Rabu, 02 Oktober 2013

Buku Laris Jual Dedet


Sebuah impian bagi penulis apabila karyanya menjadi buku yang laris atau boleh disebut "best seller". Di bidang penulisan sastra best seller seringnya pada jenis novel dan majalah sastra. Untuk puisi, walaupun ada juga yang sampai best seller namun sangat sedikit pada buku jenis ini. Kecuali jika dihitung penjualannya sampai sekian tahun. Buku puisi karya Chairil Anwar, misalnya, mungkin sudah dicetak ratusanribu eksemplar namun ini tidak dalam kurun sebulan atau setahun, tetap dalam puluhan tahun. Dicetaknya pun karena pengadaan buku perpustakaan sekolah. Hanya kalangan tertentu di masyarakat berkeinginan untuk memilikinya. Begitu juga buku-buku puisi Rendra, sama seperti halnya Chairil. Namun buku Kamus Bahasa Indonesia Poerwadarminta, pada masanya, memang banyak dicari oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Sedangkan buku pelajaran dan yang sejenisnya yang digunakan sebagai buku paket pelajaran, meski dicetak jutaan eksemplar belumlah dikatakan best seller.
Kebahagiaan seorang penulis adalah apabila karyanya dibaca orang lain. Dari membaca itu pesan penulis melalui isi buku akan tersampaikan. Buku menjadi alat transfer pesan penulis pada pembacanya.
Untuk meyakinkan apakah buku itu dibaca orang, laku atau tidak, seorang penulis datang ke toko buku dimana ada terdapat buku ciptaannya dijual di toko itu sambil melihat buku-buku baru lainnya. Dan seorang penulis akan merasa bahagia ketika karyanya akhirnya diminati orang.
Sebuah perumpamaan lain, ketika seorang dosen menjual buku diktat hasil karyanya sebagai bahan diskusi kepada mahasiswanya, dan hampir semua mahasiswa ikut membelinya, apakah ini disebut laris? Lebih parah lagi ketika seorang guru sastra menyuruh siswanya menulis puisi, kemudian puisi-puisi itu dicetak menjadi buku kumpulan puisi dan setelah menjadi buku siswanya suruh membelinya dengan alasan ganti ongkos cetak, ini juga termasuk "laris" bukan?