang dingin
Tetilam 34, 13 Desember 2013

Karena Lahir dari Tangan Penyair

Mencipta Puisi itu untuk siapa. Sebuah pertanyaan menggelitik yang jawabannya adalah kata ganti orang. Untuk aku (sendiri) kau (seseorang) dan kalian ( semua) dan kami (semua termasuk penulisnya). Pada jawaban-jawaban pertanyaan itu melekat erat dengan maksud si penyairnya.
Jika puisi itu ditulis untuk sendiri , sekadar iseng misalnya , tetapi karya penyair tetap menjadi incaran publik jika penyair itu dibutuhkan sebagai figur publik. Jadi bahwa penyair menulis puisi untuk diri sendiri tetap saja menjadi incaran publik . Dengan kata lain puisi itu sebetulnya untuk diapresiasi semua.

Kemudian menulis puisi untuk seseorang, seolah istimewa, kekasih misalnya. Jika puisi itu lahir dari tangan penyair maka tetap saja puisi itu akan menjadi puisi untuk publik pembaca dimana saja.
Begitu juga mencipta puisi untuk orang banyak dan tidak untuk diri sendiri tetap saja menjadi untuk semuanya karena ketika penyair dalam posisi sebagai bagian anggota masyarakat ia akan merasa bahwa puisi yang sengaja diciptakan untuk orang lain juga memiliki makna bagi dirinya sendiri.

Demikian alangkah hebatnya puisi manfaat sebagai sebuah bacaan untuk siapa saja bahkan dirinya sendiri atau sebaliknya. Adalah Nia Samsihono seorang penyair yang mencatat sejarah hidupnya dalam bentuk puisi dengan sangat apik. Mula mungkin tak tahu nasib puisi itu. Juga diperuntukan untuk prasasti keluarganya. Namun puisi justru memiliki pancar luar biasa, puisi itu akhirnya menjadi terkenal dan orang ingin membacanya.

Berikut Nia Samsihono dalam Selembar Daun yang mengisahkan kematian putrinya :


Selembar Daun*)

Selembar daun melayang-layang jatuh,
Bumi luruh memeluknya penuh
Ada bisikan yang disampaikan
Membuat nyaman
Daun itu menyerahkan seluruh keindahannya
Tanah merengkuhnya penuh ketulusan
Ada selembar daun
Tergeletak pasrah
Dalam dekapan persada
Yang telah menghidupinya
Penuh cinta dan kesetiaan
Abadi
Jakarta, 21 Feb 2015
*) Puisi di atas didedikasikan untuk Alm Putrinya yang meninggal dunia 8 tahun lalu, akibat serangan demam berbarah (DB) dalam usia 20 tahun.

Demikian apabila puisi yang dilahirkan oleh seorang penyair , karya itu slalu memiliki kandungan sastra tinggi dan menjadi sorotan publik. Itulah tangan penyair.
(Rg Bagus Warsono, 16-07-2016)

Kamis, 14 Juli 2016

Gadis

Yang dinanti ternyata datang jua. Hanya menunggu dia lewat disamping rumahku. Gang kecil oleh suara vespamu seperti kodok minta hujan. Meski kau tak menengok, hafal betul wajahmu lucu. Tertutup helm astronot, Tak tahu kau kerja dimana, tapi jamku tepat kau lewat pagi dan siang. Tengoklah aku , dengan horden terbuka dibalik kaca jendela. Tuhan bilakah mampir dirumaku kecil. Kan kusiapkan air putih kau haus lelah. Dung dung dung dung. Itu vespa birunya. Secepat kau melewati rumahku. Tak menoleh sedikit walau aku tersenyum. Besok aku tunggu lagi kau lewat samping rumahku.

Aku tak salah lihat, berkaos putih dengan sendal jepit. Duduk menghadap pesawat tv diantara kerumunan orang-orang di warung kopi. Jelas itu suaramu walau bercampur sepuluh orang bareng tertawa. Ingin aku pura-pura beli obat nyamuk, tapi dirumah masih ada. Atau Mie instan barang berapa bungkus tapi Ibu tak menyuruh. Kenapa kaki semakin menjauh warung. haruskah aku menengok ke warung lagi untuk melihatmu.

Jika Ibu menyuruh mengantar makanan ke tetangga-tetangga, mau aku mengantar ke tetangga gang belakang rumah. Pasti ada vespa biru. Dirumah kos-kosan tengah itu. Tentu Ibu menghitung kepala keluarga, termasuk penghuni kos-kosan itu, semua dibagi. Mudah-mudahan memilih aku bukan Bibi yang mengantarkan. Ternyata kali ini tak ada pilihan lain Ibu menyuruhku mengantarkan makanan itu. Bagaimana jika aku ketemu dia. Tidak Bu, biar Bibi saja yang mengantarkan semuanya. Kenapa? kata Ibu. Jawabku aku takut anjing.

Dia menuju rumahku untuk bersilahturahmi dengan keluargaku di hari Lebaran ini. Apa yang kurang, ya, aku sudah pas berdandan.
Seperti vespamu itu , gaun muslimahku biru. Dia semakin dekat depan rumah , kemudian pintu. Tidak ! Aku dikamar berkaca diri terdengar dia berkata basa-basi. Dan menolak duduk meski kueh banyak, katanya masih banyak yang belum disalami. Ketika ibu menyebut namaku, kukunci kamar. Aku takut Si Vespa Biru duduk menanti. Ketika ia semakin jauh, Ibu memanggilku, dandan kok lama banget ! he he he.

(Gadis , oleh Rg Bagus Warsono)

Bobot karya puisi:

Kritikus/penulis untuk mengkritisi puisi sekaligus merekam jejak penyair adalah apabila ditemukannya karya yang ,menggerigisi . Sebuah karya yang memiliki salah satu atau lebih nilai bermutu tinggi yang monumental.Patokan mutu atas karya seseorang adalah alat untuk mengetengahkan seseorang penyair dimasukan dalam klasifikasi yang dikehendaki kritikus. Jadi karya banyak dan nama besar tidak menjadi jaminan melekat dengan klasifikasi yang digagas seorang kritikus karena pertanggungjawaban itu.

Kelahiran karya puisi bermutu yang 'menggerigisi dan monumental serta memiliki nilai sastra tinggi bukanlah peruntungan nasib penyair dari anggapan publik. Sesungguhnya kelahirian puisi yang bagus adalah olahan dari tingkatan seperti profesional, mahir, atau masih konvensional maupun tradisional. Ia (puisi) dilahirkan dari tangan-tangan itu dengan pengalaman, kreativitas, kebiasaan, dan sebagainya yang mempengaruhi diri penyair tersebut. Kemudian setelah puisi itu lahir kita boleh mengatakannya akan nasib peruntungan karya itu dan tentu terkait dengan penyairnya.
Dalam dunia cipta, ditemukan mirip, tiruan, jiplak, plagiat, sadur, terjemahan, atau 'ubah kata. Hal ini menjadi pemahaman mutlak seorang kritikus. Berbagai kasus bisa terjadi, tetapi juga bisa mungkin berbagai penemuan itu dikarenakan kebetulan atau saling tak mengenal. Tetapi perlu diketahui frase bahasa Indonesia dalam KBBI serta ditopang bahasa daerah dan bahasa asing sangatlah luas untuk pilihan kata puisi. Jadi wawasan baca pun tidak saja harus dimiliki kritikus sastra tetapi juga penyair harus rajin membaca.

Dalam tulisan ini penulis akan menyoroti berbagai karya terkini puisi- puisi penyair yang sempat terbaca dari berbagai situs baca. Juga silahkan Anda mengirimkan puisi 'terdasyat untuk dikritisi semampu penulis dalam wacana belajar ini. Resiko atas kritik puisi sebetulnya tahapan pacu positif bila dipahami secara positif. Tetapi seringkali banyak penyair menilai justru negatif. Sebaliknya gaya kritikus puisi juga menjadi alasan itu. Sebab banyak orang mengaku kritikus tanpa memahami etika penulisan sehingga sering terjadi perdebatan yang tak pantas dikalangan pelaku sastra.
Mari kita lihat karya Cecep Hari Cecep Hari Cecep Syamsul Hari dalam Perahu Berlayar Sampai Bintang yang berjudul :

Nawang Wulan

Dua puluh tahun kemudian
Nawang Wulan terlihat keluar dari keriuhan
Carrefour, mendorong kereta belanjaan
dan menuntun seorang anak umur sepuluh tahunan
Di depan kasa
dikeluarkannya kartu Visa
Rambutnya pendek sekali sekarang
dicat warna biru, hijau dan pirang
Tubuh yang dulu berhias sayap sepasang
telah berubah menjadi pertunjukan lemak 90 kilogram
Ia terlihat sangat riang dan dewasa
tambun dan mempesona
Seperti lukisan Lady Cajica
dalam kanvas Fernando Botero
Dulu aku Jaka Tarub lajang
si pencuri selendang
yang didera cinta
tak terampunkan
Nawang, kebahagiaan macam apa yang telah mengubahmu
dari dewi pencinta menjadi dewi kesuburan?
2005

Perhatikan diksi-diksi tersebut betapa penyair ini pandai memilih kata tepat dengan tema dan lokasi objek di sana-sini, tampak padat berisi, berhamburan reka apresiasi. Selamat buat Cecep Syasul Hari.
(rg bagus warsono , 14-07-16)

Senin, 11 Juli 2016

Tak Sekadar Produktifitas Tapi Membuahkan Karya Bermutu

Memilih penyair yang betul betul penyair utuk bahan tulisan seperti yang dilakukan kritikus sebelumnya adalah tidak semata penyair itu produktif tetapi yang diutamakan adalah karya yang memberikan arti bagi pembacanya sebagai karya yang belum ada sebelumnya, memiliki masa baca yang tak terbatas kapan saja tetap enak dibaca, dan memiliki keunggulan nilai sastra, serta mampu memberikan aksi pembaca atau dampak apresiasi pembaca setelah membaca karya tersebut, disamping itu ada yang mengiyakan bahwa karya tersebut layak bacaan sastra yang istimewa.

Produktifitas penyair memang merupakan masa pencarian jati diri. Ia adalah asahan yang membuat tajam nya pena. Serigkali seseorang melupakan tantangan atas tulisan apa yang akan ditulis padahal itu proses berkarya yang telah menjadi perpaduan antar pengalaman diri, pengalaman baca, pengalaman tulisan sebelumnya dan pengalaman kegagalan masa lalu.

Akhirnya faktor kreativitas diri menentukan produk seseorang (penyair) kreativitas untuk melahirkan karya 'baru (belum ada sebelumnya) , memiliki cita rasa sebuah karya sastra bermutu, diiyakan oleh orang lain (diakui), mampu membangkitkan apresiasi pembaca, dan bila perlu bersifat universal.


Berikut sebuah karya Herlina Priyambodo
"Menjadikanmu Separuh Jiwaku."
Menatap barisan mega dari balik kaca jendela burung besi yang melintas batas antar negara, laksana hamparan permadani empuk tempat bersenda para dewa dewi di negeri kahyangan. Begitu lembut, selembut getar yang kurasa saat menatap sempurnanya wajah Arjuna, seindah senyuman yang selalu memporakporandakan imajiku, hingga menghunjam tepat dijantung hatiku, membiarkan aku luluh dalam dekapan asmara, selembut rasa yang menyapaku perlahan dan tak ingin kutinggalkan. Hanya lidah yang tak pernah kelu, mengalunkan mantra mantra pada sang hyang maha cinta, membisikkan suara suara hati yang melantunkan ayat ayat kerinduan pada sang Arjuna. Izinkan aku membelai halusnya garis wajahmu dan menjadikanmu separuh jiwaku, Arjuna.

Dari judulnya saja seseorang langsung mengetahui maksudnya andai pembaca itu suka membaca. Puisi cinta ,puisi kekasih, puisi kisah cinta, puisi remaja, artinya banyak orang membuat seperti ini. Tetapi Herlina Priyambodo, tidaklah demikian seperti kebanyakan orang, ia membuat sesuatu yang baru yang belum pernah ditulis penyair sebelumnya. Sebuah asahan kreativitas pengalaman dan panduan karakter mumpuni dalam mengutarakan maksud. Selamat untuk Herlina Priyambodo (rg bagus warsono, 11-7-16)

Senin, 27 Juni 2016

Puisi-puisi H Shobir Poer di Lumbung Puisi IV

AKU BURUNG INGIN BICARA
                                                                                                          h. shobir poer


                        Aku burung ingin bicara:
                        di rumah miniatur rimbun, kami tinggal
                        mengalir gemericik air, temani senandung
                        di setiap pagi,siang, malam sambil mengepakkan sayap
                        ku menari bersamamu
                        kau dan aku, ciptaanMu yang saling berbagi
                        kau datang,  tengok kawankawan ku yang mengaum,
                        membagi makanan anakanakku yang  mencicit,
                        menderit, berkokok, menyiulkan suara indah ke telingamu
                     
                        di rumahku,  hutan belantara miniatur yang kau buat
                        aku sumringah betapa syukur ucap padamu
                        yang bertandang dan membagi cinta
                        dengan menaburkan senyum, tangan yang kau ulurkan
                        dan makanan makanan yang kau tebar di manamana

                        namun sayang, aku tak sanggung mematuk lagi
                        harimau terkatup mulutnya,  tak sanggup mengaum
                        kawankawanku mulai kehilangan cinta
                        rumah miniatur menjadi kandang neraka
                        banyak yang mati siasia


                                                                                              Tangsel, 17 April 2016

















                           NIKMAT

                                                                                                        h. shobir poer

   
                           Kita ini siapa, ketika merasa sanggup dirikan istana margasatwa
                           Kita ini siapa, ketika sanggup kumpulkan pundipundi kemewahan
                           Kita ini siapa, ketika sanggup menjerat hewanhewan itu tak lagi bebas
                           Kita ini siapa, ketika hewanhewan itu bisa membuat kau menari,
                           dirikan rumahrumah tinggal yang megah, dan terbang dengan
                           kuda besi ke beberapa Negara, berbelanja saja ke negeri seberang

                           aku dengar bagimu tak apalah dan tak masalah:

                           dengan kuda besi terbang ke manamana,
                           ke pulau Sumbawa dan Flores, kau bernyanyi bersama komodo,
                           tekukur, perkutut, gagak, kepodang, merpati hijau juga ayam

                           dengan kuda besi terbang, kau ke Tanjung Puting- kau menari bersama
                           orang hutan, beruang madu, babi hutan, siamang, landak, rusa
                           dan macan tutul

                           dengan kuda besi terbang, Way Kambas – di pantai Timur Lampung itu
                           kau berjoget bersama gajahgajah, badakbadak, dan harimau

                           dengan kuda besi terbang, kau ke gunung Lauser- di antara Aceh dan
                           Sumatra Utara, kau berpesta bersama kera, siamang, macan tutul,
                           harimau, burungburung dan gajahgajah

                           dengan kuda besi terbang, kau tiba di Wasur Papua, lalu berleha-leha
                           bersama cendrawasih, buaya air, kausari, kesturi, dan kanguru

                           sungguh, semua itu orang tak bisa menikmatinya
                           maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
                         


                                                                                                            Tangsel,  30 Mei 2016







                   
                       TIDURLAH
                   
                                                                                                oleh:  h. shobir poer


                      di balik semburat wajahmu yang ramah
                       di balik teduhmu dan kata yang begitu lembut
                       di balik matahari  kau sembunyikan kata
                       di balik bulan menari kau curi hatiku
                       aku, membaca sudah isi cahya matamu
                       hewanhewan itu selalu ingin dimanja
                       tidur, mandi dan bermain bersama

                       taman margasatwa yang indah hanya rumah semata
                       kalian semua butuhkan sentuhan hati dan jiwa
                       bersapa dari hati ke hati, mengadukan keluh kesah
                       mengadukan mimpi yang gundah, karena pohonpohonya tumbang,
                       diambuk badai dan banjir, juga tangantangan yang jahil

                       di gelap dan temaram ini, yakinkan
                       kini tak perlu resah lagi, tidurmu hangat dan bermimpi indah
                       tidurlah.

                                                                                                 Tangsel, 18 juni 2016

 Biodata

Tempat/Tgl Lahir : Cilacap, 22 September 1967                          

H. SHOBIR POER  (Drs. H.S. Purwanto,MPd) – Lulusan IKIP Jakarta (UNJ),1992. Jur. Bahasa dan Sastra Indonesia. Lulus S2 di UHAMKA,2005.   Tulisan artikel dimuat di Republika, Harian Terbit,, Suara Karya, Sabili dll.       Karyanya terkumpul dalam antologi     Trotoar (1996), Batas Diam Matahari (1996),  Amsal Sebuah Patung (1997),   Resonansi Indonesia (2000), Jakarta Dalam Puisi Mukhtahir(2000),   Nyanyian Integrasi Bangsa (2001),    5,9 Skala Richter (2006), Penyair Kontemporer Indonesia (2007),    KSI Catatan Perjalanan (2008),   Antologi Penyair Nusantara 3 (Malaysia, 2009),  Nusantara IV(Brunei,2010), Akulah Musi ( DKSumsel,2011),   Mengalir Di OASE (SMPS,KSI,2010),    Mengalir di Oase 1,volume dvd (Dewan Kesenian Tangerang Selatan dan Sarang Matahari,2011, Bunga Rampai Problematika BhsIndonesia( FBS UNJ,2011), Dalam Pelukan Sang Guru (DKTS,KSI, 2012), Sekuntum Jejak (DisbudparTangerang,2012), Dari Bumi Yang sama (Kudus-2013),  Bunga Rampai DVD Baca Puisi (Dwn Kesenian Tangsel, 2014), Menetas di Kaki Monas (disporbudpar DKI Jkt-2014),  Embus Pecah (Disporbudpar DKI Jkt-2014), Jalan bersama (Rumah AsNoor-2015).


 Puisi pribadinya   Mata Hati (1992),   Kado Puisi (1997),   Kota yang Luka Negeri yang Perih(2000), Membuka Pintu Langit (2000), MemujamU di tahta Langit (SMPS-2013).     Ia salah satu pendiri KSI Jkt(Pusat),   Sekjen Dewan Kesenian Tangsel (2010-2015),    Pembina KSI Cabang Tangsel.   Pernah sebagai Ketua Teater Guru   se- Jabodetabek binaan Pusat Bahasa Jakarta thn. 2001-2006.  Berteater dan Menyutradarai sejak 1988- 2014.  Aktif di musikalisasi puisi dan menulis cerpen, naskah drama.  Sekarang sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Tangerang Selatan 2015-2020.  Ia sekarang tinggal di Perumahan Puri Serpong 1 Rt 06/02 Blok F 1/18- Setu, Tangerang Selatan.         Ia juga Dosen/Guru Bahasa dan Sastra Indonessia.