Sabtu, 28 Maret 2020

Anisah Effendi CORONA VIRUS

47.Anisah Effendi

CORONA VIRUS



Sudahilah permainan ini
Berhentilah menakut-nakuti kami
Pergilah sejauh-jauhnya
Jangan dekati kami lagi

Kami tak sanggup
Kehilangan orang-orang yang kami cintai
Sungguh pilu kami rasa
Dan berat kami tanggung

Corona virus
Kami memintamu sepenuh hati sepenuh harap
Sudahilah tingkahmu yang mengesalkan itu
Enyahlah dari sini
Musnahkan saja dirimu sendiri
Tanpa membawa-bawa kami
Kau dengar itu Corona virus?

Indramayu, 26 Maret 2020











HANTU CORONA



Tak terbayangkan
Bencana kemanusiaan ini
Kupikir hanya ada
Dalam dongeng-dongeng
Dalam cerita-cerita

Entah itu..
Bencana banjir besar di masa Nuh
Bencana gempa di masa Luth
Bencana kekeringan di masa Yusuf
Ataupun bencana wabah penyakit di masa prabu Airlangga dalam dongeng Calon Arang

Bencana..
Kita alami juga
Hari-hari ini
Saat-saat ini

Corona mengintai kita
Corona menghantui langkah-langkah kita
Corona menyerang kehidupan kita
Indramayu, 26 maret 2020










TERSEBAB CORONA

 Duka ini begitu keras
Bagai badai menghantam pepohonan
Lalu menimpa tubuh-tubuh di jalanan

Jerit tangis
Hiruk pikuk
Beradu pilu

Anak-anak tak tahu lagi kepada siapa memanggil ayah
Karena ayah mereka telah tiada
Anak-anak tak tahu lagi kepada siapa memanggil ibu
Karena ibu mereka telah pergi

Para pedagang di pinggir jalan tak tau lagi kepada siapa jajakan dagangan
Karena pembeli tak lagi datang
Sepi

Pesta pora bubar
Dari diskotik dan klub-klub malam
Dan di kuil-kuil doa-doa tak lagi terdengar
Wajah-wajah terlihat muram
Senyap

Di rumah, orang-orang kehilangan tangan dan hangat pelukan
Di mana-mana, mata menatap kosong tak mengerti
Kapankah prahara ini berakhir
Harapan sirna
Mimpi-mimpi lenyap




Cemas hinggapi siapa saja
Corona mengambil nyawa tanpa menyapa
Hening berbisik di telingaku
Diamlah di tempatmu
Dia akan datang tanpa kau tahu
Diamlah..
Jangan sampai dia menjamahmu

Indramayu, 26 Maret 2020

Anisah Effendi, menyukai puisi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Beberapa kali mengikuti antologi puisi bersama. Dua di antaranya yaitu Puisi Menolak Korupsi 5 dan Antologi Puisi 1000 Guru. Bisa ditemui di alamat: blok Lor, desa Tugu, Sliyeg, Indramayu, atau blok Kajengan, desa Danawinangun, Klangenan, Cirebon.


Arya Setra DIBALIK CORONA

46.Arya Setra

DIBALIK CORONA

Jauh dari sebrang sana
kau membawa pesan kepada dunia...
mengabarkan bahwa kau lah yg berkuasa ...
bagai sang pencabut nyawa...
Kau sungguh luar biasa
namamu dalam sekejap
menjadi trending dunia
dan momok yang sangat menakutkan
memenggal siapa saja yang lengah...
Tua,,,muda,,, laki-laki ataupun wanita
tidak ada prioritas menjadi sasaran amarahmu yang membabi buta....
Corona oh corona....
dibalik amarahmu
kau mengajarkan beberapa hal pada dunia...
kau mengajarkan arti kesehatan..
kau mengajarkan arti kebersamaan..
kau mengajarkan arti keimanan...
sehingga kita semua harus bersih-bersih dan me-lockdown diri masing-masing..
agar tidak keluar dari maqom nya...
dan selalu diam di dalam....didalam....didalam...
diri yang selama ini selalu mengembara tiada batas...
Corona oh...corona
ketakutan yang kau ciptakan...
mendorong diriku mungkin juga kita semua..untuk kembali padaNYA......
Jakarta 26 maret 2020




Sahaya Santayana SURAT JARAK JAUH

45.Sahaya Santayana

SURAT JARAK JAUH

kalimat-kalimat peringatan menggema
melalui pengeras suara di perempatan jalan
terdengar saat pagi memandang lampu perhentian
di mana kelengangan singgah di kota waktu

menulis catatan yang dipaparkan jadi puisi
di sini peraturan kian dipertimbangkan perbuatan
akan marka-marka yang membuat kita jeda
di antara sejenak yang was-was dan ragu

begitupun kebiasaan yang tak dapat ditahan
penyesuaian-penyesuaian muncul di hadapan
diri yang mempunyai pintas-pintas penerimaan

kata-kataku dihadapkan bijak yang dalam
demi jaga yang diterjemahkan keselamatanmu
yang sengaja kueja bersama kesunyianku
Tasikmalaya, 2020.














DI STASIUN SEPI

tak biasanya pemberangkatan sukar akan keramaian
selimuti suasana yang semakin murung mendung
sejumlah pembatalan-pembatalan pertemuan terpaksa
harus diurungkan sejenak waktu yang berputar

lokomotif-lokomotif datang lalu pergi menarik
gerbong yang berisi kekosongan lain dari kemarin
yang disaksikan bersama penantian di persilangan
lebih dulu pamit menuju perhentianmu

telah kubongkar barang yang sudah terkemas rapi
menyepi di kediaman hatimu yang kembali menulis puisi
khawatir menggaris pada kertas hari bersama kejadian ini

pada jadwal yang telah termaktub dan menyanubari
di satu jalur yang tak dapat kembali pada badan
adalah kalimat perpisahanku yang berkabung berulangkali
Tasikmalaya, 2020.














DISINFEKTAN HUJAN

kupandang endapan rinai-rinai
pada tanah di musim baru yang bertamu
setelah menjalar dan diarak perjalanan angin
betapa mendung mengitari selimut langkah

angka-angka yang melonjak kian hari termaktub
di kepala hingga basah bercampur keringat
sudah hafal akan menanti kembali harapan
yang berteduh di bawah jantung doamu

di mana ketakutan dan keselamatan
adalah kabar yang melayang di sudut ketegangan
apa hendak dilaku selain arif dalam ketenangan

di sini aku tak bisa menghitung rintik yang pelan
dialirkan tuhan yang jatuh membasuh usap sepenuh
serap yang dekat mendekap lalu dirapalkan bumi
Tasikmalaya, 2020.















Sahaya Santayana, Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Desember 1995. Menulis sejak Tahun 2014. Aktif Bergiat Satu Jam Sastra di Alun-alun Kota Tasikmalaya. Salahsatu puisinya masuk Antologi Bersama a.l : Jejak Cinta Di Bumi Raflesia, (2018), Jejak Hang Tuah Dalam Puisi, (2018), Bulu Waktu, (2018), Bulan-Bulan Dalam Sajak, (2018), Sajadah, (2019), Risalah Api, (2019), Dari Negeri Poci 9 : Pesisiran, (2019), Membaca Asap, (2019), Segara Sakti Rantau Bertuah, (2019), Antologi Sajak Juara KORSABARA, (2019), Suara dari Jiwa, (2019), Negeri Penyair, (2019), Puisi Sayur Mayur, (2020). Dan beberapa karyanya pernah dimuat Di H.U Kabar Priangan 2017, Radar Tasikmalaya 2017, H.U Rakyat Sultra 2018, Kuluwung.com 2018, Koran Merapi 2019, Magelang Ekspress 2019, Solopos 2019, Radar Banyuwangi 2019, sastra-indonesia.com 2019, tembi.net 2019, Radar Bekasi 2019, travesia.co.id 2019, kataberita.id 2020. Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya.



Wardjito Soeharso Japa Mantra

44.Wardjito Soeharso

Japa Mantra

Bolading!
Klambi abang
Bendho gowang.
Jalitheng!
Jun jilijijethot
Wong Tapang asli
Cempe-cempe!
Undangna barat gede
Tak opahi duduh tape
Weerrr.....weeeerrrr....
Weeeeeerrrrrr....
Setan ora doyan
Penyakit ora ndulit
Wabah ora temah
Amung kersane Gusti Allah
Corona...
Minggaaaaaatttt!


Semarang, 27 Maret 2020

Eli Laraswati/Poem : Muram senja


Eli Laraswati/Poem

Muram senja

Waktu datang menghampiri, tanpa bisa berkompromi juga tidak ada waktu untuk berbenah diri.
Yang benar saja, aku berada di negeri tercinta yang dipenuhi huru-hara.
Turunkan...!
Hempaskan...!
Lengserkan...!
Dengan semangat yang membara, mereka terlihat ganas dengan celoteh yang kian lama
semakin memanas. Yang keluar hanya kata-kata yang pedas tanpa tahu batas.
Kalian!... pergunakan otak kanan dan kiri, otak kalian tumpul sekali mengurus negeriku ini?
Petinggi-petinggi tikus yang berdasi, janganlah bangga karena bisa duduk di kursi yang empuk
dan baju yang wangi juga rapi.
Virus corona menghampiri, tapi kalian semua bungkam dan tetiba menjadi tuli. Atas dasar
rakhyat kecilmu aku mengutuk kehadiran kalian untuk sadar diri.
Djakarta
15, march 202




Omni Koesnadi Tentang Corona

Omni Koesnadi

Tentang Corona


“Dirumah aja “
Sang istri mengunci mulutku
Sang anak semata wayang
Memandang sayu
“Diluar tuhan dan hantu lagi bertengkar
Nanti bapak kena sasar”

Aku yang tinggal bertiga
Di sangkar empat kali lima meter
Tanpa jendela
Sehari duapuluhempat jam
Menikmati hidup baru dunia baru
Dikota yang kau banggakan
Ketika meninggalkan desa
Yang penuh kehijauan
Dan keramahan

 Corona telah mengajarkan aku
Ketakberdayaan manusia
Dan rahasia semesta







Omni Koesnadi penikmat dan pembaca sastra .Pernah belajar di Sekolah Tinggi Publisistik.Menulis dan mengirimkan tulisannya berupa puisi,cerpen dan essay di media massa Jakarta, Bandung,Jogja dan Bali sekitar 1980an. Buku puisi tunggalnya yang terakhir "Peradaban Dasi" (1999)Kini masih bermukim di Jakarta..

Ade Sri Hayati : Keluar Mati Korona, Didalam Mati Jiwa

Ade Sri Hayati

Keluar Mati Korona, Didalam Mati Jiwa

Berdebu
Ia masih dalam tempat yang sama
Tak bergeser sedikitpun
Beroda dua
Membayang jauh pikir yang menahan rindu
Keluar mati
Didalam pun mati

Keluar jiwa melayang
Dalam bilik pun melayang
Ada apa dengan bumi
Tuhan marahkah?
Alhadist mengatakan ini pernah terjadi pada jamanya
Wabah wabah berdatangan pada negeri Syam lalu kini Indonesia
Corona, katanya

Sekeping doa mengahantarkan untuknya
Untuku? Tertelan jiwa yang terhempas rindu yang tak tahu kapan akan bertemu
Keluar mati
Didalam pun mati
Semoga corona segera usai
Agar rindu ini selesai

Indramayu, 27 Maret 2020

A. Zainuddin Kr Dari Corona Kita Menmukan Tuhan

A. Zainuddin Kr

Dari Corona Kita Menmukan Tuhan

Maka kita kosongkan gereja, klenteng, vihara
Dan masjid-masjid
Kita kunci sekolah-sekolah, perkantoran, pabrik-pabrik
Dan pertokoan
Dari corona kita kembali pada ruang-ruang sepi
Mengisoali diri
Ditengah sunyi kita bangun gereja, klenteng, vihara, masjid
Dan segala tempat peribadatan
Di dalam hati
Menekuk tengkuk menuju tawadzuk
Bersujud pada kerendahan yang sungguh

Ya, dari corona kita berpulang
Setelah berabad terpenjara pada ruang keangkuhan
Simbol-simbol
Dimana banyak tuhan menyamar
Menjelma benda-benda dan aneka rasa
Dan sujud kita hanyalah
Sujud yang pura-pura

Maka, dari corona kita membangun hati dan jiwa
Yang berabad terlantar dalam gersang
Tandus di tengah gelap
Oleh sesak berjubelnya benda-benda
Penghalang cahaya
Dari maha cahaya

Dari corona, nalar-nalar kita dirontokkan
Keangkuhan ditumbangkan
Otak kita tercuci
Hati dan jiwa tergiring menuju hakekat diri:
Bukan gereja, klenteng, vihara dan masjid-masjid
Hanya padaMu, tempat kita bersimpuh

Pekalongan, 24 Maret 2020.



CORONA

Corona,
Ah engkau sungguh begitu seksi, sayang
Menggoda tiap anak anak negri
Menjajah ke segenap dataran bumi
Berjuta nyawa kau tikam dalam sebaran berita
Senyum tawamu menjadikan para para limbung
Pasar pasar dan toko lengang
Setelah sesaat diserbu pengunjung
Jalan jalan sepi
Sekolah dan tempat ibadah melompong
Sedang anak anak terkurung
Dalam kardus

Corona,
Ah, karenamu
Ya, karenamu, aku pun enggan kemana
Bersemadi dalam kamar isolasi
Menulis puisi tentangmu
Sebuah senyum yang melekat
Di kancing bajuku

Corona,
Darimu banyak hal yang kita ambil
Dan olehmu, kini kita lebih banyak tahu
Tentang bagaimana mencintai hidup

Maka cukuplah sudah
Dan pulanglah, Coronaku
Berhentilah untuk terus menjelajah
Biar aku simpan melangkorimu
Di dalam saku celana
Bersama bayang bayang lembut
Remasan jemarimu berpuluh tahun lalu

Pekalongan, 18 Maret 2020

Beti Novianti : Tamu Tak Diundang

Beti Novianti

Tamu Tak Diundang

kau datang tiba-tiba
tanpa permisi
aku tak tau apa maksudmu
aku tak tau rupamu
tapi yang pasti kita sama-sama makhluk tuhan
di segala arah semesta menceritakan tentang mu
tentang duka lara
di timur,di barat, di utara, dan di selatan belahan dunia menyebutmu.
katanya namamu korona

semesta bertanya-tanya dari manakah kau wahai korona,
apakah asalmu memang dari Wuhan ataukah Tuhan?
apakah kesukaanmu tentang keresahan atau keangkuhan?
mungkin di jiwa kami tersimpan keangkuhan yang mengalir deras seperti hujan
sampai saat ini  aku tak tau apa yang kau inginkan,dan kau belum juga pulang

Mukomuko,17 Maret 2020


.Emby Bharezhy Boleng Metha : Apa Kabar Indonesia

Emby Bharezhy Boleng Metha

Apa Kabar Indonesia

ketika semua sistem dihentikan
sekolah diliburkan
pekerja dirumahkan
ibadah pun

lalu aku bertanya
kepada Ibu Pertiwi
apa kabar Indonesia
saat ini

sebab,
di media maya
di koran
di TV
dan radio
hanya ada berita Covid-19
yang menjadi momok menakutkan
bagi manusia-manusia

oh.... ternyata
Indonesia-ku sedang tidak baik-baik saja

sejatinya kita
lengah dalam mencegah
sehingga di antara kita
ada yang terkapar oleh wabah






O, Tuhan
sudahi saja penderitaan ini
sudahi saja kesedihan ini
terlalu banyak air mata yang jatuh

bukankah Engkau Maha Segalanya ?

@MataKata.MB

Agustav Triono : Dalam Cekam

37.Agustav Triono

Dalam Cekam

Dalam cekam
Derita mengancam
Lewat jendela
Kuintip masa
Berulang kejadian
Wabah duka
Ketakutan
Kecemasan
Kepanikan
Derita silih ganti
Bertubi-tubi
Orang-orang bingung
Orang-orang linglung
Orang-orang terkungkung
Dalam rumah sepi
Dalam cakap sunyi
Dalam dilema hari-hari
Virus tak terlihat
Menyebar senyap
Teror dunia
Sadarkan manusia
Dalam hening
Paling bening

Dalam cekam
Seluruh berserah
Pada Yang Maha
Wabah segeralah sirna.

Purbalingga, Maret 2020

Agustav Triono, lahir di Banyumas, 26 Agustus 1980, tinggal di Perum Puri Boja blok E 31 Bojanegara, kec. Padamara Purbalingga. Karya sastranya termuat di beberapa media massa dan buku antologi bersama.




Bambang Eka Prasetya : Berjalan di Lorong Candi Borobudur

 Bambang Eka Prasetya

Berjalan di Lorong Candi Borobudur

Walau orang muda yang saya jumpai di lantai tiga lorong satu Candi Borobudur berbalut busana gaya Jawa khas Ganjuran, saya bisa mengenali, lebih-lebih dari sorot matanya, Dia ialah Yesus orang Nasaret.

Usia saya yang saat ini enam puluh delapan tahun, lebih dari dua kali usianya yang belum tiga puluh tiga tahun, tak pernah menjadi kendala, saya masih mampu menyesuaikan langkah mengikuti jejaknya.

Ketika kami melangkah searah jarum jam sesuai tata letak relief indah Candi Borobudur, saya sempat bertanya kepada orang muda itu, modal terbaik apa yang mesti kami miliki untuk hindari paparan Corona, yang saat ini mencekam kami.

Dia menunjuk panil relief, dan berkata: "Di relief ini terkandung pesan menyelalamatkan diri." Kucermati ternyata di situ terukir gambar kerbau, kera, dan yaksa. Ya, itu "Mahisha Jataka", kisah kerbau yang sabar.

Yesus berpesan: "Belajarlah, walau dari sepanil relief, siapapun yang terbuka terhadap hal yang sederhana, seperti panil relief ini, dialah yang dipercaya Allah untuk mengabarkan hal-hal yang mulia, agar karena kesaksiannya, manusia memuliakan nama-Nya."

"Hati-hati Yesus ada Paparasi yang hendak memotret kita, nanti ketahuan khalayak bahwa kehendak Allah ternyata terukir pula di relief Candi Borobudur." Dia menjawab santai: "Biarlah, tidak apa-apa, pada zaman sekarang lebih mudah seorang Paparasi masuk lorong Candi Borobudur, dari pada Parisi masuk ke dalam Kerajaan Surga."

Magelang, Maret 2020


Bambang Eka Prasetya dilahirkan di Jombang, 5 Desember 1952 di tengah keluarga seniman ludruk Cak Ngarman dan Ning Ismi. Pendidikan formal pertama diawali di S.R. Sumobito, Kabupaten Jombang pada tahun 1959, dan lulus pada tahun 1965 di S.D. Widodaren 2 Kota Surabaya.  Saat ini tinggal di Jl. Pandansari Utara No. 24, Kelurahan Sumberrejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang 56172. Nama FB: Bambang Eka Bep.


Kamis, 26 Maret 2020

Sukma Putra Permana KARENA CORONA

Sukma Putra Permana

 KARENA CORONA

 Karena Corona, jadi berjarak pergaulan bertetangga kami. Tapi tak kan tertutup pintu silaturrahim kami.
Karena Corona, jadi terbatas hubungan pertemanan kami. Tapi tak kan terputus tali persahabatan kami.
Karena Corona, jadi renggang jalinan persaudaraan kami. Tapi tak kan terlepas ikatan kekerabatan kami.
Karena Corona, jadi terganggu kesehatan raga kami. Tapi tak kan terlewatkan upaya kami menguatkan antibodi.
Karena Corona, jadi terhalang jalan nafkah kami. Tapi tak kan terkalahkan semangat kami menjemput rizki.
Karena Corona, jadi terkunci rumah ibadah kami. Tapi tak kan pernah terlupakan sujud dan doa kami.
Karena itulah, yaa Robbi…, tolong hilangkan wabah ini dari negeri kami…

 Maret 2020

Agus Sighro Budiono 1. PMK ) Puisi Menolak Korona

35. Agus Sighro Budiono


1. PMK )
Puisi Menolak Korona

aku tulis puisi menolak korona
diantara rasa was was penuh tanda tanya
aku tulis puisi menolak korona
diantara pusaran rasa curiga
ini virus alami atau siasat perang buatan manusia
ada aroma Illuminati* dalam sebarannya
berkehendak kuasai dunia dengan tatanan baru sesuai keinginannya

korona mencipta adab tak biasa
negara negara menutup pintu kota
mengharamkan pendatang melarang keluar warga kota
menjaga jarak pada sesama
sepikan masjid, gereja, kuil, pura dan wihara
orang kaya tunjukan ketamakannya
memborong barang lambungkan harga

aku tulis puisi menolak korona
mengusir takut tajamkan waspada
bersiaga melawan sepenuh daya
bersihkan diri sucikan raga
tak henti lantunkan doa
berlindung pada Tuhan segala kuasa

Jonegoro, 19 Maret 2020

Note:
* Illuminati istilah yang banyak digunakan untuk menunjukkan organisasi persekongkolan yang dipercaya mendalangi dan mengendalikan berbagai peristiwa di dunia melalui pemerintah dan korporasi untuk mendirikan Tatanan Dunia Baru.


Saat Bumi Berlumur Tuba

Malam membujur kaku
Daun daun kelu semacam beku
Sepi mengoyak rindu
Rasa was was berirama gerutu
Kapan pagebluk segera berlalu

Di beranda rumah berteman kopi dan cigaret murahan
Aku membaca malam dalam kesendirian
Ada jejak nostalgi dan riuh gurauan
Menghias malamku yang liar berkelindan

Tapi hari ini, saat bumi berlumur tuba
Ini malam menjadi tak biasa
Berkerumun dan bercanda bisa jadi celaka

Ini masa paling aneh sepanjang sejarah
Yang berjarak akan selamat terhindar wabah
Yang bersatu tercerai tumbang rebah

Bojonegoro, 220320

Sutarno Sk Kesaksian

34.Sutarno Sk

Kesaksian

Setelah kau bajak udara
kau rampok tetangga
kau rompak samodra
dan pertama kau yang berwabah

Berdalih tak sengaja
memulai senjata biologis
sebagai pemusnah kehidupan
kau ambisius menjadi adidaya
kau rakus menjadi super power

Tidak mungkin kebocoran
padahal tahu akibat
sengaja kau produksi
sebagai pemusnah
agar semua mampus
dan kau menjadi tuhan dirimu sendiri

Kau musang berbulu tikus memang
setelah terkaman tak mampu menang
kau grogoti luar dalam rumah tetangga
sampai pisik dan jeroan pun kau obok-obok
hingga tak berdaya sekarat
hingga nyawa melayang
sementara boleh kau terbahak

Kau memang licik
kau sudah memulai perang
ala siluman bersenjata wabah
katamu beralas tak sengaja
sebagai kecelakaan
padahal kau sudah menggertak
kau sudah unjuk gigi punya pemusnah masal
tetangga sempat gagap tak siap

Kau memulai dengan untung rugi
satu wargamu kau angkat pahlawan
sebagai korban jibaku
seratus orang tetanggamu korban
kebohongan kebocoran
sepuluh orangmu mampus
seribu orang lain tak bernyawa
dan seterusnya
kau barbarian

Kalibata-Maret – 2020


Raden Rita Maimunah Corona Datang Dunia Senyap

33.Raden Rita Maimunah

Corona Datang Dunia Senyap

Suasana mencekam, malam semakin kelam
Tanda tanda kehidupan seperti terhenti
Virus corona menjadi momok yang menakutkan
Gemuruhnya karaoke, kamar kamar birahi
Yang biasanya ramai, Kini senyap seperti kuburan
Covid 19, corona kau telah bunuh kemesuman malam,Itulah hikmahnya
Tapi kau bunuh juga jiwa jiwa tak berdosa
Kau bunuh perekonomian sehingga pasar pasar sepi
Jalan jalan sepi, tempat wisata sepi
Lantas kita bisa apa ? jika semua adalah kehendak ALLAH
Bumi ini telah kelewat tua, Bumi ini sudah berat dengan dosa
Bukan martil yang menghancurkannya, Bukan peluru yang memporak porandakannya
Tapi virus yang disebut dengan manis “ Corona “
Yang membuat ketakutan seluruh manusia di dunia
Ia merayap dengan diam tanpa kata,Membuat manusia menjadi gila di serang ketakutan
Apakah jabatanmu dapat melenyapkan virus corona
Apakah uangmu dapat menyuruh pergi virus corona,Agar ia tidak datang
Dapatkah manusia menghentikan semua
Tidak, kecuali yang Maha Kuasa menghentikannya
Kita  seperti kehilangan kendali diri
Saat harus menapak dari waktu ke waktu, Menunggu virus itu lenyap
Dunia semakin senyap saat corona datang
Padang 25 Maret 2020


Raden Rita Maimunah, dengan no HP: 082172619207, WA 081266135861, Alamat surat menyurat, Komplek Pemda Blok F2, Sungai lareh kelurahan Lubuk Minturun, Kecamatan Koto Tangah Padang Sumatera Barat . Email maimunahraden@yahoo.co.id, masuk dalam berbagai  antologi Puisi dan antologi cerpen,  menerbitkan 2 buku antalogi Puisi tunggal  dengan nama pena yang juga sering menggunakan  nama  Raden Rita Yusri





Kurliyadi Kepadamu Corona

32.Kurliyadi

 Kepadamu Corona

Kepadamu corona
Yang tidak terlahir berjenis kelamin jantan atau betina
Selamat datang, ucapkanlah salam
Di negeri kami yang ramai dan bahagia
Yang mengandung senyum paling ramah
Untuk pendatang dan tamu tak di undang

Di televisi, koran dan kabar dari penyihir hoax
Dirimu menyerupai segala bentuk rasa takut
Mengibarkan bendera tanda merdeka
Atau kau bangga pada dirimu sendiri
Sebab adamu yang semakin menjadi duri dan api

Di negeri seberang dan kerabat
Wajahmu menghias segala ruang kosong
Seakan melumat segala hak dan kekuasaan
Bahkan adamu semakin membuat kami terusir
Dari jabat tangan, berpelukan bahkan saling lempar senyum
Hanya untuk bertanya “apa kabar?”

Dari adamu pulalah kami rasanya haram
Untuk pergi ke tempat ibadah kami sendiri
Yang selalu suci dan tidak terdapat caci maki
Apalagi iri dan dengki
Kepadamu corona,
Kami sama sekali tidak takut mati







Atau menyerah untuk terakhir kali
Tapi kami terus membenahi diri, bersatu
Mencari jalan untuk melawanmu
Sebab pada diri ini masih tumbuh belati
Yang akan mengoyak tubuhmu menjadi mati
Atau mengusirmu dengan tanpa jejak kaki lagi
2020


Suara Corona

Dari kota wuhan
Lahir sebagai awal
Beranjak dewasa sampai sekarang
Berdiri tegak di negeri-negeri tuan

Suaramu menggema
Seperti menunjukkan tanda
Bahwa adamu adalah jalan musibah
Bagi kami yang hanya manusia sahaya

Wahai corona, dalam tubuh kami
Sudah tertanam jalan perang
Kalah atau menang adalah dua mata uang
Yang sama sekali tidak kami takutkan

Mari serang, kami tidak berdiam diri
Meski ruang kami hanya sebatas pagar rumah
Dan anak-anak kami belajar tanpa sosok guru
Kami tetap siap dan setia
Dengan pedang dan pena
Dengan doa dan mencari jalan keluar
Meski nyawa taruhannya
2020
Kurliyadi lahir di kepulauan kecil gili-genting madura, bekerja sebagai pedagang kelontong (sembako) dan alumni pondok pesantren mathali’ul anwar pangarangan sumenep, menulis cerita pendek dan puisi, karyanya tersiar di beberapa media massa dan beberapa antologi sekarang berdomisili di alamat Warung Madura Zayadi Jalan pamengkang raya ( masjid jami baiturrahman) blok pahing Rt. 03 Rw. 03 kecamatan mundu ciebon Email  : kurliyadi.khuzaimah@gmail.com  nomer Rekening BRI : 093501033013532   blog : https://istanapuisikurliyadi.blogspot.co.id contact : 082215788844


Zaeni Boli Takut

31.Zaeni Boli


Takut

Orang orang dengan hati yang kacau
sedang mengintip dibalik jendela
suara anjing yang menggonggong
kini sahdu terdengar

seorang anak dan ibunya tertidur pulas
meski maut mungkin mengintai
Larantuka , 2020




Ajaib

Seperti biasa ia tak terlihat
bentuknya seperti durian
tapi bukan durian runtuh jika kita mendapatinya

engkau sedang mengecup maut
jika ia datang
Larantuka , 2020


Kurnia Kaha BILA KABAR ITU TIBA

30.Kurnia Kaha

BILA KABAR ITU TIBA

Kabar kematian itu akan tiba
Entah untukku
Atau untukmu
Tak perlu risau bila tak ada yang melayat
Sebab semua tinggal menunggu penghitungan
Antara kita dan diriNya
Doa-doa mungkin akan sampai atau
Bisa juga tak akan pernah sampai

Sebelum kabar itu tiba
Ada baiknya kita berkaca
Di ruang yang terang
Biar terlihat kedua mata,
hidung, dan mulut
Agar jelas jawabnya
Jika corona mejemput
Telah sejauh apa kita bergelut
Dan sekhusyuk apa dalam sujud-sujud
Pekalongan, 22 Maret 2020













DARURAT CORONA

Tak seperti biasanya
Pagi begitu tenang
Jalan-jalan lengang
Hanya sedikit yang melenggang

Salah satu penjual jajanan kesekolah
Belum sempat ia membuka lapaknya
Mengapa sesepi ini?
Bakulnya digendongnya lagi
Melangkah pulang
Dengan hati yang gamang
Menoleh ke pintu gerbang
“Darurat Corona Belajar Di Rumah”
Aku hilang kerja
Untuk beberapa hari yang belum pasti
Gumamnya dalam hati
Pekalongan, 18 Maret 2020


Kurnia Kaha, lahir di Batang, 30 April 1983. Penulis buku puisi “Debur-debur Rindu”  diterbitkan oleh meja tamu tahun 2019. Selain menulis puisi, Kurnia juga menulis artikel, cerpen, penelitian dan lainnya. Tulisannya telah dimuat di buku tunggal dan buku antologi bersama, surat kabar, majalah, dan jurnal penelitian. Selain menulis kegiatannya adalah mengajar di SMP N 5 Pekalongan, aktif di MGMP Bahasa Indonesia Kota Pekalongan dan penggerak Komunitas Guru Belajar. Untuk silaturahmi lebih lanjut bisa di fb: Kurnia Kaha, Instagram: @kurniakaha, dan HP 081 390 516 166.


Caridah Hartati TAMU SENJAKU; CORONA

29.Caridah Hartati

TAMU SENJAKU; CORONA

Sekejap lalu dari langit kuterima kabar; Dihantar nanar angin getir penuh khawatir. Belum lagi kopi manis kunikmati lantis. Berpilin dengan dongeng Ibu meninabobokan kesibukan. Corona dengan pongah tengah berada di beranda. Mengetuk gerbang tanpa gamang. Tak ada jeda dan gencar. Bukan untuk masuk, namun memaksaku keluar. Menitipkan luka di kepala. Sebagai kandil agar suara Tuhan lebih lantang terdengar. "Tidak hanya pada sepertiga malam", bisiknya tartil.

Beranjak pagi menemukan sepi. Kota kehilangan matahari. Malam tanpa dentuman. Sebab hening berarak di jalanan. Kecuali, di balik pintu-pintu. Lirih menyeduh kecemasan. Mengaduk derita. Memamah luka. Melarutkan segala duka. Berebut mencari cahaya justru saat membawa lentera. Berjejal spekulasi suci sekadar melegalisasi gengsi.

Siapa yang dapat melihat salah di sini? Usah menunggu dijauhi mimpi. Jika nanti saat terjaga memilih tak mendapati dipara mata rusa.
Bekasi, 24 Maret 2020






ICHABadmom*
Caridah Hartati<caridahhartati@gmail.com>