Roni Nugraha Syafroni
membuat mata sesiapapun jua tak akan lekang.
Bening air mengalir dari sudut gunung di sisi,
melepas dahaga hati sekecil kapas teruntuk siang.
Hari-hari jemu bagai pindah ke dalam batu hitam sungai,
kokoh menunggu aliran dari hulu hingga hilir.
Pagi yang sendu tak lagi sedang merindu tampak melambai,
mendatangi diri secepat kilat dibantu angin semilir.
Tataplah mata cinta tanpa berkedip,
yakin akan tiada ‘kan berpaling.
Meski hanya sekejap kerlip,
selalu bersama nyanyian seruling.
Terkadang tetesan penyesalan merasuk,
melihat berjuta para perusak berdatangan.
Merayu pohon-pohon hutan dengan buruk,
ceria senyum mistis berubah kritis bersalaman.
Sawah mulailah berubah gelisah,
tampak menunggu untuk dikeringkan.
Canda petani-kerbau sudahlah punah,
buat perasaan padi tak akan dimakan.
Satu niscaya walau begitu,
tetap rakyat akan bangga.
Kepada sang waktu,
selamanya membela.
-Itulah kebingungan untuk kampung halaman yang rata oleh pusat perbelanjaan-
KEBINGUNGAN
Liuk lengkung pemandangan hijau permadani,membuat mata sesiapapun jua tak akan lekang.
Bening air mengalir dari sudut gunung di sisi,
melepas dahaga hati sekecil kapas teruntuk siang.
Hari-hari jemu bagai pindah ke dalam batu hitam sungai,
kokoh menunggu aliran dari hulu hingga hilir.
Pagi yang sendu tak lagi sedang merindu tampak melambai,
mendatangi diri secepat kilat dibantu angin semilir.
Tataplah mata cinta tanpa berkedip,
yakin akan tiada ‘kan berpaling.
Meski hanya sekejap kerlip,
selalu bersama nyanyian seruling.
Terkadang tetesan penyesalan merasuk,
melihat berjuta para perusak berdatangan.
Merayu pohon-pohon hutan dengan buruk,
ceria senyum mistis berubah kritis bersalaman.
Sawah mulailah berubah gelisah,
tampak menunggu untuk dikeringkan.
Canda petani-kerbau sudahlah punah,
buat perasaan padi tak akan dimakan.
Satu niscaya walau begitu,
tetap rakyat akan bangga.
Kepada sang waktu,
selamanya membela.
-Itulah kebingungan untuk kampung halaman yang rata oleh pusat perbelanjaan-
Cijerah-Cikijing, April 2014