Jumat, 27 Desember 2019

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(9)

Tak Ada Ular Salak,

Setelah puas dikebun kami sekaligus bersilaturahim sesama peserta, kami bersiap-siap untuk pulang kerumah- masing-masing. Dikebun ternyata tak ada ular salak yang ditakuti peserta, kecuali duri pohon salak. Alhamdulillah tidak ada yang tertusuk duri ada juga yang tertusuk cinta. "Ya Cinta di Kebun Salak".

Setelah acara penutupan kami makan siang dan bersiap-siap pulang. Seakan ingin lama-lama berada di Rumah Mbak Anisah Ibu . Bukan karena pete gorengnya tetapi suasana sejuk itu yang membuat para penyair betah tingal di situ.

Satu per satu penyair pulang ke rumah masing-masing, kecuali Mas Hadi Lempe dan teman seperjalanan yang malah tidur berlama-lama di kebon salak. Tak ada gadis desa di kampung itu, mungkin ia ketemu dengan putri salak di kebun .

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(8)

Salak Ludes sampai satu petak

Salak bagi Mbak Anisah Ibu adalah 'ingon-ingon yang dirawat sejak berbunga. Perawatan buah yang rutin dan rajin. menyatikan pejantan ban bakal buah.

Namun pada tanggal 22 Desember itu sepetak ludes oleh penyair. Salak diberiak sebagai oleh-oleh dan dipetik siapa saja yang menjadi tamunya.

Seperti barang siapa mensodakohkan harta bendanya Allah akan melipatgandakan rezekinya. Doa kami semua semoga Kaliurang menjadi subur dan mensejahterakan petani di sana termasuk penyair petani salak.

Selasa, 24 Desember 2019

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(7)

Antologi Tari Soreng

Antalogi Tari Soreng karya Anisah Ibu menjadi acara utama, Antologi yang telah kami kata pengantari ini adalah mode antologi dengan promosi kearifan lokal sehingga nama buku dan penyairnya melekat dengan nilai-nilai kerarifal lokal yang ada dan tak pernah lekang dari sejarah zaman. Buku dan nama penyairnya cepat terkenal.

Peluncuran pun dilaksanakan dengan cara sederhana dan langsung pada saat itu sah dihadiri oleh penerima (calon pembaca buku) dari berbagai unsur spt : pelajar, guru, mahasiswa, tokoh pendidikan , media, dan pengusaha.


Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(6)

Ada Salak Dihatimu

Duri itu hanya kulit luarnya sebagai pencegah bahaya, kulit kedua pelindung diri,dan isi Masya Allah, putihnya bukan main. Salak perlambang keaguingan Tuhan. Dan betapa kagumnya lagi ketika yang putih itu ternyata manis dan segar!

Cerminan penyair ada di buah salak, ada dihatimu, ada Salak Dihatimu, ternyata tulisan adalah wujud luarnya namun hatinya putih suci.

Sebuah pembelajaran ilmiah para penyair di Kebun Salak, dan aku belajar dari karya Allah itu , ia memberi tahu pada kita.

Semua penyair Lumbung Puisi ibarat putih jernihnya salak, duri dan kulit yang tajam dikupas sebelum dimakan. Mereka tanpa pamrih tanpa terpaksa dan ikhlas datang ke pertemuan dengan riang gembira.

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(5

Hadirnya para sesepuh penyair

Kegiatan Temu Kecil Lumbung Puisi di Rumah Anisah tetap dalam ayoman para sesepuh penyair Lumbung Puisi, kami semua peserta merasa tenang karena telah hadir Mas Wardjito Soeharso dan Mas Imam Subagyo dua orang penyair yang juga alim ulama yang cukup dihormati . Tentu saja ketenangan itu juga karena ada Bapak Rahmadi, suami dari Anisah Ibu yang juga adalah tokoh pendidikan di desa Kaliurang. Tak kalah tenangnya kami juga ditunggui Mas Bayu Aji Anwari seorang ulama dan penhyair kharismatik Semarang yang juga adalah keluarga Gus Dur. Mereka semua membawa berkah bagi kami dan kesuksesan acara ini.

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(4)

Semua Membaca Puisi,

Acara yang mudur satu setengah jam karena mati lampu tak menggoyahkan semangat baca puisi. Sampai 12,.30 baca puisi berturut-turut ditampilkan. Penonton pun tak beranjak dari tempatnya. Mbak Anisah Ibu sampai menyuruh pulang anak didiknya karena sampai larut malam, beberapa tokoh masyarakat dan warga banyak yang masih tetap menyaksikan. Di luar gedung tokoh2 masyarakat petanu salah, aparat desa dan bahkan keamanan turut menyaksikan teriakkan para penyair baca puisi.

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(3)


Sicatik slalu ada di Lumbung Puisi,

Pertemuan Kecil Lumbung Puisi kali ini yang kecil juga tak pernah sepi dari penyair-penyair cantik. Sebut saja Indri Yuswandari, Bunga Awanglong, Diyah Patean, Tri Hadini Ok, dan belasan cantik yang belum kami kenal juga beberapa dari mahasiswa yang pastinya cantik.






Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(2)

Hadirnya dukungan yang tidak terduga

Temu Kecil Lumbung Pusi ternyata adalah pertemuan yang sangat menggembitran karena dengan tak terduga sebelumnya kami kehadiran sahabat baru yang masih muda-muda dan penuh kreatif. Sahabat Hadi Lempe ,seorang penyair dan pimpinan redaksi Gaguda Nitizen Jawa Tengah, menghadirkan belasan pecinta sastra dari civitas akademika Universitas Negeri Malang.

Mereka anak-anak muda itu sungguh mengagumkan dengan menampilkan musikalisasi puisi dan baca puisi yang sangat mengagumkan dan menuai apresiasi tinggi dari sekitar 100 penonton di gedung Pertemuan Petani Salak desa Kaliurang Srumbung itu.

Kehadiran yang tak diduga-duga itu juga kami kedatangan sahabat lama yang merasa peduli dan simpati kepada kami mereka adalah penyair Bunga Awanglong, Josua Igho, Enthieh Mudakir, dua penyair muda dari tasikmalaya, Si Cantik Diyah Patean, dan belasan penyair yang belum kenal denganku. Sungguh suatu kenikmatan yang tiada tara dariMu,

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(1)

Pertemuan itu seni, Temu Kecil Lumbung Puisi Kebun Salak di Rumah Anisah : ,(1)

Tak ada yang menghalangi kebaikan jika Allah telah memutuskan :

Temu kecil sebelumnya digoyang sedikit, seperti memasak sayur, digoyang agar lebih sedap,

Lokasi yang jauh dan medan yang lumayan adalah perjuangan yang tak entenh bagi pengendara mobil atau sepeda motor. Namun sekali lagi tidak ada yang menghalango bila Allah menentekan harus bertemu.

Mati strum listrim sore hari menyebabkan keraguan pada semua, namun kegigihan Mbak Anisah Ibu untuk tekan memanfaatkan pertemuan itu memutuskan tetap dilaksanakan meskipun diusahakan dengan jengset. Namun betapa bersyukunya ketika tiba=tiba saja lampu menyala terang dan kami semua berangkat ke Gedung pertemuan tempat dimana Pertemuan Petani Salak di dusun jrakah desa Kaliurang Srumbung yang megah bagi ukuran kelompok tani.

Sabtu, 07 Desember 2019

'Bibit Bawang itu 'Ditarang,

Sarapan Pagi,

'Bibit Bawang itu 'Ditarang,

Menbuat diri unggul itu perlu digantung dipanasi seperti bibit bawang merah 'ditarang. Ditarang artinya digantung untuk slalu hangat dan tidak lembab. Petani yang membuat bibit bawang tradisional biasanya menarang bawang bibit itu dengan menggantung ikatan pocongan bawang pada bambu yang ditaruh di ruang dapur yang menggunakan pembakaran kayu. Ada juga yang menggantung bibit bawang itu di .blandongan (bangunan penyimpanan atau tempat tersendiri di sekitar rumah).
Sebuah filosofi unik untuk mendapatkan bibit unggul. Artinya seseorang yang ingin menjadi benih unggul harus melampoi tahapan tahapan seperti bibit bawang itu.

Mula bawang dengan usia panen yang cukup disortir untuk dipilih yang memiliki sebuah siung bukan bawang yang beranak. Artinya bawang itu terbungkus dalam satu kelopak daun, dan terlihat tunggal. biasanya disebut bawang tunggal atau bawang sesiung.  Kemudian bawang dibersihkan untuk kemudian ditarang hingga musiom tanam tahun berikutnya.

Penyair dengan seleksi alam yang cukup hebat ini pasti akan menjadi bibit unggul yang lahirkankarya produktif dan bermuti seperti bibit bawang.

Bibit bawang belum ditanam saja harganya bisa 5 sampai 10 kali lipat harga bawang biasa. Jadi ternyata seorang penyair lahir denga mutu yang tersendiri yang kemudian melalui tahapan mengasah diri membentuk bibit yang unggul dan melahirkan karya yang produktif dan bermutu (Rg Bagus Warsono, 7-12-2019)

Selasa, 03 Desember 2019

Bermula Membaca Puisi Tidak Dibayar

Adalah WS Rendra , penyair Indonesia perintis baca puisi Indonesia yang memasukan baca puisi kedalam dunia intertain. Ia memulai kariernya dengan membaca tanpa dibayar. Lambat laun namanya makin populair sebagai artis baca puisi Indonesia terpopulair saat itu. Ia membaca puisi tanpa dibayar di depan anggota DPR/MPR . Namun tak lama kemudian Ia kerap kali diundang dan dibayar 1- 4 jt rupiah untuk pembacaan puisi tunggal (tidak bersama-sama penyair lain) di Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Semarang, Surabaya, Jember, Malang, Banyuwangi, Pangkalpinang, Tembilahan, Bandarlampung, Tasikmalaya, Pontianak, Sukabumi, Medan, Tegal, Ujungpandang, Manado, Rotterdam, Leiden, Den Haag, Aachen, Berlin, Koln, Frankfurt, Luneberg, Bremen, Hanburg, Sydney, Canberra, Amellbourne, Adelaide, Perth, New Delhi, Bhopal, Trivandrum, Kuala Lumpur, Kota Kinabalu, Kuala Terengganu, Kota Bharu, Malacca, Bandar Seri Begawan, New York, Tokyo, Kyoto, Hiroshima, Leuven, Brussel, StocKholm, Paris, juga Praha.

Kadang penyair kesana kemari membuang ongkos hanya untuk tampil baca puisi. Boro-boro dibayar, diongkosin pun tidak. Tetapi kegigihan dan keiklasan penyair itu patut kita hargai. Karena itu patut kita saksikan penampilannya sebagai bentuk penghargaan kita pada penyair.

Melihat karier WS Rendra demikian itu, jangan menyepelekan pembaca puisi 'gratisan . Kelak suatu saat jika penampilanmu bagus memukau penonton dan menarik serta isi puisi karyamu membumi kelak Anda akan dihargai seperti Rendra. Amien.

(rg bagus warsono)

miliki bukunya

Sabtu, 16 November 2019

Serampai Haiku Pancaran Hati

 Karya : Barokah Nawawi
eksordium/editor: Diro Aritonang
penerbit Pustaka Haiku
ISBN : 978-623-91445-5-5
tahun terbit 2019
Kota Terbit : Bandung

Penggusuran di dunia Sastra.



JIka Anda mendengan kata ini, Anda membayangkan penderitaan mereka yang digusur. Dan pada kata "Ganti Rugi" akan melupakan penggusuran itu dan bahkan kegembiraan yang ada.

Sebetulnya penggusuran dan ganti rugi sama-sama memiliki dampak lingkungan yakni memperluas area penguasa dan mempersempit 'sosial kehidupan masyarakat di daerah itu.

Di kalangan ekonomi lemah, kata ganti rugi justru 'diarep-arep tanpa memikirkan dampak,. Sebuah respon masyarakat yang tidak berfikir jauh ke depan. Padahal dengan penggusuran itu ruang gerak kehidupan sosial masyarakat menjadi sempit. Ada yang kehilangan mata pencaharian, bahkan kehilangan budaya di suatu tempat.

Jangan berkata bahwa penggusuran itu untuki memperbaiki lingkungan dan pencegahan banjir. Sebagai contoh kembalikan Jakarta pada 100 tahun lalu, ketika belum banyak gedung megah, Jakarta tidak mengalami banjir berkepanjangan. Ketika hujan lebat datang, satu dua hari sudah surut. Dan Ciliwung tidak pernah disalahkan.

Jadi tetap banjir itu bukan karena masyarakat kecil tetapu karena ulah para penguasa juga dan orang-orang kaya.

Bicara penggusuran, di dunia sastra pun terjadi manakala kekuatan raksasa media dan kekuatan ekonomi si kaya yang mampu menggusur kearifan lokal budaya khusus sastra di Tanah Air ini. Yaitu ketika media koran mulai tersisih. Doeloe penyair memiliki tradisi dimuat di koran sebagai tempat menuangkan karyanya disamping mendapatkan upah honorarium, dan sekarang tradisi ini mulai menurun dratis. Ruang penyaluran karya ini dugusur oleh media elektronik.

Penggusuran pun kembali di dunia sastra yaitu banyak dilalangan pelaku sastra penyair dan sastrawan lainnya yang karena sudah tua tak dapat bertahan dan hilang dari peredaran serta namanya nyaris disebut manakala hilangnya ladang pendapatam kritikus di koran.

(rg bagus warsono, 16-11-19)

Tiga Dara, karya Rg Bagus Warsono




Tiga Dara,

tiga dara anak anak Bali
Dalam kecak di latar pure
menghadang dolar orang orang bule

Tiga dara bola mata
seserius pandang menatap
dua jari ditekuk lalu jarinya mekar
menerkam

Tiga dara dalam alunan
terdengar sayup mengumpulkan orang orang
berhenti dari berjalan
diam dari bicara
tersenyum kagum.

Kemudian Tiga dara dilukis
kali ini bukan Isi dompet bule dan turis lokal
tetapi galery ke galery yg menentukan.
Kalian Tiga dara lokal yg tiba tiba melejit dan menghilang.

Minggu, 10 November 2019

Anisah Menulis Puisi dengan Nuansa Kearifan Lokal

Puisi dengan Nuansa Kearifan Lokal

(sebuah pengantar puisi-puisi Anisah)

Sebuah rekam jejak yang baik bagi seorang penyair daerah dengan karya menasional yaitu melekatkan namanya dengan kondisi tempat tinggalnya. Sebuah teknik pengenalan nama penyair yang kokoh sekokoh dan abadi nama daerahnya.

Banyak orang (penyair) bermimpi bahwa ibukota menjadi corong yang baik popularitas seseorang. Ternyata di masa ini anggapan itu adalah kekeliruan. Justru daerah menjadi pijakan yang baik untuk menuju tangga popularitas nasional. Berikut kita tampilkan puisinya :

Anisah

Candi Borobudur

Berdiri tegak di perut Bukit Menoreh
Penuh pesona
Menggelora
Di hati semua

Wisatawan datang silih berganti
Menimati kemegahan
Warisan nenek moyang yang adi guna

Zaman kebodohan
Zaman kemaksiatan
Terbentang dalam Kamadatu

Melalui proses masyarakat nenuju situasi kebajikan

Akhinya tibalah
Mencapai tahap Arupadatu

Srumbung, November 2019



 Anisah

Relief Borobudur

Di tepi hutan
Hiduplah kera dan kerbau
Selalu bersama
Kerjanya
Tapi
Kera nakal
Mengganggu
Menggoda
Selalu
Pada kerbau

Kerbau tidur
Kera pun
Naik ke punggungnya
Lalu
Menarik-narik kupingnya

Kerbau minum
Di sungai
Ekor ditarik kera
Saat merumput
Kera mengambil ranting
Dan
Menusuk
Sang kerbau

Kerbau sabar
Tak hiraukan
Kera nakal

Hingga kera
Penasaran
Mengapa tak ada balasan dari Sang Kerbau

Yaksa datang dan bertanya
Mengapa kerbau
Diam?

Yaksa, kera sahabatku
Ia lemah
Walau nakal
Harus dilindungi

Yaksa menurunkan kera dari punggung

Yaksa
Memberi mantra
Pada sang kerbau
Agar terlindung
Dari
Bahaya
Bencana
Yang mengancam

Borobudur, November 2019

Kearifan lokal yang diangkat dalam puisi-puisi Anisah, seorang pustakawan di sebuah sekolah menengah pertama, yang tekun dibidangnya namun juga jeli melihat sekeliling sebagai sesuatu yang layak dijual. Di daerahnya di lembah Merapi yang berdeklatan dengan Boroibudur dengan nilai-nilai tradisi yang melekat serta budaya masyarakat kampung memapu diketengahkan dalam proses pencariannya sebagai penyair yang tidak saja mampu berbicara lewat puisi tetapi juga mampu memberi warna sastra saat ini dimana nilai-nilai kearifan lokal itu diserap lewat puisi (bersambung)

Bibi dari Chairil Anwar itu Kini Pahlawan Nasional

Roehana Kuddus Bibi dari Chairil Anwar itu Kini Pahlawan Nasional

Hari Pahlawan

Presiden untuk Hari Pahlawan 2019 ini telah menetapkan 6 pahlawan nasional baru , mereka adalah Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir, DR (HC) MR. A.A Maramis, dan KH. Masjkur.

Dari nama-nama Pahlawan yang baru ditetapkan itu terdapat nama yang telat untuk segera diberikan gelar pahlawan dan juga ada yang juga pahlawan yang pantas diberikan gelar pahlawan namun namun tidak tepat untuk kelayakan sebagai tarap pahlawan nasional.

Sebagaimana yang presiden yang lalu-lalu sejak masa Soeharto penetapan gelar pahlawan selalu bernuansa kepentingan dan politik sang penguasa.

Tiga nama terakhir : Prof. KH. Abdul Kahar Mudzakkir, DR (HC) MR. A.A Maramis, dan KH. Masjkur adalah tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi peranannya dalam perjuangan klemerdekaan, meski kadang garis pandangan yang berbeda, namun mereka adalah pejuang nasionalis dan pemerintah terlambat memberikan gelar pahlawa nasional pada mereka bertiga.

Sedang Prof. Dr. M. Sardjito, memanga layak untuk diberikan grelar pahlawan karena peranannya yang kini memiliki pengaruh dampak nasional.

Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi, adalah pahlawan yang jarang disebut dalam kurun waktu 74 th setelah merdeka dan baru kali ini di ketengahkan. Ruhanna Kudus adalah jurnalis di zaman Hindia belanda yang tak lain adalah Bibi dari Chairil Anwar.

Keterlambatan pemberian penghargaan pahlawan nasional hingga 74 tahun setelah kemerdekaan adalah tertutupnya budi hati manusia Indonesia yang mengutamakan kepentingan golongan dan isi perut ketimbang memberi penghargaan.

Masih banyak para pejuang di seluruh Tanah Air ini yang sangat berjasa belum terangkat, namun juga banyak yang terangkat sebagai pahlawan namun poeranannya tidak menasional. (Rg Bagus Warsono, 10-11-19 ayokesekolah.com)