Minggu, 05 Mei 2019

Widji Thukul

Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963 – meninggal di tempat dan waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, 27 Juli 1998 pada umur 34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Tukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui rimbanya, dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer.
Thukul, begitu sapaan akrabnya adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga Katolik dengan keadaan ekonomi sederhana. Ayahnya adalah seorang penarik becak, sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarga.
Thukul Mulai menulis puisi sejak SD, dan tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, ia pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota. Sempat pula menyambung hidupnya dengan berjualan koran, jadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel. Pada Oktober 1989, Thukul menikah dengan istrinya Siti Dyah Sujirah alias Sipon yang saat itu berprofesi sebagai buruh.. Tak lama semenjak pernikahannya, Pasangan Thukul-Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah.
Thukul pernah bersekolah di SMP Negeri 8 Solo dan melanjutkan pendidikannya hingga kelas dua di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia jurusan tari. Thukul memutuskan untuk berhenti sekolah karena kesulitan keuangan. 
Ada tiga sajak Thukul yang populer dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi "Mencari Tanah Lapang" yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada 1994. Tapi, sesungguhnya antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru.
Dua kumpulan puisinya : Puisi Pelo dan Darman dan lain-lain
Puisi: Bunga dan Tembok
Puisi: Peringatan
Puisi: Kesaksian .
Kerusuhan pada Mei 1998 telah menyeret beberapa nama aktivis kedalam daftar pencarian aparat Kopassus Mawar]. Di antarapara aktivis itu adalah aktivis dari Partai Rakyat Demokratik, Partai Demokrasi Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, JAKKER, pengusaha, mahasiswa, dan pelajar yang menghilang terhitung sejak bulan April hingga Mei 1998. . Semenjak bulan Juli 1996, Thukul sudah berpindah-pindah keluar masuk daerah dari kota satu ke kota yang lain untuk bersembunyi dari kejaran aparat..  Dalam pelariannya itu Thukul tetap menulis puisi-puisi pro-demokrasi yang salah satu di antaranya berjudul Para Jendral Marah-Marah.. Pada tahun 2000, Sipon melaporkan hilangnya Thukul pada KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), namun Thukul belum ditemukan hingga kini.
Korban penculikan
Setelah Peristiwa 27 Juli 1996 hingga 1998, sejumlah aktivis ditangkap, diculik dan hilang, termasuk Thukul. Sejumlah orang masih melihatnya di Jakarta pada April tahun 1998. Thukul masuk daftar orang hilang sejak tahun 2000.


Sosiawan Leak

Sosiawan Leak (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 September 1967; umur 51 tahun) yang punya nama asli Sosiawan Budi Sulistyoadalah seorang aktor, penyair, penulis, dan pembicara asal Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Solo tahun 1994. Selain sebagai salah satu tokoh dalam gerakan Revitalisasi sastra pedalaman, Sosiawan Leak, bersama Heru Mugiarso merupakan inisiator Gerakan Puisi Menolak Korupsi yang digagas pada tahun 2013. Melalui beberapa karyanya, Leak menerima sejumlah penghargaan antara lain dari Yayasan Hari Puisi Indonesia
Aktif berkesenian sejak 1987 dalam bidang teater dan sastra meski belakangan juga melakukan kerja kreatif di bidang musik dan kolaborasi antarcabang kesenian. Menulis puisi dan naskah drama sejak 1987. Puisinya dipublikasikan di berbagai media massa, di samping diterbitkan oleh berbagai forum dan festival sastra bersama penyair lain.
Dalam aktivitasnya di dunia teater, ia bertindak sebagai sutradara dan penulis skenario. Pernah menulis naskah dan menyutradarai Teater Peron UNS (1990-1997), Teater Thoekoel UNS (1991-1994), Teater Citra Mandiri (SMU 2 Solo, 1990-1993) dan menjadi sutradara tamu di Teater Puntung (Kudus, 1994). Selain itu, ia juga pernah bergabung di Teater Gidag Gidig Solo (1987-1993), Teater TERA Solo (1990-1993), serta Teater Keliling Jakarta (1990-1993).
Tahun 1998, Mendirikan Kelompok Tonil KLOSED (Kloearga Sedjahtra) Solo, sebuah kelompok teater yang mencoba mendekatkan kesenian kepada masyarakat, sekaligus mendorong munculnya kesadaran HAM dan demokratisasi lewat kesenian. Kelompok tersebut telah melakukan 72 pementasan dari 15 naskah lakon, baik di tempat-tempat umum, seperti terminal, stasiun, lembaga pemasyarakatan, panti asuhan, lapangan, kampung, sekolahan & kampus, maupun disejumlah pusat kesenian dan festival serta televisi (TVRIStasiun Semarang).
Menjadi juri di berbagai festival teater dan juga kerap memberikan workshop secara periodik. Juga dikenal aktif berkolaborasi dengan seniman lain dan turut membidani lahirnya pertunjukan teater wayang seperti; Wayang Nggremeng, Wayang Suket dan Wayang Kampung Sebelah. Di samping pernah aktif di Kelompok Musik Golden Water, ia juga menjadi vokalis di OPM (Orkes Plasu Minimal) dan Orkes Sehat (1999).
Skenario Drama yang pernah ia buat antara lain, ‘Restu’ (1990), ‘Tahta’ (1991), ‘Suara’ (1992), ‘Tanda’ (1993), ‘Umbu’ (1993), ‘Ode’ (1994), ‘Galib’ (1994), ‘BOM’ (diadaptasi dari ‘Perang’, karya Puntung Pudjadi, 2001), ‘LAS’ (2002), ‘Pisau’ (diadaptasi dari cerpen anak-anak ‘Mengasah Pisau’ karya Triyanto Triwikromo), ‘Asu Gedhe Menang Kerahe’ (2005), ‘Overdosis’ (2006) dan ‘Verboden’ (2007).
Di dunia pertelevisian namanya juga sudah tak asing lagi, tercatat ia pernah menjadi asisten sutradara sinetron ‘Komedi Putar’ Produksi TVRI Jakarta sebanyak 13 episode. Pernah diundang untuk menyutradarai 5 episode ‘Wayang Dongeng’ (Semarang) di StasiunPRO TV Semarang. Menjadi penulis skenario sekaligus co-director Program TV Pojok Kampung (‘Suka-Suka’ dan ‘Gus Mus Menjawab’) yang ditayangkan secara rutin di Stasiun PRO TV Semarang.
Selain aktif di teater dan televisi, ia juga aktif berkecimpung di bidang sastra. Ia menulis puisi sejak 1987 dan dipublikasikan di berbagai media massa. Lebih dari 50 antologi puisi yang diterbitkan berbagai forum dan festival sastra juga memuat puisinya bersama penyair lain. Tiga antologi puisinya terbit secara khusus (bersama Gojek JS dan KRT Sujonopuro) oleh Yayasan Satya Mitra Solo, yakni ‘Umpatan’ (1995), ‘Cermin Buram’ (1996), ‘Dunia Bogambola’ (bersama Thomas Budi Santosa) oleh Indonesiatera Magelang (2007).
Aktivitas sastranya yang lain yakni : Deklamasi Keliling di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pulau Madura (1994), Deklamasi Keliling Sumatra (1995); Baca puisi keliling di sejumlah perguruan tinggi di Jawa Timur dan Madura bersama WS Rendra (alm) dan Brigitte Olenski (2002); Mementaskan Puisi-Musik ‘Orde Gemblung’ di Universitas Brawijaya Malang, TBS Solo, IKIP Semarang, Lembaga Indonesia-Prancis Yogyakarta, CCCL Surabaya, Gelanggang Remaja Bulungan dan Japan Foundation Jakarta (2002).
Kerap diundang dalam acara Festival Puisi Internasional Indonesia 2002 yang diselenggarakan di Makassar, Bandung dan Solo, dengan melibatkan penyair dari beberapa negara (April 2002), diundang pada Festival Puisi Internasional The Road di Bremen, Jerman, membaca puisi dan memberi workshop; Saat itu pula diundang membaca puisi dan menjadi narasumber di Universitas Hamburg dan Universitas Passau Jerman (Mei 2003). Baca Puisi dan Diskusi ‘Membaca Indonesia’ bersama Martin Janskowski (Berlin, Jerman), Dorothea Rosa Herliany (Magelang) di Madura, Surabaya, Solo, dan Kudus (Juli 2006). Mementaskan Puisi Perkusi Dunia Bogambola (bersama Temperente Percusion) di Festival Cak Durasim Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, TBS Solo, Pendapa Kabupaten Demak, IKIP PGRI Semarang (Sejak Nopember 2007) dll. Diundang tampil membaca puisi dan menjadi narasumber di berbagai acara sastra seperti Konggres Sastra Indonesia di Kudus (2008), Temu Sastrawan Indonesia di Jambi (2008), Revitalisasi Budaya Melayu di Tanjung Pinang (2008), Festival Sastra Kepulauan di Makassar (2009], Aceh International Literary Festival (2009), Ubud Wiriters and Readers Festival di Ubud, Bali (2010), Kedutaan Besar Indonesia di Berlin, Universitas Hamburg (Departemen Austronesistik), Deutsch Indonesische Gesellschaft Hamburg.  Melalui bukunya, Wathathitha, Sosiawan Leak menerima penghargaan sebagai Buku Puisi Terbaik Pilihan Panitia pada perhelatan Hari Puisi Indonesia 2016 di Taman Ismail Marzuki. Puisinya, Negeri Sempurna menjadi Puisi Terbaik pilihan Tim Kurator Tifa Nusantara 3 tahun 2016 di Marabahan, Kalimantasn Selatan. Pada tahun 2016, Leak menerjemahkan dan menerbitkan antologi puisi Sundel Bolong dalam Senthong bersama Rini Tri Puspohardini di bawah Penerbit Forum Sastra Surakarta dan Wathathitha (Penerbit Azza Grafika Yogyakarta, 2016). Empat naskah lakonnya diterjemahkan oleh Rini Tri Puspohardini serta terbit dengan judul Geng Toilet (Penerbit Forum Sastra Surakarta, 2012). Bukunya yang lain, Kepemimpinan Akar Rumput diterbitkan oleh Yogja Bangkit Publisher tahun 2015, dan Anai-anai Digelap Badai; ODHA Terpencil Melawan Stigma (cetakan pertama) diterbitkan oleh Rumah Matahari Kudus bersama Yayasan Sheep Indonesia Yogjakarta tahun 2015. Karya Sosiawan Leak adalah Antologi puisi adalah : Umpatan, bersama KRT Sujonopuro (Yayasan Satya Mitra Solo, 1995) Cermin, bersama Gojek JS dan KRT Sujonopuro (Yayasan Satya Mitra Solo, 1996), Dunia Bogambola, bersama Thomas Budi Santosa (Indonesiatera Yogyakarta, 2007), Matajaman, bersama Budhi Setyawan dan Jumari HS (Duniatera Magelang, 2011), Kidung dari Bandungan, bersama Rini Tri Purspohardini (Almatera Yogyakarta, 2011)

Candra Malik

Candra Malik (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 25 Maret 1978; umur 41 tahun) adalah pengasuh Pondok Pesantren Asy-Syahadah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Namanya juga dikenal sebagai tokoh sufi, sastrawan, wartawan, penyanyi lagu reliji, pemeran film, penulis sejumlah kolom di berbagai media massa, dan pencipta lagu reliji yang kemudian disebut sebagai kidung sufi. Sejumlah karya sastra Candra Malik pernah dipublikasikan di berbagai media massa antara lain Kompas, Majalah Sastra Horison, Koran Tempo Minggu, Suara Merdeka, Suara Karya, dan Majalah Femina. Lagunya, Syahadat Cinta menjadi original sound track (OST) Cinta Tapi Beda, film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo (2013). Sejak 2015, Candra Malik menjabat sebagai Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (PP Lesbumi) PBNU untuk periode 2015-2020.
Sejak usia muda, Candra Malik sudah mengakrabi dunia spiritual utamanya ritual-ritual tasawuf. Dia belajar agama dari Abdullah Ali. Ia juga mengaji kepada Habib Ja'far bin Badar bin Thalib bin Umar bin Ja'far, guru dari kakeknya, di Surakarta, Jawa Tengah. Pada 1993, Candra lebih mendalami lagi ilmu tasawuf dengan belajar kepada Kiai Muhammad Muna'am Jember, Jawa Timur. Sambil bekerja sebagai wartawan di surat kabar Jawa Pos pada akhir 1999 di Yogyakarta, Candra menimba kearifan sufisme dengan belajar kepada Syekh Ahmad Sirullah Zainuddin, wakil talqin dari Tarekat Qadiriyyah Naqsabandiyah, sebelum akhirnya pada 2001 belajar langsung kepada mursyid tarekat tersebut, yaitu K.H. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Suryalaya, di Jawa Barat.
Sejak berhenti dari Jawa Pos dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Liputan Indo Pos, Jawa Pos di Jakarta, Candra Malik bekerja sebagai kontributor di sejumlah media cetak antara lain, Tabloid Nyata, Majalah ART Indonesia, Majalah Travel Lounge, The Jakarta Globe, dan mengasuh sebuah kolom tentang sufisme di Solo Pos, sebuah koran lokal di Jawa Tengah, bertajuk Matahati, di rubric Khazanah. Sembari terus menulis, Candra malik juga mengasuh Pondok Pesantren Asy-Syahadah, di Desa Segoro Gunung, di lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kedekatannya dengan kalangan agamawan-budayawan memudahkan langkah Candra untuk melibatkan Wakil Rais Syuriah PBNU K.H. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) dalam produksi album religi. Cak Nun menulis khusus sajak Mukaddimah Cinta untuk album Candra ini dan membacakannya dalam track pembuka, sedangkan Gus Mus membacakan sajak Pesona dalam track penutup. Dalam album ini, Candra juga memasukkan rekaman vokal K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam lagu Syahadat Cinta.
Dukungan lain datang dari Bondan Winarno, wartawan senior kini berkiprah dalam dunia kuliner. Berkat Bondan, Candra menembus sejumlah nama besar dalam belantika musikIndonesia, di antaranya, violist Idris Sardi dan composer Addie MS. Dalam album ini, Idris Sardi mengaransemen dan bermain biola dalam orkestrasi lagu Kidung Sufi, bersama Gus Mus. Addie mengaransemen lagu Shiratal Mustaqim dan memimpin Twilite Orchestra memainkan lagu tersebut, didukung oleh Tohpati. Nama-nama besar lainnya adalah Dewa Budjana yang mengaransemen dan bermain gitar dalam lagu Jiwa yang Tenang, Trie Utami ikut bernyanyi dalam dua lagu, Fatwa Rindu dan Fana Selamanya. Sedangkan Sujiwo Tejo berkolaborasi dengan rapper Marzuki Mohamad Kill The DJ (Jogjakarta Hip Hop Foundation) dan penyanyi reggae Heru
Karya antara lain : Shaggydog dalam lagu Samudera Debu.
Makrifat Cinta (Noura Books, Mizan, (2013)), Menyambut Kematian (Noura Books, Mizan, (2013)), Antologi FatwaRindu Cinta 1001 Rindu (Muara, Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), Komik Gus Sufi (Muara, Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), Ikhlaskanlah Allah (Muara, Kepustakaan Populer Gramedia, 2014), Kolom Tetap (Koran Solopos dan Majalah Onlie MALE), Makrifat Cinta, Menyambut Kematian, Antologi FatwaRindu Cinta 1001 Rindu, Ikhlaskanlah Allah


Andrie Syahnila Putra Siregar

Andrie Syahnila Putra Siregar .lahir di Binjai , Sumatera Utara pada 4 Januari 1971 dan meninggal di Bekasi 31 Oktober 2016.Ia anak kedua dari enam bersaudara .Nama populer nya Ane Matahari dikenal sebagai seniman , tokoh musikalisasi puisi,guru,pembina anak jalanan aktivis sosial dan pendiri Sastra Kalimalang Bekasi . Bersama Sanggar Matahari ,ia giat mempopulerkan musikalisasi ke seantero negeri . julukan lain adalah sastrawan bergitar. (Zaeni Boli)





Sabtu, 27 April 2019

Jiarah Sastra kampung Bustaman

Bayu Aji Anwari Kiyai Mbeling (Gus Bayu) dalam wajengannya di Jiarah Sastra kampung Bustaman Semarang. Gus Bayu mengatakan bahwa makna jiarah itu berarti memberi penghargaan kepada pendahulu kita yg telah memberi dampak kemajuan spt Kiyai Bustam seorang kiyai yg hudup di zaman kerajaan Kudus yang tinggal di Semarangan tepatnya yg sekarang bernama kampung Bustaman. Gus Bayu, pimpinan pondok pesantren Tlagasari Semarang itu juga memberi ceramahnya tentang nilai-nilai sebuah kampung dan pelestariannya. Sebab sekarang banyak kampung-kampung yang hilang akibat pengembangan kota seperti di Semarang. Turut hadir dalam acara tersebut Harry Bustaman, Slamet Unggul, Agung Wibowo, Bambang Subagio, dan lain-lain.(rg bagus w 26-04-2019)


Senin, 01 April 2019

Untukmu Garut, oleh Rg Bagus Warsono

Garut kota di lembah Guntur dan gunung lain menjulang Cikurai dan Papandayan .Tampomas dan Tangkuban Perahu di baratmu
aku bersembunyi
di rumah2 desa yg indah dengan air cipanas garut yg hangat
membuat rangkaian rumah rumah bambu dengan pisau cukur dan selimut kulit domba
aku seakan dekat rumah
lumbung puisi
ada di mana mana
indahmu
tak akn lupa
bagi pecinta alam
sajian gaya arsitektur alam dengan sentuhan kejujuran.


Jatuhnya Wahyu Keraton oleh Rg Bagus Warsono

Pulung Wreh

Pulung Wreh (Wahyu Keraton) adalah jatuhnya tahta keraton pada seseorang calon raja. Pulung Wreh hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang memiliki waskita (mata batin dan ilmu penglihatan). Pulung Wreh jatuh atau memasuki seseorang tidak pada mendekati saat sidang / musyawarah sesepuh kerajaan dimulai tetapi bisa saja jatuh dalam 2 tahun sebelumnya.
Tanda tanda Pulung Wreh tiba dan tanda-tanda seseorang memiliki wahyu keraton itu dapat dilihat oleh orang yang memiliki mata bathin / ilmu penglihatan.

Ciri-ciri yang sering terjadi di bumi nusantara ini, pulung wreh dapat dirasakan ketika ada peristiwa seseorang ingin merebut dan berambisi tahta kerajaan . Sejarah mencatat akan wahyu keraton Kerajaan Demak. Sultan Trenggono yang bijaksana itu tiba-tiba menikahkan anaknya dengan seorang prajurit kerajaan bernama Jaka Tingkir. Kejadian yang tak disangka-sangga. Sedangkan para penasehat kerajaan dan kaum cerdik cendekia membiarkan keadaan itu. Para cerdik cendekia dan penasehat kerajaan ruipanya sudah mengetahui keadaan jatuhnya Pulung Wreh. Sebagian menilai karena Sultan Trenggono tak memiliki anak laki-laki.

Adalah Ario penangsang, kemenakan Sultan Trenggono, anak dari Pangeran Sekar, (Sekar Seda Lepen) merasa semakin memiliki peluang setelah Sunan Prawoto (ahli waris lainnya) disingkirkan. Ambisi yang berlebihan semakin menjadi-jadi. Setelah Sultan Trenggono mempunyai menantu maka muncullah pesaing lagi bagi dirinya. Maka tiada jalan kain kecuali menghabisi Mas Karebet yang menetap di Pajang itu agar kesempatannya menjadi lebih besar. Ambisi Aryo Penangsang dinilai oleh masyarakat adalah wajar karena ia memiliki hak waris atas tahta Demak itu.

Sunan Kudus, menjadi prihatin akan hal ini, perannya sebagai penasehat kerajaan pengasuh dan penjaga Tanah Air itu tak dapat berbuat apa-apa karena ia memiliki mata bathin dan ilmu penglihatan yang tajam.

(bersambung, rg bagus warsono)

Kamis, 14 Maret 2019

Novel Indonesia Terkini, Bi Balik Bayang-bayang Kasih Sayang, penulis : Wardjito Soeharso


Baiklah kubuka novelmu Mas Wardjito Soeharso 480 halaman "Dibalik Bayang-bayang Kasih Sayang". Sebetulnya aku tak mau memujimu percuma saja memuji orang yang berbeda haluan. Namun itu berarti aku sentimen dengan keadaan, padahal sastra harus tak memandang apa itu beda haluan apalagi sampai seperti perbedaan pandangan, paham, atau bahkan politik. Kewajibanku sebagai penyair sekaligus kurator buku yang bahkan aku geluti sejak muda maka bagaimana berbuat seyogyanya kurator yang harus diakui independennya . Karena itu 480 halaman bukan barang mudah untuk sempat dibaca, tetapi sebagai orang yang terbiasa membaca puluhan ribu halaman maka santai juga membaca bukumu Mas Wardjito Soeharso yang aku juluki Penyair Priyayi sebagai sosok sastrawan yang bertipe akademik yang slalu berada di jajaran atas Penyair indonesia. dan kali ini aku tak akan menyebutmu seorang novelis, tetapi masih Dibalik Bayang-bayang Kasih sayang sebagai seorang untuk diberi gelar tambahan novelis. Alasan itu karena ini novel pertama kali yang ditulisnya, namun demikian kepiawaian dan keterbiasaannya bersastra sejak muda membuatnya novel ini seperti novelis yang sudah menulis berpuluh-puluh novel. Dibalik-bayang-bayang karya Wardjito Soeharso ini menceritakan sebuah drama dengan dengan aneka tragedi dimasa zaman modern dan perubahannya yang semakin modern yang ditangkap penulisnya sehingga menjadi novel yang sangat berarti tidak saja untuk dibaca masyarakat tetapi juga sebagai novel yang patut mendapat apresiasi tinggi dan dicatat dalam sejarah novel indonesia. Karena itu menurutku sempurnalah seorang Wardjito Soeharso menjadi sastrawan Indonesia. !(Rg Bagus Warsono, 14-03-19 membuka bukumu)

Sabtu, 23 Februari 2019

Berangkat Bersama


Berangkat Bersama,

Pagi harapan
disambut rezeki dan panen hari ini
atau dilahan sebelah mulai tanam
perempuan bertenaga kekar
dengan garuk, sabit atau cangkul
mandiri sedari muda
sorot menerjang tulang
matahari tau perut lapar
kami makan bersama
dalam takaran sama
ketika takaran sehari dibagi
sepeda kami kembali
untuk dilap anak-anak kami.
(rg bagus warsono, 23-02-2019)

Rabu, 09 Januari 2019

Selamat Jalan Kupu-kupu Arwinto Syamsunu Aji

Selamat jalan Arwinto Syamsunu Aji , seorang sahabat lumbung puisi yang aktif berkarya. Berikut puisinya dalam Lumbung Puisi sastrawan Indonesia jilid IV Margasatwa yang ditulis 2015
289.Arwinto Syamsunu AjiePintu Kupu-kupuAku tak sedang mencintai hujandan seluruh kata-kata yang basahdan memalamLorong tak sedang mencintai bulanKabut dan endapan debu-debu jalantak sedang mencintai lampu dankepura-puraanTubuhku kelaras daun pisang---belum sepenuhnya lepas dari pelepahdan ikatan-ikatan. “Bungkuslahdingin dan inginmu denganyang kumiliki dan kutawarkanBahkan seandainya api kau nyalakancuma membuatku riang terbakarSebab aku lebih tak mencintai lapardan kemiskinan2015,
selengkapnya di

https://docplayer.info/71424500-Lumbung-puisi-jilid-iv.html

Arwinto Syamsunu Ajie,lahir di Kebumen, 3 Maret. Ia tergabung di DSJ (Dapur Sastra Jakarta). Menulis di beberapa antologi bersama Lumbung Puisi. Puisi-puisinya dipublikasikan di media massa dan antologi bersama. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit berjudul Langit Bersorban Awan (Teras Budaya, 2015).

Minggu, 06 Januari 2019

Asyiknya Jadi Guru Desa

Asyiknya Jadi Guru Desa

Rg Bagus Warsono

Ketika orang hiruk pikuk globalisasi
aku memandang hamparan lembah hijau
Ketika jari-jari tangan berduit sibuk mengetik hp
Aku melihat tangan terampil memainkan ani-ani
Anak-anak games dikota
kami berebut bola di kehujanan
lapangan berlumpur
Dengan mengajari berhitung dan membaca gedrig
tak usah terburu-buru pintar
katanya orang pintar banyak
dokter sudah ada, tentara sudah ada
guru mencari sekolah
insinyur mencari proyek
dan bidan mencari orang melahirkan
cukup bisa menjumlah receh rupiah dan dan membaca sajak
guru kota sibuk cari uang privat muridnya sendiri
katanya bermotor ketinggalan
Guru desa miskin serasa kaya raya
ilmu sedikit berharga
salam dan sapa desa ramah setiap hari
bila bertanya apa yang yang kau punya?
aku menjawab singkat
anak-anak adalah kekayaanku
dan masyarakat adalah bajuku
aku idola mereka sederhana
dikala hari baik
ada pengalaman mengesankan
bersama mereka.
(Indramayu, 06-01-19)

Selasa, 25 Desember 2018

Sambut Lumbung Puisi VII 2019. Anak Cucu Pujangga

Anak Cucu Pujangga (ACP) adalah tema luas Lumbung Puisi ke-7 tahun 2019 yang dimulai 22 Desember 2018 sampai 21 April 2019. Tema ini sengaja diberikan untuk memeilihara sastra Indonesia bahwa sastra memiliki generasi berkelanjutan yang tak terputus oleh bentuk tragedi apa pun di Indonesia.
Sebagaimana telah di singgung dalam berbagai buku dan pendapat serta teori-teori genetika. Maka anak cucu pujangga tidak saja memarisi terhadap keturunan langsung tetapi juga pada diluar keturunan terhadap murid langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu penyair yang mengirim puisi di Lumbung Puisi VII 2019 dapat mencantumkan nama orang tua atau kakek sastrawannya baik keterunan langsung maupun tidak langsung.
Generasi dapat ditimbulkan melalui biologis maupun psikologi. Wajar bila orang menyebut 'anak biologis dan ' anak idiologis .
Nama besar kakek atau orang tua langsung dapat ditul;is di nama penyair agar nama orang tua kita ikut menjadi bagian karya kita. Disamping itu faedah lain yaitu mengangkat nama orang tua.
Demikian seorang penyair menunjukan kebesaran budi dan kerendahan hati serta senantiasa mengingat jasa orang tuanya.
Tentu saja nama embel-embel itu hanya terdapat di antologi ini dan tidak melekat untuk menjadi nama selanjutnya dalam situasi yang lain.
Anak Cucu Pujangga memberikan ruang kreativitas bahwa sastra itu sebetulnya adalah 'garis lurus geneteka dari'sononya. Semoga dengan Anak Cucu Pujangga ini duania sastra semakin semarak dengan kreativitas-kreativitas baru yang pantas untuk dibaca semuanya .
(Rg Bagus Warsono, 22-12-18)

Kamis, 29 November 2018

Antologi Terkenal Terbaru di Indonesia karya Rg Bagus Warsono: Kemeja Putih Lengan Panjang


                                           Rg Bagus Warsono

Tambatkan Semaumu

Tambatkan semaumu
dengan tambang penuh sambungan
Biarkan alam mengadili perahumu
dengan mesin mati penuh jelaga
kayu yang penuh karat paku papan
bendera robek robek
untuk bermain anak-anak pantai
untuk menyambut musim hujan
Indramayu, 2004




Sebuah Simbolik

Seperti halnya orang orang munafik dengan perkataannya. Ia tidak mengakui dasar negaranya sendiri, kemudian ia hidup di negeri orang, Di hati kecilnya ia merasakan keunggulan dasar negaranya sendiri yang memberi rasa aman dalam kebinnekaan, dibanding dasar negara lain yang ia rasakan di negri rantau.
Kemudian orang-rang munafik itu menggemborkan untuk memgingkari jasa-jasa para pejuangnya termasuk proklamator, namun tanpa sadar bajunya yang ia sukai adalah baju yang sudah melekat dengan sang proklamator yang ia gemborkan untuk diingkari.
Lalu pada sebagian pegawai negeri, mengingat otonomi daerah dipengaruhi oleh politik bupati atau walikota yang merupakan anggota partai, dengan lucunya di awal-awal presiden terpilih menjabat mereka mencibir dan bahkan menghina. Namun ketika presiden menerapakan kemeja putih lengan panjang sebagai salah saru baju seragam, mereka menyukainya.
Ada sebuah karakter negatif tanpa sadar terjadit di masyakarak kita. Dinamika orang yang tanpa berfikir tetapi mengikuti ajakan saja apa yang bersifat umum melalui sosial media, kemudian ia dalam prakteknya menjalani apa yang justru ditolaknya itu.
Kemunafikan itu diredam dengan sederhana yaitu  hanya baju putih lengan panjang. Ini makna simbolis, sebuah ajakan utuk perubahan mental. Walau kesucian yang diharapkan itu lahir bathin, namun setidaknya awal kecintaan dan penanaman itu dimulai dari hal-hal yang bersifat lahiriah.
Sejauh mana baju putih lengan panjang ini memiliki makna simbolis kejujuran bagi pemakainya, tergantung dari mental itu sendiri apakah didapat perubahan atau justru sebaliknya. Namun demikian Kemeja Putih Lengan Panjang ini sungguh sesuatu yang memiliki makna berarti termasuk antologi ini sebagai pencerah penyejuk hati semua pembaca budiman.

Rg Bagus Warsono, nama lainnya Agus Warsono lahir di Tegal 29 Agustus 1965. Ia dibesarkan dalam keluarga pendidik  yang  dekat dengan lingkungan buku dan membaca. Ayahnya bernama Rg Yoesoef Soegiono seorang guru di Tegal, Jawa Tengah. Rg Bagus Warsono menikah dengan Rofiah Ross pada bulan Desember 1993. Dari pernikahan itu ia dikaruniai 2 orang anak. Ia mulai sekolah dasarnya di SDN Sindang II  Indramayu dan tamat 1979, masuk SMP III Indramayu tamat tahun 1982,  melanjutkan di SPGN Indramayu dan tamat 1985. Lalu ia melanjutkan kuliah di D2 UT UPBBJJ Bandung dan tamat tahun 1998, Kemudian kuliah di STAI di Salahuddin Jakarta dan tamat 2004 , pada tahun 2011 tamat S2 di STIA Jakarta. Setelah tamat SPG, Rg Bagus Warsono menjadi guru sekolah dasar, kemudian pada tahun 2004 menjadi kepala sekolah dasar, dan kemudioan 2015 pengawas sekolah. Tahun 1992 menjadi koresponden di beberapa media pendidikan seperti Gentra Pramuka, Mingguan Pelajar dan rakyat Post. Pada 1999 mendirikan Himpunan Masyarakat Gemar Membaca di Indramayu. Menjadi anggota PWI Jawa Barat. Rg Bagus Warsomo juga menulis di berbagai surat kabar regional dan nasional seperti PR Edisi Cirebon, Pikiran rakyat, Suara karya dan berbagai majalah pendidikan regional maupun  nasional.
Karya : a. Puisi
1. Bunyikan Aksara Hatimu, Sibuku Media , Jogyakarta 2013
2. Jakarta Tak Mau Pindah, Idie Publising, Jakarta 2013
3. Jangan Jadi sastrawan, Indie Publising, Jakarta 2013
4. Si Bung , Leutikaprio, Jogyakarta , 2014
5. Mas Karebet, Sibuku Media, Jogyakarta, 2014
6. Satu Keranjang Ikan, Sibuku Media, Jogyakarta, 2015
7. Surau Kampung Gelatik, Sibuku Media, Jogyakarta, 2016
8. Mencari Ikan sampai Papua, 8 Penyair, Penebar Pustaka, Jogyakarta.,2018. b. Buku:
1. Bincang-bincang Penyair , Penebar Pustaka, 2018
2. Geliat Penyair Indonesia, Penerbar Pustaka, 2018
c. Cerita Anak : 1. Kopral Dali, Sibuku Media, Jogyakarta 2014
2. Meriam Beroda, Sibuku Media Jogyakarta 2015
3. Pertempuran Heroik di Ciwatu, Jogyakarta 2016
4. Kacung Ikut Gerilya, Jogyakarta 2016
Penghargaan: 
Penulis Cerita Anak, Depdikbud 2004

Selasa, 30 Oktober 2018

Rg Bagus Warsono dalam Lambaian Pramugari (181 Penumpang Lion Air )

Rg Bagus Warsono

 Lambaian Pramugari (181 Penumpang Lion Air)

tersenyum menutup pintu badan pesawat
derai rambut dan dasi kecil
angin bandara hari itu
menahan jari lentikmu terbuka melambaikan salam
tangga pesawat mudur perlahan
pintu pesawat menutup diri
dengan 181 nyawa
terbang
menuju pulaumu bangka di bandara lain pangkal pinang.
Deru halus meninggalkan asap putih
lalu memudar menjadi awan kecil-kecil
181 dalam doa
memejamkan mata
sudahkah di bandara lain
Terbangmu sebentar padahal bandara masih jauh
Kau singgah di pelabuhanMu.

Rg Bagus warsono 29-Oktober 2018

Minggu, 14 Oktober 2018

Siti Soendari, adik bungsu dr. Soetomo

Siti Soendari, adik bungsu dr. Soetomo
Santo Koesoebjono
12345
Want to Read
No ebook available.

Siti Soendari, adik bungsu dr. Soetomo
Cet. 1.
Santo Koesoebjono, Solita Koesoebjono-Sarwono
Published 2008 by Pustaka Fahima in Yogyakarta .
Written in Indonesian.
About the Book
Biography of Siti Soendari, spouse of Koesoebjono, a former mayor of Semarang and also a youngest sister of Dr. Soetomo, an Indonesian nationalist.

Edition Notes
Includes bibliographical references.

Classifications
Library of Congress
MLCSE 2011/01879 (D)
The Physical Object
Pagination
xviii, 173 p. :
Number of pages
173