Senin, 21 Agustus 2017

Dea Lingkar dalam Kita Dijajah Lagi Pagi Bukan Seperti Pagi





Dhea Lingkar

Pagi Bukan Seperti Pagi


Hujan menyapa
Pagi bukan seperti pagi
Menangis di bawah deras rintik air hujan
Gemetar hati untuk berkata
Menahan dingin tetesan
Membasahi tubuh
Masa-masa di mana
Semua orang tak bisa berbicara
Tentang kemerdekaan
Hanyalah angan
Keadilan hanya imajinasi
Hatiku berontak terkekang oleh peraturan
Orde baru
Apalah daya rakyat kecil
Terombang-ambing atas kesabaran
Aku selau ingin berdiri
Dengan mata tajam
Penuh makna
Lelah menjalani kehidupan
Namun waktu belum menjawab
Tetsan tumpah darah untuk negeriku
Aku berteriak dalam hening
Apakah sinar cahaya
untuk menghirup udara angin utara
Segera keluar dari api neraka
Namun cahaya pagi itu
Kembali memudar
Selama-lamanya

madiun

Minggu, 20 Agustus 2017

Nur Komar dalam Kita Dijajah Lagi : Kemurungan wajahmu



Nur Komar

Kemurungan Wajahmu

Murung adalah warna pudar Sang Saka
dalam lindap damai kata merdeka
Murung adalah compang-campingnya bulu garuda
meriap duka pengkhianatan menyesakkan dada
Murung adalah runtuhnya cinta yang agung
di mana kita enggan saling menyambung
; ada apa ini?
negeriku terkoyak kini

Siapakah yang mengotori bajumu?
hingga permusuhan tiada jemu
Maka, murung wajahmu harus diterjemahkan
kekonyolan ini harus dibumi hanguskan
Kemurungan ini sudah sepatutnya melecut
bahwa kita bukan bangsa pengecut
Budaya santun agar tetap bisa menuntun
gemah ripah loh jinawe hidup rukun
; o, ada apa ini
negeriku jangan kehilangan nurani





Jepara, 02-08-2017

Gilang Teguh dalam Kita Dijajah Lagi : Menulis Apa Kita







Gilang Teguh Pambudi

Menulis Apa Kita
Muhammad Toha
ditulis anakku
Depan rumah makan Sunda
Sebagai perlawanan yang siap meledak
Dengan bom di tangan
Menjadi kesejahteraan
Aku menulis apa dalam kesaksian yang tua?
Pintui ruang dalam
Kesejahteraan adalah tempat tidur
Bagi segelintir keras kepala dan hati api
Yang menimang serba  keuntungan sendiri
Dan sebagian pesta korupsi
Muntah daging ditulis anakku
Karena t-pintu kesejahteraan itu ditutup kembali
Lalu d ragedi anak negri yang tidak bisa menelan tubuhnya sendiri
Dengan ziarah kesalehan
Karena selalu berdarah kecelakaan sosial yang parah
Tetapi engkau malah tokoh pribumi yang menjual narkoba kepada anak kandung sendiri
Aku harus menulis apa
Melawan bangsa sendiri?

Kemayoran, 01082017

Thomas Haryanto Soekiran dalam Kita Dijajah Lagi : Tumbal Tinombala



  Tumbal Tinombala

               Apa yang diperjuangkan hingga lari kehutan. Terjepit gunung
menyelinat takut ketangkap. Lalu apa yang mesti dipertahan
kan sampasampai takut tembakan. Kisahnya sampai kemana
mana tapi desah nafas tersengal. Kanapa bersembnyi dibelan
               tara padaal balatentara menyuarakan siap menghayal. Siap ja
di calon pengantin. Siap mengajal. Siap ketemu Tuhan. Bidada
ribidadari akan menyambut. Bahkan 40 bidadari siap menyam
but mengiringi kematian.Kematian yang ternyata hanya dimata
               senapan. Apa yang diperjuangkan hingga sangat berani dengan
sang kuasa. Berani pada Tuhan. Tapi takut pada senapan. Takut
dengan tuan. Takut dengan juragan. Tak usah berani kalau punya
nyali.Jangan paksa berani kalau memang bukan lelaki.Sebab hanya
               hanya lelaki yang berani melindungi. Hanya lelaki yang berani hada
pi tanpa sembunyisembunyi. Suara tifa ditengah rimba membuka ta
bir. Membawa senjata tapi takut senjata. Menciptakan suara tapi di
buru suara juga. Suara seruling hanyutkan hening. Darah blingsatan
               dikejar setan. Hidup tak menjadi lunak pada kehidupan. Hidup tak
menjadi bijak pada kehidupan. Buat apa melawan bumi jika bumi pa
da akhirnya menjadi boomerang. Buat apa menghujat bumi jika pada
akhirnya dikebumikan. Buat apa…bias jadi punta tugas mulia membela
               agama. Tapi sungguh gagal membela sesama. Buat apa!!!


Thomas haryanto soekiran 2016
Padepokan seni matahariku purworejo