Tingkat
kualitas penonton dalam mengapresiasi pembaca cerpen masih jauh dari
harapan. Banyak sekali penampilan baca puisi terkadang hanya mendapat
tepuk tangan sekadar penghargaan pada penampilannya bukan pada kualitas
membaca cerpen. Bahkan banyak juga yang 'dicuekin seperti angin lalu.
Dan sampai-sampai penonton lalu lalu lalang berjalan dihadapannya bahkan
anehnya lagi (bila ini lomba baca cerpen, um[amanya) , jurinya malah
ngobrol tapa memperhatikan si pembaca cerpen.
Agaknya betul seperti dikatakan Heru Mugiarso, dari Universitas Negeri Semarang (UNES) yang juga seorang sastrawan, bahwa bangsa Indonesia belum pada tataran sebagai bangsa pendengar/ perenung dalam apresiasi penampilan baca cerpen. Tataran sebagai pendengar dan perenung ini memang pantas ditujukan pada bangsa ini sebab dalam berbagai hal lain, kitya slalu ketinggalan informasi dan teknologi, sebab perenungan dan mendengarkan juga merupakan daya serap iptek yang harus dimiliki bangsa ini.
Seperti membaca puisi membaca cerpen juga memiliki nilai seni. Pembaca hendaknya berkarakter tidak hanya pada isi tetapi juga tokoh-tokoh pelaku dalam cerita pendek itu.
Sering kali kita menyaksikan beberapa pembaca cerpen terkenal melupakan karakter tokoh dalam cerpen itu. Sehingga dialognya kelihatan datar tanpa ada beda sedikitpun antara tokoh-tokoh dalam cerpen itu, apabila dalam cerpen itu terdapat beberapa tokoh utama misalnya
Ibarat seorang 'dalang wayang, pembaca cerpen yang diharapkan harus memiliki kepiawaian seperti dialong oleh dalang wayang yang membedakan suara antara pelaku (tokoh) dalam cerita pendek itu.
Untuk membedakan itu pembaca cerpen mengenali isi cerpen dengan baik, mengenali tokoh-tokoh dalam cerpen itu. Sebab bahasa Indonesia itu sama tetapi logat kedaerahan, misalnya, membedakan seseorang dari mana berasal. Belum lagi karakter pada tokoh-tokoh dalam cerpen itu yang juga beralur pada cerita pendek yang disampaikan dalam membaca cerpen.
Agaknya betul seperti dikatakan Heru Mugiarso, dari Universitas Negeri Semarang (UNES) yang juga seorang sastrawan, bahwa bangsa Indonesia belum pada tataran sebagai bangsa pendengar/ perenung dalam apresiasi penampilan baca cerpen. Tataran sebagai pendengar dan perenung ini memang pantas ditujukan pada bangsa ini sebab dalam berbagai hal lain, kitya slalu ketinggalan informasi dan teknologi, sebab perenungan dan mendengarkan juga merupakan daya serap iptek yang harus dimiliki bangsa ini.
Seperti membaca puisi membaca cerpen juga memiliki nilai seni. Pembaca hendaknya berkarakter tidak hanya pada isi tetapi juga tokoh-tokoh pelaku dalam cerita pendek itu.
Sering kali kita menyaksikan beberapa pembaca cerpen terkenal melupakan karakter tokoh dalam cerpen itu. Sehingga dialognya kelihatan datar tanpa ada beda sedikitpun antara tokoh-tokoh dalam cerpen itu, apabila dalam cerpen itu terdapat beberapa tokoh utama misalnya
Ibarat seorang 'dalang wayang, pembaca cerpen yang diharapkan harus memiliki kepiawaian seperti dialong oleh dalang wayang yang membedakan suara antara pelaku (tokoh) dalam cerita pendek itu.
Untuk membedakan itu pembaca cerpen mengenali isi cerpen dengan baik, mengenali tokoh-tokoh dalam cerpen itu. Sebab bahasa Indonesia itu sama tetapi logat kedaerahan, misalnya, membedakan seseorang dari mana berasal. Belum lagi karakter pada tokoh-tokoh dalam cerpen itu yang juga beralur pada cerita pendek yang disampaikan dalam membaca cerpen.
Bedanya
dengan pendongeng, pembaca cerpen harus sesuai naskah, sedang
pendongeng bebas mengutarakan dalam kata, kalimat dan bahasa apa pun
tetapi tetap pada alur cerita dongeng.
Oleh karena baca cerpen harus sesuai naskah berkenaan dengan hak cipta seseorang cerpenis, maka tanda baca cerpen memiliki nilai arti tidak nya koma (,) tetapi tanda baca lain yang merupakan kandungan arti seperi petik (') , seru (!) atau atau tanda tanya (?) dan tanda baca lainnya.
Oleh karena baca cerpen harus sesuai naskah berkenaan dengan hak cipta seseorang cerpenis, maka tanda baca cerpen memiliki nilai arti tidak nya koma (,) tetapi tanda baca lain yang merupakan kandungan arti seperi petik (') , seru (!) atau atau tanda tanya (?) dan tanda baca lainnya.
Entah kapan membaca cerpen ini menjadi suguhan intertaiment masyarakat. Sementara masih berkutat pada monoton baca dan aksi diluar yang dikehendaki naskah. Akhirnya penampilan pembacaan cerpen 'hanyalah pingisi waktu atau 'jeda acara.